Disusun oleh:
FKM ALIH JENIS B 2014
Maydiya Restacendi N
101411123006
Riza Apriyanti
101411123012
Chyntia Winny W
101411123116
PENDAHULUAN
dengan 2011 yang mencapai 664 kasus dan menyebabkan 20 orang meninggal.
Kenaikan tertinggi yang terjadi pada tahun 2012 yaitu sebanyak 954 kasus (80%)
dan menyebabkan 29 penderita meninggal. Hingga awal November 2012, difteri
terbanyak di Kabupaten Situbondo (117 kasus), Jombang (90 kasus), dan
Surabaya (65 kasus). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur
(2014), pada tahun 2013 jumlah kasus difteri turun tetapi masih dalam jumlah
yang tinggi dimana Provinsi Jawa Timur menduduki urutan pertama kasus difteri
di Indonesia yaitu mencapai 621 kasus dengan jumlah kematian 26 kasus. Orangorang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi anak-anak dan orang
dewasa. Sekitar 33% penderita di atas usia 15 tahun, sisanya anak-anak.
Difteri ini terjadi disebabkan oleh orang yang tidak mendapatkan
imunisasi terbaru, orang yang hidup dalam kondisi tempat tinggal penuh sesak
atau tidak sehat, orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan, dan siapapun
yang bepergian ke tempat atau daerah endemik difteri. Seseorang dapat
terkontaminasi bakteri berbahaya tersebut apabila menyentuh orang yang sudah
terinfeksi. Orang yang telah terinfeksi bakteri difteri dan belum diobati dapat
menginfeksi orang nonimmunized selama enam minggu - bahkan jika mereka
tidak menunjukkan gejala apapun.
BAB II
TUJUAN
A. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran umum difteri berdasarkan indikator prevalensi difteri
B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran umum difteri
2. Mengetahui data kasus difteri di Jawa Timur
3. Mengetahui prevalensi difteri
4. Mengetahui cut off point difteri
5. Mengetahui trigger level difteri
6. Mengetahui tujuan pengumpulan data difteri
7. Mengetahui sumber data difteri
BAB III
PENGUMPULAN DATA
A.
Pengumpulan Data
1. Metode Pengumpulan data
Dilakukan secara pasif (menggunakan data sekunder) dan aktif
(menggunakan data primer).
Sebaiknya menggunakan data rutin yang telah dicatat atau
dilaporkan dalam sistem pencatatan dan pelaporan yang sedang
berjalan.
2. Sumber data
Indeks kasus atau dari mana kemungkinan kasus berawal
Kasus-kasus tambahan yang ada di sekitarnya
Cara penyebaran kasus
Waktu penyebaran kasus
pergolongan
prophilaksis
dan
umur
untuk
imunisasi/ORI).
keperluan
Untuk
perencanaan
mempermudah
C.
1.
difteri.
Gejala
utama
dari
penyakit
merupakan
difteri
hasil
kerja
yaitu
dari
adanya
kuman
ini. Pseudomembran sendiri merupakan lapisan tipis berwarna putih keabu abuan
yang timbul terutama di daerah mukosa hidung, mulut sampai tenggorokan yang
mudah berdarah bila disentuh, dan tanda lainnya antara lain demam berkisar
antara 37,8oC 38,9oC, sakit tenggorokan dan nafasnya terdengar ngorok
(stridor), nyeri saat menelan, dan sulit bernapas atau napas cepat. Pada difteri
berat terdapat bentuk Bullneck atau maglinant difteri (Pembengkakan pada
jaringan lunak leher).
2.
D.
Trigger Level
Kriteria KLB Difteri adalah 1 (satu) kasus suspek Difteri pada suatu
wilayah tertentu.
E.
Pencatatan
orang yang berada pada risiko tertular difteri meliputi anak-anak dan orang
dewasa. Sekitar 33% penderita di atas usia 15 tahun, sisanya anak-anak.
BAB IV
HASIL
A. Penyajian Data
Gambar 4.1. Prevalensi Difteri di Indonesia Tahun 2012
Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2009, CFR difteri
berada pada angka 0,06 dan meningkat menjadi 0,069 di tahun 2010. Pada tahun
2011 mengalami penurunan sebesar 0,0301 sedangkan di tahun 2012 naik menjadi
0,0304 sedangkan di tahun 2013 mengalami kenaikan pada angka 0,042.
tiga teratas penderita difteri yaitu Kabupaten Situbundo (129 kasus), Kabupaten
Jombang (95 kasus), dan Kota Surabaya (78 kasus).
B. Pembahasan
Keenganan orang tua untuk melakukan imunisasi pada anaknya sehingga
cakupan DPT di daerah yang terdapat di Jawa Timur masih rendah (<80%).
Surabaya menjadi kota terbanyak ketiga penderita difteri. Kondisi di Kota
Surabaya sendiri sebagai daerah dengan tingkat migrasi yang tinggi memiliki
tingkat risiko penularan yang tinggi pula. Surabaya masuk dalam wilayah yang
mendapat perhatian dalam kasus penularan penyakit difteri. Penularan penyakit
ini lebih banyak pada bayi dan anak-anak yang tidak mendapatkan imunisasi.
Pada tahun 2009-2012 terjadi peningkatan prevalensi difteri, tingkat
kesadaran masyarakat yang masih belum maksimal, seperti masih ada status
imunisasi pada anak yang masih belum lengkap. Walaupun pemerintah telah
menyediakan 40 ribu vaksin yang telah disalurkan ke seluruh Puskesmas dan
Posyandu di wilayah Jawa Timur, namun karena masyarakat yang tidak aktif
dalam upaya pencegahan akibatnya terus terjadinya peningkatan difteri. Selain hal
tersebut, keluarga miskin juga turut mempengaruhi peningkatan prevalensi difteri.
Keluarga miskin akan mempengaruhi daya beli yang terbatas sehingga rentan
terhadap penyakit (difteri).
Terjadinya penurunan prevalensi pada tahun 2013 disebabkan gerakan
imunisasi sebagai upaya pencegahan yang telah berjalan dan berlangsung selama
tiga tahun (secara berkelanjutan) dapat menekan penularannya. Upaya pemerintah
untuk menurunkan penyakit difteri dengan cara ORI (Outbreak Response
Immunization) atau imunisasi ulang pada derah dengan prevalensi difteri tinggi.
Selain dengan imunisasi, pengobatan profilaksis dengan suntikan Penisilin
Prokain atau minum obat Erythromicin 50 mg/kg berat badan telah berjalan.
Selain hal tersebut, sosialisasi penanggulangan difteri kepada petugas
surveilans kabupaten dan PKM seJatim telah berjalan, adanya bantuan operasional
kesehatan (BOK) program imunisasi terutama pada kabupaten yang terjangkit,
dan umpan balik yang telah maksimal berjalan (data laporan program imunisasi
ke Bupati/Walikota se Jatim).
C. Rekomendasi / Saran
1. Isolasi pasien selama perawatan oleh RS
2. Pelacakan kontak penderita/carrier
3. Pengambilan usap nasofarings dan profilaksis kontak penderita /carrier
tokoh
agama
dalam
yang ditimbulkan.
Penyebarluasan
1. Pelaporan / Alur Penyebarluasan Informasi
Gambar 4.7 Alur Penyebarluasan Informasi
BAB V
KESIMPULAN
Difteri merupakan penyakit akut pada saluran pernafasan yang disebabkan
karena Corynebacterium diphtheriae yang termasuk dalam Penyakit yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I). Indikator untuk menghitung angka kejadian
difteri melalui prevalensi jumlah penderita difteri (kasus lama dan kasus baru)
dalam setahun di Jawa Timur dari jumlah penduduk Jawa Timur dalam setahun.
Menurut Kemenkes (2012) jumlah kasus difteri pada tahun 2012 sebanyak
1.192 kasus (CFR: 76 kasus). Kasus tertinggi terjadi di Jawa Timur sebanyak 954
kasus (80%). Berdasarkan data Dinkes Jatim (2014), pada tahun 2013 jumlah
kasus difteri turun tetapi masih dalam jumlah yang tinggi dimana Provinsi Jawa
Timur menduduki urutan pertama kasus difteri di Indonesia yaitu 621 kasus
dengan jumlah kematian 26 kasus. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
kasus difteri di Jawa Timur cenderung meningkat dari tahun ke tahun (20092012). Kasus difteri mengalami penurunan pada tahun 2013, yang disebabkan
karena berbagai program seperti gerakan imunisasi selama tiga tahun, ORI
(Outbreak Response Immunization), pengobatan profilaksis, sosialisasi kepada
petugas surveilans, bantuan operasional kesehatan (BOK), serta umpan balik yang
DAFTAR PUSTAKA
http://matematika.studentjournal.ub.ac.id/index.php/matematika/article/viewFile/8
1/83
https://www.scribd.com/doc/164410045/IMUNISASI-DASAR-LIYANA-ppt
http://www.slideshare.net/budi_hermawan_a/profil-pppl2012
http://www.tbindonesia.or.id/pdf/profilpppl2012-130917032535-phpapp02.pdf
http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas201.
PDF
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-23342-1310105003-Chapter1.pdf
http://idha2793.blogspot.com/2012/12/makalah-epidemiologi-difteri.html
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/147/jtptunimus-gdl-tikanurcha-7306-2bab1sk-i.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23544/4/Chapter%20II.pdf
http://dewisartika29.blogspot.com/2013/03/penyakit-difteri.html