Anda di halaman 1dari 7

Wilhelm Dilthey (1833-1911): Sejarawan Hermeneutika Modern

Pertama
Muhammad Imam Asy-Syakir
Pendahuluan
Sejarah merupakan sebuah disiplin ilmu yang
menyampaikan pesan nurani paling dalam tentang
peristiwa-peristiwa yang terjadi di suatu masa, yang
mesti ditulis apa adanya. Berbicara mengenai sejarah
sebagai sebuah ilmu, maka bila kita balik pembicaraan
menjadi ilmu ditinjau dari sudut pandang sejarah, maka
mestilah setiap ilmu yang muncul memiliki sejarahnya
tersendiri, tidak terkecuali hermeneutika.
Sejarah hermeneutika setidaknya bisa ditilik dari (Wilhelm Dilthey 1833sejarah pembentukannya dan sejarah bagaimana
sumber-sumber itu terbentuk dari berbagai perdebatan yang terjadi di
antara para tokoh pendiri dan pengembangnya. Di antara tokoh
hermeneutika yang terkenal sebagai sejarawan hermeneutika modern
ialah Wilhelm Dhiltey. Ia adalah tokoh yang akan menjadi fokus
pembahasan dalam tulisan ringkas ini.
Lectori Salutem!
Riwayat Hidup Wilhelm Dilthey
Wilhelm Dilthey adalah seorang filsuf, sejarawan budaya, pendiri
epistemologi humaniora, juga salah satu pendukung utama dari ilmu
hermeneutik1 (bidang inilah yang akan menjadi concern dalam tulisan ini),
dan ia juga seorang tokoh yang diperhitungkan dalam psikologi. Ia lahir
pada tanggal 19 November 1833 di Biebrich. Ayahnya adalah seorang
pendeta Protestan2 dan ibunya adalah seorang putri dirigen.
Riwayat pendidikannya, diawali dengan menyelesaikan pendidikan
lokal, kemudian meneruskan pendidikan lanjutan di Weisbaden, lalu pada
tahun 1852 ia pergi ke Heidelberg (Universitas Heidelberg) untuk belajar
Teologi di sana. Setahun kemudian ia pindah ke Berlin karena tertarik
pada kekayaan budaya di kota tersebut, terutama musik.
Kedua orang tua Dilthey menghendakinya untuk menjadi seorang
pendeta, sehingga ia terus mempelajari Teologi. Namun kemudian ia
terpengaruh oleh dua orang sejarawan ulung, Jacob Grimm dan Leopold
Von Ranke yang mengalihkan ketertarikan dan minatnya kepada Sejarah
dan Filsafat. Bahkan Dilthey mampu menghabiskan waktu 12 sampai 14
jam dalam sehari untuk menekuni kedua ilmu tersebut. 3 Ia juga
mempelajari berbagai bahasa seperti, Yunani, Ibrani, dan Inggris. Dia juga
1 http://psychologynews.info/artikel/tokoh-psikologi/wilhelm-dilthey/.
2 Ada juga yang menyebut ayahnya adalah seorang Teolog Calvinis (sebagaimana disebut artikel
dari: http://psychologynews.info/artikel/tokoh-psikologi/wilhelm-dilthey).

banyak berguru kepada filsuf Friedrich Trendelenburg dan Adolf Kuno


Fischer.
Selama menjadi mahasiswa, ia sangat tertarik pada karya
Schleiermacher (yang meninggal pada saat Dilthey masih berusia 1
tahun) dan mengagumi kemampuan intelektualnya, terutama dalam
menggabungkan Teologi dan kesusasteraan dengan karya-karya
kefilsafatan. Ia juga mengagumi karya terjemahan dan interpretasinya
atas dialog Plato.
Pada tahun 1864 Wilhelm Dilthey memperoleh gelar Doktor dan
mengajar di Berlin, kemudian pindah dan menjabat sebagai Profesor
Filsafat di Basel pada tahun 1867, Kemudian menjadi profesor di
Universitas Kiel pada tahun 1868-1870, dan di Kiel ini ia mengalami
konflik cinta segitiga dengan Marianne dan Lotte Hegewisch. Setelah itu
pindah ke Breslau pada tahun 1871 untuk menjadi guru besar di sana.
Kemudian ia kembali ke Berlin untuk menggantikan Herman Lotze pada
tahun 1882-1905, dan disinilah karir kefilsafatannya menanjak. Pada
tahun 1896 ia terserang penyakit yang disebutnya sendiri dengan istilah
nervous origin serta terkena gejala insomnia. Suatu hari Dilthey berlibur
dan menginap di sebuah hotel di Seis, lalu ia terserang infeksi dan
meninggal dunia tanggal 30 september 1911.4
Karya-Karyanya
Dari data yang diperoleh penulis, tulisan-tulisan karya Wilhelm
Dilthey ini ada yang dalam bahasa Jerman serta beberapa ada dalam
bahasa Inggris -mungkin diterjemahkan mengingat Wilhelm Dilthey
adalah seorang berkebangsaan Jerman-. Berikut adalah tulisan-tulisan
Wilhelm Dilthey yang berupa artikel atau buku.
1. Verhltnis der Hermenetik Schleiermashers zur Geschichte der
Auslegung in Philosophie und Theologie (Hubungan Hermeneutika
Schleiermacher kepada Sejarah Penafsiran dalam Filsafat dan
Teologi), 1860 (artikel).
2. Das Leben Schleiermachers (Kehidupan Schleiermacher), 1870.
3. Einlietung in Die Geisteswissenschaften (Pengantar Studi ilmu-ilmu Kebudayaan),
1883.
4. Ideen Uber Eine Beschreibende und Zergliedernde Psychologi (Ide-ide tentang
Psikologi deskriptif dan Analitik), 1894.
5. Die Entstehung der Hermeneutick (Kemunculan Hermeneutika),
1900 (artikel).
6. Experience and Poetry, 1905.
7. Studies on the Foundation of the Sciences of the Spirit, 1905.
8. Das Wesn der Philosophie (Esensi Filsafat), 1907.
9. Der Aufbau der Geschichtlichen Welt in Den Geisteswissenschaften (Konstruksi
Dunia Sejarah dalam Studi-studi Ilmu kebudayaan), 1910.
3 E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1999). hal. 45.
4 E. Sumaryono, Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1999); Dalam
informasi yang lain, disebutkan ia meninggal pada tanggal 1 Oktober 1911.

10.

The Types of World View, 1911.

Pemikiran Historis Wilhelm Dilthey


Wilhelm Dilthey sebagai seorang filsuf, relatif tidak dikenal orang
dibandingkan dengan mereka yang namanya disebut sebagai kaum
intelektual. Tetapi di negara asalnya, yaitu Jerman, ia dikenal sebagai
seorang filsuf yang cukup masyhur. Dalam bidang hermeneutik filosofis, di
mana ia punya andil besar, relatif memang tidak dikenal orang. Ia lebih
banyak dikenal karena riset historisnya. Karya-karyanya dikumpulkan
dalam tujuh jilid dan terutama berkaitan dengan perhatiannya terhadap
pemahaman historis.5
Dilthey berambisi untuk menyusun sebuah dasar epistemologis baru
bagi pertimbangan sejarah. Proyek ini berkisar pada gagasan tentang
komprehensi atau pemahaman yang memandang dunia dalam dua wajah,
yaitu wajah dalam (interior) dan wajah luar (eksterior). 6 Usaha Dilthey
tersebut tidak terlepas dari halangan dan rintangan yang menjadikan
upayanya menemukan kesulitan, pada akhirnya Dilthey sulit untuk
menempatkan penyelidikan sejarah supaya sejajar dengan penelitian
ilmiah. Sebab, dalam penelitian ilmiah hanya terdapat satu dimensi, yaitu
dimensi eksterior. Kesadaran para peneliti ilmiah tidak meresap masuk ke
dalam eksperimennya. Dalam artian, bukan ilmuwan yang menyesuaikan
nilai atau signifikan pada penelitian ilmiahnya, melainkan penelitian itu
sendiri yang menentukan bernilai-tidaknya.7
Dalam pengkategorian ilmu pengetahuan, Dilthey membedakan
antara Naturwissenschaften atau ilmu pengetahuan tentang alam, seperti
biologi, kimia, serta fisik atau yang lainnya dan Geisteswissenschaften
atau ilmu pengetahuan tentang batin manusia, seperti sejarah, psikologi,
filsafat, ilmu-ilmu sosial, seni, kesusastraan, dan yang lainnya. Lebih
lanjut, ia menganggap perbedaan tersebut sangat penting, lantaran
keduanya mempergunakan metodologi yang berbeda satu sama lain.
Kajian Wilhelm Dilthey berfokus kepada Geisteswissenschaften. Dan
selanjutnya ia juga membedakan pengertian tentang pengalamanpengalaman manusia. Dalam bahasa Jerman ada dua kata yang bila
diterjemahkan berarti pengalaman, yaitu erfahrung dan erlebnis.
Perbedaannya yang pertama biasanya diartikan sebagai pengalaman
pada umumnya, sedang yang terakhir bermakna khusus atau dalam
istilah Dilthey dikonotasikan dengan pengalaman yang hidup.
Pemikiran Dilthey juga merambah kepada persoalan sebab-akibat.
Mengenai sistem penyebaban, dalam kaitannya dengan sejarah Diltey
5 Ibid., hal. 47.
6 Ibid., hal. 47. Secara interior berarti suatu peristiwa dilihat atas dasar kesadaran atau keadaan
sadar. Sedang eksterior berarti suatu peristiwa mempunyai tanggal dan tempat khusus atau
tertentu.

7 Lihat E. Sumaryono. Hermeneutika: Sebuah Metode Filsafat. Hal. 47-48.

membaginya dalam dua jenis, yaitu Kausalzusammenhang8 dan


Wirkungszusammenhang9.
Pemikiran-pemikiran Dilthey tersebutlah yang membentuk corak
hermeneutikanya, yang cenderung berbeda dengan pendahulunya yang
begitu ia kagumi Schleiermacher, dan hermeneut-hermeneut setelahnya.
Hermeneutika Dilthey
Pada asalnya, hermeneutika digunakan untuk merujuk kepada studi
yang terkait dengan pengembangan aturan-aturan dan metode-metode
yang dapat membimbing penafsiran Bibel. Para teolog Protestan
khususnya menggunakan hermeneutika untuk mengatasi persoalan
penafsiran teks Bibel. William Dilthey (1833-1911) dalam artikelnya, 10
menyimpulkan bahwa Protestan sebagai pemicu munculnya sebuah teori
tentang penafsiran Bibel.11 Dilthey menegaskan lagi pendapatnya dengan
menyatakan ketika Protestanisme muncul, persoalan penafsiran menjadi
semakin
mendesak
dibanding
sebelumnya.
Menurut
Dilthey,
hermeneutika baru muncul sebagai sebuah teori ketika Flacius menulis
Clavis pada tahun 1567, yang memuat kaidah-kaidah penafsiran. Flacius
menekankan pentingnya menyelesaikan kekaburan dalam Bibel dengan
mengaitkannya ke dalam konteks Bibel dan konteks tekstual yang
partikular. Bagaimanapun, Dilthey menyimpulkan pendekatan Flacius
masih dogmatis dan ahistoris. Sebabnya, Flacius menguatkan satu buku
Bibel dengan buku Bibel yang lain, dan mengabaikan waktu yang berbeda
dimana dan kapan buku-buku itu ditulis.12
Pemikiran Wilhelm Dilthey banyak diwarnai oleh Schleiermacher.
Salah satunya gagasan Besserverstehen. Menurut Dilthey, sangat
memungkinkan jika seorang penafsir akan bisa memahami pengarang
dengan lebih baik dibanding dengan pengarang itu memahami dirinya
sendiri. Namun, kondisi tersebut tidak diraih secara otomatis. Untuk
mencapai kondisi tersebut, seorang penafsir harus melalui beberapa
8 Kausalzusammenhang: nexus (kedekatan) antara sebab dan akibat bersifat mekanis, seperti
terdapat dalam ilmu-ilmu alam yang menggunakan sistem penyebababn di mana sebab sementara
mendahului akibat.

9 Wirkungszusammenhang: sistem dinamis atau proses di mana fakta atau peristiwa


mempengaruhi atau menampung hasil dalam sistem kehidupan.

10 Verhltnis der Hermenetik Schleiermashers zur Geschichte der Auslegung in Philosophie und
Theologie (Hubungan Hermeneutika Schleiermacher kepada Sejarah Penafsiran dalam Filsafat dan
Teologi). Terbit pada tahun 1860.

11 Adnin Armas, Dampak Hermeneutika F. D. E. Schleiermacher dan William Dilthey Terhadap


Studi al-Quran. (Makalah).

12 Die Entstehung der Hermeneutick (Kemunculan Hermeneutika). Artikel ditulis pada tahun 1900.
(Dalam Makalah Adnin Armas, Dampak Hermeneutika F. D. E. Schleiermacher dan William Dilthey
Terhadap Studi al-Quran.). hal. 1.

tahap. Lantaran, pemahaman itu memiliki beberapa tingkat makna.


Tingkat makna pertama, pemahaman sebagai menangkap sebuah makna
dengan melalui tanda yang menunjukkan atau mewakili apa yang
dimaksud (understanding as grasping of a meaning by way of a sign that
stands for or represents what is meant). Tingkat makna kedua,
pemahaman sebagai nacherleben, yaitu mengimbas kembali perasaan
dan pengalaman yang dipercayai telah dialami oleh pengarang, dengan
berdasarkan kepada pengalaman-pengalaman yang termanifestasikan
dalam ungkapan yang dapat diakses. Seorang penafsir dalam dua tingkat
ini belum bisa mencapai tahap Besserverstehen. Tetapi pada tingkat yang
kedua ini, penafsir merasakan persis dengan apa yang difikirkan dan
dirasakan oleh pengarang-tidak kurang dan tidak lebih. Hanya pada
tingkat makna yang ketiga dari pemahaman, maka Besserverstehen
dapat diraih. Level makna pada tingkat ini berangkat dari sebuah asumsi
bahwa makna dalam konteks, signifikansi dan implikasi dari sebuah
pernyataan, tindakan atau peristiwa tidak pernah bisa tetap dan
sempurna. Sejarah adalah jaringan pola, hubungan dan keterkaitan yang
kompleks yang akal seseorang tidak pernah bisa memahaminya secara
utuh. Dalam kehidupan, terdapat beragam faktor penting yang tidak
disadari. Menangkap faktor-faktor tersebut yang saling terkait merupakan
tugas yang tidak pernah usai. Pemahaman manusia mengenai dirinya
sendiri dan kekuatan-kekuatan yang berlaku dalam kehidupannya tidak
pernah lengkap. Kondisi ini membuka ruang kemungkinan bagi sejarawan
untuk selalu meliput dasar yang sama di masa mendatang untuk
mencapai pemahaman yang lebih penuh mengenainya dengan
berdasarkan kepada ilmu
pengetahuan tentang keadaan yang lebih lengkap karena biasanya lebih
banyak ilmu tersedia setelah bertahun-tahun berlalu. Pemahaman yang
lebih lengkap inilah yang menyebabkan Besserverstehen bisa diraih dan
inilah tugas implisit seorang sejarawan.13
Meski banyak terpengaruhi teori penafsiran Schleiermacher, Wilhelm
Dilthey tetap memiliki perbedaan penekanan dengan Schleiermacher. Jika
Schleiermacher menekankan kepada susunan keseluruhan arsitektonik
dalam menafsirkan, maka Dilthey lebih menekankan kepada sejarah.
Menurut Dilthey, Schleiermacher telah gagal mempertimbangkan
pentingnya
perspektif
sejarah
untuk
menyempurnakan
tugas
hermeneutika, yaitu memahami pengarang lebih baik daripada pengarang
tersebut memahami dirinya sendiri.14
Dilthey
berpendapat
hermeneutika
Reformasi
(Reformation
hermeneutics) masih belum melepaskan diri sepenuhnya dari bias-bias
tradisi dan dogma. Sebabnya, hermeneutika Reformasi masih berkutat
pada hubungan antara bagian-bagian teks dengan keseluruhan teks, dan
penulisan teks masih belum dikaitkan dengan konteks historis yang lebih
luas. Dilthey berambisi menjadikan hermeneutika sebagai komponen
utama
bagi
fondasi
(Grundlegung)
ilmu
humaniora
13 Ibid. hal. 5.
14 Ibid. hal. 5.

(Geistesswissenchaften). Ambisi ini menyebabkan Dilthey telah


meluaskan penggunaan hermeneutika ke dalam segala disiplin ilmu
humaniora. Bahkan segala ungkapan eksternalisasi kehidupan ditangani
dengan cara hermeneutika (All expressions and externalizations of life
were to be dealt with by hermeneutical means). Jadi, dalam pandangan
Dilthey, teori hermeneutika telah berada jauh di atas persoalan bahasa
dan pengarang tidak memiliki otoritas atas makna teks, tetapi sejarahlah
yang menentukan maknanya.15
Jika hermeneutika Schleiermacher dan Dilthey diterapkan ke dalam
studi Quran, maka paradigma baru akan muncul terhadap status alQuran dan tafsirnya. Pendapat Schleiermacher yang mengasumsikan
semua teks tidak memiliki keunikan akan berimplikasi bahwa al-Quran
juga tidak istimewa. Pendekatan Dilthey yang menjadikan sejarah sebagai
sumber pemahaman teks jika ditrapkan pada al-Quran akan
berindikasi bahwa al-Quran adalah teks sejarah dan dipengaruhi oleh
kondisi sosial budaya pada waktu itu. Ini bertentangan dengan keyakinan
kaum
Muslimin
yang
menganggap
al-Quran
sebagai
wahyu
16
(tanzil/diturunkan/meta-historis).
Kesimpulan
Daftar Pustaka
E. Sumaryono. 1999. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta.
Kanisius.
Adnin Armas, Dampak Hermeneutika F. D. E. Schleiermacher dan William
Dilthey Terhadap Studi al-Quran. (Makalah).
Situs/Internet:
http://seanochan.wordpress.com/2013/05/21/pengantar-historisitaswilhelm-dilthey/
http://salihara.org/community/2014/02/20/tentang-hermeneutika-ilmusosial
http://salihara.org/community/2014/03/11/tentang-hermeneutikafaktisitas-dari-martin-heidegger
http://matronielmoezany.blogspot.com/2009/03/proses-hermeneutikawilhelm-dilthey.html
http://hadirukiyah.blogspot.com/2009/05/hermeneutika-romantisishistoris.html
http://www.miftakh.com/2010/06/hermeneutika-wdilthey.html
http://ranggambojoarea.blogspot.com/2011/06/memahami-hermeneutikamenurut-wilhelm.html
15 Ibid. hal. 6.
16 Ibid. hal. 6.

http://psychologynews.info/artikel/tokoh-psikologi/wilhelm-dilthey/
http://pustaka-ali.blogspot.com/2011/12/hermeneutik-wilhelm-dilthey.html

Anda mungkin juga menyukai