Anda di halaman 1dari 19

Case Report Session

OSTEOARTRITIS

Disusun oleh:
Marhamah Hasnul, S. Ked
BP. 0910312138
Preseptor:
dr. Sandra Yelli

KEPANITERAAN KLINIK ROTASI II


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PUSKESMAS SEBERANG PADANG
PADANG
2015

BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.1.

Definisi

Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan


kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling
sering terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu
mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh
nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang
terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus
sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien.1,2
Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif,
OA mempunyai dapak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di
negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia
menderita cacat karena OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap OA akan
lebih besar karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.1,2
1.2.

Etiopatogenesis Osteoartritis

Berdasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA


sekunder. OA primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak
diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses
perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya
kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan
makro, serta imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering ditemukan
dibanding OA sekunder.1,2,3
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan
yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang
berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovial
sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, stres mekanik
atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik,
humoral, dan faktor kebudayaan. Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga
merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan

produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan


terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit, dan nyeri. Osteoartritis ditandai
dengan fase hipotrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan
terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi
perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi
rawan sendi, remodelling tulang, dan inflamasi cairan sendi.1,2
Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi dapat melakukan
perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi
matriks baru. Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu
polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel.
Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam deoksiribonukleat
(DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang
berperan adalah insuline-like growth factor (IGF-1), growth hormone,
transforming growth factor (TGF-), dan coloni stimulating factors (CSFs).
Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses
perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif
terhadap efek IGF-1.1,2
Faktor pertumbuhan TGF- mempunyai efek multipel pada matriks
kartilago yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan
stromelisin, yaitu enzim yang mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi
prostaglandin E2 (PGE2), dan melawan efek inhibisi sintesis PGE 2 oleh
interleukin-1 (IL1). Hormon lain yang mempengaruhi sintesis komponen kartilago
adalah testosteron, -estradiol, platelet derivat growth factor (PDGF), fibroblast
growth factor, dan kalsitonin.1,2
Peningkatan degradasi

kolagen

akan

mengubah

keseimbangan

metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi
ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta
mengawali suatu respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi. Rerata
perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA
kenyataannya lebih rendah dibanding normal yaitu 0,29 dibanding 1.1,2
Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas
fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah

subkhondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan


subkhondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkhondral yang diketahui mengandung ujung serabut saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstra
artikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh
adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari
medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat statis vena
intermedular karena proses remodelling pada trabekula dan subkhondrial.1,2
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila
dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs,
akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin.
Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF- dan , dan interferon (IFN) dan .
Sitokin-sitokin ini akan merangsang kondrosit melalui reseptor permukaan
spesifik untuk memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit
dan PA untuk mendegradasi rawan sendi secara langsung. Pasien OA mempunyai
kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya. Sitokin ini juga mempercepat resorpsi
matriks rawan sendi.1,2
Interlekuin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi, yaitu stromelisin
dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit.
Pada percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1a sebesar
0,01 ng dapat menghambat sintesis glukoaminoglikan sebanyak 50% pada hewan
normal. Khondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 2 kali lipat lebih banyak
dibanding individu normal dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara
lokal.1,2
Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang
berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi
komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang
sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal
pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci membuktikan bahwa puncak

aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah
3 4 minggu.1,2
1.3.

Faktor-faktor Risiko Osteoartritis

Untuk penyakit dengan penyebab yang tak jelas, istilah faktor risiko (faktor yang
meningkatkan risiko penyakit) adalah lebih tepat. Secara garis besar faktor risiko
untuk timbulnya OA (primer) adalah seperti di bawah ini. Harus diingat bahwa
masing-masing sendi mempunyai biomekanik, cedera, dan persentase gangguan
yang berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut untuk masing-masing
OA tertentu berbeda. Dengan melihat faktor-faktor risiko ini, maka sebenarnya
semua OA individu dapat dipandang sebagai:1,2

Faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata


Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada sendisendi tertentu

Kegemukan, faktor genetik, dan jenis kelamin adalah faktor risiko umum yang
penting.1,2
a.

Umur

Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor umur adalah yang
terkuat.Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya
umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada usia di bawah 40
tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA
bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda
dengan perubahan pada OA.1-4
b.

Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi dan pria lebih sering
terkena OA paha, pergelangan tangan, dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45
tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi di atas 50
tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria.
Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.1-4
c.

Suku Bangsa

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan di


antara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jarang di antara
orang-orang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai

pada orang-orang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini
mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.1-4
d.

Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA, misalnya pada ibu dari
seorang wanita dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden)
terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut dan anak-anak
perempuannya cenderung mempunyai 3 kali lebih sering. Adanya mutasi dalam
gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang sendi
seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan
berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama OA
banyak sendi).1-4
e.

Kegemukan dan Penyakit Metabolik

Berat badan yang berlebih berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya
OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan
dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan OA sendi lain
(tangan atau sternoklavikula). Oleh karena itu, di samping faktor mekanis yang
berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain
(metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik
dan hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya
kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes melitus, dan
hipertensi. Pasien-pasien osteoartritis ternyata mempunyai risiko penyakit jantung
koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada orang tanpa osteoartritis.1-4
f.

Cedera Sendi, Pekerjaan, dan Olahraga

Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
(misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA
tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan
cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. Peran beban benturan
yang berulang pada timbulnya OA masih menjadi pertentangan. Aktivitasaktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik (misalnya
robekan meniskus, ketidakstabilan ligamen) yang dapat mengenai sendi. Akan
tetapi, selain cedera yang nyata, hasil-hasil penelitian tak menyokong pemakaian

yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA. Meskipun demikian,
beban benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada
orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan
perkembangan dan beratnya OA.1-4
g.

Kelainan Pertumbuhan

Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan


dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia
muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada
laki-laki dan ras tertentu.1-4
1.4.

Sendi-sendi yang Terkena

Adanya

predileksi

OA

pada

sendi-sendi

tertentu

(karpometakarpal

I,

metatarsofalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut, dan paha) adalah


nyata sekali. Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan, glenohumeral,
atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua.
Distribusi yang selektif seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan. Salah
satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering terkena OA adalah sendisendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi, khususnya
dalam kaitan dengan gerakan mencengkram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi
tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal untuk gerakangerakan yang mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tak
mencukupi, dan dengan demikian lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang
sudah mengalami adaptasi lebih lama.1,2,3

1.5.

Riwayat Penyakit

Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah


berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.1,2,3
a.

Nyeri Sendi

Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter
(meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri
baisanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih

dibandingkan gerakan yang lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau
akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang
menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang
biasa disebut dengan claudicatio intermitten.
b.

Hambatan Gerakan Sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan


dengan bertambahnya rasa nyeri.
c.

Kaku Pagi

Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas,
seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan
setelah bangun tidur. Kekakuan ini biasanya hanya bertahan selama beberapa
menit, bila dibandingkan dengan kekakuan sendi dipagi hari yang disebabkan oleh
reumatoid artritis yang terjadi lebih lama yaitu lebih dari 1 jam.
d.

Krepitasi

Rasa gemertak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.


e.

Pembesaran Sendi (Deformitas)

Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di


lutut atau tangan) secara perlahan-lahan membesar.
1.6.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan OA terdiri dari:1,2,3
a. Hambatan Gerak
Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara
radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai
sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat
konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu gerakan saja).
b.

Krepitasi

Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau
dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat
terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua
permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi.
c.

Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris

Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya
tidak banyak (<100 cc). Sebab lain ialah karena adanya osteofit yang dapat
mengubah permukaan sendi.
d.

Tanda-tanda Peradangan

Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa
hangat yang merata, dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena
adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul belakangan,
seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki, dan sendi-sendi kecil tangan dan
kaki.
e.

Perubahan Bentuk (Deformitas) Sendi yang Permanen

Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan
permukaan sendi, berbagai kecacatan, gaya berdiri, serta perubahan pada tulang
dan permukaan sendi.
f.

Perubahan Gaya Berjalan

Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan
berat badan, terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha, dan OA tulang
belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan, bahu, siku,
dan pergelangan tangan, osteoartritis juga menimbulkan gangguan fungsi.
1.7.

Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis. Pada


sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoartritis sudah cukup
memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih. Gambaran radiografi sendi
yang menyokong diagnosis OA adalah:

Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian

yang menanggung beban)


Peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkhondral
Osteofit pada pinggir sendi
Perubahan struktur anatomi sendi

Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA dapat


digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence). Harus
diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.1,2,3
1.8.

Pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Darah


tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali
OA generalisata yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan
imunologi (ANA, faktor reumatoid, dan komplemen) juga normal. Pada OA yang
disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan
sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (>8000/m) dan peningkatan
protein.1,2,3
1.9.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk osteoartritis adalah:


a.

Nekrosis avaskuler baik yang bersifat idiopatik ataupun sekunder oleh karena

sebab lain, misalnya pasca trauma atau obat-obatan.3


b.
Artritis reumatoid
Pada stadium awal osteoartritis poli-artikuler sering sulit dibedakan dengan artritis
reumatoid karena pada stadium ini ditemukan pula nyeri dan inflamasi pada jari
tangan. Pada stadium lanjut kelainan ini lebih mudah dibedakan. Pada artritis
reumatoid

kelainan

terutama

pada

bagian

distal

interfalangeal

dan

metakarpofalangeal.3
Kriteria diagnosis artritis reumatoid adalah terdapat poli-artritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap
sekurang-kurangnya 6 minggu, atau bila ditemukan nodul subkutan atau
gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen. Kriteria diagnosis artritis
reumatoid menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah:3

Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (morning stiffness)


Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu

sendi
Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada

salah satu sendi secara terus menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu


Pembengkakan pada seurang-kurangnya salah satu sendi
Pembengkakan sendi yang bersifat simetris
Nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang di daerah ekstensor
Gambaran foto rontgen yang khas pada artritis reumatoid
Uji aglutinasi faktor reumatoid
Pengendapan cairan musin yang jelek
Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
Gambaran histologik yang khas pada nodul

Berdasarkan kriteria ini maka disebut:


o
o

Klasik, bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya 6 minggu


Definitif, bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya 6

minggu
Kemungkinan reumatoid, bila terdapat 3 kriteria dan sudah berlangsung

sekurang-kurangnya 4 minggu
Artritis psoriatik
Artritis psoriatik mengenai bagian distal jari tangan berupa artritis erosif yang
c.

menyebabkan destruksi tanpa adanya osteofit.3


d.
Artritis gout
Pada artritis gout biasanya bersifat poli-artritis kronik disertai dengan benjolan
berupa tofus dan pada pemeriksaan radiologis terlihat adanya destruksi periartikuler.3
e.
Artritis tuberkulosa3

1.10. Tata Laksana


a. Promotif
Maksud dari promotif adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk-beluk tentang
penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah,
serta persendiannya tetapi dapat dipakai.1,2,3
b.

Terapi Fisik dan Rehabilitasi

Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan
melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.1,2,3
c.

Penurunan Berat Badan

Berat badan yang berlebih ternyata merupakan faktor yang akan memperberat
penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak
berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan
berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.1,2,3
1.11. Terapi Farmakologis
a. Analgesik Oral Non Opiat
Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri penyakitnya,
terutama dalam hal mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali
obat-obatan yang dijual bebas yang mampu mengurangi rasa sakit. Pada

umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan pada media masa, baik cetak
(koran), radio, maupun televisi.1-4
b.

Analgesik Topikal

Analgesik topikal dengan mudah dapat kita dapatkan dipasaran dan banyak sekali
yang dijual bebas. Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini,
sebelum memakai oabt-obatan peroral lainnya.1-4
c.

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)

Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tidak berhasil, pada umumnya pasien
mulai datang ke dokter. Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian
OAINS, oleh karena obat golongan ini di samping mempunyai efek analgetik juga
mempunyai efek anti inflamasi. Oleh karena pasien OA kebanyakan usia lanjut,
maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat berhati-hati. Jadi pilihlah obat
yang efek sampingnya minimal dan dengan cara pemakaian yang sederhana, di
samping itu pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek samping selalu
harus dilakukan.1-4
d.

Chondroprotective Agent

Yang dimaksudkan dengan Chondroprotective Agent adalah obat-obatan yang


dapat menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada
pasien OA.Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow
Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti
Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk ke dalam
golongan obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat,
glikosamonoglikan, vitamin C, superoxide desmutase, dan sebagainya.1,2

Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja


enzim MMP dengan cara menghambatnya. Salah satu contoh adalah
doxycycline, sayangnya obat ini baru dipakai pada hewan dan belum dipakai

pada manusia.1,2
Asam hialuronat, disebut juga sebagai viscosupplement oleh karena salah satu
manfaat obat ini adalah dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial, obat ini
diberikan secara intra artikular. Asam hialuronat ternyata memegang peranan
penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan
proteoglikan. Di samping itu pada binatang percobaan, asam hialuronat dapat

mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis dan

khemotaksis sel-sel inflamasi.1,2


Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam
proses degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase,
dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam

hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.1,2


Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok
vertebrata, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel.
Salah satu jaringan yang mengandung kondroitin sulfat adalah tulang rawan

sendi dan zat ini merupakan bagian dari proteoglikan.1,2


Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim
lisozim. Pada pengamatan ternyata vitamin C mempunyai manfaat dalam

terapi OA.1,2
Superoxide dismutase, dapat dijumpai pada setiap sel mamalia dan
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxil

radicals.1,2
Steroid intra artikuler, pada penyakit arthritis reumatoid menunjukkan hasil
yang baik. Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh
karena ini kortikosteroid intra artikuler telah dipakai dan mampu mengurangi
rasa sakit, walaupun hanya dalam waktu yang singkat. Penelitian selanjutnya
tidak menunjukkan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga
pemakaiannya dalam hal ini masih kontroversial.1,2

1.12. Terapi Bedah


Tindakan operasi dilakukan apabila:3

Nyeri yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau tindakan lokal
Sendi yang tidak stabil oleh karena subluksasi atau deformitas pada sendi
Adanya kerusakan sendi pada tingkat lanjut
Untuk mengkoreksi beban pada sendi agar distribusi terbagi sama rata

BAB II
LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS ANDALAS
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II
STATUS PASIEN
1.

2.

Identitas Pasien
a.
Nama/Kelamin/Umur
b.
Pekerjaan/Pendidikan
c.
Alamat

: Ny. D/Perempuan/57 tahun


: Ibu Rumah Tangga/Tamat SMA
: Cendana Mata Air

Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga


a. Status Perkawinan
: Menikah
b. Jumlah anak
: 3 orang
c. Status ekonomi keluarga
:
Mampu, penghasilan dari pensiunan suami dan dari anak-anak pasien Rp
3.500.000,-/bulan
d. KB
: Tidak ada
e. Kondisi Rumah
:
Rumah permanen milik sendiri, satu tingkat, terdiri dari 4 kamar tidur,
2 kamar mandi, sirkulasi dan ventilasi udara cukup baik.
Pekarangan cukup luas.
Listrik ada.
Sumber air bersih dari PDAM, air minum dari galon isi ulang.
Jamban di dalam rumah.
Sampah dikumpulkan dan dijemput oleh petugas kebersihan setiap hari.
Kesan: higiene dan sanitasi baik.

3.

Kondisi lingkungan keluarga


Pasien tinggal bersama suami dan anak yang ketiga.
Pasien tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup padat penduduk.

4.

Aspek psikologis keluarga


Hubungan pasien dengan anggota keluarga lain baik.

Faktor stress dalam keluarga tidak ada.


5. Keluhan Utama
Nyeri pada sendi lutut kiri yang hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu.
6.

Riwayat Penyakit Sekarang


Nyeri pada sendi lutut kiri yang hilang timbul sejak 1 minggu yang lalu.
Nyeri terutama dirasakan setelah pasien beraktivitas seperti menaiki tangga
atau berjalan cukup jauh dan ketika akan bangkit dari posisi duduk yang
lama. Nyeri berlangsung selama 30 menit, tidak menjalar, dan berkurang
dengan istirahat. Pasien belum mendapatkan pengobatan untuk sakitnya kali

ini.
Selain nyeri, pasien juga sering merasa kaku pada sendi lutut kiri terutama
pada pagi hari kira-kira selama 5 menit dan hilang saat pasien sudah

menggerak-gerakkan lututnya.
Nyeri sudah dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, nyeri hilang timbul, awalnya
nyeri terasa ringan dan berangsur-angsur menjadi lebih nyeri dalam 1 tahun
terakhir. Pasien sudah sering berobat ke Puskesmas dengan keluhan seperti

ini dan biasanya mendapatkan obat anti nyeri.


Merah dan panas pada sendi yang nyeri tidak ada.
Keluhan yang sama pada sendi yang lain tidak ada.
Riwayat kesemutan pada kaki tidak ada.
Riwayat trauma pada kedua tungkai tidak ada.
Aktivitas berat sehari-hari tidak ada, pasien hanya sering di rumah dan
melakukan pekerjaan rumah sehari-hari.

7.

Riwayat Penyakit Dahulu/Penyakit Keluarga


Pasien sudah mengalami penyakit seperti ini selama 3 tahun terakhir, hilang
timbul, dan pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya untuk

penyakitnya ini.
Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama

seperti pasien.
Riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan ginjal disangkal.
Riwayat sakit maag tidak ada.

8. Pemeriksaan fisik
Status Generalis

Keadaan umum
Kesadaran
Nadi
Nafas
Tekanan darah
Suhu
BB
TB
BMI
Status gizi

: Sakit sedang
: Komposmentis kooperatif
: 84 kali/menit
: 20 kali/menit
:120/70 mmHg
: Afebris
: 54 kg
: 160 cm
: 21,09
: Baik

Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Thoraks
Paru
Inspeksi
: Simetris kiri dan kanan statis dan dinamis
Palpasi
: Fremitus kiri dan kanan normal
Perkusi
: Sonor
Auskultasi
: Suara napas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung
Inspeksi
: Iktus tidak terlihat
Palpasi
: Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi
: Bunyi jantung murni, bising tidak ada
Abdomen
Inspeksi
: Perut tidak tampak membuncit
Palpasi
: Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
Anggota gerak
: Refleks fisiologis ++/++, refleks patologis -/-, oedem -/Tungkai kiri (lutut) :
Pergerakan terbatas, nyeri tekan (-), bengkak (-), kemerahan (-), panas (-)
Tungkai kanan
:
Dalam batas normal
9. Pemeriksaan Anjuran
Rontgen genu sinistra AP-lateral
10. Diagnosis kerja
Osteoartritis genu sinistra
11. Diagnosis banding
12. Manajemen
a. Preventif
Menjaga berat badan agar tetap ideal dan menghindari berat badan yang
berlebihan, karena berat badan yang berlebih dapat memperburuk penyakit.

Berhati-hati agar tidak terjatuh, karena cedera dapat memperburuk penyakit.


Menghindari aktivitas fisik yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari seperti
tidak mengangkat barang-barang yang terlalu berat.

b.

Promotif

Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya, yaitu osteoartritis


(peradangan pada sendi) yang disebabkan oleh proses penuaan dimana terjadi
kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan

dengan usia lanjut, terutama pada sendi besar yang menanggung beban tubuh.
Mengedukasi pasien agar lingkungan sekitar pasien dijaga untuk melindungi

pasien dari cedera, misalnya kerapian rumah dan lantai supaya tidak licin.
Menjelaskan kepada pasien untuk mengistirahatkan dan menghindari aktivitas

yang berlebihan pada sendi yang sakit.


Mengedukasi pasien agar teratur minum obat sesuai dosis yang dianjurkan.
Menjelaskan kepada pasien bahwa obat anti nyeri yang diberikan akan
mempengaruhi lambung. Karena itu, obat ini harus diminum setelah makan.

Kuratif

Natrium diklofenak tablet 50 mg sebanyak 10 tablet, diminum 2x1 tablet

sehari setelah makan.


Ranitidin tablet 150 mg sebanyak 10 tablet, diminum 2x1 tablet sehari

sebelum makan.
Becefort tablet sebanyak 5 tablet, diminum 1x1 tablet sehari setelah makan.

Rehabilitatif

Kontrol kembali ke puskesmas jika obat telah habis namun lutut masih nyeri.
Istirahat yang cukup 6 jam per hari dan kurangi aktivitas yang berlebihan

pada sendi yang sakit.


Melatih sendi yang sakit setelah melewati fase akut agar tidak terjadi
kekakuan sendi.

Dinas Kesehatan Kota Padang


Puskesmas Seberang Padang
Dokter
Tanggal

: Marhamah Hasnul
: 02 Maret 2015

R/ Natrium diklofenak tab 50 mg


S2dd tab 1 pc
R/ Ranitidin tab 150 mg
S2dd tab 1 ac
R/ Becefort tab
S1dd tab 1
Pro
Umur
Alamat

: Ny. D
: 57 tahun
: Cendana Mata Air

No. X

No. X

No. V

DAFTAR PUSTAKA
1.

Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative joint disease. In: Harrisons

2.

manual of medicine 15th ed. Boston: McGraw-Hill, 2002.


Setyohadi, Bambang, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta;

3.

PAPDI. 2004.
Rosjad C. Kelainan Degeneratif Tulang dan Sendi. Dalam: Pengantar Ilmu

4.

Bedah Ortopedi. Ujung Pandang: Bintang Lamumpatue, 2007.


Mansjoer A, dkk. Reumatologi. Dalam: Kapita selekta kedokteran. Jakarta:
Media Aesculapius FKUI, 1999.

Anda mungkin juga menyukai