Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK RESOLUSI KONFLIK

RESOLUSI KONFLIK PERANG SAUDARA DI SURIAH


Created by:
1.

Andriyanto M. F. A.

170210120024

2.

Fajar Rizqi Azheri

170210120013

3.

Frankie

170210120132

4.

Alfath Fadlurrahman

170210120062

5.

Alawwiy Abdurrauf

170210120054

6.

Rama Syawala

170210120075

7.

Bani Khalifa Akbar

170210120099

8.

Agung Afif M.

9.

Aditya Wijaya K.

170210120118

10.

Fajar Rachmat

170210120040

170210120038

DEPARTEMENT OF INTERNATIONAL RELATIONS


FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE
UNIVERSITY OF PADJADJARAN
2014

Introduction
Perang Saudara Suriah (Syrian Civil War) merupakan konflik bersenjata yang sampai saat
ini masih sedang berlangsung di Suriah antara pihak pemerintah Suriah dan beberapa pihak yang
sedang berusaha menjatuhkan rezim kepemimpinan Presiden Bashar Al-Assad. Konflik yang
dimulai pada 15 Maret 2011 ini awalnya merupakan konflik internal antara pemerintah Suriah
dan pihak yang disebut sebagai pemberontak, namun dampak dari konflik ini meluas seiring
semakin banyaknya pihak eksternal yang mengintervensi dan kompleksitas dari konflik yang
masih belum ditemukan penyelesaiannya. Selain itu, konflik bersenjata ini merupakan dampak
dari revolusi di negara-negara Arab yang pemerintahannya dianggap diktator dan para pemrotes
menginginkan adanya reformasi demokrasi dan ekonomi di dalam tubuh pemerintahan negaranegara Arab.
Pada essay ini kami akan menjelaskan tentang apa resolusi konflik dan bagaimana
penyelesaiannya disertai dengan menganalisis dari siapa saja subjek dari keberlangsungan
konflik bersenjata ini dan bagaimana perkembangan konflik sampai sekarang dengan point of
view pihak-pihak internal yang terlibat.
Subject
1. Pemerintah Suriah
Partai Baath adalah partai yang sampai saat ini masih berkuasa sejak tahun 1966 setelah
berhasil menjatuhkan pemerintahan sebelumnya yang dikuasai oleh Presiden Amin Hafiz dengan
cara coup d tat. Partai ini adalah partai yang berideologikan pada pemikiran Baathism, atau
nasionalisme Arab. Partai ini didirikan oleh Michel Aflaq dan Salah al-Din al-Bitar pada 7 April
1947. Konsep-konsep Baathism ini juga memadukan pemikiran pan-Arabisme, sosialisme Arab
dan sekulerisme.1 Para elite dalam partai ini adalah para kelompok Alawi yang merupakan
cabang dari Islam Syiah dan merupakan minoritas di Suriah, di mana agama mayoritas
masyarakat Suriah adalah Islam Sunni.
Pada tanggal 23 Februari 1966, sekelompok pasukan bersenjata menyusup ke dalam
pemerintahan Suriah dan memenjarakan Presiden Hafiz dan kemudian membubarkan kabinet
dan mereferendum konstitusi yang sebelumnya dijalankan. Pada 13 November 1970, Menteri
Pertahanan Hafez al-Assad melakukan kudeta militer tanpa kekerasan, mengusir pimpinan
partai sipil dan mengasumsikan peran Presiden. Setelah kekuasaan dengan asumsi, Hafez alAssad bergerak cepat untuk menciptakan infrastruktur organisasi untuk pemerintah dan untuk
1

Paul Salem, Bitter Legacy: Ideology and Politics in the Arab World, (Syracuse: Syracuse University Press, 1994),
p. 62

mengkonsolidasikan kendali atas kepemerintahan. Kemudian, Hafez Al-Assad maju sebagai


pemimpin Partai Baath yang tampil sebagai vanguard party dan memenangkan referendum 12
Maret 1971, lalu mengganti konstitusi pemerintahan menjadi sistem presidensial terpusat dan
otoritas absolut di Suriah. Kepemerintahannya berlangsung dari tahun 1970 sampai
meninggalnya pada 10 Juni 2000. Selanjutnya, posisi kepala negara dilanjutkan oleh anaknya,
Bashar Al-Assad, yang terpilih pada referendum 10 Juli 2000. Bashar Al-Assad sampai saat ini
masih menjadi presiden Suriah yang sah secara konstitusi Suriah.
2. Pihak-pihak oposisi internal
Pihak-pihak oposisi internal dari pemerintah Suriah terdiri dari beberapa kelompok, yaitu
Syrian National Council, Syrian National Coalition, Free Syrian Army, dan kelompok minoritas
Suku Kurdi. Pihak-pihak oposisi menuding bahwa pemerintahan Bashar Al-Assad telah
menyalahgunakan kekuasaan dengan melakukan tindakan korupsi dan pelanggaran hak asasi
manusia. Pihak-pihak oposisi juga menginginkan adanya reformasi dalam pemerintahan dengan
cara mengganti pemerintahan Al-Assad dengan pemerintahan yang lebih demokratis dan
menghilangkan unsur-unsur dictatorship dari keberlangsungan pemerintahan. Selain itu,
mengenai isu agama, pemerintahan Al-Assad yang dikuasai oleh para Alawi dianggap cenderung
menekan masyarakat Suriah yang bermayoritas Sunni dan juga beberapa minoritas agama lain,
sehingga para oposisi bersikeras agar para Sunni-lah yang harus memegang tampuk
pemerintahan Suriah.
Ongoing Conflict
Konflik ini merupakan dampak dari peristiwa arab spring. Rakyat Suriah menuntut
keadilan dari rezim Bashar Al-Assad. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011,
dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Rakyat ingin menggulingkan rezim Bashar
Al-Assad karena sikapnya yang tidak adil pada masyarakat. Karena itu rakyat Suriah mulai
melakukan revolusi. Rakyat melakukan revolusi untuk menuntut pemerintahan yang lebih
demokratis.
Pengunjuk rasa Suriah pada awalnya menuntut reformasi demokrasi dan ekonomi dalam
kerangka pemerintahan yang ada. Pada saat dilakukan demonstrasi terjadi penembakan dari
pihak militer. Protes ini pun berkembang menjadi pemberontakan bersenjata.
Para pemberontak bersatu dengan tentara pembebasan suriah untuk menjatuhkan rezim
Bashar Al-Assad. Pihak oposisi ini didominasi oleh kaum sunni, sedangkan pasukan pemerintah

ini didominasi dengan syiah. Pihak pemerintahan Bashar Al-Assad mendapatkan bantuan dari
pihak Iran.
Pihak barat telah menuduh Iran memberikan dukungan militer dan teknis untuk Assad
untuk memadamkan protes sejak awal pemberontakan di Suriah. Para pejabat Iran sebagai
imbalan mengecilkan tuduhan dengan mengatakan negara itu hanya mendukung Suriah secara
moral.
Negara Suriah modern didirikan usai Perang Dunia Pertama, yaitu setelah mendapatkan
kemerdekaannya dari Perancis pada tahun 1946. Pasca meraih kemerdekaannya, Suriah sering
diguncang gejolak politik serta kudeta militer, yang sebagian besar terjadi antara periode 19491971. Kemudian antara periode 1958-1961, Suriah bergabung dengan Mesir membentuk
perserikatan yang dikenal dengan RPA (Republik Persatuan Arab). Perserikatan itu berakhir
karena terjadinya kudeta militer di Suriah. Sejak tahun 1963 hingga 2011, Suriah terus
memberlakukan UU Darurat Militer, sehingga dengan demikian sistem pemerintahannya pun
dianggap oleh pihak barat tidak demokratis.
Presiden Suriah adalah Bashar al-Assad, yang telah mengambil alih pemerintahan dari
ayahnya Hafez al Assad dengan penunjukan secara aklamasi dan telah berkuasa di Suriah mulai
tahun 2000. Sejak era perang dingin, Suriah terkenal dengan kekuatan militernya di kawasan,
dan identik dengan julukan Rusia Timur Tengah. Hal itu berkat kedekatan hubungan Suriah
dengan Rusia, sehingga kerap mendapat pasokan senjata modern. Alasan ini jugalah yang
membuat Israel sedikit segan untuk melakukan perang frontal menghadapi Suriah dalam
persengketaan Dataran Tinggi Golan. Di samping itu, Suriah menjadi tumpuan beberapa negara
kawasan dalam menyelesaikan konflik militer yang sering terjadi di Timur Tengah.
Fakta membuktikan, bahwa sebagian besar negara Arab adalah aliansi abadi blok Barat,
yang dinakhodai langsung oleh Amerika Serikat sebagai kekuatan Super Power tunggal dunia.
Keberadaan kekuatan militer Suriah di kawasan tentu saja menjadikan mereka jengah, karena
dianggap sebagai kekuatan lawan. Tidak jarang, beberapa kasus sebelumnya sudah pernah
diangkat untuk merontokkan Suriah terutama presidennya, namun semuanya gagal.
Terpaan Badai Arab Spring 2011 (Badai Musim Semi Arab 2011), yang telah
merontokkan beberapa kekuatan besar di negeri Arab juga ikut mempengaruhi stabilitas suasan
politik di Suriah. Padahal sebelumnya, presiden Suriah Bashar al Assad dengan sangat optimis
telah mengungkapkan, bahwa badai Musim Semi Arab tidak akan menerpa Suriah, karena rakyat
Suriah secara umum telah memperoleh hak-hak mereka secara adil, jadi tidak ada alasan bagi
rakyat Suriah untuk melakukan revolusi di negara tersebut. Fenomena Arab Spring akhirnya

dimanfaatkan dengan sangat baik oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Terbukti dengan
merebaknya perlawanan rakyat yang dimotori oleh kelompok minoritas Suriah, yang menurut
informasi dari pejabat Suriah, pihak-pihak berkepentingan tersebut sengaja mendukung
kelompok minoritas untuk melakukan perlawanan untuk meruntuhkan rezim Al- Assad.
Melihat dampak Arab Spring yang menimpa Suriah, kelompok negara-negara Arab yang
selama ini bersebrangan dengan Suriah, mendorong lembaga tertinggi negara-negara Arab itu
untuk membekukan keanggotaan Suriah, serta menyerahkan kasus Suriah kepada Dewan
Keamanan PBB untuk segera diselesaikan secara internasional. Selanjutnya, hal ini juga yang
membuat Rusia dan Cina sebagai mitra abadi Suriah semakin tidak nyaman di kursinya. Karena
mereka merasa termasuk kelompok yang paling dirugikan berkaitan dengan masalah Suriah, jika
putusan Dewan Keamanan PBB itu disahkan yang pada akhirnya berujung pada jatuhnya veto
dari kedua negera adidaya tersebut.
Resolution
Meskipun pemberontakan dan tuntutan revolusi di Suriah telah berlangsung untuk waktu
yang lama, tetapi tidak ada tanda-tanda runtuhnya rezim Asad. Melihat fenomena yang sekarang
mungkin rezim Asad masih akan bertahan untuk waktu yang cukup lama. Meskipun ada cukup
banyak masalah ekonomi di Suriah, namun belajar dari rezim Saddam Hussein adalah bahwa ia
tidak jatuh meskipun terjadi krisis ekonomi yang disebabkan oleh perang pada tahun 1990.
dukungan ekonomi ke Suriah dari negara-negara lain juga tidak ada masalah meskipun Suirah
berada dalam konflik dengan rakyatnya sendiri. bahkan beberapa bank di Lebanon dapat disebut
sebagai surga bagi para pendukung Suriah.
Selain itu, dengan dukungan militer masih begitu setia kepada Assad, oposisi masih resistensi
yang harus diatasi. Plus, oposisi umum rezim Asad ini bisa dibilang dalam krisis kepemimpinan.
Padahal kita tahu, tanpa itu, oposisi akan sulit untuk menyalakan inspirasi berani di Suriah untuk
mengobarkan protes terhadap pemerintah.
Sejauh ini dapat disimpulkan, asalkan oposisi belum mampu membangun kembali
kekuatan dan bersatu untuk melawan rezim Asad. Kemungkinan perang sipil di Suriah masih
akan berlangsung selama tahun-tahun mendatang. Dan rezim Asad masih menguasai pemerintah.
Melihat kondisi perang sipil yang sedang berlangsung di Suriah, dapat dipahami bahwa
orang-orang Suriah juga ingin pemerintah kediktatoran yang menghilang dari negara mereka
seperti yang terjadi di beberapa negara di Timur Tengah akhir-akhir ini. tapi yang perlu dicatat
untuk Suriah adalah bahwa mereka belum bersatu untuk memprotes rezim. dibutuhkan seseorang

yang telah menjadi pemimpin bagi gerakan protes ini menjadi gerakan dalam kelompokkelompok oposisi terhadap pemerintah menjadi jelas, dan dapat disorot forum internasional
sehingga mereka dapat membawa kasus untuk kemudian dibahas dalam forum PBB.
Konflik yang sudah berlangsung hampir 3 tahun ini tentu sudah membuat lelah pihak
manapun, baik pihak oposisi, pemerintah, masyarakat Suriah, bahkan masyarakat dunia
sekalipun. Telah banyak upaya yang dilakukan oleh PBB untuk menyelesaikan perang saudara di
Suriah tersebut, dimana PBB membuat 4 Resolusi untuk mengatasi konflik ini, yaitu Resolusi
PBB 2042, 2043, 2059, dan 2118.
Inti dari konflik ini adalah usaha penggulingan pemerintahan Suriah saat ini yang
dipimpin oleh Bashar Al-Assad. Tetapi hal tersebut bukanlah sebuah hal yang mudah karena
walaupun banyak pihak mengatakan bahwa kepepimpinan Presiden Bashar Al-Assad bukanlah
sebuah kepemimpinan yang bersifat demokratis, tetapi pemerintahan yang dipimpinnya
merupakan sebuah pemerintahan yang berdaulat, sehingga negara negara lain tidak bisa begitu
saja membantu kedua belah pihak, baik oposisi maupun pemerintahan.
Sekjen PBB, Ban Ki-moon, yakin bahwa pembicaraan perdamaian Jenewa adalah jalan
terbaik untuk menyelesaikan kemelut Suriah. Karena dalam hal ini, penyelesaian konflik secara
terbuka akan membuat keadaan semakin tidak terkendali, dimana kita lihat bahwa Presiden
Amerika Serikat, Barack Obama, sedang mempertimbangkan untuk membayar gaji sebagian
pasukan gerilyawan dan menyediakan lebih banyak angkutan serta informasi intelijen untuk
membantu oposisi Suriah. Sedangkan Russia terus mendukung agar terjadi sebuah perundingan
agar situasi Pemerintahan Suriah saat ini kembali ke keadaan semula, tanpa konflik internal.
Resolusi terbaik yang dapat dilakukan adalah dibentuk sebuah perundingan untuk
menyelesaikan masalah ini, tetapi tidak boleh ada pihak manapun yang ikut campur dalam hasil
yang nanti akan ditetapkan dalam perundingan tersebut, karena seperti apapun konflik yang
terjadi, konflik tersebut merupakan sebuah konflik internal, urusan rumah tangga dari Suriah itu
sendiri.
Pendekatan resolusi konflik yang kami pilih dalam menyelesaikan masalah Perang Sipil
Suriah adalah melalui perspektif berbasis kebutuhan dasar. Kami menilai bahwa konflik ini
terjadi karena kubu pemerintah Suriah dan oposisi tidak bisa memenuhi kebutuhan atau
keinginannya masing-masing, sehingga terjadilah penggunaan kekerasan dalam menyelesaikan
masalah. Faktor utama yang menjadi masalah adalah kekuasaan, sehingga sebenarnya hal ini
dapat diselesaikan secara damai dengan mengadakan referendum dan perjanjian damai yang

harus menguntungkan kedua belah pihak. Konflik yang terjadi dapat ditransformasikan ke dalam
bentuk yang lain.
Perbedaan kedua belah pihak dapat diselesaikan dengan meningkatkan rasa nasionalisme
dan persaudaraan diantara bangsa Suriah. Selain itu, Suriah juga terlibat konflik dan masalah
dengan Israel, dan seharusnya pihak pemerintah dan oposisi dapat bersatu dalam
mempertahankan negara dari agresi Israel di daerah daratan Golan, yang sejak dulu milik Suriah.
Dengan demikian, masalah diantara pemerintah dan oposisi Suriah dapat diatasi apabila konflik
tetap berlanjut, namun musuh yang membuat mereka seharusnya bersatu adalah Israel.

Bibliography
Salem, P. (1994) Bitter Legacy: Ideology and Politics, Syracuse: Syracuse University Press.

Anda mungkin juga menyukai