Anda di halaman 1dari 10

EKSTRAKSI DAN FRAKSINASI Bruguiera hainesii

EXTRACTION AND FRACTIONATION Bruguiera hainesii


Evi Nurfitriani
Universitas Padjadjaran
Program Sarjana Ilmu Kelautan
e-mail : evinurfsoeherman@gmail.com

ABSTRAK
Ektraksi adalah proses penarikan atau pemisahan komponen atau zat aktif
suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Tujuan ekstraksi yaitu
untuk mengambil kandungan senyawa aktif pada sampel. Pembuatan ekstrak
Bruguiera hainesii dilakukan dengan proses maserasi atau perendaman.
Efektivitas ekstraksi suatu senyawa oleh pelarut sangat bergantung kepada
kelarutan senyawa tersebut dalam pelarut. Dalam proses ekstraksi digunakan
tiga pelarut yaitu n-heksan sebagai pelarut non polar, etil asetat sebagai pelarut
semi polar dan metanol sebagai pelarut polar dengan perlakuan berbeda yaitu dari
waktu perendaman sampel. Hasil menunjukkan pelarut metanol menghasilkan
filtrat dan rendemen lebih banyak pada sampel Bruguiera hainesii dibandingkan
pelarut n-heksan dan pelarut etil asetat.
Kata kunci : Ekstraksi, maserasi, rendemen.
ABSTRACT
Extraction is the process of withdrawal or separation of a component or
active compund simplicia using particular solvents. The purpose of the extraction
is to take an active compound content in the samples. The making of extraction
Bruguiera hainesii performed using maceration methods or immersion. The
effectiveness of a compound by solvent extraction is very dependent on the
solubility of the compound in a solvent. In this extraction process used three
solvents are n-hexane as a non-polar solvent, ethyl acetate as semi-polar solvent
and polar solvent with methanol as the different treatment that is from the time of
immersion of the sample. The results indicate solvent methanol produces filtrate
and yield more on samples of Bruguiera hainesii compared n-heksan solvent and
the solvent ethyl acetate.
Keywords : Extraction, maceraion, yield.

PENDAHULUAN
Metabolit sekunder yang
diproduksi oleh berbagai organisme
memang tidak memiliki peran yang
cukup
signifikan
terhadap
keberlangsungan
hidup
dari
organisme penghasilnya. Senyawa
metabolit sekunder yang terdapat
dalam tumbuhan merupakan zat
bioaktif yang berkaitan dengan
kandungan kimia dalam tumbuhan.
Namun, metabolit sekunder tersebut
diketahui memiliki berbagai aktivitas
biologi yang dapat dimanfaatkan
oleh manusia. Berbagai aktivitas
biologis dari metabolit sekunder
antara lain antikanker, antibakteri,
antioksidan
dan
antifungi.
Memperhatikan
adanya
potensi
pemanfaatan
serta
banyaknya
kandungan senyawa bioaktif berupa
metabolit sekunder, perlu kiranya
dilakukan pengembangan penelitian
yang mengarah pada pencarian
metoda yang efektif dan efisien
untuk penyediaan bahan-bahan aktif
bermanfaat dari bahan alam dalam
jumlah lebih banyak dan dalam
waktu yang lebih singkat.
Salah satu cara pemanfaatan
metabolit sekunder yang terdapat
dalam tanaman yaitu dengan cara
isolasi terhadap metabolit sekunder
yang memiliki aktivitas biologis
tersebut.
Teknik
mengisolasi
senyawa metabolit sekunder dari
suatu bahan alam dikenal sebagai
ekstraksi. Ekstraksi merupakan salah
satu proses pemisahan zat yang
diinginkan dari suatu material
tanaman.
Metode
ekstraksi
mengandalkan sifat kelarutan dari
senyawa yang akan diekstrasi
terhadap pelarut yang digunakan.
Keberhasilan
ekstraksi
juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor

sehingga perlu adanya ketelitian


dalam memilih metode ekstraksi
yang digunakan untuk mengekstrak
senyawa metabolit sekunder yang
diinginkan.
Tujuan
pembuatan
ekstrak Bruguiera hainesii yaitu
untuk menarik komponen kimia yang
terdapat dalam sampel Bruguiera
hainesii dan mengetahui pelarut yang
sesuai untuk mengekstrak Bruguiera
hainesii. Selain ekstaksi dilakukan
proses fraksinasi untuk memperoleh
senyawa yang memiliki tingkat
kemurnian yang lebih tinggi.
METODE
Ekstraksi dan fraksinasi
Bruguiera hainesii dilakukan pada
hari Selasa, 14 April 2015 pukul
15.00 sampai 17.00 WIB di
Laboratorium
Bioteknologi
Kelautan, Gedung 4 Lt. 3 Universitas
Padjadjaran. Adapun alat dan bahan
yang digunakan yaitu alat terdiri dari
batang pengaduk, corong saring,
gelas ukur, kertas saring, medium
botol/ Erlenmeyer, neraca analitis,
pipet tetes, rotary evavorator dan
corong pisah. Sedangkan bahan
terdiri dari daun Bruguiera hainesii,
pelarut n-heksan, pelarut etil asetat,
pelarut metanol.
Pembuatan Ekstrak n-Heksan
Proses pembuatan ekstrak nheksan diawali dengan menimbang
sampel daun Bruguiera hainesii
sebanyak 10 gram lalu memasukan
sampel ke dalam medium botol atau
erlenmeyer.
Setelah
itu,
menambahkan pelarut n-heksan
sebanyak 30 mL/50 mL atau sampai
terendam ke dalam erlenmeyer dan
menutup botol atau erlenmeyer.
Larutan sampel n-heksan diberi
perlakuan yang berbeda yaitu

penggunaan waktu perendaman


(124 jam, 224 jam, 324 jam).
Setelah mencapai waktu perendaman
yang
diinginkan,
selanjutnya
memisahkan filtrat dan residu
dengan cara menyaring larutan.
Filtrat hasil rendaman dicatat dan
kemudian menguapkan hasil filtrat
dengan
menggunakan
rotary
evaporator. Hasil ekstrak n-heksan
ditimbang dan kembali dicatat.
Pembuatan Ekstrak Etil Asetat
Proses pembuatan ekstrak etil
asetat diawali dengan menimbang
sampel daun Bruguiera hainesii
sebanyak 10 gram lalu memasukan
sampel ke dalam medium botol atau
erlenmeyer.
Setelah
itu,
menambahkan pelarut etil asetat
sebanyak 30 mL/50 mL atau sampai
terendam ke dalam erlenmeyer dan
menutup botol atau erlenmeyer.
Larutan sampel etil asetat diberi
perlakuan yang berbeda yaitu
penggunaan waktu perendaman
(124 jam, 224 jam, 324 jam).
Setelah mencapai waktu perendaman
yang
diinginkan,
selanjutnya
memisahkan filtrat dan residu
dengan cara menyaring larutan.
Filtrat hasil rendaman dicatat dan
kemudian menguapkan hasil filtrat
dengan
menggunakan
rotary
evaporator. Hasil ekstrak etil asetat
ditimbang dan kembali dicatat.
Pembuatan Ekstrak Metanol
Proses pembuatan ekstrak
metanol diawali dengan menimbang
sampel daun Bruguiera hainesii
sebanyak 10 gram lalu memasukan
sampel ke dalam medium botol atau
erlenmeyer.
Setelah
itu,
menambahkan
pelarut
metanol
sebanyak 30 mL/50 mL atau sampai

terendam ke dalam erlenmeyer dan


menutup botol atau erlenmeyer.
Larutan sampel metanol diberi
perlakuan yang berbeda yaitu
penggunaan waktu perendaman
(124 jam, 224 jam, 324 jam).
Setelah mencapai waktu perendaman
yang
diinginkan,
selanjutnya
memisahkan filtrat dan residu
dengan cara menyaring larutan.
Filtrat hasil rendaman dicatat dan
kemudian menguapkan hasil filtrat
dengan
menggunakan
rotary
evaporator. Hasil ekstrak metanol
ditimbang dan kembali dicatat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses
penarikan atau pemisahan komponen
atau zat aktif suatu simplisia dengan
menggunakan
pelarut
tertentu
(Harborne, 1987 dalam Prabowo et
al, 2014). Tujuan ekstraksi adalah
memisahkan bahan padat dan bahan
cair suatu zat dengan bantuan
pelarut. Ekstraksi ini didasarkan pada
prinsip
perpindahan
massa
komponen zat ke dalam pelarut,
dimana perpindahan mulai terjadi
pada lapisan antar muka kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut.
Ekstraksi
dapat
memisahkan
campuran senyawa dengan berbagai
sifat kimia yang berbeda. Pelarut
yang
digunakan
harus
dapat
mengekstrak
substansi
yang
diinginkan tanpa melarutkan material
lainnya.
Menurut Khopkar (2003)
dalam Oktavianus (2013) proses
ekstraksi terdiri dari beberapa tahap,
yaitu
penghancuran
bahan,
penimbangan, perendaman dengan
pelarut, penyaringan, dan tahap
pemisahan. Penghancuran bertujuan

agar
dapat
mempermudah
pengadukan dan kontak bahan
dengan pelarutnya pada saat proses
perendaman.
Pada
pembuatan
ekstrak Bruguiera hainesii ini
sampel yang digunakan berupa
sampel kering siap pakai. Kemudian
bahan ditimbang untuk mengetahui
berat awal bahan sehingga dapat
menentukan
rendamen
yang
dihasilkan. Bahan yang telah
ditimbang
kemudian
diekstrak
dengan pelarut tertentu. Tahap
selanjutnya, yaitu tahap pemisahan
yang terdiri dari penyaringan dan
evaporasi. Penyaringan dilakukan
untuk memisahkan sampel dengan
pelarut yang telah mengandung
bahan aktif. Untuk memisahkan
pelarut dengan senyawa bioaktif
yang terikat dilakukan evaporasi,
sehingga pelarutnya akan menguap
dan diperoleh
senyawa
hasil
ekstraksi yang dihasilkan.
Faktor-faktor
yang
mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu
jenis pelarut, rasio berat bahan
dengan volume pelarut, suhu, waktu
ekstraksi, ukuran padatan dan
perendaman (Distantina et al, 2007).
Efektivitas ekstraksi suatu senyawa
oleh pelarut sangat bergantung
kepada kelarutan senyawa tersebut
dalam
pelarut. Sesuai
dengan
prinsip kelarutan like dissolve like
yaitu suatu senyawa akan terlarut
pada pelarut yang mempunyai sifat
yang sama. Menurut Houghton dan
Raman (1998) dalam Meydia (2006)
dalam Oktavianus (2013) hal yang
perlu diperhatikan dalam pemilihan
pelarut adalah sifat polaritas bahan.
Sifat polaritas bahan harus sama
dengan polaritas pelarut agar bahan
dapat larut. Ada tiga jenis pelarut,

yaitu pelarut polar, semi-polar dan


non polar.
Metode ekstraksi dalam
pembuatan
ekstrak
Bruguiera
hainesii dibagi menjadi ekstraksi
tunggal dan ekstraksi bertingkat.
Ektraksi
tunggal
menggunakan
pelarut metanol, sedangkan ekstraksi
bertingkat menggunakan pelarut nheksan, etil asetat dan metanol.
Pengguanaan pelarut metanol pada
ekstaksi tunggal karena metanol
merupakan pelarut universal yang
bersifat mampu melarutkan hampir
semua komponen baik yang bersifat
non polar, semi polar dan polar. Pada
ekstraksi
bertingkat
digunakan
pelarut n-heksan sebagai pelarut non
polar, pelarut etil asetat sebagai
pelarut semi polar dan pelarut
metanol sebagai pelarut polar.
Bernasconi, et al (1995) dalam
Ahmad, et al (2014) menyatakan
bahwa metode ekstraksi dibagi
menjadi dua yaitu ekstraksi tunggal
dan ekstraksi multi tahap. Ekstraksi
tunggal
adalah
dengan
mencampurkan bahan yang akan
diekstrak dihubungkan satu kali
dengan pelarut. Disini sebagian dari
zat yang akan diolah akan larut
dalam bahan pelarut sampai tercapai
suatu keseimbangan. Sedangkan
ekstraksi multi tahap, bahan yang
akan
diekstrak
dihubungkan
beberapa kali dengan bahan pelarut
yang baru dalam jumlah yang sama
besar (Voigh 1995 dalam Ahmad., et
al, 2014).
Proses pembuatan ekstrak
Bruguiera hainesii dilakukan dengan
metode
maserasi.
Maserasi
merupakan cara ekstraksi sederhana
yang
dilakukan
dengan
cara
merendam bahan dalam pelarut
selama
beberapa
hari
pada

temperatur kamar dan terlindungari


cahaya (Ahmad., et al, 2014). Proses
pembuatan
ekstrak
Bruguiera
hainesii ini berlangsung kurang lebih
selama 10 hari yang bertujuan untuk
memperoleh hasil yang optimal
karena lamanya perendaman juga

Kel.
1
2
3
4
5
6

berpengaruh terhadap kandungan zat


aktif yang ingin diperoleh. Dari hasil
pembuatan
ekstrak
Bruguiera
hainesii diperoleh data pengamatan
hasil ekstraksi dan data nilai
rendemen.

Tabel 1. Pengamatan Hasil Ekstraksi Bruguiera hainesii


Perbandingan/
Volume filtrat
Filtrat
Warna filtrat
Waktu
(mL)
1:5
Metanol
Hijau pekat
100
2 24 jam
Metanol
Hijau pekat
12,1
1:5
Etil asetat
Hijau kehitaman
14,8
2 24 jam
n-heksan
Hijau muda
13,9
1:5
Metanol
Hijau pekat
145,2
1 24 jam
Metanol
Kuning kehijauan
15
1:5
Etil asetat
Hijau kehitaman
14
1 24 jam
n-heksan
Hijau tua cerah
10,4
1:5
Metanol
Hijau pekat
88,3
3 24 jam
Metanol
Hijau pekat
24,4
1:5
Etil asetat
Hijau pekat
15,3
3 24 jam
n-heksan
Hijau terang
8,4

Dari tabel diatas dengan


perlakuan yang berbeda diperoleh
warna filtrat dan volume filtrat.
Warna filtrat menunjukan tertariknya
komponen-komponen senyawa aktif
dari sampel oleh pelarut. Semakin
pekat warna filtrat, semakin banyak
senyawa akif yang tertarik. Dari data
diatas, semua ekstraksi tunggal
menghasilkan warna filtrat yang
pekat, dan warna filtrat dari ekstraksi
bertingkat dengan pelarut metanol
dan pelarut etil asetat lebih pekat dari
pada warna filtrat dari pelarut nheksan. Hal ini diduga karena
kandungan senyawa aktif Bruguiera
hainesii cenderung bersifat semi
polar atau polar. Volume filtrat
tertinggi yaitu ekstraksi tunggal

dengan lama perendaman 124 jam


sebanyak 145,2 mL. Ekstraksi
tunggal dilakukan hingga filtrat
berwarna
benih
yang
menggambarkan semua kandungan
senyawa aktif pada sampel telah
tertarik. Pada ekstraksi bertingkat
didapatkan volume filtrat tertinggi
sebanyak 24,4 mL dari pelarut
metanol dan lama perendaman 324
jam. Dengan lama perendaman 324
jam diduga kandungan senyawa aktif
yang tertarik akan lebih banyak
dibanding dengan lama perendaman
124 jam atau 224 jam. Dari data
diatas, pelarut metanol rata-rata
menghasilkan volume filtrat lebih
banyak dibanding pelarut etil asetat
dan n-heksan. Hal ini terjadi karena

sifat dari pelarut metanol yang


mampu menarik senyawa polar
hingga senyawa non polar, sehingga
volume filtrat yang didapatkan
pelarut metanol lebih banyak
dibanding pelarut lain. Hasil
ekstraksi tunggal lebih banyak
daripada ekstraksi bertingkat karena
proses ekstraksi dilakukan hingga
hasil
terakhir
dari
ekstraksi
berewarna bening.
Setelah didapatkan filtrat
dilakukan proses evaporasi untuk
memisahkan senyawa aktif dan
pelarut agar didapatkan ekstrak
pekat. Proses evaporasi ini dilakukan
dengan
bantuan
alat
rotary
evaporator
yang
mampu

Kel.

Filtrat

Metanol
Metanol
Etil asetat
n-heksan
Metanol
Metanol
Etil asetat
n-heksan
Metanol
Metanol
Etil asetat
n-heksan

2
3
4
5
6

menguapkan
pelarut
dan
menghasilkan
ekstrak
hasil
evaporasi. Alat ini menggunakan
prinsip vakum destilasi, sehingga
tekanan akan menurun dan pelarut
akan menguap
dibawah titik
didihnya. Alat penguap rotary
evaporator diatur dengan kecepatan
yang diinginkan (biasanya 200 rpm)
dan suhu berdasarkan titik didih
pelarut yang digunakan. Titik didih
pelarut metanol yaitu 65C, etil
asetat 77C dan n-heksan 68C. Dari
hasil penguapan didapat ekstrak
kasar yang kemudian dihitung nilai
rendemennya.
Berikut
data
perhitungan nilai rendemen :

Tabel 2. Perhitungan Nilai Rendemen


Berat Sampel
Berat Ekstrak Nilai Rendemen
Awal (gr)
(gr)
(%)
5,02
0,7033
14,009
0,1072
2,11
5,06
0,1713
3,38
0,092
1,81
5,03
0,4036
8,0238
5,072
0,558
11,00
0,021
0,414
5
0,7931
15,862
0,25
5
5
0,178
3,56
0,092
1,84

Berat ekstrak didapat dari


proses penguapan dengan rotary
evaporator. Ekstrak merupakan
kumpulan senyawa-senyawa dari
berbagai golongan yang terlarut
didalam pelarut yang sesuai,
termasuk didalamnya senyawasenyawa aktif atau yang tidak aktif
(Sidik dan Mudahar, 2000 dalam
Suhirman., et al, 2006). Terjadinya
perbedaan berat ekstrak yang

dihasilkan diduga dipengaruhi oleh


proses evaporasi filtrat ekstrak.
Bombardelli
(1991)
dalam
Oktavianus
(2013) menyatakan
bahwa lama ekstraksi menentukan
jumlah komponen yang dapat
diekstraksi dari bahan. Lama
ekstraksi berhubungan dengan waktu
kontak antara bahan dan pelarut.
Semakin lama waktu ekstraksi maka
kesempatan untuk bersentuhan antara

bahan dan pelarut semakin besar


sehingga
kelarutan
komponen
bioaktif
dalam
larutan
akan
meningkat dan ekstrak juga akan
semakin bertambah hingga larutan
mencapai titik jenuhnya. Kemudian
berat
ekstrak
dihitung
nilai
rendemennya. Rendemen merupakan
persentase bagian bahan baku yang
dapat digunakan atau dimanfaatkan
dengan total bahan baku. Menurut
Kusumawati., et al, (2008) dalam
Samin (2014) semakin tinggi nilai
rendemen menandakan bahwa bahan
baku tersebut memiliki peluang
untuk dimanfaatkan lebih besar.
Rendemen merupakan persentase
sampel
sebelum
dan
setelah
perlakuan. Nilai rendemen dihitung
dengan rumus :

Pada pembuatan ekstrak ini


dapat dilihat perbedaan polaritas dari
pelarut menghasilkan perbedaan
jumlah rendemen yang didapat.
Perbedaan ini dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya, kondisi alamiah
senyawa, metode ekstraksi, ukuran
partikel sampel, kondisi dan waktu
ekstraksi serta perbandingan sampel
dengan pelarut (Harborne, 1987
dalam Prabowo., et al, 2014). Pelarut
polar rata-rata menghasilkan ekstrak
lebih banyak dibanding pelarut semi
polar dan non polar. Seperti yang
sudah diuraikan sebelumnya, hal ini
diduga karena senyawa aktif pada
sampel Bruguiera hainesii bersifat
polar atau semi polar. Berat ekstrak
dapat dilihat dari warna filtrat dan
volume filtrat. Semakin pekat warna
filtrat, semakin banyak berat esktrak
yang dihasilkan. Semakin banyak

volume filtrat, semakin banyak juga


berat ekstrak yang dihasilkan. Nilai
berat ekstrak tertinggi dari ekstraksi
tunggal yaitu 0,7931 gram dengan
nilai rendemen 15,862%. Pada
ekstraksi bertingkat nilai berat
ekstrak tertinggi yaitu 0,558 gram
dengan nilai rendemen 11,00%. Nilai
berat ekstrak terendah dari ekstraksi
bertingkat dihasilkan oleh pelarut nheksan dengan perendaman 124
jam yaitu 0,021 gram dengan nilai
rendemen 0,41%. Dilihat dari warna
filtrat yang kuning kehijauan
menandakan kurangnya kandungan
senyawa aktif yang tertarik dan
dengan volume filtrat 10,4 mL tidak
menghasikan berat ekstrak yang
banyak. Tidak adanya data berat
ekstrak metanol dari ekstraksi
bertingkat dengan lama perendaman
124 jam disebabkan kelalaian
praktikan yang memungkinkan untuk
memiliki berat ekstrak lebih besar
atau kecil sebagai perbandingan
dengan perlakukan yang lain.
Berdasarkan pelarut yang
digunakan,
metanol
rata-rata
menghasilkan rendemen ekstrak
yang lebih besar dibanding dengan
pelarut etil asetat dan n-heksana. Hal
ini menunjukkan bahwa senyawa
yang
terkandung
pada
daun
mangrove
Bruguiera
hainsesii
cenderung bersifat polar. Pelarut
yang digunakan tergantung dari sifat
komponen yang akan diisolasi. Hal
ini juga ditemukan oleh Darwis
(2000) dalam Oktavianus (2013),
yang menyatakan bahwa secara
umum pelarut metanol merupakan
pelarut
yang
paling
banyak
digunakan dalam proses isolasi
senyawa organik bahan alam, karena
hampir dapat melarutkan seluruh
golongan
metabolit
sekunder.

Perbedaan rendemen ekstrak yang


dihasilkan ini sesuai dengan apa
yang dinyatakan Salamah., et al
(2008) dalam Prabowo., et al (2014),
bahwa rendemen ekstrak hasil
maserasi dengan pelarut yang
berbeda
akan
menghasilkan
presentase rendemen yang berbeda.
Fraksinasi
Fraksinasi
merupakan
prosedur pemisahan komponenkomponen berdasarkan kepolaran
tergantung dari jenis senyawa yang
terkandung. Fraksinasi bertujuan
untuk mendapatkan senyawa murni
dari ekstrak yang diperoleh. Teknik
fraksinasi
Bruguiera
hainesii
dilakukan dengan menggunakan
corong pisah (separatory funnel).
Proses fraksinasi diawali
dengan melarutkan ekstrak kasar
sebanyak 0,1 gram ke dalam 20 mL
akuades. Kemudian memasukkan
larutan sampel ke dalam corong
pisah. Lalu menambahkan 20 mL
pelarut n-heksan ke dalam corong
pisah dan mengocoknya agar
homogen. Fraksi akuades dan fraksi
n-heksan
akan
terpisah
dan
membentuk dua lapisan, lapisan
bawah merupakan fraksi aquades dan
lapisan atas merupakan fraksi nheksan. Terbentuknya dua lapisan ini
disebabkan oleh massa jenis pelarut.
Keberadaan fraksi akuades di lapisan
bawah menunjukkan massa jenis
akuades lebih besar dari pada massa
jenis n-heksan. Massa jenis akuades
yaitu 1 g/mL, sedangkan massa jenis
n-heksan yaitu 0,655 g/mL (Ahmad.,
et al, 2014). Setelah terbentuk dua
fraksi,
selanjutnya
dilakukan
pemisahan fraksi akuades dan fraksi
n-heksan.

Hasil fraksi akuades kembali


dimasukkan ke dalam corong pisah.
selanjutnya menambahkan 20 mL
pelarut etil asetat dan mengocoknya
agar homogen. Sama seperti larutan
sampel sebelumnya dengan pelarut
n-heksan, fraksi akuades dan fraksi
etil asetat akan terpisah dan
membentuk dua lapisan, lapisan
bawah merupakan fraksi aquades dan
lapisan atas merupakan fraksi etil
asetat. Keberadaan fraksi akuades di
lapisan bawah menunjukkan massa
jenis akuades lebih besar dari pada
massa jenis etil asetat. Massa jenis
akuades yaitu 1 g/mL, sedangkan
massa jenis n-heksan yaitu 0,894
g/mL (Azura., et al, 2015). Setelah
terbentuk dua fraksi, selanjutnya
dilakukan pemisahan fraksi akuades
dan fraksi etil asetat.
Hasil fraksi akuades kembali
dimasukkan ke dalam corong pisah,
selanjutnya menambahkan 20 mL
pelarut butanol dan mengocoknya
agar homogen. Fraksi akuades dan
fraksi butanol akan terpisah dan
membentuk dua lapisan, lapisan
bawah merupakan fraksi aquades dan
lapisan atas merupakan fraksi
butanol. Terbentuknya dua lapisan
ini disebabkan oleh massa jenis
pelarut. Keberadaan fraksi akuades
di lapisan bawah menunjukkan
massa jenis akuades lebih besar dari
pada massa jenis butanol. Massa
jenis akuades yaitu 1 g/mL,
sedangkan massa jenis butanol yaitu
0,810 g/mL. Setelah terbentuk dua
fraksi,
selanjutnya
dilakukan
pemisahan fraksi akuades dan fraksi
butanol.
Dari
proses
fraksinasi
didapatlah hasil senyawa murni.
Fraksinasi dengan corong pisah juga
disebut ekstraksi cari-cair dimana

pemisahan
terjadi
dengan
menggunakan dua cairan pelarut
yang tidak saling bercampur dan
tergantung tingkat kepolaran. Pada
sampel Bruguiera hainesii yang
dilarutkan dengan akuades senyawa
aktif yang bersifat non polar akan
tertarik oleh pelarut n-heksan,
senyawa aktif yang bersifat semi
polar akan tertarik oleh pelarut etil
asetat dan senyawa aktif yang
bersifat polar akan tertarik oleh
pelarut butanol. Pemilihan butanol
sebagai pelarut polar didasarkan
kepada sifatnya. Biasanya pada
proses ektraksi digunakan pelarut
metanol sebagai pelarut polar, akan
tetapi pelarut metanol memiliki sifat
yang hampir mirip dengan akuades.
Hal ini akan menyulitkan pemisahan
fraksi jika digunakan pelarut
metanol.
SIMPULAN DAN SARAN
Ekstraksi dapat menarik
komponen-komponen kimia yang
berada pada suatu bahan alam
dengan
menggunakan
pelarut.
Pelarut metanol menghasilkan filtrat
dan nilai rendemen lebih tinggi dari
hasil ektraksi Bruguiera hainesii
dibandingkan pelarut n-heksan dan
etil asetat. Hal ini menunjukkan
bahwa senyawa yang terkandung
pada daun mangrove Bruguiera
hainsesii cenderung bersifat polar.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, D., et al. 2014. Ekstraksi
Minyak
Atsiri
Mahkota
Bunga Mawar (Rosa hybrid
L.) dengan Metode Maserasi.
Universitas
Pendidikan
Indonesia.

Azura., et al. 2015. Pembuatan Etil


Asetat dari Hasil Hidrolisis,
Fermentasi dan Esterifikasi
Kulit Pisang Raja (Musa
paradisiaca
L.).
Jurnal
Teknik Kimia USU, Article in
Press (2015).
Distantina, S., et al. 2007. Pengaruh
Rasio Berat Rumput LautPelarut terhadap Ekstraksi
Agar-agar. Ekuilibrium Vol.
6 No. 2 Juli 2007: 53-58
Majid, T. N., dan Nurkholis. 2010.
Pembuatan Teh Rendah
Kafein
melalui
Proses
Ekstraksi dengan Pelarut Etil
Asetat. Skripsi. Teknik Kimia
Fakultas Teknik, Universitas
Diponegoro.
Oktavianus, Satria. 2013. Uji Daya
Hambat
Ekstrak
Daun
Mangrove Jenis Avicennia
marina terhadap Bakteri
Vibrio
parahaemolyticus.
Makassar:
Universitas
Hasanuddin.
Prabowo, Y., et al. 2014. Ekstraksi
Senyawa Metabolit Sekunder
yang terdapat pada Daun
Mangrove
Xylocarpus
granatum dengan Pelarut
yang Berbeda. Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Puspita, I. A. 2012. Performa
Flokulasi Bioflokulan DYT
disiapkan melalui Ekstraksi
pada
Beragam
Tingkat
Keasaman dan Kekuatan Ion
terhadap Turbiditas Larutan
Kaolin.
Universitas
Pendidikan Indonesia.
Rahmadani, Risa. 2013. Kandungan
Senyawa
Aktif
pada
Holothuria coluber Asal
Perairan Lampung Selatan
yang Berpotensi sebagai

Antibakteri dan Antioksidan.


Skripsi.
Universitas
Padjadjaran.
Samin,
A.
2014.
Penentuan
Kandungan Fenolik Total
dan Aktivitas Antioksidan
dari Rambut Jagung (Zea
mays L.) yang Tumbuh di
Daerah Gorontalo. Skripsi.
Universitas
Negeri
Gorontalo.
Suhirman, M. S., et al. 2006. Teknik
Pembuatan Simplisia dan
Ekstrak Purwoceng. Laporan
Pelaksanaan
Penelitian
Tanaman Obat dan Aromatik
Tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai