Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

Daftar isi ....... 1


BAB I

: Pendahuluan ........ 2

BAB I

: Pembahasan kasus........ 3

BAB III

: Tinjauan pustaka ........ 10

BAB IV

: Pembahasan masalah ...... 21

BAB V

: Penutup .......... 23

Daftar Pustaka ... 24

BAB I
PENDAHULUAN
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum 20 minggu kehamilan atau
berat janin dibawah 500 gram. Definisi ini berbeda berkaitan dengan hukum dinegara
tersebut misalnya, di Inggris abortus adalah kehilangan janin sebelum 24 minggu
kehamilan. Abortus dapat dibedakan dalam beberapa klasifikasi:
1.
2.
3.
4.

Abortus iminens
Abortus insipiens
Abortus inkomplit
Abortus komplit

Untuk mendiagnosis abortus harus dilakukan dengan serangkaian anamnesa


dan pemeriksaan. Dimulai dari anamnesis, dan dilanjutkan pemeriksaan fisik yang
mengarahkan pada tanda dan gejala abortus. Lalu bdilanjutkan dengan pemeriksaan
tambahan seperti pemeriksaan laboratorium darah, urun, dan tes kehamilan, serta
dilanjutkan dengan pemeriksaan ultrasonografi.
Untuk penatalaksanaan abortus dapat dibedakan sesuai klasifikasinya.
Contohnya, pada kasus ini adalah abortus inkomplit yang dapat ditatalaksana dengan
kuretase.
Kami memiliki salah satu contoh kasus seorang wanita hamil yang mengalami abortus
inkomplit yang akan kami bahas pada bab selanjutnya.

BAB II
LAPORAN KASUS
IDENTIFIKASI
Nama

Ny. N

Jenis kelamin

Perempuan

Usia

32 tahun

Alamat

Kijang

Pekerjaan

IRT

Status perkawinan

Kawin

Agama

Islam

Tanggal dirawat

20 November 2014

ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA
Keluar darah dari kemaluan sejak 12 jam SMRS
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT SEKARANG
Os wanita 32 tahun, datang atas rujukan bidan ke Unit Gawat Darurat Rumah
Sakit Umum Kayu Agung. Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan
sejak 12 jam SMRS. Keluhan disertai keluar jaringan seperti hati ayam melalui
kemaluan. Pasien juga merasakan mulas. Pasien memiliki riwayat haid teratur dengan
HPHT 1 Agustus 2014. Demam disangkal. Riwayat keputihan disangkal.

RIWAYAT OBSTETRI
Riwayat kehamilan pertama spontan ditolong oleh bidan dengan berat badan
lahir bayi 2700 gram, hidup.
Riwayat kehamilan kedua spontan ditolong oleh bidan dengan berat badan
kahir bayi 3000 gram, hidup.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Trauma (-), hipertensi (-), kencing manis (-), riwayat keguguran
sebelumny (-).
Riwayat Pengobatan
Pasien

belum

pernah

kontrol

ke

dokter

sebelumnya.Pasien

hanya

memeriksakan kehamilan 1 kali ke bidan desa.


Riwayat Kehamilan
Pasien tidak ada riwayat merokok dan mengonsumsi alkohol, tidak pernah
mengalami infeksi saat hamil dan saat mengandung usia ibu 32 tahun serta status gizi
ibu baik.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan umum

baik

Kesadaran

compos mentis

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

80 x/ menit, teratur,

Pernapasan

22 x/ menit

Temperatur

37 C

Keadaan Spesifik
Kepala
konjungtiva palpebra pucat (-), sklera ikterik (-), cloasma gravidarum (+)
Leher
Pembesaran KGB (-)
Thorax
Bentuk dada normal, retraksi (-), nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-),
mamae tampak tegang, hiperpigmentasi areola mamae (+)
Paru: sonor pada kedua lapangan paru, vesikuler normal, ronki (-), wheezing
(-)
Jantung: HR 80 x/ menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Cembung, linea nigra(+), nyeri tekan (-), hepar/lien sulit dinilai
Ekstremitas : Edema pretibial (-)
Status obstetric :
Abdomen cembung, lembut, TFU 2 jari dibawah umbilicus,
inspeksi vulva uretra tenang
inspekulo: portio livid, OUE terbuka, flour (-), fluxus(+), darah tidak aktif,
tampak jaringan
Vaginal touche: portio lunak, OUE terbuka 1 jari sempit, teraba jaringan pada
muara OUE.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABOLATORIUM
Tanggal 20/11/2014

HB
: 11,3 g/dl
Leukosit
: 23.900 mm3
Trombosit
: 165.000 mm3
Ht
: 39%
PT test
:+
Urialisa:
o Warna : kemerahan
o Kejernihan : jernih
o Protein : (-)
o Reduksi (-)
o Urobilin (-)
o Bilirubin (-)

Tanggal 21/11/2014

HB
Leukosit
Trombosit
Ht

: 12,4 g/dl
: 60.000 mm3
: 175.000 mm3
: 35%

Tanggal 22/11/2014

HB
Leukosit
Trombosit
Ht

: 12,2 g/dl
: 9.000 mm3
: 167.000 mm3
: 33%

DIAGNOSIS KERJA
Abortus Inkomplit

PENATALAKSANAAN

Observasi Tanda vital


IVFD RL xx gtt/menit
Rencana evakuasi dengan kuretase
Inj. Cefotaxime 2 x 1 gr

PROGNOSIS
Quo ad vitam

: ad bonam

Quo ad sanam

: ad bonam

Quo ad fungsionam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP
21/11/2014
S=

keluar darah bergumpal dan kemerahan

O=

St. Generalis :
Kes = CM, TD 110/70, N = 80x/m, RR= 22x/m, T=36,5C
st.obstetri
Abdomen cembung, lembut, TFU 2 jari dibawah umbilicus,
inspeksi vulva uretra tenang
inspekulo: portio livid, OUE terbuka, flour (-), fluxus (+), darah tidak aktif,
tampak jaringan
Vaginal touche: portio lunak, OUE terbuka 1 jari sempit, teraba jaringan pada
muara OUE.

A=

Abortus Inkomplit

P =

obs tanda vital

IVFD RL XXgtt/menit
Rencana evakuasi dengan kuretase
Inj. Cefotaxime 2 x 1gr
Cek darah rutin
22/11/2014
S=

(-)

O=

St. Generalis :
Kes = CM, TD 110/70, N = 80x/m, RR= 22x/m, T=36,5C
st.obstetri
Abdomen cembung, lembut, TFU 2 jari dibawah umbilicus,
inspeksi vulva uretra tenang
inspekulo: portio livid, OUE terbuka, flour (-), fluxus (+), darah tidak aktif,
tampak jaringan
Vaginal touche: portio lunak, OUE terbuka 1 jari sempit, teraba jaringan pada
muara OUE.

A=

Abortus Inkomplit

P =

obs tanda vital


IVFD RL XXgtt/menit
Rencana evakuasi dengan kuretasi hari ini
Inj. Cefotaxime 2 x 1gr

Laporan kuretase:
-

Ibu dibaringkan di meja operasi dengan posisi litotomi dengan infus terpasang
dengan baik. Dilakukan pengosongan kandung kemih dan vulva hygiene lalu

dilakukan pemasangan doek steril kecuali lapangan operasi.


Dilakukan pemasangan sims spekula atas dan bawah
9

Dilakukan pemasangan tenakulum pada arah jam 11


Kemudian sinus spekulum atas dilepaskan
Dilakukan sondase didapatkan uterus antefleksi panjang 8 cm
Dilakukan kuretase dengan sendok kuret tajam dari anah jam 12 searah jarum jam

hingga terdengar suara kerokan kelapa dan keluar buih


Didapatkan sisa jaringan sebesar 50 gram dan stoll cell 50 cc
Tenakulum dilepas dan sims spekulo bawah dilepas
Keadaan umum ibu post kuret: stabil

23/11/2014
S=

(-)

O=

St. Generalis :
Kes = CM, TD 110/80, N = 80x/m, RR= 20x/m, T=36C
St.ginekologi
PL= abdomen datar, lunak, FUT tidak teraba
VT = portio lunak, oue tertutup

A=

Abortus komplit (post kuretase)

P =

obs tanda vital


rencana pulang
cefadroxil 2x500mg
Asam mefenamat 3x500mg

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
ABORTUS

1. DEFINISI
Abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum berat janin mencapai 500
gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
2. ETIOLOGI
Faktor janin
Perkembangan Zigot Abnormal
Temuan morfologis tersering pada abortus spontan dini adalah kelainan
perkembangan zigot, mudigah, janin bentuk awal, atau kadang-kadang plasenta.

Gambar 3. Ovum abnormal. Potongan melintang sebuah ovum


cacat yang memperlihatkan kantung korion yang kosong tertanam di dalam
massa endometrium polipoid.

Abortus Aneuploid
9

Sekitar 50 sampai 60% abortus spontan dini disertai dengan kelainan


kromosom pada konseptus (tabel 9-1).
Trisomi autosom merupakan kelainan kromosom yang tersering dijumpai pada
abortus trimester pertama (tabel 9-1). Trisomi dapat disebabkan oleh nondisjunction
tersendiri, translokasi seimbang maternal atau paternal, atau inversi kromosom
seimbang. Penataan ulang struktur kromosom secara seimbang dijumpai pada 2 sampai
4 % pasangan dengan riwayat abortus rekuren. Trisomi untuk semua autosom kecuali
kromosom nomor 1 pernah dijumpai pada abortus, tetapi yang tersering adalah autosom
13, 16, 18, 21, dan 22.
Monosomi X (45,X) adalah kelainan kromosom tersering berikutnya, biasanya
akan menghasilkan abortus dan memungkinkan lahirnya bayi perempuan hidup
(sindromTurner). Monosomi autosom sangat jarang dijumpai dan tidak memungkinkan
kehidupan.
Triploidi sering dikaitkan dengan degenerasi hidropik pada plasenta. Mola
hidatidosa parsial mungkin memperlihatkan perkembangan janin yang bersifat triploid
atau trisomik untuk kromosom 16. Janin yang memperlihatkan kelainan-kelainan ini
sering mengalami abortus dini, dan yang mampu bertahan hidup lebih lama mengalami
malformasi berat. Usia ibu dan ayah yang lanjut tidak berkaitan dengan kelainan ini.
Janin Tetraploid jarang lahir hidup dan umumnya mengalami abortus sangat dini.
Kelainan struktural kromosom jarang menyebabkan abortus dan baru
teridentifikasi setelah dikembangkannya tekhnik-tekhnik pemitaan (banding). Sebagian
dari bayi ini lahir hidup dengan translokasi seimbang dan mungkin normal.

Faktor ibu
Infeksi
Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus. Bukti
bahwa toxoplasma gondii menyebabkan abortus pada manusia kurang meyakinkan.
Tidak dapat bukti bahwa Listeria monocytogenes atau Chlamydia trachomatis
menyebabkan abortus pada manusia. Namun Herpes simplek dilaporkan berkaitan
dengan peningkatan insidensi abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal
kehamilan. Abortus spontan secara independen berkaitan dengan antibodi virus
imunodefisiensi manusia 1 (HIV-1) dalam darah ibu, seroreaktivitas sifilis pada ibu,
dan kolonisasi vagina pada ibu oleh streptokokus grup B.

Kelainan Endokrin
Hipotiroidisme
Defisiensi iodine mungkin berhubungan dengan abortus. Tampaknya tidak
terjadi peningkatan insidensi abortus yang disebabkan oleh hipotiroidisme klinis.
Autoantibodi tiroid dilaporkan menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun
tidak terjadi hipotiroidisme yang nyata. Sebaliknya, peneliti lain tidak mendapatkan
peningkatan insidensi antibodi antitiroid pada wanita yang mengalami abortus berulang
apabila dibandingkan dengan kontrol normal.
Diabetes Melitus
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita
dengan diabetes dependen-insulin. Risiko ini berkaitan dengan derajat kontrol
metabolik pada trimester pertama. Dalam suatu studi prospektif, melaporkan bahwa
pengendalian glukosa secara dini (dalam 21 hari setelah konsepsi) menghasilkan angka
abortus spontan yang setara dengan angka pada kelompok kontrol nondiabetik. Namun,
kurangnya pengendalian glukosa menyebabkan peningkatan angka abortus yang
mencolok. Dalam sebuah penelitian dari Childrens hospital of pittsburgh, Dorman dkk
(1999) melaporkan angka abortus spontan yang secara bermakna lebih tinggi pada
wanita diabetik dibandingkan dengan pasangan nondiabetik dari pria dengan diabetes
tipe I. Terjadi penurunan sementara angka abortus spontan pada para wanita diabetik ini
dari 26% sebelum tahun 1969 menjadi 5,7% dari tahun 1980 sampai 1989. Para penulis
ini mendalilkan bahwa penurunan ini mungkin disebabkan oleh perbaikan dalam
penanganan medis, misalnya swapemantauan glukosa.

Defisiensi Progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus luteum atauplasenta dilaporkan
menyebabkan peningkatan insidensi abortus. Diperkirakan bahwa kadar abnormal satu
atau lebih hormon dapat meramalkan terjadinya abortus. Sayangnya, penurunan kadar
hormon-hormon ini biasanya lebih merupakan akibat daripada sebab. Terdapat laporanlaporan kasus defek fase luteal, tetapi kasus ini jarang terjadi.

Pemakaian Obat dan Faktor Lingkungan


Berbagai zat dilaporkan berperan, tetapi belum dipastikan, sebagai penyebab
meningkatnya insidensi abortus.

Tembakau
Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan risiko abortus euploidi. Bagi
wanita yang merokok lebih dari 14 batang perhari, risiko tersebut sekitar dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak merokok menghitung bahwa risiko abortus meningkat
secara linier 1,2 kali untuk setiap 10 batang rokok yang diisap perhari.

Alkohol
Abortus spontan dan anomali janin dapat terjadi akibat sering mengkonsumsi
alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Abortus spontan meningkat bahkan
apabilaalkohol dikonsumsi dalam jumlah sedang. Abortus meningkat duakali lipat
pada wanita yang minum 2 kali setiap minggu, dan tiga kali pada wanita yang
mengkonsumsi alkohol setiap hari dibandingkan dengan bukan peminum.

Radiasi
Dalam dosis memadai, radiasi diketahui menyebabkan abortus. Dosis pasti
pada manusia tidak diketahui secara pasti.

Kontrasepsi
Tidak terdapat bukti yang mendukung bahwa kontrasepsi oral atau zat
spermisida yang digunakan dalam krim danjeli kontrasepsi menyebabkan peningkatan
insidensi abortus. Namun, alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan
insidensi abortus septik setelah kegagalan kontrasepsi.

Faktor Imunologis
Banyak perhatian ditujukan kepada sistem imun sebagai faktor penting dalam
kematian janin berulang. Dua model patofisiologis utama yang berkembang adalah
teori autoimun (imunitas terhadap tubuh sendiri) dan teori aloimun (imunitas terhadap
orang lain).

Faktor Autoimun
Dari berbagai studi dipastikan bahwa sekitar 15% dari 1000 pasien lebih
dengan kematian janin berulang memiliki faktor autoimunitas. Antibodi yang paling
signifikan memiliki spesifisitas terhadap fosfolipid bermuatan negatif dan paling sering
terdeteksi dengan pemeriksaan untuk antikoagulan lupus dan antibodi antikardiolipin.
Wanita dengan riwayat abortus dini dan kadar antibodi tinggi memiliki angka
kekambuhan keguguran sebesar 70%.
Antikoagulan lupus adalah suatu imunoglobulin (IgG, IgM, atau keduanya)
yang mengganggu satu atau lebih dari beberapa uji koagulasi dependen fosfolipid in
vitro. Istilah ini tidak tepat karena antibodi ini berkaitan dengan peningkatan insidensi
serangan tromboemboli. Yang utama, antikoagulan lupus yang paling sering didiagnosis
pada psaien yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk lupus.
Antibodi antifosfolipid adalah antibodi didapat yang ditujukan kepada suatu
fosfolipid. Antibodi ini dapat berupa isotop IgG, IgA, atau IgM. Mekanisme kematian
janin pada para wanita ini diperkirakan melibatkan trombosis dan infark plasenta. Salah
satu mekanisme yang mungkin berperan adalah inhibisi pembebasan prostasiklin.
Produk sel endotel ini adalah suatu vasodilator kuat dan inhibitor agregasi trombosit. Di
pihak lain, trombosis menghasilkan tromboksan A2, suatu vasokonstriktor dan
agregator trombosit. Karena itu, antibodi-antibodi ini dapat menurunkan produksi
prostasiklin, mempermudah timbulnya lingkungan yang didominasi oleh tromboksan
yang kemudian menyebabkan trombosis. Selain itu, antibodi-antibodi tersebut terbukti
menghambat aktivasi protein C.

Faktor Aloimun
Kematian janin berulang pada sejumlah wanita didiagnosis sebagai akibat
faktor-faktor aloimun. Para wanita ini mendapat beragam terapi yang ditujukan untuk
merangsang toleransi imun ibu terhadap janin. Diagnosis faktor aloimun berpusat pada
beberapa pemeriksaan:
1.

perbandingan HLA ibu dan ayah

2.

pemeriksaan serum ibu ubtuk mendeteksi keberadaan antibodi sitotoksik terhadap


leukosit ayah

3.

pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi faktor penyengat (blocking factor) pada
mixed lymphocyte reaction ibu-ayah

Pada dasarnya, pasangan yang dipastikan memiliki homologi tipe HLA yang
signifikan, atau yang wanitanya diketahui memiliki antibodi antipaternal minimal,
dianggap memiliki suatu gangguan aloimun.

Trombofilia Herediter
Beberapa kelainan koagulasi darah genetikmeningkatkan risiko terjadinya
trombosis. Terdapat banyak laporan mengenai keterkaitan abortus spontan dengan
tombofilia herediter. Peningkatan kadar homosistein serum juga merupakan faktor
risiko.
Terapi optimal bagi berbagai trombofilia selama kehamilan masih belum jelas,
tetapi heparin (termasuk heparin berberat molekul rendah) tampaknya efektif untuk
mengobati defisiensi antitrombin III serta defisiensi protein C dan S. aspirin plus
heparin tampaknya efektif untuk mengobati mutasi faktor V Leiden dan sindrom
antifosfolipid.

Trauma Fisik
Trauma abdomen yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus. Trauma
ringan yang tidak menyebabkan terhentinya kehamilan sering dilupakan. Yang diingat
hanya kejadian tertentu yang tampaknya mengakibatkan abortus. Namun, sebagian
besar abortus spontan terjadi beberapa waktu setelah kematian mudigah atau janin.
Secara umum, trauma walaupun kecil berperan dalam terjadinya abortus.

Cacat Uterus
Cacat Uterus Didapat
Leiomyoma uterus, bahkan yang besar dan multipel, biasanya tidak
menyebabkan abortus. Apabila menyebabkan abortus, lokasi leiomyoma tampaknya
lebih penting daripada ukurannya. Sinekia uterus (sindroma Asherman) disebabkan
oleh destruksi endometrium luas akibat kuretase. Hal ini akhirnya menyebabkan
amenore dan abortus rekuren yang dipercaya disebabkan oleh kurang memadainya
endometrium untuk menunjang implantasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan
histerosalpingogram yang memperlihatkan defek pengisian multipel khas, tetapi
diagnosis paling akurat dan langsung adalah dengan histeroskopi
Terapi yang dianjurkan adalah lisis perlekatan melalui histereskopi dan
pemasangan alat kontrasepsi dalam rahim untuk mencegah kekambuhan. Terapi
estrogen dosis tingg terus-menerus hingga 60 sampai 90 hari juga dianjurkan oleh
sebgaian dokter.

Defek Perkembangan Uterus


Cacat ini terjadi akibat kelainan pembentukan atau fusi duktus Mulleri; atau
terjadi secara spontan atau diinduksi oleh pajanan dietilstilbestrol in utero. Beberapa
tipe, misalnya uterus bilokularis, menyebabkan abortus.

Serviks Inkompeten
Istilah serviks inkompeten diterapkan pada suatu entitas obstetri tersendiri.
Kelianan ini ditandai oleh pembukaan serviks tanpa nyeri pada trimester kedua, atau
mungkin pada awal trimester ketiga, disertai prolaps dan menggembungnya selaput
ketuban ke dalam vagina, diikuti oleh pecahnya selaput ketuban dan ekspulsi janin
imatur. Apabial tidak diterapi secara efektif, rangkaian ini akan berulang pada setiap
kehamilan.
Hampir tidak ada keraguan bahwa ultrasonografi, terutama yang transvagina,
merupakan penunjang yang bermanfaat untuk mendiagnosis pemendekan serbiks atau
os internum berbentuk corong dan untuk mendeteksi dini serviks inkompeten. Namun
diagnosis tetap sulit pada sebagian besar wanita dan masih didasarkan pada anamnesa
dan pemeriksaan klinis.

3. KLASIFIKASI DAN GEJALA KLINIS


1. Abortus imminens
Adalah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20
minggu, dimana hasil konsepsinya masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi
serviks.
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi
perdarahan melalui ostium uteri eksternum, mules atau tidak sama sekali, besar
uterus sesuai dengan umur kehamilan, servik belum membuka dan tes kehamilan
positif.
Penanganan pada abortus imminens sebagai berikut :
a) Istirahat baring, tidur berbaring dapat menyebabkan bertambahnya aliran darah
ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
b) Pemberian obat-obat hormonal dan anti spasmodika diharapkan untuk
mencegah keluarnya fetus.
c) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) penting dilakukan untuk menentukan
apakah janin masih hidup.
2. Abortus insipiens

Adalah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan


adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam
uterus. Rasa mules menjadi lebih sering dan bertambah kuat serta perdarahan juga
bertambah.
Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuretase, vacum atau
dengan cunam vacum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 20
minggu perdarahan biasanya tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan lebih
besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
3. Abortus inkompletus
Adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada umur kehamilan kurang 20
minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pada pemeriksaan vaginal : kanalis servikalis terbuka dan teraba jaringan,
perdarahan dapat banyak sekali, sehingga dapat terjadi shock serta perdarahan
tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan.
Dalam penanganannya, atasi syok dengan pemberian infus cairan NaCl
Risiologik atau cairan ringer dan disusul dengan transfusi.Syok teratasi, lakukan
kerokan.Pasca tindakan disuntikkan ergometrin IM untuk mempertahankan
kontraksi otot uterus.
4. Abortus kompletus
Semua hasil konsepsi sudah keluar.Kanalis cervikalis sudah menutup.
5. Missed abortion
Adalah keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada dalam dan tidak
dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
Gejala terjadinya missed abortion biasanya didahului oleh adanya tanda
abortus imminens namun hilang secara spontan atau setelah pengobatan, dan tandatanda kehamilan pun menghilang. Diagnosis pastinya dapat dilakukan USG untuk
menilai apakah janin sudah mati atau besarnya sesuai dengan usia kehamilan.

4. PENATALAKSANAAN
1. Abortus imminens
a) Istirahat baring, tidur berbaring dapat menyebabkan bertambahnya aliran darah
ke uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
b) Pemberian obat-obat hormonal dan anti spasmodika diharapkan untuk
mencegah keluarnya fetus.
c) Pemeriksaan ultrasonografi (USG) penting dilakukan untuk menentukan
apakah janin masih hidup.
2. Abortus insipiens
Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuretase, vacum atau
dengan cunam vacum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 20
minggu perdarahan biasanya tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan lebih
besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
3. Abortus inkompletus
Dalam penanganannya, atasi syok dengan pemberian infus cairan NaCl
Risiologik atau cairan ringer dan disusul dengan transfusi.Syok teratasi, lakukan
kerokan.Pasca tindakan disuntikkan ergometrin IM untuk mempertahankan
kontraksi otot uterus.
4. Abortus kompletus
Pada penderita abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus hanya jika
penderita menderita anemia diberikan sulfas ferosus atau transfusi.
5. Missed abortion
Therapi untuk missed abortion diberikan obat untuk menimbulkan his sehingga
fetus dan desidua dapat dikeluarkan, jika tidak berhasil lakukan dilatasi dan
kuretase. Hendaknya penderita diberikan tonika dan antibiotika.

BAB IV
PEMBAHASAN MASALAH

1. Apakah diagnosis pada kasus ini benar?


Pada pasien ini pada anamnesa ditemukan:
1. Perdarahan pervaginam sejak 12 jam SMRS.
2. Pasien mengalami amenore sejak tanggal 1 Agustus 2014.
3. Perdarahan disertai keluar jaringan berwarna merah gelap seperti hati
ayam.
4. Pasien juga merasa mulas.
Dari anamnesa ini sedikit banyaknya sudah mengarahkan pada diagnosis
abortus. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Dan ditemukan:
1. Pada wajah ditemukan terdapat cloasma gravidarum
2. Pada inspeksi thoraks didapatkan putting dan payudara menegang, terdapat
hiperpigmentasi pada putting dan areola mamae.
3. Pada pemeriksaan abdomen terlihat perut cembung, terdapat linea nigra
pada perut, teraba tfu setinggi 2 jari dibawah umbilicus.
4. Pada pemeriksaan inspekulo terdapat: portio livid, OUE terbuka, flour (-),
fluxus(+), darah tidak aktif, tampak jaringan
5. Pada pemeriksaan vaginal touche: portio lunak, OUE terbuka 1 jari sempit,
teraba jaringan pada muara OUE.
Selanjutnya pada pemeriksaan laboratorium ditemukan:

HB
: 11,3 g/dl
Leukosit
: 23.900 mm3
Trombosit
: 165.000 mm3
Ht
: 39%
PT test
:+
Urialisa:
o Warna : kemerahan
o Kejernihan : jernih
o Protein : (-)
o duksi (-)
o Urobilin (-)
o Bilirubin (-)

Maka dari hasil pemeriksaan diatas dapat dikatakan bahwa diagnosis abortus
inkomplit adalah benar.
2. Apakah penanganan pada kasus diatas benar?
9

Pada dasarnya penatalaksanaan pada abortus inkomplit dapat dibagi menjadi


tiga, yaitu:
1. Terapi ekspektatif.
2. Terapi medikamentosa (dengan ergometrin, misoprostol, oksitosin)
3. Terapi evakuasi dengan kuretase.
Pada pasien ini dilakukan tindakan evakuasi dengan kuretase. Penatalaksanaan
ini sebenernya kurang tepat. Mengingat usia kehamilan telah mencapai 16-17 minggu,
terapi pilihan yang utama adalah dengan medikamentosa.

BAB V
PENUTUP
Sebagaimana yang telah dibahas di atas,
1. Abortus dinyatakan apabila terjadi keluarnya hasil konsepsi sebelum berat janin
mencapai 500 gram atau umur kehamilan kurang dari 20 minggu.
2. Abortus merupakan masalah penting dalam bidang obstetri dan gynekologi karena
merupakan kegawat daruratan pada kehamilan dibawah 20 minggu dan menjadi salah
satu penyumbang angka kematian ibu.
3. Penanganan pada abortus apabila janin sudah tidak dapat diselamatkan adalah
evakuasi dan pencegahan perdarahan berlebihan. Dan apabila janin dapat
diselamatkan adalah tirah baring.
Ibu yang sedang hamil juga sebaiknya rajin mengontrol kehamilan pada dokter karena
dengan kerja sama antara orang tua dan dokter, dapat tercipta kehamilan yang baik dan
juga mencegah terjadinya kehamilan yang premature. Kedepannya dengan kerja sama
yang baik antara orang tua dan

pihak terkait, akan dapat menciptakan masyarakat

Indonesia yang sehat dan cerdas yang juga merupakan salah satu dari tujuan
pembangunan dari bangsa Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2010.
2. American Pregnancy. Sign of Labor. United State of America : American
Pregnancy.Available

from:

http://www.americanpregnancy.org/labornbirth/signsoflabor.html , Accessed on 17
September 2011.
3. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine infections and pretermdelivery.
N Engl J Med. 2000; 342:1500-1507.
4. Manuaba IBG, Manuaba IAC, Manuaba IBGFF. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:
EGC; 2007: 421.
5. Behrman, R, Kliegman, Ervin. A. Nelson WE-editor.200. Nelson Ilmu Kesehatan
anak. EGC : Jakarta.
6. Austin LA, Heath H III: Calcitonin: Physiology and pathophysiology. N Engl J Med
1981;304:269.
7. Clark DA, Doya S (1991). Trials and tribulation in the treatment of recurrent Wilson
R. Recurrent miscarriage and preeclampsia the roles played by the immune system
and antioxidants. World Scientific. 2004. 83 101.
8. Gleicher N (1994). Autoantibodies and pregnancy loss. Lancet 343: 747-748.

Anda mungkin juga menyukai