Anda di halaman 1dari 11

Nama

: Widya Piqra

Kelas

: 3B

NIM

: 121411061

Prodi

: D3 Teknik Kimia
KOROSI DI BERBAGAI LINGKUNGAN

1. Korosi Logam di Air Laut


Air laut merupakan lingkungan yang mengandung kadar klorida yang cukup tinggi.
Lingkungan yang seperti ini merupakan lingkungan yang sangat korosif terhadap baja dan baja
paduan. Air laut umumnya mengandung 3,5 % garam-garam, sedangkan garam utamanya adalah
klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan
sisanya (kurang dari 1%) terdiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Ion
klorida termasuk ion agresif yang dapat menyerang lapisan pasif baja dan meningkatkan laju
korosi. Salah satu jenis korosi yang sering terjadi ketika baja berada di lingkungan air laut adalah
korosi sumuran. Penelitian menyatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya korosi sumuran
adalah ion-ion Cl-. Ketahanan baja tahan karat austenitik terhadap korosi sumuran (pitting)
akibat keberadaan ion klorida (Cl), dapat ditingkatkan melalui penambahan unsur-usnsur seperti
krom (Cr), Molybdenum (Mo) dan Nitrogen (N).Untuk mengetahui ukuran ketahanan baja tahan
karat terhadap korosi sumuran (pitting) dipakai persamaan PREN (Pitting Resistance Equivalent
Number) yang rumusnya :
PREN = %Cr + (3,3 x %Mo) + (16 x %N)
Menurut Aisyah (2007), laju korosi air laut tinggi, hal ini terjadi karena air laut
mengandung ion agresif Cl- yang bergerak leluasa menuju Fe+ atau ion ion logam yang
terbentuk akibat reaksi oksidasi dan akhirnya membentuk karat. Semakin banyak ion ion logam
yang terbentuk maka akan semakin banyak karat yang terbentuk yang mengakibatkan bahan
wadah gelas limbah terkikis sedikit demi sedikit. Reaksi yang terjadi adalah sebgai berikut:
Fe+ + 2Cl- FeCl2
FeCl2 + 2H2O Fe(OH)2 + 2HCl
Air laut merupakan system kimia kompleks yang karakteristiknya dipengaruhi oleh
konsentrasi biologis dan berbagai kontaminan. Salah satu kontaminan yang terkandung dalam air
laut adalah sulfide. Komponen komponen tersebut sangat potensial untuk mempercepat laju

korosi baja dalam air laut. Pengendalian korosi baja air laut yang paling efektif adalah dengan
penambahan inhibitor.
2.

Korosi Logam di Atmosfer

2.1

Pengertian dan Mekanisme Reaksi


Korosi logam di atmosfer terjadi akibat proses elektrokimia antara dua bagian benda

padat khususnya metal besi yang berbeda potensial dan langsung berhubungan dengan udara
terbuka. Mekanisme terjadinya korosi logam di atmosfer :
Reaksi anodic Fe Fe++

+ 2e-

(Reaksi Oksidasi)

Air banyak terdapat ion hidroksil bermuatan negatif


H2O

(OH)- + H + atau

4e-+ O 2+ 2H2O
H+

+ 2e-

4(OH)H2

(Reaksi Reduksi)

Dalam air terjadi reaksi ion besi dengan ion hidroksil


Fe++

+ 2(OH)-

4Fe + 6H2O +3O2

2.2

Fe(OH)2

4Fe(OH)3

2Fe(OH)3

Fe2O3 + 3H2O (I)

Fe(OH)2

2Fe+3 +

Fe(OH)2

+ (OH)-

(Fero Hidroksida)
Feri Oksida

2H2O Fe3O4+ 6H+ (II) Magnetik


FeO(OH) + H2O

Penyebab Korosi Atmosfer


Faktor yang menentukan tingkat korosi di atmosfer, antara lain adalah sebagai berikut. :

1.

Jumlah zat pencemar di udara (debu, gas), butir-butir arang, oksida metal. Bahan

pencemar ini dapat merusak logam

karena partikel ini bergerak di udara sehingga dapat

mengenai logam dan dapat menyebabkan logam tergores dan luka sehingga dapat terjadi kontak
dengan udara luar.
2.

H2SO4, NaCl, (NH4)2SO4. bahan kimia ini bersifat sangat korosi dan dapat menyebabkan

logam akan mengalami korosi dengan cepat lebih-lebih pada kondisi udara sangat lembab.
3.

Suhu akan mempengaruhi reaksi korosi logam, sebab pada kondisi tertentu suhu

lingkungan tidak stabil dan dipengaruhi oleh cuaca atau kondisi lingkungan sehingga perubahan
suhu ini akan mempengaruhi proses korosi logam.

4.

Kelembaban kritis artinya tingkat kelembaban tertentu akan berpengaruh terhadap korosi

logam misalnya logam besi sudah melai terkorosi pada kelembaban relatif 6)%, sedangkan
logam nikel korosi terjadi setelah tingkat kelembaban mencapai 80%.
5.

Arah dan kecepatan angin akan mempengaruhi laju korosi, arah angin yang semaakin

cepat akan mempercepat laju korosi.


6.

Radiasi matahari, jumlah radiasi matahaei ke bumi sangat mempengaruhi korosi logam.

7.

Jumlah curah hujan yang banyak akan mempercepat laju korosi lgam karena dengan

jumlah curah hujan menyebabkan kelembaban naik dan banyak uap air yang mengenbun di
permukaan logam yang akan mempercepat kerusakan coating atau lapisan pelindung.
Berikut adalah suatu contoh logam yang mengalami korosi di atmosfer.

Gambar 2.2 Korosi Logam di atmosfer


Korosi titik embun ini disebabkan oleh factor kelembaban yang menyebabkan titik
embun (dew point) atau kondensasi. Tanpa adanya unsure kelembaban relative, segala macam
kontaminan (zat pencemar) tidak akan atau sedikit sekali menyebabkan pengkaratan. Titik
embun ini sangat korosif terutama di daerah dekat pantai dimana banyak partikel air asin yang
terhembus dan mengenai permukaan metal, atau di daerah kawasan industry yang kaya dengan
zat pencemar udara.
Saat jarang jatuh hujan, maka zat pencemar di permukaan metal tidak terganggu,
sehingga sewaktu terjadi kondensasi di permukaan dengan factor cuaca yang relative dingin dan
factor kelembaban relative cukup tinggi ( di atas 80%), maka air embun tersebut tercampur
dengan zat pencemar yang ada menjadi larutan elektrolit yang sangat baik, sehingga
mempercepat proses pengkaratan atmosfer. Tingkat pengkaratan akan sangat ganas apabila di

sampingkeberadaan zat penyebab korosi (corrodent) yang tinggi, kelembaban yang tinggi juga
suhu yang bersifat cyclic (baik turun secara teratur).
Salah satu reaksi pembentukan asam yang diperkirakan oleh kandungan SO 2 di dalam gas bekas
adalah sebagai berikut
2H2O + 2SO2 + O

2H2SO4

(Asam Belerang)

Dengan suhu yang relatif hangat dan terlarut di dalam embun yang cukup banyak maka
akan tercipta larutan asam belerang yang sangat reaktif dan korosif.
Contoh, pada puncak cerobong suhu udara cukup rendah sehingga berada di bawah suhu
kondensasi (titik embun). Karenanya di daerah tersebut terjadi kondensasi dari gas bekas yang
banyak mengandung uap air, panas akibat pembakaran di puncak cerobong telah mendingin
karena diserap oleh metal dinding cerobong yang bersuhu lebih rendah sepanjang cerobong,
akibatnya terjadilah karat titik embun di daerah tersebut, yang sanggup melubangi didinding
cerobong (perforasi). Karena di dalam gas bekas (Flue gas) banyak mengandung CO, CO 2, COx
dan SO2, yang memiliki butir-butir kondensat yang tercemar dan bersifat asam
Lingkungan udara atau komposisi udara juga mempengaruhi sifat korodivitas lingkungan
sehingga akan mempengaruhi laju korosi logam. Berikut adalah suatu contoh sifat lingkungan:
1. Rural ; daerah tidak begitu korosif karena hanya mengandung sedikit polutan dan lebih banyak
dipengaruhi embun, oksigen, dan CO2
2. Urban: bahan korosif daerah ini adalah SOx dan NOx yang berasal dari emisi kendaraan
bermotor dan sedikit aktivitas industri
3. Industri: berkaitan dengan polutan dari aktivitas industri seperti SO2, klorida, fospat, dan nitrat
4. Pantai /laut merupakan daerah paling korosif karena atmosfernya mengandung partikel klorida
yang bersifat agresif dan mempercepat laju korosi logam
2.3

Pengendalian Korosi Logam di Atmosfer


Pengendalian korosi logam di atmosferik prinsipnya ada 2 metoda yang efektif untuk

mencegah dan mengendalikan korosi atmosferik, yaitu coating dan pemilihan material yang
sesuai, atau gabungan keduanya. Dari hasil penentuan karakteristik atmosfer dan pengukuran
laju korosi di tempat peralatan industri minyak bumi berada atau akan dibangun, dapat
ditentukan jenis material dan coating yang sesuai untuk membangun konstruksi peralatan yang
tahan terhadap korosi atmosferik. Penentuan ini tentunya juga mempertimbangkan faktor biaya
dan keekonomian. Dari hasil analisis, seringkali terjadi penggunaan logam yang tidak terlalu

tahan korosi atmosfer (misalnya baja karbon) namun dilindungi sistem coating lebih ekonomis
daripada baja paduan yang tahan korosi namun tidak dilindungi sistem coating.

Berikut

merupakan contoh pengendalian korosi dengan coating

Gambar 2.3 Pengendalian Korosi Menggunakan Coating


3.

Korosi Logam di Rawa Rawa


Unsur-unsur kimia yang mempunyai sifat korosif diantaranya sulfat, khlorida dan nitrat.

Banyak lahan di wilayah Indonesia berupa rawa. Air rawa umumnya mempunyai kadar asam
tinggi, dan mengandung unsur sulfat, khlorida dan nitrat yang melebihi kondisi normal air tanah.
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya terlihat bahwa air rawa dan lumpur rawa
memiliki kandungan yang menyebabkan terjadinya korosi pada tulangan beton. Air dan lumpur
rawa mengandung zat organik, humus yang tinggi sehingga pH-nya rendah yang mengakibatkan
air rawa bersifat asam. Dengan adanya elektrolit maka akan terjadi perpindahan elektron dari
anoda menuju katoda akibat perbedaan potensial antara keduanya. Korosi secara umum
mempunyai pengertian sebagai kerusakan yang terjadi pada material yang terjadi akibatnya
adanya reaksi kimia. Proses korosi yang terjadi pada material yang terbuat dari bahan logam
disebabkan karena adanya proses pelepasan elektron pada logam (anoda) yang kemudian
electron tersebut diterima oleh logam lain (katoda). Proses tersebut terjadi apabila adanya zat
yang bersifat sebagai elektrolit yang berfungsi sebagai penghantar listrik. Korosi adalah suatu

fenomena yang komplek yang terjadi tidak hanya pada material yang terbuat dari metal namun
korosi secara umum diketahui terjadi pada permukaan metal yang disebut general corrosion.
Seiring dengan perkembangan jaman dan pengetahuan maka para ahli metalurgi telah
mempunyai cara bagaimana membuat suatu unsur yang mempunyai ketahanan diri terhadap
serangan korosi berlangsung apabila semua komponen sel elektrokimia tersedia yaitu tersedianya
katoda dan anoda serta elektrolit dalam kadar yang cukup. (Sulistyoweni, 2002)
4.

Korosi Logam akibat Mikroba

4.1

Pendahuluan
Korosi adalah kerusakan material akibat interaksi dengan lingkungan, antara lain sebagai

akibat aktivitas bakteri. Jenis-jenis bakteri yang korosif antara lain: desulfovibrio desulfuricans,
desulhotoculum, desulfovibrio vulgaris, D.salexigens, D. africanus,D. giges, D. baculatus, D.
sapovorans, D. baarsii, D. thermophilus, Pseudomonas, Flavobacteriu, Alcaligenes,
Sphaerotilus, Gallionella, Thiobacillus. Salah satu bakteri yang paling sering menimbulkan
korosi adalah bakteri pereduksi sulfat (SRB = Sulfate Reducing bacteria).SRB menyebabkan
korosi karena dapat mereduksi ion SO42- menjadi ion S2- yang selanjutnya akan bereaksi denga
ion Fe2+ membentuk FeS sebagai produk korosi. Korosi oleh SRB banyak terjadi pada dasar
tangki penampung minyak bejana proses maupun system perpipaan.Proses korosi oleh bakteri
biasanya dimulai oleh kolonisasi bakteri pada lengkungan lengkungan pipa atau alat dan di
daerah-daerah lain yang alirannya lambat karena organism lain yang masuk ke dalam pipa dan
membentuk endapan. Lama kelamaan endapan ini menjadi deposit yang keras sehingga menjadi
tempat yang ideal untuk pertumbuhan bakteri SRB yang anaerob. Hal serupa akan terjadi pada
dasar tangki proses maupun pada tangki penampungan. Bentuk kerusakan yang disebabkan oleh
SRB pada umumnya korosi dibawah pengendapan (under Deposit Corrosion).
Karena serangan mikroba terjadi di lingkungan industry yang sangat penting, maka perlu
dipikirkan penanggulangannya. Metode penanggulangan yang mungkin adalah : proteksi
katodik, penggunaan inhibitor, desinfektan (bioside), pengecatan dengan antifouling.
Penanggulangan yang disebutkan akan dibahas pada bab yang lain dalan diktat ini.
4.2

Korosi oleh Bakteri Pereduksi Sulfat

Dalam beberapa kasus korosi ditemukan adanya pengaruh bakteri tertentu terhadap
proses korosi. Korosi yang disebabkan oleh aktivitas metabolism dari mikroorganisme disebut
microbiological corrosion.
Jastrzobski menggolongkan beberapa mikroorganisme yang penting dan banyak berperan
pada peristiwa korosi Yaitu:
1.
2.
3.
4.

Bakteri pereduksi sulfat


Bakteri Sulfur
Bakteri besi dan mangan
Mikroorganisme yang dapat membentuk film mikrobiologis.
Spesies terpenting dari SRB adalah desulfovibrio desulfuricans. Bakteri ini dapat
menimbulkan korosi anaerobic pada besi dan baja Desulfovibrio desulfuricans adalah bakteri
pereduksi sulfat obligat anaerob (masih bisa hidup dengan sedikit O 2 asal nutrient cukup
tersedia).Jadi bakteri pereduksi sulfat bukan strict anaerob ( tidak bisa hidup dengan adanya O 2
sedikitpun).
Klasifikasi bakteri pereduksi sulfat secara matematis SRB termasuk dalam gugus
desulfovibrio.Pada umumnya bakteri Janis ini berbentuk tongkat lurus tetapi kadang-kadang juga
berbentuk sigmoid atau spirlloid, dengan ukuran 0,5 - 1,5 m x 2,5 - 10 m.Morfologi ini
dipengaruhi oleh umur dan lingkungannya. Desulfovibrio tergolong bakteri gram negative, tidak
membentuk endospora dan mempunyai alat gerak berupa single polar flagella. Bakteri ini
termasuk jenis anaerobic obligat, yang mempunyai metabolism tipe respirasi

yang

memanfaatkan sulfat atau senyawa belerang yang lain sebagai akseptor elektron dan
mereduksinya menjadi H2S.
Metabolisme semua organisme yang hidup terdiri dari sejumlah hubungan reaksi kimia,
dimana energy dibebaskan dan bahan sel baru disintesa dari reaksi reaksi yang dikatalisa oleh
enzim. Dua golongan yang terpenting adalah enzim pecernaan yang disebut hidrolase dan enzim
respirasi yang disebut cytochrome.Pada organisme yang melakukan respirasi secara aerobic,
seperti Pseudomonas dan ferrobacter, electron ditransfer dari bahan nutrisi menuju oksigen
dengan perantaraan dua cychrome yang masing-masing mengandung sebuah atom besi yang
dioksidasi secara reversible. Reaksinya adalah sebagai berikut:
Cytochrome oxidase bereaksi dengan memindahkan electron dari onfero menghasilkan ion
oksida.
4Fe2+ + O2

= 4Fe3+ + 2O2-

Enzim yang teroksidasi kemudian direduksi oleh atom hydrogen dengan bantuan
cytochrome hidrogenas.
4Fe3+ + 4H = 4Fe2+ + 4H+
Ion hydrogen kemudian bergabung dengan ion oksida membentuk air.
4H+ + 2O2- = 2H2O
4.3

Mekanisme Korosi oleh SRB


Sharpley berpendapat bahwa jika terdapat bakteri SRB, maka pada anoda akan terjadi

reaksi: Fe

Fe2+ +

2e-. Reaksi tersebut diikuti dengan reaksi yang merupakan aktivitas

bakteri SRB
2H+ + SO4 2- + 4H2

H2S + 4H2O

Fe2+ + H2S FeS + 2H+


Permukaan yang tidak mengalami kontak dengan SRB akan berfungsi sebagai katoda.
Pada katoda tersebut akan terjadi reaksi
2H2O = 2H+ + 2OH2H+ + 2e- H2
Elektron pada reaksi katodik di atas didapat dari reaksi di anoda. Ion hydrogen bebas (H +)
mempunyai 3 kemungkinan fungsi:
1. Bereaksi dengan elektron membentuk H2 (katoda)
2. Bereaksi dengan gugus hidroksil membentuk air
3. Bereaksi dengan ion sulfat dan molekul hydrogen membentuk hydrogen sulfide
Ion besi bebas akan bereaksi sebab tidak dapat tinggal dalam bentuk bebas. Ada 2
kemungkinan reaksi ion besi bebas :
1. Bereaksi dengan H2S membentuk FeS
2. Bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)2
Jika lingkungan mengandung asam karbonat, maka FeS mungkin bereaksi dengan H 2CO3
menghasilkan FeCO3
FeS + H2CO3 = FeCO3 + H2S
Ada kemungkinan juga ferosulfida bereaksi dengan ion hydrogen menghasilkan Fe(OH)2
FeS + OH- + H2O Fe(OH)2 + HS-

Menurut Stephenson dan Strickland, tahap pertama depolarisasi katodik adalah oksidasi
hydrogen menjadi air oleh bakteri misalnya hidrogenomonas facilis. Enzim yang terlibat dalam
reaksi ini adalah enzim hydrogenase
2H2

+ O2

2H2O + energy

Mekanisme lain yang berhubungan dengan pemanfaatan hirogen oleh bakteri adalah
Desulfovibrio desulfuricans
4H2 +

SO42-

S2- + 4H2O

energy

Gas hydrogen yang terbentuk di katoda berkumpul di dekat permukaan logam


membentuk lapisan setebal satu molekul. Lapisan ini menghambat listrik sehingga terjadi
polarisasi. Akibatnya reaksi korosi terhenti. Namun bila ada mekanisme yang menarik H 2
katodik, maka akan terjadi depolarisasi system dan korosi akan berlanjut. Dalam hal ini bakteri
SRB bertindak menarik H2 katodik tersebut sehingga proses korosi berlangsung.Proses korosi ini
akan menghasilkan Fe(II), oleh O2 dalam air, senyawa ini akan diubah menjadi Fe(III) yang
terlihat sebagai karat.
Selain mekanisme yang sudah disebutkan di atas terdapat mekanisme lain yang
dikemukakan oleh S.C Dexter yaitu melibatkan bakteri lain Ferrobacteria atau lebih dikenal
sebagai mekanisme pembentukan kantong lender (gelatinous).
Langkah-langkah pembentukan kantong lender:
1.

Reaksi katodik dalam lingkungan asam


2H+ + 2e 2H
Akan dipercepat jika atom H bereaksi dengan atom O hasil reduksi sulfat oleh SRB

menurut reaksi
SO422.

S2- + 4O

Percepatan reaksi katodik akan mempercepat oksidasi Fe menjadi Fe2+ . Ion Fe2+ hasil

oksidasi sebagian bergabung dengan OH- membentuk lapisan Fe(OH)2, dan sebagian lagi tetap
dalam larutan. Ion Fe2+ yang tetap dalam larutan akan teroksidasi oleh ferobakteria menjadi Fe 3+
yang kemudian bereaksi dengan OH- membentuk Fe(OH)3.
3.

Lapisan Fe(OH)3 ini tidak tembus O2, sehingga ruangan dibawahnya bersifat anaerobic

dan baik bagi pertumbuhan SRB.

4.

Sebagian Fe(OH)3 yang terbentuk bereaksi dengan H 2S menghasilkan senyawa-senyawa

sulfida dan belerang.


2Fe(OH)3

+ 3H2S

2FeS + S + 6H2O

Volume senyawa senyawa sulfida dan sulfur lebih kecil dari pada Fe(OH) 3 sehingga
akan terbentuk rongga rongga pada lapisan Fe(OH) 2 yang berisi cairan kehitaman yang berbau
H2S
4.4

Pembentukan SO42- dari Siklus Sulfur.


Sulfur tersedia di alam dalam jumlah banyak dalm bentuk Sulfat (batu-batuan) atau gas

SO2 di udara.Tanaman dan mikroflora dapat langsung mengasimilasikan senyawa sulfat dan
mereduksinya menjadi senyawa- senyawa lain. Sulfur organik dari tanaman akan dikembalikan
ke dalam tanah melalui senyawa protein yang proses dekomposisinya oleh mikroflora akan
menghasilkan H2S . Dalam keadaan yang aerob , H2S akan siap dioksidasikan oleh bakteri sulfur
secara kemosintesa (missal Thiobacillus) menjadi sulfat. Dalam keadaan yanh anaerob, maka
bakteri pereduksi sulfat (desulfovibrio) mereduksi senyawa sulfat menjdi H2S, dan ini terjadi
sangat sering pada tanah dalam keadaan tergenang air.

PUSTAKA
Aisyah, 2007. Pengaruh Intrusi Air Laut Terhadap Ketahanan Korosi Wadah Gelas Limbah
Dalam Penyimpanan Lestari. Tanggerang: Pusat Teknik Limbah Radioaktif BATAN
W, Sulistyoweni; W, Hengki; dkk. 2002. Pengaruh Unsur Unsur Kimia Korosif Terhadap
Laju Korosi Tulangan Beton : I. Di Dalam Air Rawa. Depok: Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai