Anda di halaman 1dari 9

Zulhelmi

12010110141027
MANAJEMEN

Perbandingan APBN 2012 dengan RAPBN 2013.


Nilai belanja dan pengeluaran negara pada RAPBN 2013 bakal mencapai Rp 1.657,9 triliun.
Nilai ini naik dari APBN 2012 yang jumlahnya Rp 1.548,3 triliun.
Pokok Bahasan:
A. Pendahuluan
B. Perkembangan dan Proyeksi Asumsi Ekonomi Makro
C. Arah Kebijakan Fiskal 2013
1. Kebijakan Belanja Negara
2. Kebijakan Pendapatan Negara
3. Kebijakan Pembiayaan

A. Pendahuluan
Percepatan APBN-P 2012 disusun selain terkait dengan perkembangan faktor
eksternal (krisis global dan perkembangan harga ICP) juga dipengaruhi oleh
perubahan kebijakan fiskal dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2012.
Pengesahan UU APBN-P 2012 tidak seperti yang diharapkan beberapa kebijakan
tidak dapat langsung diimplementasikan :
Kenaikan harga BBM Bersubsidi sebesar Rp1.500/liter, tidak dapat dilaksanakan
dari target waktu semula yaitu per 1 April 2012.
Program pendukung kenaikan harga BBM tersebut juga tidak dapat dilaksanakan
per 1 April 2012.
Penundaan kenaikan harga BBM bersubsidi berdampak pada tambahan
beban subsidi BBM sekitar Rp5,0 T untuk setiap bulan.
Beberapa asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan dalam APBN-P 2012

diperkirakan meleset :
Nilai tukar : Rp9.000/USD

Rp9.100/USD

Harga minyak : USD105/barel

USD119,16/barel

Volume konsumsi BBM bersubsidi : 40


Risiko Lifting : 930

44 juta kl (tanpa pembatasan)

910 ribu barel per hari

Berdampak pada postur APBN-P 2012.

Implikasi ke 2013-2014:
Alasan pokok penyesuaian harga BBM di tahun 2012 adalah:
menyelamatkan APBN 2012 dan sekaligus menyehatkan APBN ke depan: Jika
rata-rata harga minyak tetap tinggi (> US$ 119 per barel), tanpa penyesuaian,
defisit naik di atas 3% dari PDB (di atas batas atas yang diizinkan oleh UU No
17/2003)
Kunci penting untuk mendorong diversifikasi energi dari BBM ke sumber energi
lain (bagian dari kebijakan energi).
Tanpa penyesuaian harga BBM, energi lain tidak atraktif.
Bagian dari upaya redistribusi pendapatan untuk mewujudkan keadilan
Sebagian besar subsidi BBM dinikmati oleh kelompok menengah ke atas
Saving dari subsidi BBM dapat digunakan untuk meningkatkan pembangunan
infrastruktur
Memperbaiki struktur dan efisiensi ekonomi nasional.
Tidak dinaikkannya harga BBM dan TTL di tahun 2012 akan berdampak pada:
masih besarnya beban subsidi BBM dan subsidi listrik di tahun 2013 dan 2014
terbatasnya ruang untuk belanja tidak mengikat (diskresi), khususnya investasi
masih besarnya defisit anggaran
struktur ekonomi masih mengandung inefisiensi yang tinggi karena subsidi.
balanced budget di tahun 2014 sulit dicapai, apabila tidak dilakukan langkah-langkah
kebijakan di tahun 2013 dan 2014.

B. Perkembangan & Proyeksi Asumsi Ekonomi Makro.


1. Target Pertumbuhan PDB tahun 2012 sebesar 6,5%
a. Kontribusi ekspor netto menurun akibat perlambatan ekspor
b. Kontribusi investasi meningkat:
Perbaikan iklim investasi
Program MP3EI
c. Konsumsi RT masih cukup baik
Kompensasi bila terjadi Kenaikan BBM
d. Sektor industri pengolahan, perdagangan dan transportasi masih menjadi
kontributor pertumbuhan terbesar.
2. Perkiraan Inflasi 2012
a. Berdasarkan perkembangan terkini, perkiraan baseline inflasi menurun dari
4,33% (RAPBN-P2012) menjadi 4,13%.
b. Kenaikan HPP beras pada skenario terjadinya kenaikan BBM bersubsidi lebih
besar, akibat dampak lanjutan (2nd round effect) dari harga BBM
c. Skenario Pembatasan BBM bersubsidi diperkirakan tetap membawa dampak
pada kenaikan biaya transportasi
d. Ekspektasi inflasi telah meningkat di awal tahun seiring rencana kenaikan harga
BBM, penundaan penyesuaian harga BBM bersubsidi dapat dorong inflasi lebih
tinggi.

C. Arah Kebijakan Fiskal Tahun 2013


Kebijakan Umum Fiskal Tahun 2013
RAPBN 2013 diarahkan untuk mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi,
pengurangan tingkat pengangguran dan kemiskinan, serta pembangunan yang
berwawasan lingkungan.
Pengendalian dan Penurunan Defisit RAPBN 2013 untuk menjaga Kesinambungan
(Sustainabilitas) Fiskal

1. Kebijakan Belanja Negara Tahun 2012


a. Profil Belanja Negara
1) Sebesar 71,9% dari belanja negara dalam APBN-P 2012 dialokasikan untuk
belanja non-diskresi
2) Belanja wajib sebagian besar dialokasikan untuk transfer ke daerah
3) Sebesar 28,1% dari belanja negara dalam APBN-P 2012 dialokasikan untuk
belanja diskresi (termasuk hasil optimalisasi)
4) Belanja diskresi sebagian besar dialokasikan untuk belanja modal dan belanja
barang
5) Belanja K/L tahun 2012 dominan untuk Belanja Barang (37%) dan Modal (29,1%)
6) Peningkatan belanja K/L 2005-2012 : Belanja Modal (1,8%), Barang (12,9%)
b. Arah Kebijakan Belanja Negara Tahun 2013
1) Kebijakan Umum Belanja Negara:
a) Memberikan jaminan pelaksanaan operasional Pemerintahan yang
efisien
b) Mendorong terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan
(sustainability economic growth) dan memantapkan stabilitas
perekonomian domestik dengan tetap meningkatkan efisiensi belanja
menurut target balance budget pada tahun 2014
c) Memberikan dorongan pada pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan
anggaran infrastruktur termasuk infrastruktur energi dan infrastruktur yang
mendorong ketahanan pangan
d) Mengutamakan program-program produktif dengan mengacu pada tercapainya
sasaran output/outcom
e) Meningkatkan kemampuan pertahanan menuju minimum essential force (MEF)
f) Meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (climate change)
g)Meningkatkan program perlindungan sosial dan efektivitas programprogram
bantuan sosial dalam menurunkan kemiskinan
h) Menguatkan program pro rakyat (klaster 4)
i) Melanjutkan pelaksanaan PBB dan MTEF
j) Mendukung ketersediaan Infrastruktur dan peningkatan kesejahteraan
rakyat melalui program Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dan Masterplan Percepatan

dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)


k) Kebijakan belanja subsidi:
(1) Menata ulang sistem penyaluran subsidi agar makin adil dan tepat
sasaran, serta lebih akuntabel,
(2) Memperbaiki sistem perencanaan subsidi,
(3) Mendukung program ketahanan pangan.
2) Kebijakan Belanja Pegawai:
a) Melakukan penyesuaian gaji pokok dan pensiun pokok PNS;
b) Meneruskan pemberian gaji dan pensiun ke-13
c) Menampung kebutuhan anggaran remunerasi K/L terkait reformasi
birokrasi
d) Mengelola jumlah PNS mengacu pada prinsip zero growth.
3) Kebijakan Belanja Barang:
a) Menjaga kelancaran dan kualitas penyelenggaraan operasional
pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat
b) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas alokasi dan penggunaan belanja
barang K/L
c) Pelaksanaan kebijakan flat policy belanja barang operasional
d) Efisiensi belanja perjalanan dinas
e) Memperhitungkan peningkatan harga barang dan jasa, serta
perkembangan organisasi
f) Menampung pengadaan aset yang akan diserahkan ke Pemerintah
Daerah/masyarakat.
g) Menampung alokasi untuk pemeliharaan rutin jalan/jembatan/aset
infrastruktur lainnya, diklat, litbang, dan peningkatan capacity building
dalam rangka mendukung program-program pembangunan nasional.
4) Kebijakan Belanja Modal:
a) Mendukung pendanaan pembangunan infrastruktur dasar (infrastruktur
energi, transportasi, irigasi, ketahanan pangan, perumahan, air bersih,
dan komunikasi)
b) Memperbesar peran belanja modal, terutama infrastruktur dalam

mendukung MP3EI, dalam meningkatkan investasi pemerintah


c) Mendukung stabilitas keamanan melalui percepatan pencapaian minimum
essential force (MEF)
d) Mendukung pendanaan kegiatan multiyears dalam rangka menjaga
kesinambungan program dan pendanaan pembangunan
e) Meningkatkan kapasitas mitigasi dan adaptasi terhadap dampak negatif
akibat perubahan iklim (climate change).
5) Kebijakan Belanja Subsidi:
a) Menata ulang kebijakan subsidi agar makin adil dan tepat sasaran,
b) Menyusun sistem seleksi yang ketat untuk menentukan sasaran penerima
subsidi yang tepat,
c) Menggunakan basis data yang transparan,
d) Menata ulang sistem penyaluran subsidi yang lebih akuntabel.
6) Kebijakan Bantuan Sosial:
a) Meningkatkan dan memperluas cakupan program-program perlindungan
sosial melalui:
(1) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Kementerian Agama yang
berkeadilan dan merata untuk semua agama
(2) Beasiswa untuk Siswa dan Mahasiswa Miskin
(3) Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas)
(4) Program Keluarga Harapan (PKH).
b) Melanjutkan kesinambungan program pemberdayaan masyarakat melalui
PNPM Mandiri
c) Menanggulangi risiko sosial akibat bencana alam melalui pengalokasian
Dana Cadangan Penanggulangan Bencana Alam, serta
d) Mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pengurangan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)
7) Kebijakan Belanja Lain-Lain:
a) Mengantisipasi perubahan asumsi ekonomi makro melalui penyediaan
dana cadangan perubahan risiko fiskal, antara lain seperti: perubahan
asumsi ekonomi makro

b) Menyediakan alokasi anggaran untuk kontribusi kepada lembaga


internasional
c) Mendukung ketahanan pangan melalui penyediaan dana cadangan beras
Pemerintah (CBP), cadangan benih nasional (CBN), dan cadangan
stabilisasi harga pangan
d) Menyediakan alokasi anggaran tahapan pelaksanaan Pemilu tahun 2014.

2. Kebijakan Pendapatan Negara Tahun 2013


a. Kebijakan Perpajakan Tahun 2013
1) Melanjutkan reformasi perpajakan dan kepabeanan cukai di bidang
administrasi, peraturan perundang-undangan dan penggalian potensi
2) Pengalihan secara bertahap PBB sektor perdesaan dan perkotaan dari
Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah (sesuai UU No.28 tahun 2009
tentang PDRD)
3) Perbaikan pelayanan dan penyuluhan perpajakan untuk meningkatkan
kepatuhan sukarela (tax compliance)
4) Program intensifikasi penagihan pajak dan piutang pajak, optimalisasi
kolektibilitas piutang kepabeanan dan cukai
5) Law enforcement kepada wajib pajak yang tidak patuh.
b. Kebijakan PNBP Tahun 2013
1) Optimalisasi PNBP dari SDA dengan tetap memperhatikan kesinambungan
produksi dan kelestarian lingkungan hidup
a) Peningkatan PNBP SDA Migas melalui peningkatan lifting minyak dan
efisiensi cost recovery Migas melalui penurunan rasio cost recovery
terhadap gross revenue
b) Pengembangan lapangan Migas baru dan percepatan siklus produksi
Migas
c) Penambahan Wilayah Kerja Pertambangan Migas
d) Peningkatan penerimaan SDA non migas, khususnya peningkatan
penerimaan Pertambangan Umum (mineral & batubara) melalui upaya
pengawasan produksi dan penjualan yang lebih ketat pada pemegang ijin
usaha pertambangan.

2) Pengembangan sistem Penata Usahaan Hasil Hutan (PUHH) berbasis


teknologi informasi
a) Penambahan luas areal pencadangan ijin usaha pemanfaatan hutan
tanaman
b) Penyesuaian tarif PNBP yang lebih memberikan kepastian bagi wajib
bayar/pengguna jasa sektor kelautan dan perikanan
c) Melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi serta penyusunan dan
penyempurnaan ketentuan perundang-undangan panas bumi
d) Optimalisasi penarikan dividen BUMN melalui penetapan payout ratio
yang mempertimbangkan peraturan yang ada dan business plan BUMN
e) Perbaikan pemungutan dan penyetoran PNBP K/L.

3. Kebijakan Pembiayaan Tahun 2013


a. Kebijakan Pembiayaan 2013
1) Pembiayaan utang dari penerbitan SBN dan penarikan pinjaman luar negeri
mempertimbangkan biaya yang rendah dan risiko yang minimal.
2) Pinjaman luar negeri diutamakan untuk membiayai kegiatan produktif yang
mendorong pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kesejahteraan masyarakat.
3) Pemanfaatan dana SAL untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis
pasar SBN dan pemanfaatan di awal tahun untuk membiayai pembangunan
infrastruktur.
b. Kebijakan Pembiayaan Utang 2013
Kebijakan Umum berdasarkan arahan Presiden:
1) Memenuhi target rasio utang terhadap PDB yang idealnya pada tahun 2014
kurang dari 20%
2) Memenuhi target balanced budget pada tahun 2014
3) Meninjau kembali pinjaman luar negeri yang bersumber dari kredit ekspor
dan pinjaman program (refinancing)
4) Mengutamakan pinjaman luar negeri yang telah disepakati
5) Memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk kegiatan prioritas (infrastruktur)
6) Meningkatkan governance dalam pengajuan pinjaman dan mengendalikan
serta mengawasi pinjaman BUMN

7) Mengendalikan dan membatasi pinjaman dalam negeri.

-Penyusunan dan Perencanaan Anggaran yang lebih baik akan membantu


memperbaiki penyerapan anggaran belanja K/L di Tahun 2013 (minimal mencapai
95%)
-Penyelesaian proses penyusunan anggaran harus tepat waktu dan disiplin, baik
dalam pembahasan intern Pemerintah maupun dengan DPR (Komisi)

Anda mungkin juga menyukai