1 ASFIKSIA
Asfiksia
2.1.1. Definisi
Asfiksia adalah kegagalan masuknya udara ke dalam alevoli paru atau sebab-sebab
lain yang mengakibatkan persediaan oksigen dalam jaringan atau darah atau keduanya
berkurang sampai suatu tingkat tertentu dimana kehidupan tidak mungkin berlanjut (Amir,
2011).
Asfiksia adalah keadaan dimana sel gagal menerima oksigen, baik parsial (hipoksia)
maupun total (anoksia) yang ditandai dengan adanya kongesti vena, petekie, sianosis, dan
pengenceran darah (Dimaio, 2001).
2.1.2. Epidemiologi Asfiksia
Menurut data yang di dapat dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC),
sejak tahun 1999-2004, berdasarkan sertifikat kematian bagi warga Amerika Serikat, ada
sekitar 20.000 kematian kecelakaan dan nonaccidental dalam periode tersebut disebabkan
oleh berbagai jenis asfiksia mekanik, seperti tenggelam, gantung, pencekikan, dan lainlain(Graham, 2011).
Korban kematian akibat asfiksia termasuk yang sering diperiksa oleh dokter.
Umumnya urutan ke-3 sesudah kecelakaan lalu-lintas dan trauma mekanik. (Amir, 1995)
Penyebab paling umum kematian akibat asfiksia berbeda antara tiap kelompok usia.
Tenggelam merupakan penyebab asfiksia yang paling sering pada kelompok usia 1-4 tahun,
sedangkan gantung, pencekikan, dan tenggelam adalah yang paling umum pada kelompok
usia 35-44 tahun (Graham, 2011).
2.1.3. Klasifikasi asfiksia
Ada beberapa klasifikasi dari asfiksia, yaitu:
-
Suffocation
Suffocation sering digunakan sebagai istilah umum untuk kekurangan O2, karena
5 ASFIKSIA
konjungtiva bulbi serta di kulit wajah. Organ-organ mengalami perbendungan, sering didapati
jantung kanan masih terisi darah dan jantung kiri kosong. Tanda-tanda lain didapati sesuai
dengan penyebab asfiksia, seperti di paru-paru pada tenggelam, leher pada penjeratan,
pencekikan, dan mati gantung. Luka di mulut dan hidung pada pembekapan dan cedera dada
pada traumatik asfiksia. Pada mati gantung proses hambatan terjadi serentak pada pembuluh
darah arteri dan vena, maka wajah korban tampak pucat.
6 ASFIKSIA
BAB III
KESIMPULAN
Identifikasi tulang bertujuan untuk mengetahui identitas seseorang. Ilmu yang mempelajari
identifikasi ini adalah antropologi forensic. Proses pengidentifikasian ini meliputi pembedaan
antara rangka manusia dan hewan, identifikasi ras, identifikasi jenis kelamin, identifikasi
umur, dan diakhiri dengan identifikasi tinggi badan.
Perbedaan tulang manusia dengan tulang hewan dapat dibedakan dengan kepadatanya
dan secara pemeriksaan mikroskopik. Penentuan jenis kelamin berdasarkan tulang yang dapat
dibedakan pada tulang sternum, pelvis, tulang tenggorak dan tulang muka. Pemeriksaan
tulang yang teliti identifikasi dapat diarahkan ke penentuan ras, beberapa perbedaan
ditemukan terbagi kepada tiga ras yaitu ras kaukasoid, negroid dan mongoloid. Selain itu,
dapat menentukan umur dan tinggi badan dapat ditentukan berdasarkan seperti pertumbuhan
dan perkembangan badan , tinggi dan berat badan, gigi geligi, pemeriksaan rahang bawah dan
pusat penulangan (ossification centre) dari tulang-tulang serta penutupan garis epiphyse pada
tulang panjang.
Faktor lingkungan jauh lebih berperan daripada waktu dalam mempengaruhi keadaan
tulang. Dalam menentukan umur tulang dapat berdasarkan dengan melakukan tes fisika
(fluoresensi dengan sinar ultraviolet), serologi dan kimia (penentuan kandungan Nitrogen dan
Asam amino). Untuk penentuan lama kematian individu adalah dengan menghitung selisih
umur tulang dengan umur individu. Dan juga dari gambaran fisik tulang seperti bau, warna,
dan kepadatan tulang. Menentukan tulang secara analisis DNA yaitu apabila tersedia sample
tulang atau gigi serta pembandingnya.
7 ASFIKSIA
DAFTAR PUSTAKA
1) Bagian Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik : Identifikasi Forensik.
Ed.1. cetakan 2. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik FK UI; 1997. hal 197 203.
2) Indriati, Etty. Antropologi Forensik : Identifikasi Rangka Manusia, Aplikasi
Antropologi Biologis Dalam Konteks Hukum. Cetakan 1. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press :2004.
3) James JP. Encyclopedia Of Forensic And Legal Medicine. Jilid 1. London, UK.
Academeic press, 2005.
4) Amir, Amri. 2011. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Medan: Percetakan
Ramadhan.
5) Ritonga M. Penentuan Lama Kematian Dilihat Dari Keadaan Tulang. Medan,
Sumatera Utara . USU Digital Library, 2005.
6) Shepherd R. Simpsons Forensic Medicine, Chapter 12 Identification of the Living
and the Death.. Edisi ke 12.London, UK. Arnold, 2003.
7) Dix J, Calaluce R. Guide to Forensic Pathology; Presumotive Identification.New York,
Washington DC. CRC Press, 1999.
8 ASFIKSIA