Anda di halaman 1dari 41

PENGARUH ROTIFERA YANG DIPERKAYA DENGAN

BEBERAPA JENIS SUMBER LEMAK TERHADAP


KELANGSUNGAN HIDUP LARVA UDANG VANNAMEI
Litopenaeus vannamei

Oleh :

Wahyudin
C14101001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2005

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN


SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
PENGARUH ROTIFERA YANG DIPERKAYA DENGAN BEBERAPA
JENIS SUMBER LEMAK TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP
LARVA UDANG VANNAMEI Litopenaeus vannamei
Adalah benar merupakan karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun ke universitas manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2005

WAHYUDIN
C.14101001

RINGKASAN
WAHYUDIN. Pengaruh Rotifera yang Diperkaya dengan Beberapa Jenis Sumber
Lemak terhadap Kelangsungan Hidup Larva Udang Vannamei Litopenaeus
vannamei.
Dibimbing oleh DEDI JUSADI dan ING MOKOGINTA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengkayaan rotifera


dengan minyak ikan, minyak cumi dan A1 DHA Selco terhadap kelangs ungan
hidup larva udang vannamei. Penelitian ini dilaksanakan di PT. CentralPertiwi
Bahari Desa Suak, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan.
Larva udang vannamei stadia Nauplii 6 dipelihara dalam 12 tangki
fiberglass volume 500L yang diisi air 300L dengan kepadatan 100 ind/L. Larva
dipelihara selama 10 hari hingga mencapai stadia pasca larva 1 (PL1). Larva
diberi pakan buatan CP Star 100, CP Spina, BP Eguci dan Lanzy ZM dengan
frekuensi pemberian 6 kali
sehari. Sedangkan pakan alami terdiri dari
Chaetoceros gracillis dan Skeletonema costatum, dengan frekuensi pemberian 4
kali sehari. Mulai stadia zoea 2, larva diberi tambahan pemberian rotifera dengan
perlakuan sebagai berikut: rotifera dari kultur massal (A), rotifera yang diperkaya
dengan 0,5ml minyak ikan/10L media pengkaya (B), rotifera yang diperkaya
0,5ml minyak cumi/10L media pengkaya (C) dan rotifera yang diperkaya dengan
0,5ml A1 DHA Selco/10L media pengkaya (D). Masing- masing perlakuan dari
penelitian ini mempuyai 3 ulangan. Masing- masing bahan pengkaya tersebut
ditambah 0,25g ragi, 0,01g kuning telur dan 100ml air tawar, lalu emulsikan
dengan blender selama 2-5 menit. Rotifera diperkaya selama 6 jam, lalu diberikan
ke larva.
Hasil penelitian menunjukkan pengkayaan dengan sumber lemak yang
berbeda menyebabkan peningkatan kandungan lemak rotifera dari 8,5% pada
perlakuan A menjadi 20,10%, 17,13% dan 18,15% pada perlakuan B, C dan D.
Hasil analisa menunjukkan rotifera perlakuan A, B, C dan D masing- masing
mengandung polar lipid 2,61%, 1,70%, 2,87% dan 3,73%, sedangkan kandungan
netral lipid rotifera masing- masing perlakuan A, B, C dan D adalah 5,89%,
18,39%, 14,26% dan 14,32%. Peningkatan lemak rotifera memberikan pengaruh
berbeda terhadap kelangsungan hidup larva udang vannamei. Larva perlakuan A
memiliki kelangsungan hidup 45,55,6%, sedangkan larva pada perlakuan B, C
dan D memiliki kelangsungan hidup masing- masing 70,89,2%, 84,29,2%,
82,28,8%. Panjang rata-rata PL1 larva udang vannamei yang diberi perlakuan A,
B, C dan D masing- masing adalah 3,490,09mm, 3,750,12mm, 3,670,26mm,
dan 3,630,32mm. Dari keempat perlakuan tersebut tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata. Pada akhir penelitian, perlakuan B, C dan D larva sudah
menunjukan stadia PL1 dan PL2, sedangkan pada perlakuan A 46,7% larva masih
ada yang dalam stadia mysis 3 dan 53,33% stadia PL1. Berdasarkan hasil
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian rotifera yang diperkaya dengan
sumber lemak minyak ikan, minyak cumi dan A1 DHA Selco dapat meningkatkan
kelangsungan hidup larva udang vannamei dan dapat diaplikasikan untuk
pembenihan udang vannamei.

PENGARUH ROTIFERA YANG DIPERKAYA DENGAN


BEBERAPA JENIS SUMBER LEMAK TERHADAP
KELANGSUNGAN HIDUP LARVA UDANG VANNAMEI
Litopenaeus vannamei

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan


pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Wahyudin
C14101001

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN AKUAKULTUR


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

SKRIPSI

Judul Skripsi

: Pengaruh Rotifera yang Diperkaya dengan Beberapa


Jenis Sumber Lemak terhadap Kelangsungan Hidup
Larva Udang Vannamei Litopenaeus vannamei

Nama Mahasiswa

: Wahyudin

NRP

: C14101001

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Dedi Jusadi


NIP : 131788590

Dr. Ing Mokoginta


NIP : 131284821

Mengetahui,
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Dr. Kadarwan Soewardi


NIP : 130805031

Tanggal lulus : 16 Desember 2005

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas segala rahmat Allah SWT serta atas
izin-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi ini. Penelitian yang
dilaksanakan penulis berjudul pengaruh rotifera yang diperkaya dengan beberapa
jenis sumber lemak terhadap kelangsungan hidup larva udang vannamei
Litopenaeus vannamei. Penulisan Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Dedi Jusadi
dan Ibu Dr. Ing Mokoginta selaku pembimbing atas bimbingan, saran dan
masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Selain itu penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Bapak A. Musyafik selaku Asisten Vice
Presiden PT. CentralPertiwi Bahari (CPB), Ibu Fivi Najmusyabah selaku General
Manager PT. CPB, Bapak Subandriyo selaku Senior Manager PT. CPB, Bapak
Edi Poncolaksito selaku pembimbing lapang, Bang Tupa dan Mas Andika selaku
Kepala Seksi Laboratorium pakan alami, Mas Tholib, serta warga Hatchery II dan
seluruh staf serta karyawan PT. CPB yang telah banyak membantu
terselesaikannya skripsi ini. Selain itu terima kasih juga penulis ucapkan kepada
kedua orang tuaku, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan doanya
selama ini. Terima kasih kepada Pak Wasjan, teman-teman nutrisi, teman-teman
kost serta semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Terakhir
penulis mengucapkan terima kasih kepada Yuliana Sagita yang selalu memberi
dorongan, semangat serta doa kepada penulis supaya dapat menyelesaikan skripsi
ini.
Penulis sangat menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna karena keterbatasan penulis. Namun penulis berharap semoga karya
yang sederhana ini bisa bermanfaat bagi semua pihak. Terima kasih.
Bogor, Desember 2005

Wahyudin

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 4 Maret 1982 sebagai anak
pertama dari pasangan Karwi dan Iroh. Penulis memulai pendidikan di Sekolah
Dasar Taman Mekar pada tahun 1989. Kemudian penulis melanjutkan sekolah di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Lemahabang pada tahun 19951998.
Selanjutnya penulis melanjutkan studi ke Sekolah Menegah Umum Negeri 5
Karawang pada tahun 1999-2001.
Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada tahun
2001 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Budidaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama menjadi mahasiswa
penulis aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa pada periode
kepengurusan 2002/2003. Penulis juga pernah menjadi pengurus HIMAKUA
pada tahun 2001/2002, 2002/2003, dan 2003/2004. Selain itu penulis juga pernah
mengikuti pelatihan pembuatan akuarium, pelatihan kawin suntik, serta pelatihan
akuascaping. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah teknik produksi
ikan hias (2004/2005), nutrisi ikan, (2005) dan teknik produksi pakan alami
(2004).
Penulis melakukan penelitian berjudul : Pengaruh Rotifera yang
Diperkaya dengan Beberapa Jenis Sumber Lemak terhadap Kelangsungan
Hidup Larva Udang Vannamei Litopenaeus vannamei. Penelitian ini
dilaksanakan di PT. CentalPertiwi Bahari, Desa Suak, Kecamatan Sidomulyo,
Kabupaten Lampung Selatan.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

DAFTAR GAMBAR .....................................................................................

ii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................

iii

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..............................................................................
1.2 Tujuan Penelitian ...........................................................................

1
3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Perkembangan Larva Udang Vannamei.........................................
2.2 Kebutuhan Nutrien (Asam Lemak) ................................................
2.4 Rotifera (Brachionus sp.) ..............................................................

4
4
7

III. BAHAN DAN METODA


3.1 Pemeliharaan Benur ......................................................................
3.2 Penyediaan Rotifera ......................................................................
3.3 Pengkayaan Rotifera .....................................................................
3.4 Pengelolaan air ..............................................................................
3.5 Pengamatan ...................................................................................
3.6 Analisa Kimia ................................................................................

10
11
11
12
12
13

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil ..............................................................................................
4.2 Pembahasan ...................................................................................

14
16

V. KESIMPULAN .........................................................................................

19

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

20

LAMPIRAN ...................................................................................................

22

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak ikan ...............................................

Tabel 2. Persentase relatif asam lemak n-3 pada berbagai ikan ......................

Tabel 3. Kandungan asam lemak minyak cumi ..............................................

Tabel 4. Kandungan asam lemak rotifera yang diberi ragi dan yang
diperkaya minyak cumi .....................................................................

Tabel 5. Kandungan asam lemak rotifera yang diperkaya dengan minyak


ikan, minyak cumi, DHA selco dan diberi Nannochloropsis .........

Tabel 6. Kisaran parameter kualitas air pemeliharaan larva udang Vannamei


yang diukur selama penelitian ..........................................................

12

Tabel 7. Kandungan lemak serta polar dan nonpolar lipid .............................

14

Tabel 8. Perkembangan larva udang vannamei diakhir penelitian ..................

16

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kelangsungan hidup larva udang vannamei setelah dipelihara


sampai PL1.. 15
Gambar 2. Panjang PL1 larva udang vannamei.................................................

16

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Prosedur analisa Proksimat .........................................................................

22

2. Jadwal pemberian pakan larva udang vannamei .........................................

24

3. Hasil analisa kualitas air ..............................................................................

25

4. Kelangsungan hidup larva udang vannamei ................................................

28

5. Analisis ragam kelangsungan hidup larva udang vannamei .......................

28

6. Panjang post larva 1 udang vannamei .........................................................

28

7. Analisis ragam panjang post larva udang vannamei ..................................

28

8. Estimasi harian larva udang vannamei ........................................................

29

9. Perkembangan stadia larva udang vannamei ..............................................

30

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Larva udang vannamei Litopenaeus vannamei di pembenihan mengalami
perkembangan stadia mulai dari nauplii, zoea, mysis sampai pasca larva. Stadia
perkembangan larva udang yang paling kritis adalah pada stadia zoea dan mysis.
Stadia zoea memiliki kelangsungan hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan
stadia yang lain, bahkan kematian pada stadia zoea dapat mencapai 90 % sebelum
berkembang menjadi mysis (Elovaara, 2001). Begitu pula pada stadia mysis, di
PT CentralPertiwi Bahari (CPB) kelangsungan hidup dapat mencapai kurang dari
40% sehingga sering dilakukan pembuangan larva. Hal tersebut karena terjadinya
gagal molting pada larva stadia zoea dan mysis sehingga larva mati sebelum
mencapai stadia selanjutnya. Masalah tersebut merupakan masalah umum dalam
usaha pembenihan udang, dan hal ini terjadi juga pada pembenihan di PT. CPB.
Upaya untuk meningkatkan kelangsungan hidup udang dapat dilakukan
dengan meningkatkan kualitas nutrien pakannya, yang salah satunya adalah
lemak.

Lemak

mempunyai

peranan

penting

untuk

pertumbuhan

dan

perkembangan udang, terutama asam lemak Eicosapentaenoic acid (EPA) dan


Docosahexaenoic acid (DHA) yang merupakan salah satu pembangun jaringan
syaraf pada udang Penaeid (Elovaara, 2001). Komponen lemak lainnya yakni
pospholipid dan kolesterol merupakan komponen yang esensial dan dibutuhkan
untuk perkembangan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup larva udang.
Kolesterol sangat penting bagi crustacea untuk pembentukan sel dan sebagai
prekursor dari hormon steroid diantaranya hormon untuk molting (Teshima,
1997). Hal ini sangat penting bagi zoea dalam proses molting untuk dapat
berkembang menuju stadia selanjutnya. Kebutuhan kolesterol pada larva udang
adalah sebesar 1% (Jones et al, 1997). Phospholipid dibutuhkan oleh udang untuk
pertumbuhan

dan

kelangsungan

hidup.

Kekurangan

phospholipid

akan

menyebabkan gagalnya larva untuk mengganti kulit tuanya selama larva molting
(Teshima, 1997). Kebutuhan larva udang akan phospholipid adalah sebesar 3%
(Jones et al, 1997).

Pakan untuk stadia zoea dianjurkan adalah mikroalga sebagai pengganti


kuning telur yang telah habis. Pemberian pakan untuk stadia zoea di PT. CPB
adalah menggunakan pakan buatan CP. Star 100, BP Eguchi, Lanzy ZM dan CP
Spina. CP. Star 100 memiliki kandungan EPA dan DHA masing- masing sebesar
0,5 %. Kandungan ini sudah cukup untuk larva udang, namun kemungkinan besar
tidak tercerna semua dan banyak mengalami leaching di air pada waktu diberikan
ke larva. Sementara itu kebutuhan larva udang akan Highly Unsaturated Fatty
Acid (HUFA) sebesar 1 % (Jones et al, 1997). Pakan alami yang diberikan untuk
stadia larva adalah Chaetoceros gracillis yang mengandung DHA kurang dari 1%
dari total kandungan asam lemaknya (Dhert, 1996). Karena kandungan nutrien
dari Chaetoceros gracillis yang sangat rendah maka perlu pakan alternatif yang
dapat memenuhi kebutuhan nutrien larva.
Rotifera (Brachionus sp.) merupakan pakan alami yang sering diberikan
untuk larva udang vannamei. Mulai awal stadia zoea, udang mulai memakan
mikroalga. Selama stadia ini larva membutuhkan banyak energi untuk berenang
yang didapat dengan menyaringnya dari mikroalga. Pada akhir stadia zoea 3, larva
sudah dapat diberi nauplius Artemia (Elovaara, 2001). Namun, menurut praktisi di
hatchery udang stadia zoea dan mysis belum dapat memangsa Artemia. Nauplius
Artemia memiliki ukuran 450m, sedangkan rotifera memiliki ukuran yang lebih
kecil dari Artemia yaitu 150m (Qin, 2000). Untuk itu perlu dicari alternatif
zooplankton lain sebagai pakan alami. Dilihat dari perbedaan ukuran tersebut
diperkirakan rotifera dapat diberikan mulai pada stadia zoea 2. Pemilihan rotifera
sebagai pasok pakan alami karena salah satu sifatnya yang menguntungkan yaitu
mudah dicerna dan mudah ditingkatkan gizinya karena rotifera bersifat nonselektif
filter feeder (Watanabe, 1988). Untuk meningkatkan kandungan asam lemak
rotifera dapat dilakukan pengkayaan dengan minyak ikan, minyak cumi atau DHA
Selco.
Kandungan EPA dan DHA minyak ikan adalah 17,2% dan 13,2%
(Takeuchi, 1983), sedangkan minyak cumi memiliki kandungan EPA dan DHA
9% dan 31% (Setiabudi 1993 dalam Herlijoso, 1994). DHA Selco memiliki
kandungan EPA dan DHA 16.9 mg/g dan 26.7 mg/g (Dhert, 1996). Ke tiga bahan
ini mengandung DHA dan EPA yang tinggi dan berbeda untuk setiap bahan

pengkaya. Ketiga bahan ini diharapkan dapat meningkatkan kandungan asam


lemak, terutama DHA dan EPA, phospolipid dan kolesterol dari rotifera yang
akan diberikan ke larva udang. Pemberian rotifera yang telah diperkaya dengan
minyak ikan, minyak cumi atau DHA Selco pada fase awal dari zoea diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan nutrien larva dan dapat meningkatkan kelangsungan
hidup dari larva udang vannamei.

1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian rotifera
yang diperkaya dengan minyak ikan, minyak cumi atau A1 DHA Selco terhadap
kelangsungan hidup larva udang vannamei Litopenaeus vannamei.

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Larva Udang Vannamei


Telur udang yang telah dibuahi menetas menjadi nauplii setelah 24 jam
pada temperatur 28-300 C . Nauplii yang baru menetas tidak memerlukan pakan
dan sudah terpenuhi oleh nutrisi kuning telur. Nauplii berkembang menjadi
protozoea setelah lima sampai enam kali molting selama 48 jam. Pada stadia ini
larva diberi pakan pertama kali dengan menggunakan plankton diatom seperti
Skeletonema sp., Tetraselmis sp., dan Chaetoceros sp. Pakan buatan seperti
tepung kuning telur dan ragi kadang-kadang diberikan sebagai tambahan pakan
alami. Zoea tidak mempunyai reflek untuk mengejar makanan tetapi hanya
menunggu, ketika makanan datang ditangkap dengan mulutnya. Jadi, sejumlah
makanan yang cukup harus dijaga ketersediaannya di air pada bak kultur setiap
waktu (Lovell, 1989).
Zoea molting sebanyak dua sampai tiga kali dalam waktu 4 sampai 5 hari
sebelum berkembang menjadi mysis. Mysis mirip udang muda, tapi mereka
berenang dengan posisi vertikal dengan kepala dan ekor terbalik. Mysis sebagian
besar

diberi

pakan

nauplii

artemia

atau

zooplankton

seperti

Rotifera

(Brachionus sp.) dengan tambahan phytoplakton (Lovell, 1989).


Mysis berkembang menjadi post larva setelah tiga kali molting dalam
waktu 3 sampai 4 hari. Selama lima hari pertama stadia post larva, biasanya diberi
pakan artemia. Pakan buatan seperti serbuk (small dry diet practicles),
microencapsulasi dan daging ikan cincang disubstitusi dengan pakan alami
sebagai pemenuhan kebutuhan larva di habitat hidupnya sehingga larva memakan
kedua jenis pakan tersebut. Larva tersebut ditransfer untuk memenuhi kebutuhan
di tambak, larva harus tetap terjaga dengan pengelolaan di hatchery selama 15
sampai 20 hari (Lavell, 1989).

2.2 Kebutuhan Nutrien (Asam Lemak)


Asam lemak dibutuhkan oleh larva untuk perkembangan dan pertumbuhan
dari larva. Kegunaan minyak ikan yang berasal dari laut atau minyak cumi-cumi
dapat meningkatkan n3-HUFA pada rotifera (Watanabe, 1988). Lemak disamping

berfungsi sebagai sumber energi (8-9 kal/g), juga penting sebagai sumber asam
lemak esensial. Menurut Walford dan Lana (1986) penelitian akhir-akhir ini di
Jepang menunjukkan bahwa kandungan n3-HUFA (20:5n-3 dan 22: 6n-3) dalam
pakan alami merupakan faktor paling menentukan nilai nutrisi pakan untuk
pemeliharaan larva ikan yang berasal dari laut. Hal ini disebabkan oleh rendahnya
kemampuan ikan yang berasal dari laut untuk melakukan biokonversi asam
linoleat (18 : 2n-6) dan linolenat (18:3n-3) menjadi n3-HUFA. Sementara itu
Kompyang dan Ilyas (1988) menyatakan bahwa kekurangan asam lemak esensial
dalam pakan akan menyebabkan pertumbuhan yang rendah, menurunnya efisiensi
pakan dan dapat meningkatkan angka kematian ikan. Phospholipid dan kolesterol
merupakan komponen yang esensial bagi udang sehingga perlu ditambahkan
melalui pakan agar terpenuhi kebutuhan nutriennya. Phospholipid dan kolesterol
dibutuhkan untuk perkembangan, pertumbuhan, dan kelangsungan hidup larva
udang. Kolesterol sangat penting bagi crustacea untuk pembentukan sel dan
sebagai prekursor dari hormon steroid diantaranya hormon untuk molting
(Teshima, 1997). Hal ini sangat penting bagi zoea dalam proses molting untuk
dapat berkembang menuju stadia selanjutnya. Kebutuhan kolesterol pada larva
udang adalah sebesar 1% (Jones et al, 1997). Phospholipid dibutuhkan oleh udang
untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Kekurangan phospholipid akan
menyebabkan gagalnya larva untuk mengganti kulit tuanya selama larva molting
(Teshima, 1997). Kebutuhan larva udang akan phospholipid adalah sebesar 3%
(Jones et al, 1997).
Minyak ikan merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan untuk
memperkaya rotifera. Minyak ikan mengandung banyak jenis asam lemak baik
asam lemak jenuh maupun asam lemak tidak jenuh. Kandungan utama minyak
ikan adalah asam lemak yang memiliki ketidak jenuhan yang tinggi. Minyak ikan
laut kaya akan asam lemak linolenat, EPA 20:5n-3 dan DHA (Sargent, 1997).
Berikut kandungan asam lemak dari minyak ikan (Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan asam lemak minyak ikan 1)


Asam Lemak
8:0
10:0
12:0
14:0
16:0
18:0
16:1n-7
18:0
18:1n-9
18:2n-6
18:3n-3
20:3n-9
20:3n-6
20:4n-3
20:5n-3
22:5n-3
22:6n-3

Jumlah (% dari total asam lemak)


15,1
17,0
9,4
3,2
16,8
2,5
3,1
0,2
0,8
2,0
17,2
2,9
13,20

1) Sumber : Stickney 1979,Takeuchi 1983

Minyak cumi memiliki kandungan asam lemak EPA 13,4%-17,4% dan


DHA 12,8%-15,6% (Watanabe, 1988). Sedangkan kandungan asam lemak cumicumi dan beberapa jenis ikan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase relatif asam lemak n-3 pada berbagai ikan
Sumber lemak

C 18:3

C20:5

C22:6

Cumi-cumi

1%

9%

31%

Lemuru

3%

5%

29,5%

Teri

2%

9%

25%

1,5%

8%

18%

Selar

4%

4%

16%

Tenggiri

1%

3%

17%

Kembung

Sumber : (Setiabudi, 1993 dalam Herlijoso, 1994).

Cumi-cumi mempunyai prosentase relatif kandungan asam lemak n-3


paling potensial, sebesar 41% (Tabel 3). Ini disebabkan karena cumi-cumi berasal
dari kelas moluska dengan kandungan lemak cukup tinggi dan kebanyakan dari
lipidnya berupa phospholipid (Setiabudi, 1993 dalam Herlijoso, 1994).
Kandungan asam lemak tak jenuh jamak tersebut yang terdapat dalam daging
cumi-cumi yang utama paling bermanfaat adalah asam lemak n-3 nya (Sudjoko,
1988 dalam Marlina, 1998).

Tabel 3. Kandungan asam lemak minyak cumi

Jenis asam lemak


C14:0
C14:1
C16:0
C16:1
C18:0
C18:1
C18:2
C18:3
C20:1
C20:4
C20:5
C22:0
C22:6
Sumber :

Jumlah (% dari total asam lemak)


3,21
27,79
1,51
6,89
6,51
5,98
9,29
32,02

1)

2)

13,4 -16,9
5,0 - 6,6
2,3 - 2,6
15,5 - 16,4
1,0 - 1,1
0,8 - 0,9
8,4 - 9,2
3,0 - 3,4
13,4 - 17,4
0,9 - 1,4
12,8 - 15,6

1) (Sudjoko, 1988 dalam Marlina, 1998).


2) Watanabe, 1988

DHA Selco merupakan sumber pengkaya yang sangat baik untuk rotifera
karena mempunyai kandungan HUFA yang tinggi. Kandungan lemak dari DHA
Selco sebesar 18 % dengan kandungan EPA dan DHA sebesar 16,9 mg/g dan
26,7 mg/g.

2.3 Rotifera (Brachionus sp.)


Pasokan pakan yang nutriennya cukup merupakan faktor penting bagi
pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva sampai menjadi benih. Makanan

alami merupakan makanan utama dan pertama yang harus diberikan kepada larva
dalam suatu kegiatan pembenihan. Salah satu pakan alami yang sering diberikan
dalam pembenihan udang adalah rotifera. Salah satu rotifera yang berasal dari
laut, Brachionus sp. telah digunakan secara luas sebagai pakan larva udang dan
ikan laut dan telah dikultur secara masal sebagai pakan udang pada stadia mysis
dan akhir dari stadia zoea (Elovaara, 2001).
Beberapa karakter yang membuat rotifera menjadi pakan alami yang
menarik dalam budidaya laut adalah ukurannya relatif kecil, gerakannya lambat
dengan gerak mempertahankan posisi dalam kolom air, dapat dibudidayakan
dalam kepadatan yang tinggi dapat berkembang baik dengan cepat sehingga
dalam waktu yang relatif singkat dapat tersedia dalam jumlah yang banyak, dan
dapat diperkaya dengan asam lemak atau antibiotik yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva (Lubzens et al, 1989 dalam Lesmana,
2000). Agar rotifera yang diberikan pada larva dapat memberikan pertumbuhan
dan kelangsungan hidup yang optimal, ukuran rotifera, distribusi dan konsentrasi
rotifera dalam tangki pemeliharaan, serta kualitas nutrisi rotifera harus
diperhatikan. Rotifera dapat dibudidayakan dengan menggunakan micro alga
sebagai pakannya. Kandungan dari EPA dan DHA yang tinggi seperti pada
Nannochloropsis yang kaya akan EPA dan Isochrysis yang kaya akan DHA
menjadikan alga tersebut sebagai sumber pakan yang baik untuk kultur Rotifera
(Dhert, 1996). Untuk menjaga kultur Rotifera tetap stabil, harus dijaga kondisi air
supaya tetap hijau. Oleh karena itu kepadatan Nannochloropsis atau Isochrysis
harus tetap dijaga 0,2 x 106 sel/ml. Sebagai alternatif pakan rotifera yang cukup
praktis dapat digunakan ragi roti yang mempunyai ukuran 5-7m (Dhert, 1996).
Berikut adalah kandungan asam lemak rotifera yang diberi ragi dan diperkaya
minyak cumi (Tabel 4):

Tabel 4. Kandungan asam lemak rotifera yang diberi ragi dan yang diperkaya
minyak cumi

Asam Lemak
16:0
16:n-7
18:0
18:n-9
18:n-6
18:n-3
20:1
20:3n-3
20:4n-6
20:5n-3
22:5n-3
22:6n-3
Sumber : Watanabe, 1988

Jumlah (% dari total asam lemak)


Ragi
Minyak Cumi
6-7
10-12
26-27
10-11
3-4
2-3
26-30
22-24
7-9
2-4
0.7-0.8
3-4
8-10
1-2
3-4
1-2
9-12
tr-0.4
2-3
7-9

Pengkayaan dengan DHA Selco dan minyak cumi akan meningkatkan


kandungan asam lemak dari rotifera, terutama kandungan EPA dan DHA. Berikut
adalah kandungan EPA dan DHA dari rotifera yang diberi pakan Nannochloropsis
dan yang diperkaya dengan DHA Selco, minyak cumi dan minyak ikan (Tabel 5):

Tabel 5. Kandungan asam lemak rotifera yang diperkaya dengan minyak ikan,
minyak cumi dan DHA Selco dan yang diberi Nannochloropsis
Sumber Lemak
Nannochloropsis 1)
DHA Selco
1)
Minyak ikan
2)
2)
minyak cumi
3)
4)
Ragi
3)

Sumber :

1) Dhert, 1996
2) Ando et al, 2004
3) Kitajima et al, 1980
4) Kitajima et al, 1990

Kandungan Asam Lemak


EPA
DHA
7,3
2,2
4,14
6,8
6,7
5,3
7,6
6,3
11,2
11,2
11,9
10,9
0,7
tr
Ket:

1) dalam % bobot kering


2) dalam mol %
3,4) dalam % dari total asam lemak

III. BAHAN DAN METODA

3.1 Pemeliharaan Benur


Penelitian ini dilaksanakan di P.T CentralPertiwi Bahari (CPB), Desa
Suak, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan MeiAgustus 2005. Wadah pemeliharaan benur menggunakan tanki fiber volume 500
liter warna putih yang dilapisi dengan terval hitam. Setelah disanitasi, tanki diisi
air 300 liter dan diberikan EDTA sebanyak 5 ppm untuk mengikat logam berat,
serta ditambahkan Chaetoceros gracillis kepadatan 8 x 104 sel/ml media
pemeliharaan larva. Larva udang vannamei stadia na uplii

5-6 ditebar ke dalam

12 wadah dengan kepadatan rata-rata 100 ekor/l. Larva dimasukkan pada sore hari
antara pukul 16.00 17.00. Pemberian pakan dilakukan mulai pukul 23.00,
berupa pakan alami (Chetoceros gracillis, Skeletonema costatum dan rotifera) dan
pakan buatan (CP. Star 100, CP Spina, BP Eguchi dan Lanzy ZM). Jadwal
pemberian pakan pada larva udang vannamei dapat dilihat pada Lampiran 2.
Mulai stadia zoea 2, larva udang diberi perlakuan yang berbeda, yakni
tambahan pemberian rotifera. Perlakuan tersebut adalah :
1. Perlakuan A : larva diberi rotifera dari kultur massal.
2. Perlakuan B : larva diberi rotifera yang diperkaya dengan 0,5 ml minyak ikan
per 10 liter media pengkaya.
3. Perlakuan C : larva diberi rotifera yang diperkaya dengan 0,5 ml minyak cumi
per 10 liter media pengkaya.
4. Perlakuan D : larva diberi rotifera yang diperkaya dengan 0,5 ml A1 DHA
Selco per 10 liter media pengkaya.
Benur dipelihara dengan pemberian pakan rotifera sampai mencapai stadia
pasca larva 1 (PL1) atau 10 hari masa pemeliharaan. Setelah mencapai stadia PL1
atau 10 hari pemeliharaan dilakukan panen dan sampling penghitungan jumlah
larva.

3.2 Penyediaan Rotifera


Wadah yang digunakan dalam kultur rotifera adalah 10 buah bak dengan
volume 1,5 ton dan diisi air 1 ton. Wadah tersebut terlebih dahulu diinokulasi
dengan 100 liter Nannochloropsis. Phytoplankton ini diambil dari wadah kultur
dengan kepadatan 107 sel/ml. Setelah itu dilakukan inokulasi rotifera dengan
kepadatan 30-50 individu/ml. Setelah air dalam wadah pemeliharaan rotifera
berwarna bening (Nannochloropsis telah habis), media kultur ditambah ragi roti
dengan dosis perhari 1 g/106 rotifera. Pemberian ragi roti dilakukan pada sore
hari. Setelah rotifera mencapai kepadatan 100-350 individu/ml (3-5 hari setelah
inokulasi), rotifer dianggap siap untuk dipanen untuk diperkaya atau diberikan
langsung kepada larva sesuai dengan perlakuan.

3.3 Pengkayaan Rotifera


Prosedur kerja pengkayaan rotifera dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Rotifera yang berasal dari kultur masal ditebar dalam wadah kapasitas 20
liter dengan kepadatan 500 ind/ml.
b. Untuk 10 liter media, berbagai jenis bahan pengkaya pada butir 3.1 dengan
dosis 0,5 ml dicampur dengan 0,25g ragi roti, 0,01g kuning telur, serta
100 ml air untuk diemulsikan di dalam blender selama 5 menit.
c. Bahan pada butir b lalu dimasukkan ke dalam wadah pengkayaan yang
berisi rotifera.
d. Rotifera diperkaya selama 6 jam, kemudian diberikan ke udang pada
pemberian pakan pukul 05.00, 14.00 dan 21.00. Sedangkan pengkayaan
selama 9 jam untuk pemberian pakan pukul 09.00. Selama proses
pengkayaan diberi aerasi. Pengkayaan berlangsung pada suhu 2810 C.
e. Setelah diperkaya, rotifera disaring dengan menggunakan plankton net
berukuran 50 m (mess size 300), lalu dicuci dengan air laut untuk
diberikan ke larva udang.

3.4 Pengelolaan Air


Selama masa budidaya (N6-PL1) tidak dilakukan pergantian air, sesuai
yang melakukan (Standar Operasional Prosedur CPB, 2000) penambahan air
dilakuan dari stadia PL1 sampai panen sebanyak 5 20 %. Penambahan air hanya
berasal dari pemberian pakan Chaetocheros gracillis dan pakan buatan (sebagai
pelarut). Parameter kualitas air diamati pada waktu persiapan, stadia Z2, stadia
M2 dan pada waktu panen (PL1).
Berikut adalah data kisaran kualitas air pada media pemeliharaan larva
udang vannamei (Tabel 6). Sedangkan data parameter kualitas air selama
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 6. Kisaran parameter kualitas air pemeliharaan larva udang vannamei yang
diukur selama penelitian.
Parameter

Nilai

pH

7,95 8,15

Suhu (0 C)

28,6 31,3

Salinitas (ppt)

30 31

Oksigen terlarut (mg/L)

4,83 -6,66

Total Amoniak Nitrogen TAN (mg/L)

ttd 1,894

Alkalinitas (mg/L)

95,48 121,52

ttd = tidak terdeteksi

3.5 Pengamatan
Parameter yang diamati pada percobaan ini adalah kelangsungan hidup,
panjang PL1 dan kecepatan perubahan stadia.
Adapun perhitungan kelangsungan hidup dengan menggunakan rumus :
SR = Nt x 100 %
N0
Dimana SR adalah tingkat kelangsungan hidup (%)
N0 adalah jumlah benur pada saat mulai perlakuan (ekor)
Nt adalah jumlah benur pada akhir penelitian (ekor)

Penghitungan jumlah benur dilakukan di akhir penelitian dengan cara


benur dari wadah volume 300 L dipanen, lalu ditebar dalam wadah 20 liter. Dari
wadah 20 liter, diambil sampel 1 liter (5%) lalu dihitung, sehingga dapat
ditentukan kelangsungan hidupnya.
Pengukuran panjang PL1 dilakukan pada saat panen. Pengukuran panjang
dilakukan dengan menggunakan mikrometer di bawah mikroskop. Sampel yang
diambil sebanyak 30 ekor setiap ulangan.
Pengamatan perubahan stadia dilakukan setiap hari. Pengamatan dilakukan
dengan mengambil 1 liter air setiap ulangan media pemeliharaan larva dengan
menggunakan bekker glass, kemudian diamati stadianya. Setiap ulangan diambil 5
ekor sampel untuk diamati stadia dan kesehatan larva di bawah mikroskop.
Analisis statistik yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan
acak Lengkap dengan mengaplikasikan 5 perlakuan dan 3 ulangan. Evaluasi hasil
dengan cara melakukan uji F dan uji la njut Tukey terhadap parameter uji.

3.6 Analisis Kimia


Analisa kimia dilakukan terhadap rotifera dan larva udang. Rotifera (awal
dan setelah diperkaya), dianalisa kandungan lemak serta kandungan lemak polar
dan non polar. Sedangkan sampel larva udang dia nalisa kandungan lemaknya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
Analisa kandungan lemak serta kandungan polar dan nonpolar lipid pada
rotifera dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengkayaan terhadap kandungan
lemak serta kandungan polar dan nonpolar lipid rotifera. Analisa kandungan
lemak juga dilakukan pada stadia PL1. Hasil analisa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Kandungan lemak serta polar dan nonpolar lipid (% bobot kering)
Perlakuan
awal
Rotifera :
Total lipid
Neutral lipid
Polar lipid /Phospholipid
PL1 Udang :
Total lipid

11,22

8,50
5,89
2,61

20,10
18,39
1,70

17,13
14,26
2,87

18,05
14,32
3,73

9,00

9,57

9,51

9,39

Data mengenai kelangsungan hidup larva udang vannamei dapat dilihat


pada Gambar 1 dan Lampiran 4. Kelangsungan hidup larva pada perlakuan B, C
dan D berbeda nyata dengan perlakuan A (p < 0,05 ) ( Lampiran 5). Dari hasil
penelitian diketahui perlakuan A memiliki kelangsungan hidup 45,59,8%,
sedangkan pada perlakuan B, C dan D memiliki nilai kelangsungan hidup masingmasing 70,89,2%, 84,29,2% dan 82,28,8%. Dari keempat perlakuan,
perlakuan A memiliki kelangsungan hidup lebih rendah dari perlakuan lainnya.

100
Kelangsungan hidup (%)

90

80
70
60

50
40
30
20
10
0
A

Perlakuan

Gambar 1. Kelangsungan hidup larva udang vannamei setelah dipelihara sampai


PL1. Huruf yang sama di dalam setiap kolom menyatakan nilai ratarata yang tidak berbeda nyata (p>0,05).

Dilihat dari parameter panjang yang pengamatannya dilakukan di akhir


pemeliharaan pada stadia PL1, diperoleh data yang disajikan dalam bentuk grafik
pada Gambar 2. Sedangkan data pengukuran panjang pada masing- masing
ulangan dapat dilihat pada Lampiran 6. Hasil penelitian menunjukan perlakuan A,
B, C dan D memiliki nilai rata-rata panjang PL1 masing- masing 3,490,09mm,
3,750,12mm, 3,670,26 dan 3,630,32mm. Dari keempat perlakuan tersebut
tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap panjang rata-rata PL1 udang
vannamei (p>0,05) (Lampiran 7).

4,00
3,90
a

3,80
Panjang (mm)

3,70

3,60
3,50
3,40
3,30
3,20
3,10
3,00
2,90
A

Perlakuan

Gambar 2. Panjang PL1 larva udang vannamei. Huruf yang sama di dalam setiap
kolom menyatakan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (p>0,05)
Stadia larva udang vannamei di akhir penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.
Udang yang diberi rotifera yang diperkaya dengan tiga jenis sumber asam lemak
menunjukan perkembangan stadia yang lebih cepat. Hal ini terlihat pada akhir
pemeliharaan dimana perlakuan A sebagian masih ada dalam stadia mysis 3,
sedangkan perlakuan B, C dan D telah mencapai stadia PL1 dan PL2.

Tabel 8. Stadia larva udang vannamei di akhir penelitian hari ke-10


Perlakuan
Stadia
M3 (%)
PL1 (%)
PL 2 (%)

A
46,711,6
53,311,6
-

B
66,6711,55
33,3311,55

C
73,3311,55
26,6711,54

D
53,3346,19
46,6746,19

4.2 Pembahasan
Hasil analisa kimia kandungan lemak pada rotifera menunjukan adanya
peningkatan kandungan lemak pada rotifera dari 8,5% pada perlakuan A menjadi
20,1%, 17,13%, dan 18,15% pada perlakuan B, C dan D. Kandungan lemak pada
rotifera yang diperkaya memberikan pengaruh pada komposisi kandungan lemak

polar dan nonpolar rotifera. Kandungan polar lipid (phospolipid) pada perlakuan
A, B, C dan D adalah sebesar 2,61%, 1,7%, 2,87% dan 3,73%. Kebutuhan
phospholipid pada larva udang antara 1%-3,5% (Kanazawa, 1985 dalam Harris,
1997). Keempat perlakuan tersebut memiliki kandungan phospolipid yang berada
dalam kisaran kebutuhan phospholipid pada larva udang. Kandungan lemak larva
yang diberi pakan rotifera yang diperkaya lebih tinggi dari larva yang diberi pakan
rotifera dari kultur massal. Larva perlakuan A memiliki kandungan lemak 9%,
sedangkan larva perlakuan B, C dan D memiliki kandungan lemak 9,57%, 9,51%
dan 9,39%.
Perkembangan larva udang vannamei setelah diberi perlakuan menunjukan
adanya perbedaan. Di akhir penelitian pada perlakuan pemberian rotifera yang
diperkaya dengan minyak ikan, minyak cumi dan A1 DHA Selco larva sudah
mencapai stadia PL1 dan PL2. Sementara larva yang diberi pakan rotifera dari
kultur massal masih ada dalam stadia mysis sebanyak 46,7% dan PL1 53,33%.
Lancarnya perkembangan stadia larva berkorelasi dengan nilai kelangsungan
hidup larva. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian rotifera yang
diperkaya dengan bahan pengkaya yang berbeda memberi pengaruh yang berbeda
terhadap kelangsungan hidup larva udang vannamei (Gambar 1). Pemberian
rotifera pada perlakuan B, C, dan D dapat menghasilkan kelangsungan hidup
larva masing- masing sebesar 70,89,3%, 84,39,2% dan 82,28,8%. Sedangkan
pada perlakuan A memiliki nilai kelangsungan hidup 45,55,6%. Lancarnya
perkembangan stadia dan meningkatnya nilai kelangsungan hidup diduga
dipengaruhi kandungan lemak dan asam lemak terutama EPA dan DHA pada
rotifera yang diberikan ke larva. Lemak (kolesterol) sangat penting bagi crustacea
untuk pembentukan sel dan sebagai prekursor dari hormon steroid dan hormon
untuk molting (Teshima, 1997). Selain itu jika larva kekurangan lemak
(phospholipid) akan menyebabkan gagalnya larva untuk mengganti kulit tuanya
selama larva molting (Teshima, 1997). Asam lemak terutama EPA dan DHA
memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan, perkembangan dan
kelangsungan hidup larva udang. EPA dan DHA adalah salah satu bahan
pembentuk jaringan syaraf dan sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan dari udang peneid (Elovaara, 2001). DHA mempunyai peranan

penting sebagai komponen membran phospholipid dan terdapat didalam jaringan


neural seperti retina dan otak (Sargent, 1995). Kebutuhan udang akan asam lemak
sendiri adalah sebesar 0,5% sampai 1,25% (Lovell, 1989). Sementara kebutuhan
larva udang akan HUFA sebesar 1% (Jones et al, 1997). Penelitian biokonfersi
asam lemak pada udang penaeid menunjukkan jumlah yang sangat kecil yang
dikonversi menjadi EPA dan DHA (Lovell, 1989). Asam lemak (EPA dan DHA)
adalah esensial bagi udang, sehingga perlu masukan dari luar. Kandungan asam
lemak EPA dan DHA pada rotifera dipengaruhi oleh bahan pengkaya yang telah
ditambahkan pada rotifera.
Rotifera yang diberi pakan ragi roti memiliki kandungan EPA 0,7% dan
DHA tidak terdeteksi (Kitajima et al, 1980). Minyak ikan memiliki kandungan
asam lemak (EPA dan DHA) sebesar 17,2% dan 13,2% (Sticney 1797, Takeuchi
1983). Kandungan EPA dan DHA rotifera yang diperkaya minyak ikan adalah
7,6% dan 6,3% (Ando et al, 2004). Sementara itu minyak cumi memiliki
kandungan EPA 13,4 - 17,4% dan DHA 12,8 - 15,6% (Watanabe, 1988) dan
kandungan EPA dan DHA rotifera yang diperkaya minyak cumi adalah 11,9%
dan 10,9% (Kitajima et al, 1990). Sementara sumber lain menyebutkan
kandungan EPA dan DHA rotifera yang diperkaya minyak cumi adalah 9-12%
dan 7-9% (Watanabe, 1988). A1 DHA Selco memiliki kandungan EPA 16,9 mg/g
dan DHA 26,7 mg/g (Dhert, 1996) dan kandungan rotifera yang diperkaya dengan
DHA Selco adalah 4,14% dan 6,8% bobot kering (Dhert, 1996). Dari uraian di
atas disimpulkan bahwa perlakuan B, C dan D telah memiliki kandungan asam
lemak yang cukup untuk larva, sementara perlakuan A memiliki kandungan asam
lemak yang tidak memenuhi kebutuhan larva.
Panjang rata-rata PL1 larva udang vannamei yang diberi perlakuan A, B,
C dan D tidak berbeda. Hal tersebut karena dalam perkembangan stadia udang,
selama stadia zoea dan mysis ukuran dan bobot larva relatif sama dan masih
terjadi perkembangan stadia (Elovaara, 2001). Setelah mencapai stadia pasca larva
udang baru melakukan pertumbuhan baik berat maupun panjang. Pada perlakuan
B, C dan D memiliki ragam yang besar hal ini karena pada perlakuan B, C dan D
sudah dalam stadia PL1 dan ada yang telah mencapai stadia PL2.

KESIMPULAN
Pengkayaan rotifera dengan sumber lemak minyak ikan, minyak cumi dan
DHA Selco meningkatkan kelangsungan hidup larva udang vannamei dan dapat
diaplikasikan di pembenihan udang vannamei. Nilai kelangsungan hidup
perlakuan B, C dan D masing- masing sebesar 70,89,3%, 84,39,2% dan
82,28,8% lebih besar dari nilai kelangsungan hidup perlakuan A sebesar
45,455,63%.

DAFTAR PUSTAKA

Ando Y, Kobayashi S, Sugimoto T, and Takamura N. 2004. Positional


distribution of n-3 HUFA in triacyl-sn-glyserol (TAG) of rotifer
(Barchionus plicatilis) enriched with fish and seal oils TAG. Aquaculture.
229 : 275-288.
Dhert P. 1996. Rotifera. Didalam : Lavens P. and Sorgeloos P. (Editor). Manual
on the production and use of life food for aquaculture. Laboratory of
Aquaculture & Artemia Reference Center. Univercity of Gent, Belgium.
Dhert P, Rombaut G, Suantika G, and Sorgeloos. 2001. Advancement of rotifera
cultur and manipulation tekniques in europe. Aquaculture. 200: 129-146.
Elovaara A.K. 2001. Shrimp farming manual. Published by Caribbean Press,
LTD. British West Indies. USA.
Harris E. 1997. Kecepatan transportasi lemak, komposisi kimia dan struktur
hepatopankreas sebagai indikator kebutuhan kolesterol dan phospholipid
tokolan udang windu Penaeus monodon Fab. Desertasi. Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Herlijoso C. 1994. Perubahan kandungan gizi asam lemak n-3 pada pindang ikan
kembung (Rastreliger sp.) Selama penyimpanan. Skripsi. Program Studi
Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Jones DA, Yule AB, and Holland DL.1997. Larval nutrition. Didalam :
DAbramo L, Conklin DE, and Akiyama DM (Editor). Crustacean
nutrition advances in World Aquaculture Society.
Kitajima C, Yoshida M, and Watanabe T. 1990. Diatery value for ayu
Plecoglossus altivelis of rotifera Brachionus plicatilis culture with
bakers yeast sac suplemented with cuttefish liver oil. Nippon Suisan
Gakkaishi. 46 : 47-50
Kitajima C, Arakawa T, Oowa F, Fujita S, Imada O, Watanabe T, and Yone Y.
1980. Diatery value for red sea bream larvae of rotifera Brachionus
plicatilis cultured with a new type of yeast. Nippon Suisan Gakkaishi. 46
: 43-46.
Kompyang IP. dan Ilyas S. 1988. Nutrisi ikan/udang toleransi untuk larva/induk.
Prosiding seminar nasional pembenihan ikan dan udang.
Prosiding/Puslitbangkan no 13/1988. Kerjasama Badan Penelitian
Pengembangan Pertanian dan Universitas Padjajaran. Hal 248-290.

Lesmana D. 2001. Pengaruh pengkayaan rotifera (Brachionus rotundiformis)


dengan protein selco atau telur ikan tuna terhadap kelangsungan hidup
dan pertumbuhan larva ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus
Forskal). Skripsi. Program Studi Teknologi Manajemen Akuakultur.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lovell T. 1989. Nutrition and feeding of fish. An AVI Book. Auburn Univercity.
Newyork.
Marlina L. 1998. Kandungan logam Hg, Pb, Cd, Cu dan As pada cumi-cumi dan
sotong yang didaratkan di tpi muara angke dan upaya penurunannya.
Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Najmusabah F, Widarmana, Santoso J, Munir A, Santo, and Sujatmiko. 2000.
Standar operasional prosedur. PT. CentralPertiwi Bahari.
Qin JG and Hiller T. 2000. Life food and feeding ecology of larvae snapper
(Pagrus auratus). Didalam: Proceedings of a Workshop Hatchery feeds.
Cairns 9-10 march 2000, hlm 63-69.
Sargent JR. Bell G. and Mcevoy L. 1997. Requirment presentation and reseources
of poly unsatureted fatty acid in marine fish larval feeds. Aquaculture.
155 : 117-127.
Suprayudi MA, Takeuchi T, and Hamasaki K. 2004. Essential fatty acids for
larval mud crab Scylla serrata: implication of lack of the ability to
bioconvert C18 unsaturated fatty acid to highly unsaturated fatty acid.
Aquaculture. 231 : 403-416.
Stickney RR. 1979. The effect of n-3 content in rotifers on the development and
survival of mud crab Scilla serrata larvae. Nippon Suisan Gakkaishi. 50 :
205-212
Takeuchi T, Satoh S. and Watanabe T.1983. Requirement of tilapia nilotica for
essential fatty acids. Bull. Japanese Society of Sci. Fisheries. 49: 11271134.
Teshima S. 1997. Phospholipids and sterols. Didalam : DAbramo L, Conklin DE.
and Akiyama DM (Editor). Crustacean nutrition advances in World
Aquaculture Society volume 6. Baton Rouge, Lousiana.
Walford J. and Lana TJ. 1986. Effect of feeding with microcapsules on the
content of essential fatty acids in life food for the larva of marine fish.
Aquaculture. 61 : 219-229.
Watanabe T. 1988. Fish nutrition and mariculture. JICA text book. The general
aquaculture course. Tokyo. 233pp.

Lampiran 1. Prosedur Analisa Proksimat


A. Kadar Air (Takeuchi, 1988)
1. Sampel ditimbang sebanyak X gram, lalu masukkan ke dalam cawan (Y)
2. Masukkan cawan ke dalam oven dengan suhu 110o C selama 2-3 jam
3. Dinginkan cawan ke dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang (Z)
4. Panaskan lagi dalam oven dengan suhu yang sama selama 1-1,5 jam
5. Dinginkan lagi cawan ke dalam eksikator selama 30 menit kemudian
ditimbang
Kadar Air =

( X + Y ) Z x100%
X

B. Kadar Lemak (Metode Folsch, Takeuchi, 1988)


1. Bahan ditimbang sebanyak A gram dan ditambahkan C ml (20xA)
Chloromethanol perbandingnan 2:1
2. Dihomogenkan selama 5 menit
3. Hasilnya disaring dengan menggunakan vaccum pump dan kertas saring
4. Hasil penyaringan dimasukkan (dengan cara disaring menggunakan kertas
saring) ke dalam labu pemisah yang sebelumnya telah dimasukkan MgCl2
sebanyak (0,2xC) ml
5. Kocok perlahan selama 1 menit dan didiamkan selama 1 malam
6. Setelah semalam kemudian diambil lemaknya (cairan endapan yang di bagian
bawah) dan dievaporasi, lalu ditimbang (D gram)
7. Kadar lemak (%) =

D
x100 %
A

C. Analisa Kandungan Polar dan Nonpolar Lipid (Takeuchi, 1988)


1. Siapkan Sep-pak dan pasang pada kit untuk memisahkan lemak polar dan non
polar.
2. Sep-pak dicuci dengan chloroform 20 ml dengan membilasnya sampai
berwarna bening.
3. Masukan lemak (A gram) yang akan dianalisa sebanyak maksimal 100mg
kedalam sep-pak dan siapkan labu 1 (B gram).

4. Bilas dengan chloroporm 20ml tampung dalam labu 1, kemudian bilas lagi
dengan Chloroform : Methanol dengan perbandingan 49 : 1 lalu tampung
dalam labu yang sama maka akan terkumpul lemak nonpolar, kemudian
siapkan labu 2 (C gram).
5. Bilas lagi sep-pak dengan methanol 20ml dan tampung di labu 2 untuk
menampung lemak polar.
6. Labu 1 dan 2 diuapkan dalam evoporator sampai kering, kemudian timbang
untuk mengetahui kandungan lemak polar dan nonpolar (B dan C).
7. Kandungan nonpolar =

( B-B)
x 100% x A
(C-C)+ ( B-B)

8. Kandungan polar

( C-C)
x 100% x A
(C-C)+ ( B-B)

Lampiran 2. Jadwal pemberian pakan larva udang vannamei

Hari
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Ket :

Stadia
N6
Z1
Z1-2
Z2
Z3
ZM
M1
M2
M3
MPL
PL1

CP. Star 100


(ppm)
1,5
2
2,5
3,5
5
5,7
6,8
9
9,5
Panen

Pakan Buatan
CP. Spina BP. Eguchi
(ppm)
(ppm)
0,5
0,5
0,5
0,5
0,7
0,7
0,7

0,7
1
1,5
1,5

Panen

Panen

Pakan alami
Lanzy ZM Chaetoceros gracillis Skeletonema costatum Rotifera
(ppm)
(sel/ml)
(sel/ml)
(ind/ml)
1
1,5
2
3
4
4,5
5
5
5
Panen

30-150
30-150
30-150
30-150

x
x
x
x

10
3
10
3
10
3
10
3

Panen

Pakan buatan diberikan pada pukul (07.00, 11.00, 16.00, 19.00, 23.00 dan 01.00) WIB
Pakan alami diberikan pada pukul (05.00, 09.00, 14.00 dan 21.00) WIB

20-40 x 10
3
20-40 x 10
3
20-40 x 10
3
20-40 x 10
3
20-40 x 10
Panen

2
5
7
10
15
20
25
Panen

Lampiran 3. Data pengukuran kualitas air media pemeliharaan larva


0

Tanggal
Perlakuan Ulangan DO (mg/L) Suhu( C)
28 Juli
M. Ikan
3 6,22
28,7
28 Juli
Kontrol
1 6,23
28,9
28 Juli
M. Cumi
3 6,34
28,8
28 Juli
M. Ikan
1 6,37
28,9
28 Juli
Kontrol
2 6,21
28,8
28 Juli
M. Cumi
1 6,26
28,7
28 Juli A1 DHA Selco
1 6,19
28,8
28 Juli
M. Ikan
2 6,31
29,1
28 Juli
Kontrol
3 6,16
28,7
28 Juli
M. Cumi
2 6,25
29,5
28 Juli A1 DHA Selco
3 6,15
29,4
28 Juli A1 DHA Selco
2
6,1
29
29 Juli
M. Ikan
3 5,53
30
29 Juli
Kontrol
1 5,53
30,2
29 Juli
M. Cumi
3 5,47
30,2
29 Juli
M. Ikan
1 5,55
30,2
29 Juli
Kontrol
2 5,34
30,3
29 Juli
M. Cumi
1 5,57
30,2
29 Juli A1 DHA Selco
1 5,91
30,2
29 Juli
M. Ikan
2 5,51
30,6
29 Juli
Kontrol
3
5,4
29,4
29 Juli
M. Cumi
2
5,5
30,7
29 Juli A1 DHA Selco
3 5,46
30,7
29 Juli A1 DHA Selco
2 5,24
30,2
30 Juli
M. Ikan
3 6,14
30,4
30 Juli
Kontrol
1 6,09
30,4
30 Juli
M. Cumi
3 6,09
30,4
30 Juli
M. Ikan
1 6,22
30,3
30 Juli
Kontrol
2 6,04
30,4
30 Juli
M. Cumi
1 5,98
30,5
30 Juli A1 DHA Selco
1 5,91
30,5
30 Juli
M. Ikan
2 5,81
31
30 Juli
Kontrol
3 6,16
29,4
30 Juli
M. Cumi
2 5,84
30,9
30 Juli A1 DHA Selco
3
5,8
30,9
30 Juli A1 DHA Selco
2 5,78
30,4
31 Juli
M. Ikan
3 5,92
30,7
31 Juli
Kontrol
1 5,87
30,6
31 Juli
M. Cumi
3 5,83
30,7
31 Juli
M. Ikan
1 5,85
30,5
31 Juli
Kontrol
2 5,73
30,6
31 Juli
M. Cumi
1
5,7
30,7
31 Juli A1 DHA Selco
1 5,85
30,8
31 Juli
M. Ikan
2 5,61
31,2
31 Juli
Kontrol
3 5,73
29,7
31 Juli
M. Cumi
2 5,63
31,1
31 Juli A1 DHA Selco
3 5,65
31,2

pH Alkalinitas(mg/L) Salinitas(ppt)
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31
8,02
116
31

8,1
8,07
8,05
8,02
8,11
8,11
8,12
8,12
8,12
8,13
8,15

112,84
104,16
104,16
112,84
104,16
112,84
104,16
112,84
95,48
121,52
104,16

30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30

TAN(mg/L)
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi
Tidak terdeteksi

0,0816
0,1723
0,1322
0,0965
0,1492
0,1111
0,0944
0,1369
0,1119
0,1337
0,1988

1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5

31 Juli A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus A1
Agustus

DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
DHA Selco
M. Ikan

2
3
1
3
1
2
1
1
2
3
2
3
2
3
1
3
1
2
1
1
2
3
2
3
2
3
1
3
1
2
1
1
2
3
2
3
2
3
1
3
1
2
1
1
2
3
2
3
2
3

5,5
5,57
5,6
5,47
5,52
5,5
5,62
5,65
5,65
5,44
5,58
5,37
5,47
6,23
6,21
6,48
6,52
6,66
6,42
6,56
6,25
6,28
6,43
6,66
6,13
5,53
5,36
5,37
5,45
5,35
5,36
5,35
5,28
4,97
5,22
4,94
5,04
5,13
5,25
5,31
5,48
5,4
5,26
5,27
5,36
5,45
5,25
5,21
5,02
5,29

30,7
29,6
29,8
30
29,9
30,1
30,2
30,2
30,6
30
30,5
30,7
30,3
30,1
30,2
30,2
30,2
30,3
30,4
30,4
30,8
29,3
30,4
30,9
30,5
29,6
29,7
29,7
29,7
29,8
29,9
30
30,3
29,1
30,2
30,5
30,3
30
30
30
30
30,1
30,1
30,1
30,6
29,4
30,4
30,6
30,6
30,2

8,14

104,16

8
8,05
8,01
8,06
8,06
8,05
8,03
8,05
8,07
8,05
8,08
8,02

112,84
112,84
121,52
121,52
121,52
112,84
104,16
112,84
121,52
112,84
112,84
112,84

30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30

0,2284

1,5141
1,1401
1,6149
1,623
1,2954
1,5054
1,6224
1,6832
0,7299
1,4961
1,3149
1,894

5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7

Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus
Agustus
Agustus
Agustus A1
Agustus A1

Kontrol
M. Cumi
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
M. Ikan
Kontrol
M. Cumi
DHA Selco
DHA Selco

1
3
1
2
1
1
2
3
2
3
2
3
1
3
1
2
1
1
2
3
2
3
2
3
1
3
1
2
1
1
2
3
2
3
2

5,33
5,16
5,07
5,91
5,04
5,39
5,33
5,15
5,14
5,07
5,08
5,04
5,04
5,08
5,07
5,03
5,06
5,97
5,02
5,06
5,02
4,93
4,83
5,65
5,67
5,81
5,86
5,74
5,73
5,75
5,56
5,67
5,57
5,59
5,52

30,3
30,5
30,4
30,4
30,6
30,6
31,1
29,9
31
31,3
31,2
30,1
30,1
30,3
30,2
30,3
30,3
30,4
30,9
29,6
30,7
31,1
30,9
30
30
30
30,1
30,1
30,2
30,3
30,7
29,5
30,7
30,9
30,7

8,04
8,07
8,01
8,07
8,09
8,07
8,07
8,07
8,07
8,05
8,07
8,03

121,52
121,52
112,84
121,52
121,52
121,52
112,84
104,16
104,16
95,48
121,52
112,84

30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30

1,5141
1,1401
1,6149
1,623
1,2954
1,5054
1,6224
1,6832
0,7299
1,4961
1,3149
1,894

Lampiran 4. Kelangsungan hidup larva udang vannamei (%)

Ulangan
1
2
3
Rata-rata

Perlakuan
A
B
C
D
46,92
80,20
94,54
78,83
54,39
70,44
76,76
92,18
35,04
61,76
81,39
75,46
45,459,76 70,89,23 84,239,22 82,168,84

Lampiran 5. Analisis ragam kelangsungan hidup larva udang vannamei


Perlakuan
sisa
Total

JK
2855,124
687,350
3542,474

db
3
8
11

KT
951,708
85,919

Fhitung
11,077

p-value
0,003

Pemberian rotifera yang diperkaya menberikan pengaruh yang berbeda terhadap


kelangsungan hidup larva udang vannamei (p<0,05)
Uji lanjut Tukey kelangsungan hidup
N
Subset for alpha = .05
Perlakuan
1
2
kontrol
3
45,4525
minyak ikan
3
70,8007
DHA selco
3
82,1542
minyak cumi
3
84,2303
Sig.
1,000
,350
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Lampiran 6. Panjang PL1 larva udang vannamei (mm)


Perlakuan
Ulangan
1
2
3
Rata-rata

A
B
C
D
3,42
3,85
3,54
3,33
3,46
3,77
3,97
3,96
3,60
3,62
3,51
3,60
3,390,09 3,750,12 3,670,26 3,630,32

Lampiran 7. Analisis ragam panjang PL1 udang vannamei


Perlakuan
sisa
Total

JK
0,102
0,377
0,479

db
3
8
11

KT
0,03403
0,04718

Fhitung
0,721

p-value
0,567

Pemberian rotifera yang diperkaya tidak menberikan pengaruh nyata terhadap


kelangsungan hidup larva udang vannamei (p>0,05)

Lampiran 8. Estimasi harian larva udang vannamei (ekor)


Perlakuan
A
Hari ke0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

U1
33600
32400
30600
29100
25500
26700
22200
21300
17700
19500
13655

U2
30600
31200
27600
22200
18300
13500
15000
17400
15000
15000
12075

U3
rata-rata
U1
U2
U3
rata-rata
29100 31100 30600 30000 30000 30200
29400 31000 30000 29400 29700 29700
29100 29100 29700 29400 27000 28700
24300 25200 27000 19200 22500 22900
23400 22400 27000 21600 19500 22700
18600 19600 24900 16500 17400 19600
21900 19700 19800 17100 16500 17800
15000 17900 22200 18000 15900 18700
12000 14900 24900 17100 16200 19400
9300
14600 22200 14700 14400 17100
8515
11415 21655 13525 13895 16358,3

C
U1
30000
30300
26700
19500
20400
16500
18900
18300
15900
17400
18435

U2
28800
29100
29400
26700
23400
22800
19800
22800
21900
18300
20495

U3
rata-rata
U1
U2
U3
rata-rata
30000 29600 28800 29400 31500 29900
29400 29600 29700 30300 31200 30400
29400 28500 30900 29400 27900 29400
25500 23900 19200 26400 25200 23600
27000 23600 19500 24600 26100 23400
23250 20850 18000 26400 21600 22000
20400 19700 19200 24300 21000 21500
21300 20800 19500 30000 21600 23700
22200 20000 16500 24300 23100 21300
21900 19200 16200 27000 21600 21600
20755 19895 15135 24335 19015 19495

Keterangan :
1. Perlakuan A : larva diberi rotifera dari kultur massal.
2. Perlakuan B : larva diberi rotifera yang diperkaya dengan 0,5 ml minyak ikan per 10 liter media pengkaya.
5. Perlakuan C : larva diberi rotifera yang diperkaya dengan 0,5 ml minyak cumi per 10 liter media pengkaya.
4. Perlakuan D : larva diberi rotifera yang diperkaya dengan 0,5 ml A1 DHA Selco per 10 liter media pengkaya

Lampiran 9. Perkembangan stadia larva udang vannamei


Perlakuan
A
B
Hari ke- Stadia U1 U2 U3
Rata-rata
U1 U2 U3
Rata-rata
0 N6(%) 100 100 100 100,0000,00 100 100 100 100,0000,00
1 Z1(%) 100 100 100 100,0000,00 100 100 100 100,0000,00
2 Z1(%)
40 40 40
40,0000,00 100
0 40
46,6750,33
Z2(%)
60 60 60
60,0000,00
0 100 60
53,3350,33
3 Z2(%)
20 100 100
73,3346,19 100 60 80
80,0000,00
Z3(%)
80
0
0
23,6746,19
0 40 20
20,0020,00
4 Z2(%)
20
0 80
33,3341,63 60 20
0
26,6730,55
Z3(%)
80 100 20
66,6741,63 40 80 100
73,3330,55
5 Z3(%)
60 100 100
86,6723,09 100 80
0
60,0059,92
M1(%) 40
0
0
13,3323,09
0 20 100
40,0052,92
6 Z3(%)
40 40 80
53,3323,09 20 20
0
13,3311,55
M1(%) 60 60 20
46,6718,86 80 80 100
86,6711,55
7 Z3(%)
20 20
0
13,3311,55 20
0
0
6,6711,55
M1(%) 60 60 60
60,0000,00 80 40 40
53,3323,09
M2(%) 20 20 40
26,6711,55
0 60 60
40,0036,64
8 M2(%) 80 100 100
93,3311,55 80 60 40
60,0020,00
M3(%) 20
0
0
6,6711,55 20 40 60
40,0020,00
9 M2(%) 40 40
0
26,6723,09
0 20 20
13,3311,55
M3(%) 60 60 100
73,3323,09 80 40 40
53,3323,09
PL1(%)
0
0
0
0,0000,00 20 40 40
33,3311,55
10 M3(%) 40 60 40
46,6711,55
0
0
0
0,0000,00
PL1(%) 60 40 60
53,3311,55 100 100 100
100,000,00
PL2(%)
- 20 40 40
33,3311,55

U1
100
100
0
100
80
20
20
80
60
40
40
60
0
20
80
40
60
0
80
20
0
100
20

U2
100
100
40
60
80
20
60
40
100
0
20
80
0
40
60
80
20
20
60
20
0
100
20

C
D
U3
Rata-rata
U1 U2 U3
Rata-rata
100 100,0000,00 100 100 100 100,0000,00
100 100,0000,00 100 100 100 100,0000,00
60
33,3330,55 40 20 80
46,6730,55
40
57,5030,96 60 80 20
53,3330,55
60
73,3311,55 80 40 80
66,6723,09
40
26,6711,55 20 60 20
33,3323,09
20
33,3323,09 100
0
0
33,3357,74
80
66,6723,09
0 100 100
66,6757,74
80
80,0020,00 100 20 20
46,6746,69
20
20,0020,00
0 60 80
46,6741,63
0
20,0020,00 20
0
0
6,6711,55
100
80,0020,00 80 100 100
93,3311,55
0
0,0000,00
0
0
0
0,0000,00
40
33,3311,55 20 20 20
20,0000,00
60
66,6711,55 80 80 80
80,0000,00
40
53,3323,09 80 20 60
53,3330,55
60
46,6723,09 20 80 40
46,6730,55
0
6,6711,55 20
0
0
6,6711,55
60
66,6711,55 60
0 80
6,6741,63
40
26,6711,55 20 100 20
46,6746,19
0
0,0000,00
0
0
0
0,0000,00
100
100,000,00 100 100 100
100,000,00
40
26,6711,55 20 100 20
46,6746,69

Anda mungkin juga menyukai