I.
II.
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Minyak
Minyak merupakan salah satu kelompok
yang termasuk kelompok lipida. Satu sifat yang
khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk
Minyak Jelantah
Minyak yang telah dipakai menggoreng
biasa disebut minyak jelantah. Kebanyakan
minyak jelantah sebenarnya merupakan minyak
yang telah rusak. Minyak yang tinggi kandungan
LTJ (Lemak Tak Jenuh)-nya memiliki nilai
tambah hanya pada gorengan pertama saja,
sementara yang tinggi ALJ (Asam Lemak Jenuh)nya bisa lebih lama lagi, meski pada akhirnya
akan rusak juga. Oleh proses penggorengan
sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh.
Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat
menyebabkan ikatan
rangkap
teroksidasi,
membentuk gugus peroksida dan monomer siklik.
2.3
2.4
Analisis Minyak
Analisa lemak dan minyak yang umum
dilakukan pada bahan makanan dapat digolongkan
dalam tiga kelompok tujuan ini :
1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar
lemak atau minyak yang terdapat dalam
bahan makanan.
2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai
bahan makanan yang berkaitan dengan proses
ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan
pemurnian lanjutan misalnya penjernihan
(refining), penghilangan bau (deodorizing),
penghilangan warna (bleaching), dan
sebagainya. Penentuan tingkat kemurnian
minyak ini sangat berhubungan erat dengan
kekuatan daya simpannya, sifat gorengnya,
baunya maupun rasanya. Tolok ukur kualitas
ini termasuk angka asam lemak bebas (Free
Fatty Acid atau FFA), bilangan peroksida,
tingkat ketengikan, dan kadar air.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang
khas atau mencirikan sifat minyak tertentu.
2.5 Penentuan Kualitas Minyak
2.5.1 Kadar Air
Air bila terdapat dalam minyak dapat
mempercepat terjadinya hidrolisa minyak menjadi
gliserol atau asam lemak (FFA). Bila minyak
terhidrolisa, maka minyak akan menjadi tengik
sehingga dapat menurunkan kualitas minyak.
Reaksi hidrolisa minyak dapat terjadi selama
penyimpanan.
2.5.2 Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty
Acid / FFA)
Asam lemak bebas ditentukan sebagai
kandungan asam lemak yang terdapat paling
banyak dalam minyak tertentu. Demikian asam
lemak bebas sebagai berikut ini dipakai sebagai
tolok ukur jenis minyak tertentu :
Tabel 2.1 Jenis - Jenis Asam Lemak Bebas
Sumber
Asam lemak
Bobot
minyak
terbanyak
molekul
Kelapa sawit
Palmitat
256
C 16 H 32 O 2
Kelapa, inti
Laurat C 12 H 24 O 2
200
sawit
Susu
Oleat C 18 H 34 O 2
282
Jagung,
Linoleat
278
Kedelai
C 18 H 32 O 2
Suhardi, Bambang dan Slamet, 1997
BM..KOH
% FFA
BM Asam lemak bebas / 10
METODOLOGI PENELITIAN
Variabel yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
Intensitas / lama penggorengan minyak : 2
jam, 4 jam, dan 6 jam
6.
A-B
Kadar air =
100 %
A
IV.
10
0.15
2 jam penggorengan
4 jam penggorengan
0.1
6 jam penggorengan
0.05
0
1 x 24 jam 2 x 24 jam 3 x 24 jam
Lama Perendaman
0.2
0.15
0.1
2 jam penggorengan
4 jam penggorengan
0.05
6 jam penggorengan
0.2
0.15
2 jam penggorengan
4 jam penggorengan
0.1
6 jam penggorengan
0.05
0
1 x 24 jam
2 x 24 jam
3 x 24 jam
Lama Perendaman
0
1 x 24 jam
2 x 24 jam
3 x 24 jam
Lama Perendaman
11
0.2
0.15
2 jam penggorengan
4 jam penggorengan
0.1
6 jam penggorengan
0.05
0
1 x 24 jam
2 x 24 jam
3 x 24 jam
Lama Perendaman
0.2
0.15
2 jam penggorengan
4 jam penggrengan
0.1
6 jam penggorengan
0.05
0
1 x 24 jam
2 x 24 jam
3 x 24 jam
Lama Perendaman
0.2
0.15
2 jam penggorengan
4 jam penggorengan
0.1
6 jam penggorengan
0.05
0
1 x 24 jam
2 x 24 jam
3 x 24 jam
Lama Perendaman
12
perendaman
semakin
meningkat
bukan
sebaliknya. Namun terjadi penurunan kadar asam
lemak bebas dari analisa awal. Kenaikan kadar
FFA, khususnya untuk minyak dengan
penggorengan selama 2 jam dan 4 jam
membuktikan bahwa dugaan kita pada grafik
sebelumnya adalah benar. Disebutkan bahwa
sejak awal kandungan asam lemak bebas pada
minyak yang digoreng selama 2 jam dan 4 jam
memiliki kadar yang lebih tinggi bila
dibandingkan minyak deengan penggorengan
selama 6 jam. Akibatnya, ampas tebu tidak
bekerja secara maksimal untuk menyerap
kandungan FFA dalam minyak tersebut.
Adsorpsi kandungan asam lemak bebas
oleh ampas tebu terhadap minyak jelantah dengan
lama penggorengan selama 6 jam bekerja dengan
lebih baik, menurunkan kandungan asam lemak
bebas minyak jelantah secara perlahan. Semakin
lama waktu perendaman, maka daya adsorpsi
ampas tebu akan bekerja dengan lebih maksimal.
300
Angka Penyabunan
250
200
2 jam penggorengan
150
4 jam penggorengan
6 jam penggorengan
100
50
0
1 x 24 jam
2 x 24 jam
3 x 24 jam
Lama Perendaman
300
13
Angka Penyabunan
Semakin
lama
perendaman,
angka
penyabunan yang diperlihatkan semakin menurun
atau makin kecil. Namun angka penyabunan ini
cukup besar mengingat minyak selama 2, 4, dan 6
jam memiliki angka penyabunan hanya 171,6535;
172,0644; dan 164,8890. Sedangkan hasil
penelitian menunjukkan angka penyabunan pada
minyak setelah diolah justru semakin meningkat.
Secara sekilas dapat dilihat bahwa semakin
lama waktu perendaman, maka angka penyabunan
pada minyak akan semakin kecil, akibat adanya
daya adsorpsi yang bekerja secara maksimal.
250
200
2 jam penggorengan
150
4 jam penggorengan
6 jam penggorengan
100
50
0
1 x 24 jam
2 x 24 jam 3 x 24 jam
Lama Perendaman
2.
Angka Penyabunan
300
250
200
2 jam penggorengan
150
4 jam penggorengan
6 jam penggorengan
100
3.
50
0
1 x 24 jam 2 x 24 jam 3 x 24 jam
Lama Perendaman
4.
VI.
DAFTAR PUSTAKA
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
dapat disimpulkan beberapa hal, antara lain :
1. Adsorben yang umum digunakan dalam
proses pemucatan minyak terdiri dari tanah
pemucat (bleaching earth), arang pemucat
(bleaching carbon), dan serat. Ampas tebu
merupakan serat yang dapat digunakan
sebagai adsorben untuk mengikat pengotor
pada minyak.
14
V.