Anda di halaman 1dari 23

Tuberculosis paru

TIU 1 : Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pernapasan Bawah


1.1

Makroskopis

Bronchus
Dimulai dari percabangan trachea setinggi batas vertebrae TH IV-V yang dikenal dengan
Bifurcatio tracea yang memberi cabang 2 buah bronchus, yaitu bronchus dextra dan sinistra.
Keduanya disebut bronchus primaries. Dinding bronchus terdiri dari cincin tulang rawan tapi
di bagian posterior berbentuk membrane. Bronchus dalam paru memberikan cabang-cabang
ke setiap lobus paru (Bronchus sekunderius) yaitu : pada paru kanan terdapat 3 buah cabang
bronchus, yaitu :
1

Menurut nomenklatur jacson-Huber, setiap bronchus lobaris terbentuk bronchus segmentalis


(segmen bronchopulmonalis atau bronchus tersier). Bronchus Dextra (terdiri dari 10 cabang
segmenn bronchiolus atau bronchus pulmonalis segmen (BPS)):
Lobus Superior:
a
a
a

Bronchus segmentalis Apicalis


Bronchus segmentalis Posterior
Bronchus segmentalis Anterior

Lobus media:
a
a

Bronchus segmentalis Lateral


Bronchus segmentalis Medial

Lobus Inferior
a
a
a
a
a

Bronchus segmentalis superior


Bronchus segmentalis Medial
Bronchus segmentalis anterior
Bronchus segmentalis Lateral
Bronchus segmentalis Posterior

Bronchus Sinistra
Lobus Superior
a
a
a
a

Bronchus segmentalis Apicoposterior


Bronchus segmentalis Anterior
Bronchus segmentalis Superior
Bronchus segmentalis Inferior

Lobus Inferior
a
a
a
b

Bronchus segmentalis Superior


Bronchus segmentalis Anterior
Bronchus segmentalis Medial
Bronchus segmentalis Lateral

Bronchus segmentalis Posterior

Skematis perjalanan oksigen mulai saluran bronchus dari bronchus primerbronchus


sekunder bronchus tersier bronchus terminalisbronchiolus respiratoriusjaringan
paruductus alveolarisalveolus paru.
Anatomi paru (Pulmo)
Adalah organ utama untuk proses pernafasan yang membentuk kerucut, dimana bagian apex
terdapat di bagian atas dan bagian basal di bagian bawah. Terletak dalam cavum thorax yang
mengisi ruangan di bagian lateral dari mediastinum. Pulmo terbungkus oleh jaringan ikat kuat
yaitu pleuralapisan luar yang melapisi dinding dada yang terletak di bawah fascia
endothoracica dinamakan pleura parietalis dan bagian yang melekat ke jaringan paru disebut
pleura visceralis. Diantara kedua lapisan tersebut terdapat ruangan yang disebut cavum
pleura. Cavum pleura mengandung sedikit cairan pleura yang dihasilkan oleh pleura parietalis
yang berfungsi sebagai pelumas untuk mengurangi friksi antara kedua pleura.

Pleura parietalis berdasarkan letaknya terbagi atas:


a
a
a
a

Pleura costalis
Pleura diafragmatica
Pleura mediastinalis
Pleura cervicalis

Recessus pleura adalah kantong pleura yang terdapat pada lipatan pleura parietalis,
disebabkan paru tidak sepenuhnya mengisi cavum pleura. Fungsi recessus ini adalah pada
waktu inspirasi paru akan mengembang akan mengisi recessus tersebut. Pleura parietalis
sensitive terhadap nyeri dan raba melalui nervus intercostalis dan nervus phrenicus,
sedangkan pleura visceralis sensitive terhadap regangan melalui serabut afferent otonom
plexus pulmonalis (n.vagus)
Pada Hillus kedua paru, kedua lapisan pleura berhubungan dan bergantung longgar di atas
hillus dan disebut dengan : lig. Pulmonale yang berfungsi untuk mengatur pergerakan alat
dalam hillus selama proses respirasi. Pulmo ada 2 buah : pulmo dextra dan pulmo sinistra.
Paru berhubungan dengan organ jantung melalui alat sbb:
1

2 buah arteri pulmonalis cabang truncus pulmonalis dari ventricle kanan menuju paru
kanan dan kiri (membawa CO2 untuk dikeluarkan waktu ekspirasi)
1 4 buah vena pulmonalis dari 2 buah kanan dan 2 buah kiri menuju atrium kiri
(membawa O2 yang masuk paru waktu inspirasi)
Yang mendarahi organ paru adalah arteria bronchialis cabang aorta thoracalis dan arteria
pulmonalis hanya berfungsi untuk respirasi. Vena bronchialis mengalirkan darah ke vena
azygos dan hemiazygos.
Apex pulmonalis bagian paru yang menjorok keluar aperture thoracis superior mencapai
ujung costae ke-1 dibawah cupula pleura. Alat-alat penting yang keluar masuk paruu di
bagian posterior medial paru pada Hillus Pulmonalis adalah sbb:
1

Alat yang masuk pada Hillus pulmonalis adalah :


Bronchus primer, arteria pulmonalis, arteria bronchialis dan syaraf.

Alat yang keluar pada Hillus pulmonalis adalah :


Vena pulmonalis, vena bronchialis dan vasa limfatisi
Pada jaringan paru bagian posterior didapatkan jejas (alur) dari alat-alat yang lewat yang
menekan jaringan paru, antara lain :
a
a
a
a

Impresio cardiaca Jantung


Sulcus vena cavaVena cava superior dan Inferior
Sulcus aorta thoracalis aorta thoracalis
Sulcus oesophagiaOesophagus

Persarafan paru :
Serabut afferent dan efferent visceralis berasal dari Truncus Sympathicus (Th 3,4,5) dan
serabut para symphaticus berasal dari nervus vagus.
1

Serabut symphatis : truncus symphaticus kanan dan kiri memberikan cabang-cabang


pada paru membentuk plexus pulmonalis yang terletak di depan dan dibelakang
bronchus primaries. Fungsi saraf symphatis-nya untuk relaxasi tunica muscularis dan
menghambat sekresi bronchus.
1 Serabut parasympatis : nervus vagus kanan dan kiri juga memberikan cabang-cabang
pada plexus pulmonalis ke depan dank e belakang. Fungsi saraf parasimpatis untuk
kontraksi tunica muscularis akibatnya lumen menyempit dan merangsang sekresi
bronchus.

1.2

Mikroskopis

Bronkus intrapulmonal
Mukosa saluran nafas ini biasanya tidak rata, berkelok-kelok dan dilapisi epitel bertingkat
silindris bersilia dan bersel goblet. Dalam lamina propria terdapat berkas otot polos yang
tersusun melingkar. Dibawah lapisan otot polos dapat ditemukan penggalan tulang rawan
hialin. Ada pula kelenjar campur.
Bronkiolus
Mukosa sering tampak bergelombang. Pada bronkiolus yang besar epitelnya selapis toraks,
bersilia, bersel goblet. Pada bronkiolus paling kecil, epitel lebih rendah, epitel selapis kubis
tak bersilia. Bronkiolus paling kecil, yang menyalurkan udara ke dalam suatu lobulus
(bronkiolus terminalis), yang menyalurkan udara pernafasan ke asinus, yaitu suatu unit
struktural paru.
Bronkiolus terminalis
Karena pendeknya saluran ini hanya dapat dipelajari pada bronkiolus yang terpotong
memanjang. Selain itu, bagian ini hanya dapat dikenali dalam percabangannya. Ciri dari
bronkiolus respiratorius, epitelnya menjadi kuboid rendah tidak bersilia walau agak sulit,
serat otot polos, serat kolagen dan elastin masih dapat dilihat.
Duktus alveolaris dicabangkan dari bronkiolus respiratorius, saluran yang dindingnya terdiri
alveolus. Setiap pintu masuk alveolus terdapat epitel selapis gepeng.

Sakus alveolaris
Dari ujung duktus alveolaris terbuka pintu lebar menuju beberapa sakus alveolaris yang
bermuara bersama membentuk ruangan serupa rotunda (atrium)

TIU II

: Fisiologi Pernapasan

Faal pernapasan
Dalam bernapas ada bebrapa hal penting yang saling berhubungan. Udara bergerak dari
tekanan yang tinggi ke tekanan yang rendah. Untuk bisa melaksanakan pernapasan
berdasarkan teori diatas tubuh melakukan beberapa penyesuaian. Terdapat tiga tekanan yang
berbeda pada ventilasi:
1
1
1

Tekanan atmosfer =760 mmhg


Tekanan intra-alveolus=760 mmhg
Tekanan intratorakal= 754 mmhg

Untuk dapat mengalirkan udara ke dalam paru tekanan pada paru harus lebih kecil dari
tekanan atmosfer, untuk dapat merealisasikan hal ini diperlukan bantuan dari otot-otot
pernapasan. Saat bernapas untuk melakukan inspirasi pusat pernapasan di medula oblongata
akan memberikan stimulus melewati saraf yang akan sampai pada otot pernapasan. Setelah
terinduksi maka otot pernapasan akan berkontraksi sehingga mengakibatkan terangkatnya
tulang iga dan menciutnya difragma. Akibat hal ini pleura akan tertarik dan meregang oleh
kontraksi otot dan begitu juga dengan paru karena di dalam cavum pleura terdapat cairan
pleura yang berfungsi selain sebagai pelumnas juga dapat merupakan suatu perekat antara
paru dengan rongga torak. Pada akhirnya dari serangkaian kejadian di atas tekanan rongga
torak akan turun di bawah tekanan atmosfer sehingga udara akan mengalir ke dalam paru.
Berikutnya untuk melakukan ekspirasi di butuhkan tekanan dalam paru yang lebih tinggi
dibandingkan dengan tekanan atmosfer agar udara bergerak dari paru keluar ke atmosfer.
Setelah tadi otot-otot pernapasan berkontraksi maka secara otomatis akan melakukan
relaksasi (karena itulah ekspirasi disebut proses pasif), akibat dari relaksasi otot pernapasan
inilah rongga torak akan tertekan begitu juga dengan pleura dan paru sehingga tekanannya
melebihi tekanan atmosfer dan dengan begitu udara akan keluar. Diatas adalah gambaran
bagaimana udara dapat masuk ke paru. Sekarang agar o2 dapat masuk ke dalam darah dan
co2 dapat keluar ke alveolus perlu diperhatikan apa yang dinamakan tekanan parsial. Tekanan
parsial merupakan kunci agar dapat terjadi pertukaran gas dari alveolus ke darah ataupun
sebaliknya, didalam darah o2 dan co2 yang larut juga dianggap memberikan tekanan parsial
Dan juga karena daya larut nya konstan maka jumlah o2 dan co2 yang larut berbanding lurus
dengan tekanan parsial alveolus, maka apabila tekanan o2 di alveolus lebih tinggi dari
tekanan parsial di dalam darah maka tekanan parsial alveolus akan mendorong o2 masuk ke
dalam darah begitu juga sebaliknya pada saat tekanan parsial co2 pada darah lebih tinggi dari
alveolus maka co2 yang tadinya terlarut keluar dari larutan dan berdifusi ke dalam alveolus
hingga tekanan nya setara.

TIU III : Memahami dan Menjelaskan TBC


3.1 Definisi
Tuberculosis merupakan penyakit infeksi bakteri menahun yang disebabkan oleh
Mycobakterium tuberculosis yang ditandai dengan pembentukan granuloma pada jaringan
yang terinfeksi.
Mycobacterium tuberculosis merupakan kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru /
berbagai organ tubuh lainnya yang bertekanan parsial tinggi.

3.2 Etiologi
TB paru disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis yang merupakan batang aerobic tahan
asam yang tumbuh lambat dan sensitive terhadap panas dan sinar UV. Bakteri yang jarang
sebagai penyebab, tetapi pernah terjadi adalah M. Bovis dan M. Avium.
Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi dapat bertahan hidup beberapa
jam di tempat yang gelap dan lembek. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dorman selama
beberapa tahun. Kuman dapat disebarkan dari penderita TB BTA positif kepada orang yang
berada disekitarnya, terutama yang kontak erat.
TBC merupakan penyakit yang sangat infeksius. Seorang penderita TBC dapat menularkan
penyakit kepada 10 orang di sekitarnya. Menurut perkiraan WHO, 1/3 penduduk dunia saat
ini telah terinfeksi M. tuberculosis. Kabar baiknya adalah orang yang terinfeksi M.
tuberculosis tidak selalu menderita penyakit TBC. Dalam hal ini, imunitas tubuh sangat
berperan untuk membatasi infeksi sehingga tidak bermanifestasi menjadi penyakit TBC.

Mycobacterium Tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis adalah agen etiologi TB pada manusia. Manusia merupakan
reservoir hanya untuk bakteri.
Mycobacterium bovis adalah agen etiologi TB pada sapi dan jarang pada manusia. Baik sapi
dan manusia dapat berfungsi sebagai reservoir. Manusia juga dapat terinfeksi oleh konsumsi
susu yang tidak dipasteurisasi. Rute ini penularan dapat menyebabkan perkembangan TB
paru, dicontohkan dalam sejarah oleh infeksi tulang yang menyebabkan punggung
membungkuk.

Patogen manusia lain termasuk ke dalam genus Mycobacterium termasuk Mycobacterium


avium yang menyebabkan-seperti penyakit TB terutama terjadi pada pasien AIDS.
Cell Wall Struktur
Struktur dinding sel dari Mycobacterium tuberculosis layak untuk mendapatkan perhatian
khusus karena unik di antara procaryotes, dan itu merupakan penentu utama keracunan untuk
bakteri. Kompleks dinding sel mengandung peptidoglikan, tapi selain itu terdiri dari lipid
kompleks. Lebih dari 60% dari dinding sel mikobakteri adalah lemak. Fraksi lipid dinding sel
MTB terdiri dari tiga komponen utama, asam mycolic, Cord Factor, dan Wax-D.
Asam Mycolic yang unik bercabang alpha-lipid yang ditemukan di dinding
selMycobacterium dan Corynebacterium membuat. Mereka naik 50% dari berat kering sel
mikobakteri amplop. Asam Mycolic adalah molekul hidrofobik kuat yang membentuk sebuah
shell lipid sekitar organisme dan mempengaruhi sifat permeabilitas pada permukaan sel.
Mycolic Asam dianggap penentu signifikan virulensi di MTB. Mungkin, mereka mencegah
serangan dari mikobakteri oleh protein kationik, lisozim, dan radikal oksigen dalam granula
fagositosis. Mereka juga melindungi mikobakteri ekstraseluler dari deposisi komplemen
dalam serum.
Cord Faktor bertanggung jawab atas cording serpentin disebutkan di atas. Cord factor
merupakan racun bagi sel-sel mamalia dan juga merupakan penghambat migrasi PMN. Cord
faktor yang paling berlimpah diproduksi di strain virulen MTB.
Wax-D dalam amplop sel adalah komponen utama dari lengkap adjuvant's Freund (CFA).
Tingginya konsentrasi lipid pada dinding sel Mycobacterium tuberculosis telah dikaitkan
dengan sifat-sifat bakteri:
- Impermeabilitas untuk noda dan pewarna
- Perlawanan terhadap banyak antibiotik
- Resistensi terhadap pembunuhan oleh senyawa asam dan basa
- Resistensi terhadap lisis osmotik melalui melengkapi deposisi
- Ketahanan terhadap oksidasi mematikan dan dalam kelangsungan hidup makrofag
3.3

Epidemiologi Dan Penularan TBC

Dalam penularan infeksi Mycobacterium tuberculosis hal-hal yang perlu diperhatikan


adalah :
1. Reservour, sumber dan penularan
Manusia adalah reservoar paling umum, sekret saluran pernafasan dari orang
dengan lesi aktif terbuka memindahkan infeksi langsung melalui droplet.
2. Masa inkubasi
Yaitu sejak masuknya sampai timbulnya lesi primer umumnya memerlukan
waktu empat sampai enam minggu, interfal antara infeksi primer dengan reinfeksi
bisa beberapa tahun.
3. Masa dapat menular
Selama yang bersangkutan mengeluarkan bacil Turbekel terutama yang
dibatukkan atau dibersinkan.
4. Immunitas
Anak dibawah tiga tahun paling rentan, karena sejak lahir sampai satu bulan

bayi diberi vaksinasi BCG yang meningkatkan tubuh terhadap TBC.


3.4

Patogenesis Tuberkulosis

Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai
alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non
spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup
menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.
Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni
di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer
GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional,
yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks
primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa
inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga
timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.
Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu
jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.Selama berminggu-minggu
awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang
awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu
timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih
negatif.
Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk.
Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat
tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi
secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan
dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat
tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat
membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan
yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang
mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang
berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis.
Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan
erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.
Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan
gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolapskonsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB
masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman
TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh.
Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak,
tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi
tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk
imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak
langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus reaktivasi. Fokus
potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya
tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit
TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut
(acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk
dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini
timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada
jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam
mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread dengan
jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai
ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang
menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini
berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.
Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran vascular di
dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara
klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized
hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering
terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3%
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang
timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9
bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi
primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak
mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada
remaja dan dewasa muda.
Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang
dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun
tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi
primer.

3.5

Manifestasi Klinis Tuberkulosis

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul
sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada
kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

Gejala sistemik/umum:
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah)
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan
malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam
seperti influenza dan bersifat hilang timbul
Penurunan nafsu makan dan berat badan
Perasaan tidak enak (malaise), lemah

Gejala khusus:
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan

sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan


kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi,
suara nafas melemah yang disertai sesak.
Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai
dengan keluhan sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang
pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di
atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam
tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau
diketahui adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang
kontak dengan penderita TBC paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif.
Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TBC paru dewasa
dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

3.6

Klasifikasi Tuberkulosis

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberculosis memerlukan suatu definisi
kasus yang meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru;
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif
atau BTA negatif;
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat.
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah:


1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar

3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif


4. Analisis kohort hasil pengobatan

Beberapa istilah dalam definisi kasus:


1

Kasus TB : Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau


didiagnosis oleh dokter.
1 Kasus TB pasti (definitif) : pasien dengan biakan positif untuk
Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan, sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan
untuk:
1

Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga


mencegah timbulnya resistensi
1 Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
3. Mengurangi efek samping

A. Klasifikasi berdasarkan ORGAN tubuh yang terkena:


1) Tuberkulosis paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru
Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan DAHAK mikroskopis, yaitu pada


TB Paru:
1) Tuberkulosis paru BTA positif
a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan
setelah pemberian antibiotika non OAT.
2) Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a) Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.


1) TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses
far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2) TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin.
Catatan:
Bila seorang pasien TB ekstra paru juga mempunyai TB paru, maka untuk
kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru.
Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat
sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

D. Klasifikasi berdasarkan RIWAYAT pengobatan sebelumnya

Pemeriksaan

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Screening dapat dilakukan dengan tes sputum BTA,pemeriksaan ini


mudah dan murah. Tes sputum BTA dikatakan positif apabila ditemukan minimal
3 batang kuman pada sediaan.
Tes Tubekulin/Mantoux
Berguna untuk menunjukkan sedang atau pernah terinfeksi mycobacterium tuberculosis.
Penderita anak usia kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif,uji tuberkulin positif
100%,umur 1-2 tahun 92%, umur 2-4 tahun 78%,4-6 tahun 75% dan umur 6-12 tahun 51%.
Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang sensitif
Lokasi penyuntikan uni mantoux umumnya pada proksimal lengan bawah kiri bagian
depan,intrakutan,penilaian dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan dan dilihat indurasinya.
Indurasi ( 0-4 mm )

: Uji mantoux (-),tidak ada infeksi

Indurasi ( 3-9 mm )

: Uji mantoux merahukan,bisa karena kesalahan


teknis,,terjadi reaksi

silang dengan M.atipik atau

setelah vaksinasi BCG. Ulangan dilakukan setelah 2


minggu
Indurasi ( >10 mm )

: Uji mantoux ( + ),sedang/pernah terinfeksi


M.tuberculosis
Pemeriksaan darah rutin,biasanya didapat LED normal atau
meningkat,limfositosis
Tes PAP ( peroksidase anti peroksidase )
Uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk
menentukan adanya igG spesifik terhadap basil TB
Teknik PCR
Untuk mendeteksi DNA kuman secara spesifik
Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan radiologik standar ialah foto rontgen dada (paru) dari arah depan dengan atau
tanpa foto (tampak samping) lateral. Pada pemeriksaan foto toraks TB dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform) sehingga sering disebut sebagai the great
imitator.

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai kelainan TB yang masih aktif bila
didapatkan gambaran bayangan berawan / nodular di bagian atas paru, gambaran kavitas

(lubang pada paru) terutama lebih dari satu yang dikelilingi oleh bayangan opak (putih)
berawan atau nodular, bayangan bercak milier (berbintik-bintik putih seukuran jarum pentul)
yang berupa gambaran nodul-nodul (becak bulat) miliar yang tersebar pada lapangan paru,
dan gambaran berupa efusi pleura (terdapatnya cairan pada selaput paru).

Sedangkan pada gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif, bila didapatkan
gambaran fibrotik (jaringan penyembuhan luka seperti serabut putih yang halus) pada bagian
atas paru, gambaran kalsifikasi (perkapuran yang tampak putih), atelektasis (jaringan paru
yang tidak mengembang), fibrothorax dan atau penebalan pleura (selaput pelapis paru-paru).
Pada tuberkulosis kronis dapat terjadi pneumothoraks (timbulnya udara yang mendesak
jaringan paru-paru) dengan atau tanpa efusi (cairan) yang secara radiologis memberikan
gambaran radiolusen (lebih hitam) dengan corakan bronkovaskuler (paru) menghilang pada
pleura yang terisi udara, gambaran kolaps, cairan, atau desakan jantung.
Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah
bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah
yang disertai sesak.

Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan
keluhan sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada
suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada
muara ini akan keluar cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut
sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya
penurunan kesadaran dan kejang-kejang.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)


TB paru dibagi atas:
a

Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:


Sekurangnya kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukan hasil BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menenjukan BTA positif dan kelainan
radiologi menunjukan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunnjukan BTA positif dan biakan
positif
a Tuberkulosis paru BTA (-)
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negatif, gambaran klinis dan
kelainan radiologi menunjukan tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukan BTA negatif dan biakanM.
Tuberkulosis positif
Cara pengumpulan dan pengiriman bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)


Pagi ( keesokan harinya)
Sewaktu /spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:


3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negatif BTA positif
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali,kemudian
Bila 1 kali positif, 2 kali negatif BTA positif
Bila 3 kali negatif BTA negatif

Pada pemeriksaan jasmani/fisik kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang
terlibat.
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada
permulaan ( awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak didaerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada
pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara nafas
melemah, ronki basah, tanda tanda penarikan paaru, diafragma dan mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di
rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara nafas yang melemah
sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.
Pada limfadenitis tuberkulosis, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah
leher( pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang kadang di daerah ketiak.
Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi cold abscess

3.8

Diagnosis Tuberkulosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan
untuk menegakkan diagnosis adalah:
* Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
* Pemeriksaan fisik.
* Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
* Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
* Rontgen dada (thorax photo).
* Uji tuberkulin.
Diagnosis TB Paru

Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas,
badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala tersebut diatas dapat
dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma,
kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek)
pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung pada pasien
remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang
dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-PagiSewaktu (SPS):
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga
sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan
aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon).
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis
atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk
menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).

Diagnosis TB Ekstra Paru


Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain. Ketepatan diagnosis bergantung pada metode pengambilan bahan
pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks, dan lain-lain.

Uji Tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan sering
digunakan dalam Screening TBC. Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji
tuberkulin adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita
TBC aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 12 tahun 92%, 24 tahun 78%, 46 tahun 75%,
dan umur 612 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia
anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik.

Ada beberapa cara melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih
sering digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantoux umumnya pada bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit).
Penilaian uji tuberkulin dilakukan 4872 jam setelah penyuntikan dan diukur
diameter dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi:
1. Pembengkakan (Indurasi) : 04mm, uji mantoux negatif.
Arti klinis : tidak ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
2. Pembengkakan (Indurasi) : 59mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
3. Pembengkakan (Indurasi) : >= 10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.

3.9

Komplikasi

Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, laringitis, usus, Poncets arthropathy


Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas -> SOFT (Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat -> SOPT / fibrosis paru,kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napasdewasa (ARDS), sering terjadi pada
TB milier dan kavitas TB.
[IPD II]
3.10

Pencegahan

a. Promotif
1
2

Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC


Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan,
cara pencegahan, faktor resiko
3 Mensosialisasiklan BCG di masyarakat.
b. Preventif
1 Vaksinasi BCG
2 Menggunakan isoniazid (INH)
3 Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
1 Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara
dini.
c. Kuratif
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam
jangka waktu yang lama. Obat-obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya
penyakit klinis pada seseorang yang sudah terjangkit infeksi. Penderita tuberkulosis dengan

gejala klinis harus mendapat minuman dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang
resisten terhadap obat. Kombinasi obat-obat pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam
isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau rifamsipin (RIF). Dosis lazim INH
untuk orang dewasa biasanya 5-10mg/kg atau sekitar 300 mg/hari, EMB, 25 mg/kg selama 60
hari, kemudian 15mg/kg, RIF 600 mg sekali sehari. Efek samping etambutol
adalah Neuritisretrobulbar disertai penurunan ketajaman penglihatan. Uji ketajaman
penglihatan dianjurkan setiap bulan agar keadaan tersebut dapat diketahui. Efek samping INH
yang berat jarang terjadi. Komplikasi yang paling berat adalah hepatitis. Resikohepatitis
sangat rendah pada penderita dibawah usia 20 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 60
tahun keatas. Disfungsi hati, seperti terbukti dengan peningkatan aktivitas serum
aminotransferase, ditemukan pada 10-20% yang mendapat INH. Waktu minimal terapi
kombinasi 18 bulan sesudah konversibiakan sputum menjadi negatif. Sesudah itu
masuk harus dianjurkan terapi dengan INH saja selama satu tahun.
Baru-baru ini CDC dan American Thoracis Societty (ATS) mengeluarkan pernyataan
mengenai rekomendasi kemoterapi jangka pendek bagi penderita tuberkulosis dengan riwayat
tuberkulosis paru pengobatan 6 atau 9 bulan berkaitan dengan resimen yang terdiri dari INH
dan RIF (tanpa atau dengan obat-obat lainnya), dan hanya diberikan pada pasien tuberkulosis
paru tanpa komplikasi, misalnya : pasien tanpa penyakit lain seperti diabetes, silikosis atau
kanker didiagnosis TBC setelah batuk darah, padahal mengalami batu dan mengeluarkan
keringat malam sekitar 3 minggu.

3.11 Prognosis
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jikadisebabkan oleh strain
resisten obat atau terjadi pada pasien berusialanjut, dengan debilitas, atau mengalami
gangguan kekebalan, yangberisiko tinggi menderita tuberkulosis milier
[Patologi vol. 2, Robbins, dkk]

TIU IV: Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan Tuberkulosis


4.1

Menjelaskan Terapi Farmakologi

Kuman TB merupakan kuman yang tahan asam, tumbuh sangat lambat, dan cepat
menimbulkan resistensi bila terpajan obat.
Faktor faktor yang mempersulit pengobatan

Kurang daya tahan hospes terhadap mikrobakteria


Kurang daya bakterisid obat yang ada
Timbul resistensi kuman terhadap obat.
Masalah efek samping obat.
Masalah makin berat dengan AIDS yang berkaitan erat dengan meningkatnya
kejadian TB.

Obat lini 1 : isoniazid, rifampicin, pirazinamid, etambutol, streptomicin.


Obat lini 2 : paraaminosalisilat, gol fluoroquinolon, sikloserin, eitionamid, kanamicin,
amikasin, dan kapreomicin.
Isoniazid
Pada uji hewan, isoniazid lebih kuat dibandingkan streptomicin. Menghambat sintesis asam
mikolat. Banyak menyebabkan efek samping, terutama neuritis perifer. Merupakan obat yang
sangat penting untuk semua tipe tuberkolosis. Efek samping dapat dicegah dengan pemberian
piridoksin.
Rifampicin
Menghambat DNA dependen RNA polimerase. Menyebabkan efek samping ruam pada kulit,
demam, muntah. Hindari pemberian rifampicin dengan paraaminosalisilat, karena dapat
mengurangi kadar rifampicin dalam darah. Disulfiram dan probenesid dapat menghambat
ekskresi rifampicin melalui ginjal. Merupakan obat yang sangat efektif, digunakan bersama
isoniazid.

Etambutol
Kerjanya menghambat sintesis metabolit. Bersifat tuberkolostatik. Efek samping terutama
pada gangguan penglihatan.
Pirazinamid
Tidak larut dalam air dan merupakan bakterisid yang kuat.

Pengobatan TB
TB biasanya dapat mengenai beberapa organ, seperti paru paru , ginjal, tulang, dan usus.
Tujuan dari pengobatan ini adalah memusnahkan basil tuberkolosis, dengan cepat dan
mencegah kambuh,dan mengurangi transmisi TB ke orang lain.
Pengobatan dinyatakan berhasil jika menghasilkan uji sputum negatif,
hapusan dahak maupun biakan kuman dan tetap negatif selamanya.
Beberapa masalah :
1
1
1
1
1
2
1
1

Pemilihan obat
Resistensi
Panduan terapi
Panduan terapi pada pasien defisiensi imun
Efek samping
Pengobatan pencegahan
Terapi kortikosteroid
Penilaian hasil pengobatan

Pemilihan obat

baik pada uji

Paling sedikit menggunakan dua obat


Pengobatan harus berlangsung 3 6 bulan setelah sputum negatif untuk tujuan
sterilisasi lesi dan mencegah kambuh.
Hampir selalu menggunakan 3 obat, yaitu isoniazid, rifampicin, dan pirazinamid.
Etambutol untuk mencegah resistensi obat.

Panduan WHO, pengobatan terdiri dari 2 fase, yaitu fase awal dan fase lanjutan.
2 (HRZE) / 4 (HR)
Fase awal 2 (HRZE), diberikan selama 2 bulan, setiap hari dengan kombinasi tetap isoniazid (
H ), rifampicin ( R ), pirazinamid ( Z ), fase lanjut 4 ( HR ), 4 bulan dengan kombinasi tetap
Isoniazid dan rifampicin.
Strategi pemberantasan TB dari WHO menunjuk PMO ( pengawas minum obat ), biasanya
petugas kesehatan.
Pengobatan pencegahan
1
1

4.2

Indivudu kontak positif, tes mantoux negatif, diberi isoniazid


Tes mantoux negatif, pemeriksaan radiologi normal.

Menjelaskan Terapi Non Farmakologis

A Pengobatan suportif / simptomatis


Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau suportif / simptomatis untuk
meningkatkan daya tahan tubuh atau mengatasi gejala / keluhan.
1 Pasien rawat jalan
a Makan makanan bergizi, bila dianggap perlu dapat diberikan vitamin tambahan
( pada prinsipnya tidak ada larangan makanan untuk pasien tuberkulosis, kecuali
untuk penyakit kumorbitnya )
a Bila demam diberikan oat demam / penurun panas
a Bila perlu dapat diberikan obat untuk mengatasi gejala batuk, sesak nafas dan
lain-lain
1 Pasien rawat inap
Indikasi rawat inap
1 TB paru disertai keadaan / komplikasi sbb :
Batuk darah masif
Keadaan umum baruk
Pneumotoraks
Empiema
Efusi pleura masif / bilateral
Sesak nafas berat ( bukan efusi pleura
1 TB diluar paru yang mengancam jiwa
TB paru millier
Meningitis TB

Pengobatan suportif / simptomatis yang diberikan sesuai dengan keadaan klinis dan indikasi
rawat.
Terapi pembedahan

Indikasi operasi
1 Indikasi mutlak
Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak tetap positif
Pasin batuk darah yang masif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
1 Indikasi relatif
Pasien dengan dahak negatif dengan batuk dahak berulang
Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
Sisa kaviti yang menetap
Tindakan invasif ( selain pembedahan )

Bronkoskopi
Punksi pleura
Pemasangan WSD ( Water Sealed Drainage )

Evaluasi pengobatan
Meliputi evaluasi klinis, evaluasi bakteriologi, evaluasi radiologis, evaluasi efek
sampingobat, serta evaluasi keteraturan berobat.
1 Evaluasi klinis
Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama, pengobatan
selanjutnya setiap 1 bulan
Evaluasi : respon pengobatan dari ada atau tidaknya efek samping obat serta
ada atau tidaknya komplikasi penyakit
Evaluasi klinis meluputi keluahan berat badan, pemeriksaan fisik
1 Evaluasi bakteri ( 0-2 - 6/9 bulan pengobatan )
Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak
Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis

Sebelum pengobatan dimulai

Setelah 2 bulan pengobatan ( setelah fase intensif )

Akhir pengobatan
1 Evaluasi radiologi ( 0-2 6/9 bulan pengobatan )
Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :
Sebelum pengobatan
Setelah 2 bulan pengobatan
Pada akhir pengobatan
1 Evaluasi efek samping secara klinis
Sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap
Periksa asam urat bila menggunakan pirazinamid
Periksa uji buta warna dan pemeriksaan virus bila menggunakan etambutol
Periksa keseimbangan dan audiometri bila mendapat stroptomisin
Pada anak dan dewasa yang paling penting addalah evaluasi kinis
kemungkinan terjadi efek samping obat
1 Evaluasi keteraturan berobat
Evaluasi ini sangat penting dilakukan penyuluhan dan pendidikan mengenai
penyakit dan keteraturan berobat
1 Evaluasi pasien yang telah sembuh
Pasien TB yang dinyatakan sembuh sebaiknya tetap dievaluasi minimal dalam
2tahun pertama setelah kambuh untuk mengetahui kekambuhan

Hal yang dievaluasi adalah mikroskopis BTA dahak dan foto toraks

A Pelaksanaan DOTS ( Directly Observed Treatment Short Course )


Kunci keberhasilan program penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan
strategi DOTS. Dalam melaksanakan DOTS, sebelum pengobatan pertama kali dimulai,
pasien diberikan penjelasan bahwa harus ada seorang PMO yang ikut hadir dipoliklinik untuk
mendapat penjelasan untuk DOTS.

Tugas PMO

Bersedia mendapat penjelasan poliiklinik


Pelakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal
Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga
selesai
Mengenali efek samping ringan obat dan menasehati pasien agar tetap mau
menelan obat
Merujuk pasien bila ada efek sampingsemakin berat
Melakukan kunjungan rumah
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala
TB

Daftar Pustaka

Sherwood 2004. Human Psysiology from Cells to System, 5 th ed. WB Sanders, Philadelphia
Sudoyo, Aru.W, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Siti Setiati, Marcellus Simadibrata.
2009.Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta : Interna Publishing
Rahajoe N. Nastiti. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI
Jawetz, Melnick, and Adelbergs. 2005. Medical Microbiology. McGraw-Hill Companie Inc

Anda mungkin juga menyukai