Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Belajar merupakan aktivitas individu yang melakukan belajar, yaitu proses kerja
faktor internal. Menurut Peaget belajar adalah proses penyesuaian atau adaptasi melalui
asimilasi dan akomodasi antara stimulasi dengan unit dasar kognisi seseorang yang oleh
Peaget menjadi schema. Menurut pandangan psikologi behavioristik merupakan akibat
adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika
yang bersangkutan dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini yang
penting dalam belajar adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon.
Jika ditinjau dari konsep atau teori, teori behavioristik ini tentu berbeda dengan
teori yang lain. Hal ini dapat kita lihat dalam pembelajaran sehari-hari dikelas. Ad
a
berbagai asumsi

atau pandangan

yang muncul

tentang

teori

behavioristik.

Teo

ri
behavioristik memandang bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku siswa dari tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan tugas guru ada
lah
mengontrol stimulus dan lingkungan belajar agar perubahan mendekati tujuan yang
diinginkan.
Oleh karena itu, dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Belajar d
an
Pembelajaran I kelompok kami menyusun makalah Teori Belajar Behavioristik dalam
rangka mengetahui lebih lanjut lagi tentang Teori Belajar Behavioristik dan diharapkan
tidak lagi muncul asumsi yang keliru tentang

pendekatan behaviorisme terseb

ut,
sehingga pembaca memang benar-benar mengerti apa dan bagaimana pendekata
n
behaviorisme.
1.2 Rumusan Masalah
Setelah mengkaji latar belakang diatas, dapat diambil beberapa permasalahan
sebagai kajian dari pembuatan makalah ini yakni diantaranya :
1.

Apa yang dimaksud dengan teori belajar behavioristik?

2.

Apa tujuan pembelajaran teori behavioristik?

3.

Apa pandangan para ahli mengenai teori belajar behavioristik?

4.

Bagaimana aplikasi dari teori belajar behavioristik?

5.

Apa implikasi dari teori belajar behavioristik?


2

6.

Apa saja kelebihan dan kelemahan teori belajar behavioristik?

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1.

Menyelesaikan tugas mata kuliah Belajar dan Pembelajaran I

2.

Mengetahui konsep tentang teori belajar behavioristik

3.

Mengetahui pandangan dan pendapat para ahli mengenai teori belajar behavioristik

4.

Mengetahui aplikasi dari teori belajar behavioristik

5.

Mengetahui implikasi dari teori belajar behavioristik

6.

Mengetahui apa saja kelebihan dan kelemahan dari teori belajar behavioristik

1.4 Manfaat
Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini adalah :
1.

Dapat mengetahui dan memahami konsep tentang teori belajar behavioristik

2.

Dapat memberikan informasi kepada para pembaca khususnya bagi para guru dan
peserta didik tentang penerapan teori belajar behavioristik

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Teori Belajar Behavioristik


Teori behavioristik adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur,
diamati dan dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap
rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku
kondisi yang diinginkan. Hukuman kadang-kadang digunakan dalam menghilangkan
atau mengurangi tindakan tidak benar, diikuti dengan menjelaskan tindakan yang
diinginkan.
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan
Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu
berkembang

menjadi

aliran

psikologi

belajar

yang

berpengaruh

terhadap

arah

pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak
sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan
orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon (Slavin,
2000:143). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan
guru kepada peserta didik, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan peserta didik
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus
dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat
diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang
diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh peserta didik (respon) harus
dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku
tersebut.

Faktor lain yang juga dianggap penting oleh Teori Behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Penguatan adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya
respon. Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon tersebut akan
semakin kuat. Begitu juga bila penguatan dikurangi (negative reinforcement) respon pun
akan tetap tetap dikuatkan. Misalnya ketika Guru memberi tugas kepada siswa-siswanya,
ketika tugas itu ditambahkan maka Ia akan semakin giat belajar. Maka penambahan
tugas tersebut merupakan penguatan positif (positive reinforcement) dalam belajar. Bila
tugas-tugasnya dikurangi

ini justru

meningkatkan

aktivitas belajarnya, maka

pengurangan tugas merupakan pengutan negatif (negative reinforcement) dalam belajar.


Jadi penguatan merupakan salah satu bentuk stimulus yang penting untuk diberikan
(ditambahkan) atau dihilangkan (dikurangi) untuk memungkinkan terjadinya respon.
Beberapa prinsip dalam teori belajar behavioristik, meliputi: (1) Reinforcement
and

Punishment;

Reinforcement;

(2)

(4)

Primary

Contingency

and

Secondary

Management;

Reinforcement;
(5)

Stimulus

(3)

Control

Schedules
in

of

Operant

Learning; (6) The Elimination of Responses (Gage, Berliner, 1984).


Ciri-ciri Teori Behavioristik:
Mementingkan faktor lingkungan
Menekankan pada faktor bagian
Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif.
Sifatnya mekanis
Mementingkan masa lalu
2.2 Tujuan Pembelajaran Behaviorisme
Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada penambahan
pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic yang menuntut peserta didik
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan,

kuis,

atau

tes.

Penyajian

isi

atau

materi

pelajaran

menekankan

pada

keterampilan yang terisolasi atau akumulasi fakta mengikuti urutan dari bagian ke
keseluruhan. Pembelajaran mengikuti urutan kurikulum secara ketat, sehingga aktivitas
belajar lebih banyak didasarkan pada buku teks/buku wajib dengan penekanan pada
keterampilan mengungkapkan kembali isi buku teks/buku wajib tersebut. Pembelajaran
dan evaluasi menekankan pada hasil belajar.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan


biasanya menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban
yang benar. Maksudnya bila peserta didik menjawab secara benar sesuai dengan
keinginan guru, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik telah menyelesaikan tugas
belajarnya. Evaluasi belajar dipandang sebagai bagian yang terpisah dari kegiatan
pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan pembelajaran. Teori ini
menekankan evaluasi pada kemampuan peserta didik secara individual.
2.3 Pandangan Para Ahli Mengenai Teori Belajar Behavioristik
Tokoh-tokoh aliran behavioristik diantaranya adalah Thorndike, Watson, Chark
Hull, Edwin Guthrie, Pavlov, Skinner, Robert Gagne dan Albert Bandura. Pada dasarnya
para penganut aliran behavioristik setuju dengan pengertian belajar diatas, namun ada
beberapa perbedaan pendapat diantara mereka. Setiap dari pelopor pelopor ini
memberikan

kontribusi yang kuat

bagi

perkembangan

teori

ini

dari

awal

perkembangannya hingga sekarang. Secara singkat, berturut-turut akan dibahas karyakarya para tokoh aliran behavioristik, sebagai berikut :
1.

Teori Belajar Menurut Thorndike


Menurut Thorndike, teori behavioristik adalah proses interaksi antara stimulus
dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti
pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika belajar, yang
dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan / tindakan.
Jadi perubahan tingkah laku akibat belajar dapat berwujud konkrit, yaitu dapat
diamati, atau tidak konkrit yaitu tidak dapat diamati. Meskipun aliran behaviorisme
sangat mengutamakan pengukuran, tetapi tidak dapat menjelaskan bagaimana cara
mengukur tingkah laku yang tidak dapat diamati. Teori Thorndike ini disebut pula
dengan Teori Connectionism.
Dasar-dasar teori Connectionism dari Edward L. Thorndike (1874-1949)
diperoleh juga dari sejumlah penelitian yang dilakukan terhadap perilaku binatang.
Penelitian-penelitian Thorndike pada dasarnya dirancang untuk mengetahui apakah
binatang mampu memecahkan masalah dengan menggunakan reasoning atau akal,
dan atau dengan mengkombinasikan beberapa proses berpikir dasar.

Dalam penelitiannya, Thorndike menggunakan beberapa jenis binatang, yaitu


anak ayam, anjing, ikan, kucing dan kera. Percobaan yang dilakukan mengharuskan
binatang-binatang tersebut keluar dari kandang untuk memperoleh makanan. Untuk
keluar

dari

kandang,

binatang-binatang

tersebut

harus

membuka

pintu,

menumpahkan beban, dan mekanisme lolos lainnya yang sengaja dirancang. Pada
saat dikurung, binatang-binatang tersebut menunjukkan sikap mencakar, menggigit,
menggapai dan bahkan memegang / mengais dinding kandang. Cepat atau lambat,
setiap binatang akan membuka pintu atau menumpahkan beban untuk dapat keluar
dari kandang dan memperoleh makanan. Pengurungan yang dilakukan berulangulang

menunjukkan

penurunan

frekuensi

binatang

tersebut

untuk

melakukan

pencakaran, penggigitan, penggapaian atau pengaisan dinding kandang, dan tentu


saja waktu yang dibutuhkan untuk keluar kandang cenderung menjadi lebih singkat.
Percobaan Thorndike yang terkenal ialah dengan menggunakan seekor kucing
yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya
dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut
tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error atau selecting
and conecting, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan
membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung
untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap
response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan
menimbulkan response lagi. Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar
diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara
meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak tersengaja kucing telah menyentuh
kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat
makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10
sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut
apabila di luar diletakkan makanan.
Dari hasil penelitiannya, Thorndike menyimpulkan bahwa respon untuk keluar
kandang secara bertahap diasosiasikan dengan suatu situasi yang menampilkan
stimulus dalam suatu proses coba-coba (trial and error). Respon yang benar secara
bertahap diperkuat melalui serangkaian proses coba-coba, sementara respon yang
tidak benar melemah atau menghilang. Teori Connectionism Thorndike ini juga

dikenal dengan nama Instrumental Conditioning, karena respon tertentu akan


dipilih sebagai instrumen dalam memperoleh reward atau hasil yang memuaskan
Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai
berikut:
a)

Hukum

Kesiapan

(law

of

readiness),

yaitu semakin siap suatu organisme

memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan tingkah laku tersebut
akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi cenderung diperkuat.
b) Hukum Latihan (law of exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/
dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of
exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan
tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila
koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan
bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi
pelajaran akan semakin dikuasai.
c)

Hukum akibat (law of effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat
bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah

jika akibatnya tidak

memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi
sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan
cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan
yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan
diulangi.
Kelebihan Teori Thorndike
Kelebihan dari teori ini

cenderung mengarahkan anak untuk

berfikir linier.

Pandangan teori ini bahwa belajar merupakan proses pembentukan atau shapping
yaitu membawa anak menuju atau mencapai target tertentu.
Kekurangan Teori Thorndike
Teori ini sering kali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab
banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan atau belajar
yang tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini
tidak mampu menjelaskan alasan-alasan yang mengacaukan hubungan antara
stimulus dan respon ini dan tidak dapat menjawab hal-hal yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan antara stimulus yang diberikan dengan responnya

Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat


menguat atau melemah, tergantung pada buah hasil perbuatan yang pernah
dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis
gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan
PR akan membentuk sikapnya. Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses
belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun
hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian.
Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi
secara

mekanis

(Baharuddin,

2008:57).

Selanjutnya

Thorndike

menambahkan

hukum tambahan sebagai berikut:


a)

Hukum Reaksi Bervariasi (multiple response)


Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh prooses trial dan error
yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon
yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b) Hukum Sikap ( Set/ Attitude)


Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan
oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada
dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.
c)

Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element)


Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon
pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (
respon selektif).

d) Hukum Respon by Analogy


Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang
belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi
yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga
terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru.
Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.
e)

Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting)

Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi
yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit
demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian
teorinya thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :
1) Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan
stimulus respon belum tentu diperlemah.
2) Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif
untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat
apa-apa.
3) Syarat utama terjadinya hubungan stimulus respon bukan kedekatan, tetapi adanya
saling sesuai antara stimulus dan respon.
4) Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu
lain.
2.

Teori Belajar Menurut Watson


Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah
Thorndike. Menurutnya, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon,
namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk tingkah laku yang dapat
diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan kata lain, walaupun ia mengakui
adanya perubahan-perubahan mental dalam diri seseorang selama proses belajar
mengajar, namun Ia menganggap hal-hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui adanya perubahan-perubahan mental dalam benak
siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah
belajar atau belum karena tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang behavioris murni, karena kajiannya tentang belajar
dengan ilmu-ilmu lain seperti biologi dan fisika yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat diamati dan diukur. Asumsinya

bahwa hanya dengan cara demikianlah maka dapat diramalkan perubahan-perubahan


apa yang akan terjadi setelah seseorang melakukan belajar. Para tokoh aliran

behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur
dan tidak dapat diamati, seperti perubahan-perubahan mental yang terjadi ketika
belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu adalah penting.

3.

Teori Belajar Menurut Clark Hull


Chark hull juga menggunakan variabel hubungan antara stimulus dan respon
untuk menjelaskan pengertian tentang belajar. Namun Ia sangat terpengaruh oleh
teori evolusi yang dikembangkan oleh Charles Darwin. Bagi Hull, seperti halnya
teori evolusi, semua tingkah laku bermanfaat untuk menjaga kelangsungan hidup
manusia. Oleh sebab itu, teori Hull mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan
pemuasan kebutuhan biologis sangat penting dan menempati posisi sentral dalam
seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajarpun hampir selalu
dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang akan muncul mungkin
dapat bermacam-macam bentuknya. Dalam kenyataannya, teori-teori demikian tidak
banyak

digunakan

dalam

kehidupan

praktis,

terutama

setelah

Skinner

memperkenalkan teorinya. Namun teori ini masih sering dipergunakan dalam


berbagai eksperimen di laboratorium.
4.

Teori Belajar Menurut Edwin Guthrie


Demikian juga dengan Edwin Guthrie. Ia juga menggunakan variabel
hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan terjadinya proses belajar. Namun
Ia mengemukakan bahwa stimulus tidak harus berhubungan dengan kebutuhan atau
pemuasan kebutuhan sebgaimana yang dijelaskan oleh Chark dan Hull.
Dijelaskannya bahwa hubungan antara stimulus dan respon cenderung hanya bersifat
sementara , oleh sebab itu dalam kegiatan belajar peserta didik perlu sesering
mungkin diberikan stimulus agar hubungan antara stimulus dan respon bersifat lebih
tetap. Ia juga mengemukakan, agar respon yang muncul sifatnya lebih kuat dan
bahkan menetap, maka diperlukan berbagai macam stimulus yang berhubungan
dengan respon tersebut. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment)
memegang peranan penting dalam belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang
tepat mampu merubah kebiasaan dan perilaku seseorang. Namun Skinner

mengemukakan dan mempopulerkan akan pentingnya penguatan (reinforcement)


dalam teori belajarnya, maka hukuman tidak lagi dipentingkan dalam belajar.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan
stimulus-stimulus

yang

disertai

suatu

gerakan,

pada

waktu

timbul

kembali

cenderung akan diikuti oleh gerakan yang sama (Bell Gredler, 1991:44). Guthrie
juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan
mengubah situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi.
Penguatan sekedar hanya melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang
dengan jalan mencegah perolehan respon yang baru. Hubungan antara stimulus dan
respon bersifat sementara, oleh karena dalam kegiatan belajar peserta didik perlu
sesering mungkin diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat lebih
kuat dan menetap. Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang
peranan penting dalam proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat
akan mampu mengubah tingkah laku seseorang.
Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus
respon secara tepat. Siswa atau peserta didik harus dibimbing melakukan apa yang
harus dipelajari. Dalam mengelola kelas, guru tidak boleh memberikan tugas yang
mungkin diabaikan oleh anak (Bell Gredler, 1991:50).
5.

Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936).


Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa
tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di
sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan
kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur
departemen

fisiologi

pada

institute

of

Experimental

Medicine

dan

memulai

penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel


pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian
sangat mempengaruhi psikology behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah
Work of Digestive Glands(1902) dan Conditioned Reflexes(1927).
Classic conditioning ( pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses
yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang

asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang


sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan.
Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya
sangat

terpengaruh

pandangan

behaviorisme,

dimana

gejala-gejala

kejiwaan

seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa
yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun
bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan
mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu.
Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsanganrangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang
diinginkan.

Kemudian

Pavlov

mengadakan

eksperimen

dengan

menggunakan

binatang (anjing) karena ia menganggap binatang memiliki kesamaan dengan


manusia. Namun demikian, dengan segala kelebihannya, secara hakiki manusia
berbeda dengan binatang.
Ia mengadakan percobaan dengan cara mengadakan operasi leher pada
seekor

anjing.

Sehingga

kelihatan

kelenjar

air

liurnya

dari

luar.

Apabila

diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Kini
sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah
terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula.
Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika
dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun
akan keluar pula.
Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan.
Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan
buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnya air liur pada anjing
tersebut. Peristiwa ini disebut: Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.
Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih.
Bectrev

murid

Pavlov

menggunakan

prinsip-prinsip

tersebut

dilakukan

pada

manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak
disadari manusia.
Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat
diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi

lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air
liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan.
Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan
sehar-hari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari
penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin
suara itu asing, tetapi setelah si penjual es krim sering lewat, maka nada lagu
tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan,
bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan
dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau
tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu
membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan(rujak, es, nasi goreng, siomay)
yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di
bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi
Pavlov ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami
dengan

stimulus

yang

tepat

untuk

mendapatkan

pengulangan

respon

yang

diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus


yang berasal dari luar dirinya.
6.

Teori Belajar Menurut Skinner


Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan
pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938,
Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam
perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku
itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946
dalam masalah The Experimental an Analysis of Behavior. Hasil konferensi
dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori
oleh Asosiasi Psikologi di Amerika.
B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris
dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol
melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah
laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan

relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada
conditioning klasik.
Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru
secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan. Manajemen
Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain
dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan
dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant
Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif)
yang

dapat

mengakibatkan

perilaku

tersebut

dapat

berulang

kembali

atau

menghilang sesuai dengan keinginan. Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :


Dalam laboratorium Skinner memasukkan tikus yang telah dilaparkan dalam
kotak yang disebut skinner box, yang sudah dilengkapi dengan berbagai peralatan
yaitu tombol, alat pemberi makanan, penampung makanan, lampu yang dapat diatur
nyalanya, dan lantai yang dapat dialiri listrik. Karena dorongan lapar tikus berusaha
keluar untuk mencari makanan. Selama tikus bergerak kesana kemari untuk keluar
dari box, tidak sengaja ia menekan tombol, makanan keluar. Secara terjadwal
diberikan makanan secara

bertahap

sesuai

peningkatan

perilaku

yang

ditunjukkan si tikus, proses ini disebut shapping.


Berdasarkan berbagai percobaannya pada tikus dan burung merpati Skinner
mengatakan

bahwa

unsur

terpenting

dalam

belajar

adalah

penguatan.

Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus-respon


akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk
penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk
penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan,
memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang. Beberapa
prinsip Skinner antara lain :
Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika
benar diberi penguat.
Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar
Materi pelajaran, digunakan sistem modul
Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman

Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktifitas sendiri


Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah
diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer
Dalam pembelajaran digunakan shapping.
7.

Robert Gagne ( 1916-2002).


Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan amerika yang
terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam
instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia
kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk
mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori
Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk
merencanakan instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat
dimodifikasi.

Ketrampilan

paling

rendah

menjadi

dasar

bagi

pembentukan

kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki ketrampilan intelektual. Guru harus
mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang
paling sederhana dilanjutnkan pada yang lebih kompleks ( belajar SR, rangkaian SR,
asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih
tinggi (belajar aturan dan pemecahan

masalah). Prakteknya gaya belajar tersebut

tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon.


8.

Albert Bandura (1925-masih hidup).


Bandura

lahir

pada

tanggal

Desember

1925

di

Mondare

alberta

berkebangsaan Kanada. Ia seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial
atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah
eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif
dari

orang

dewasa

disekitarnya.

Faktor-faktor

yang

berproses

dalam

observasi adalah:
Perhatian, mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
Penyimpanan atau proses mengingat, mencakup kode pengkodean simbolik.

belajar

Reproduksi motorik, mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, keakuratan


umpan balik.
Motivasi, mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
2.4 Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme
Aliran

psikologi

belajar

yang

sangat

besar

pengaruhnya

terhadap

arah

pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran hingga kini adalah aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai
hasil

belajar.

Teori

behavioristik

dengan

model

hubungan

stimulus

responnya,

mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku
tertentu dengan menggunakan metode drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku
akan semakin kuat bila diberikan reinforcement dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.
Aplikasi

teori

behavioristik

dalam

kegiatan

pembelajaran

tergantung

dari

beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik pebelajar,
media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan
berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti,
tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah
perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan (transfer
of knowledge) ke orang yang belajar atau pebelajar. Fungsi mind atau pikiran adalah
untuk menjiplak struktur pengetahuan yag sudah ada melalui proses berpikir yang dapat
dianalisis dan dipilah, sehingga makna yang dihasilkan dari proses berpikir seperti ini
ditentukan oleh karakteristik struktur pengetahuan tersebut. Pebelajar diharapkan akan
memiliki pemahaman yang sama terhadap pengetahuan yang diajarkan. Artinya, apa
yang dipahami oleh pengajar atau guru itulah yang harus dipahami oleh murid.
Demikian halnya dalam pembelajaran, pebelajar dianggap sebagai objek pasif
yang selalu membutuhkan motivasi dan penguatan dari pendidik. Oleh karena itu, para
pendidik mengembangkan kurikulum yang terstruktur dengan menggunakan standarstandar tertentu dalam proses pembelajaran yang harus dicapai oleh para pebelajar.
Begitu juga dalam proses evaluasi belajar pebelajar diukur hanya pada hal-hal yang nyata
dan dapat diamati sehingga hal-hal yang bersifat tidak teramati kurang dijangkau dalam
proses evaluasi.

2.5 Implikasi Teori Belajar Behaviorisme


Ada beberapa implikasi teori behavioristik dalam pembelajaran, antara lain :
1.

Pembelajaran yang dirancang dan berpijak pada teori behavioristik memandang bahwa
pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak berubah. Pengetahuan telah terstruktur
dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan pengetahuan, sedangkan mengajar adalah
memindahkan pengetahuan (transfer of knowledge) ke orang yang belajar.

2.

Peserta didik dianggap sebagai objek pasif yang selalu membutuhkan motivasi dan
penguatan dari pendidik

3.

Teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang memberikan ruang


gerak

yang

bebas

bagi

peserta

didik

untuk

berkreasi,

bereksperimentasi

dan

mengembangkan kemampuannya sendiri


4.

Karena teori behavioristik memandang bahwa pengetahuan telah terstruktur rapi dan
teratur, maka Peserta didik atau orang yang belajar harus dihadapkan pada aturan-aturan
yang jelas dan ditetapkan terlebih dulu secara ketat

5.

Tujuan

pembelajaran

menurut

teori

behavioristik

ditekankan

pada

penambahan

pengetahuan, sedangkan belajar sebagi aktivitas mimetic, yang menuntut peserta didik
untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah dipelajari dalam bentuk
laporan, kuis, atau tes
6.

Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test.

2.6 Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Behavioristik


Kelebihan
1. Sangat cocok

untuk

memperoleh

kemampuan

yang

membutuhkan

praktek

dan

pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan,


refleks, dan daya tahan. Contoh : percakapan bahasa asing, mengetik, menari, berenang,
olahraga.
2.

Cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran
orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan
bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi hadiah atau pujian.

3.

Dapat dikendalikan melalui cara mengganti mengganti stimulus alami dengan stimulus
yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu
tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya

Kekurangan
1.

Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat
meanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang diamati dan diukur.

2.

Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman sebagai
salah satu cara untuk mendisiplinkan siswa ( teori skinner ) baik hukuman verbal
maupun fisik seperti kata kata kasar , ejekan , jeweran yang justru berakibat buruk pada
siswa.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Belajar

merupakan

akibat

adanya

interaksi

antara

stimulus

dan

respon.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan
perilakunya. Menurut teori behaviorisme dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan
pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi
antara stimulus dan respon tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati
dan tidak dapat diukur. Yang dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu
apa yang diberikan oleh guru (stimulus) dan apa yang diterima oleh pebelajar (respon)
harus

dapat

diamati

dan

diukur.

Teori

ini

mengutamakan

pengukuran,

sebab

pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan
tingkah laku tersebut.
Faktor lain yang dianggap penting oleh aliran behavioristik adalah faktor
penguatan (reinforcement). Bila penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka
respon akan semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka respon juga semakin kuat.

Anda mungkin juga menyukai