Anda di halaman 1dari 16

BIOREMEDIASI SENYAWA PENCEMAR

Tugas Matakuliah Teknologi Buangan Industri

Disusun Oleh:
(Kelompok 2)
Lorentius Agung S.W
Novrit John Batara
Rezki Ika Pratiwi
Sandi Aryadi
Sri Bulan Roma Intan

(1015041061)
(1015041041)
(1015041047)
(1015041052)
(1015041066)

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2013

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Permasalahan lingkungan terutama pencemaran lingkungan semakin lama
semakin meningkat dan membahayakan kehidupan kita. Permasalahan
pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya
pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi
tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan
ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya.Untuk menyelesaikan
masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita harus mengetahui sumber
pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan bagaimana langkah
penyelesaian pencemaran lingkungan itu sendiri.

Salah satu cara untuk mengatasi pencemaran lingkungan yaitu dengan cara
bioremediasi. Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk
mengurangi polutan dilingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim
yang diproduksi oleh mikroorganismememodifikasi polutan beracun dengan
mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuahperistiwa yang disebut
biotransformasi.

Pada

banyak

kasus,

biotransformasi

berujung

padabiodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi


tidak kompleks, danakhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan
tidak beracun.
I.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah wawasan tentang cara penanggulangan

pencemaran

lingkungan yaitu bioremediasi


2. Memotivasi untuk mempelajari bioremediasi sebagai salah satu cara
mengatasi permasalahan lingkungan
3. Memenuhi tugas matakuliah Teknologi Buangan Industri

II.

ISI

Bioremediasi berasal dari dua kata yaitu bio dan remediasi yang dapat diartikan
sebagai proses dalam menyelesaikan masalah. Bio yang dimaksud adalah
organisme hidup, terutama mikroorganisme yang digunakan dalam pemanfaatan
pemecahan atau degradasi bahan pencemar lingkungan menjadi bentuk yang lebih
sederhana dan aman bagi lingkungan tersebut. Bioremediasi merupakan
pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses
biologi dalam mengendalikan pencemaran atau polutan. Yang termasuk dalam
polutan antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawasenyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain.
Bioremediasi mempunyai potensi menjadi salah satu teknologi lingkungan yang
bersih, alami, dan paling murah untuk mengantisipasi masalah-masalah
lingkungan.
3

Menurut

Ciroreksoko

(1996),

bioremediasi

diartikan

sebagai

proses

pendegradasian bahan organik berbahaya secara biologis menjadi senyawa lain


seperti karbondioksida (CO2), metan, dan air. Sedangkan menurut Craword
(1996), bioremediasi merujuk pada penggunaan secara produktif proses
biodegradatif

untuk

menghilangkan

atau

mendetoksi

polutan

(biasanya

kontaminan tanah, air dan sedimen) yang mencemari lingkungan dan mengancam
kesehatan masyarakat. Jadi bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif
untuk

mengatasi

mikroorganisme.

masalah

lingkungan

Mikroorganisme

yang

dengan

memanfaatkan

dimaksud

adalah

bantuan

khamir, fungi

(mycoremediasi), yeast, alga dan bakteri yang berfungsi sebagai agen


bioremediator. Selain dengan memanfaatkan mikroorganisme, bioremediasi juga
dapat pula memanfaatkan tanaman air. Tanaman air memiliki kemampuan secara
umum untuk menetralisir komponen-komponen tertentu di dalam perairan dan
sangat

bermanfaat

dalam

proses

pengolahan

limbah

cair

misalnya

menyingkirkan kelebihan nutrien, logam dan bakteri patogen). Penggunaan


tumbuhan ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Jenis-jenis tanaman yang
dapat melakukan remediasi disebut dengan tanaman hiperakumulator.
Secara umum proses bioremidiasi memiliki beberapa kelebihan, namun kelebihan
tersebut selalu diimbangi dengan kelemahan walaupun sedikit. Berikut ini
merupakan perbandingan kelebihan dan kelemahan dalam bioremediasi:
Kelebihan bioremediasi
Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan mikroba yang
secara alamiah sudah ada dilingkungan.
Bioremediasi tidak menggunakan atau menambahkan bahan kimia berbahaya

(ramah lingkungan).
Tidak melakukan proses pengangkatan polutan.
Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.
Dapat dilaksanakan di lokasi atau di luar lokasi.
Menghapus resiko jangka panjang

Kelemahan bioremediasi
Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi
Membutuhkan pemantauan yang intensif
Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal

Membutuhkan lokasi tertentu


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Bioremediase
Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Dengan
demikian mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi
hidrokarbon perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondisi dan
penambahan suplemen yang sesuai. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi proses bioremediasi, yang meliputi kondisi tanah,
temperature, oksigen, dan nutrient yang tersedia.
1. Tanah
Proses biodegradasi memerlukan tipe tanah yang dapat mendukung
kelancaran aliran nutrient, enzim-enzim mikrobial dan air. Terhentinya
aliran tersebut akan mengakibatkan terbentuknya kondisi anaerob sehingga
proses biodegradasi aerobik menjadi tidak efektif. Karakteristik tanah
yang cocok untuk bioremediasi in situ adalah mengandung butiran pasir
ataupun kerikil kasar sehingga disp.ersi oksigen dan nutrient dapat
berlangsung dengan baik. Kelembaban tanah juga penting untuk menjamin
kelancaran sirkulasi nutrien dan substrat di dalam tanah.
2. Temperatur
Temperatur yang optimal untuk degradasi hidrokaron adalah 30-40oC.
Ladislao, et. al. (2007) mengatakan bahwa temperatur yang digunakan
pada suhu 38oC bukan pilihan yang valid karena tidak sesuai dengan
kondisi di Inggris untuk mengontrol mikroorganisme patogen. Pada
temperatur

yang

rendah,

viskositas

minyak

akan

meningkat

mengakibatkan volatilitas alkana rantai pendek yang bersifat toksik


menurun dan kelarutannya di air akan meningkat sehingga proses
biodegradasi akan terhambat. Suhu sangat berpengaruh terhadap lokasi
tempat dilaksanakannya bioremediasi.
3. Oksigen
Langkah awal katabolisme senyawa hidrokaron oleh bakteri maupun
kapang adalah oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase, dengan
demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan degradasi
hidrokarbon minyak. Ketersediaan oksigen di tanah tergantung pada (a)
5

kecepatan konsumsi oleh mikroorganisme tanah, (b) tipe tanah dan (c)
kehadiran substrat lain yang juga bereaksi dengan oksigen. Terbatasnya
oksigen, merupakan salah satu faktor pembatas dalam biodegradasi
hidrokarbon minyak.

4. Nutrien
Mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber karbon, energy dan
keseimbangan metabolism sel. Dalam penanganan limbah minyak bumi
biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber nitrogen dan
fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme berlangsung lebih
cepat dan pertumbuhannya meningkat.
5. Interaksi antar Polusi
Fenomena lain yang

juga

perlu

mendapatkan

perhatian

dalam

mengoptimalkan aktivitas mikroorganisme untuk bioremediasi adalah


interaksi antara beberapa galur mikroorganisme di lingkungannya. Salah
satu bentuknya adalah kometabolisme. Kometabolisme merupakan proses
transformasi senyawa secara tidak langsung sehingga tidak ada energi
yang dihasilkan.
II.1 Bioremediasi senyawa organik
Proses mengubah senyawa pencemar organik yang berbahaya menjadi
senyawa lain yang lebih aman dengan memanfaatkan organisme. Melibatkan
proses degradasi molekular melaluiaktifitas biologis.Campur tangan manusia
untuk mempercepat degradasi senyawa pencemar yang berbahaya agar turun
konsentrasinya atau menjadi senyawa lain yang lebih tidak berbahayamelalui
rekayasa proses alami atau proses mikrobiologis dalam tanah, air dan udara.
Keunggulan bioremediasi Senyawa organik
Kunggulan memakai sistem biromediasi adalah Proses alami, mengubah
molekul senyawa pencemar organik, bukan hanya memindahkan, biaya
paling murah dibandingkan carayang lain. Juga hasil akhir degradasi adalah
gas karbon dioksida, air, dan senyawa-senyawa sederhana yang ramah
lingkungan.

Alasan penggunaan perlakuan biologis adalah lebih murah karena dapat


digunakan in-situ sehingga mengurangi biaya pengangkutan dan gangguan
lingkungan. Kemudian mikroba alami dapat digunakan.
Pelaku utama sistem ini adalah mikroorganisme yaitu bakteria, sianobakteria,
dan fungi yang dikenal sebagai Remediasi oleh mikrobia. Penggunaan
tanaman sebagai pelakunya dikenal Fitoremediasi. Dan ada juga penggunaan
Mikroorganisme dan tanaman sekalian.
Keuntungan menggunakan mikrobia untuk mendegradasi senyawa pencemar
organic adalah jumlahnya banyak dan ada dimana-mana, Jalur metabolisme
dalam aktivitas hidupnyadapat dimanfaatkan untuk mendegradasi senyawa
pencemar organik dan mengubahnya menjadisenyawa yang lebih tidak
berbahaya.
Pertimbangan kimia dan mikrobiologis yang perlu dipertimbangkan antara
lain: Apakah kontaminannya dapat terdegradasi secara biologis? Diantara
senyawa yang mudah terdegradasi secara biologis adalah hidrokarbon
minyak bumi sederhana, hidrokarbon aromatik (hingga 3cincin), amina
sederhana, ester, keton dan eter
II.2

Bioremediasi Senyawa Anorganik

Proses mengubah senyawa pencemar organik yang berbahaya menjadi


senyawa lain yang lebih aman dengan memanfaatkan organism.
Penanggulangan Tumpahan Minyak di Laut
Beberapa teknik penanggulangan tumpahan minyak diantaranya:
1.

In-situ burning,

2.

Penyisihan secara mekanis,


7

3.

Bioremediasi,

4.

Penggunaan sorbent

5.

Penggunaan bahan kimia dispersan.


Setiap teknik ini memiliki laju penyisihan minyak berbeda dan hanya efektif
pada kondisi tertentu. In-situ burning adalah pembakaran minyak pada
permukaan air sehingga mampu mengatasi kesulitan pemompaan minyak dari
permukaan laut, penyimpanan dan pewadahan minyak serta air laut yang
terasosiasi, yang dijumpai dalam teknik penyisihan secara fisik. Cara ini
membutuhkan ketersediaan booms (pembatas untuk mencegah penyebaran
minyak) atau barrier yang tahan api. Cara kedua yaitu penyisihan minyak
secara mekanis melalui dua tahap yaitu melokalisir tumpahan dengan
menggunakan booms dan melakukan pemindahan minyak ke dalam wadah
dengan menggunakan peralatan mekanis yang disebutskimmer. Cara ketiga
adalah bioremediasi yaitu mempercepat proses yang terjadi secara alami,
misalkan dengan menambahkan nutrien, sehingga terjadi konversi sejumlah
komponen menjadi produk yang kurang berbahaya seperti CO2 , air dan
biomass. Cara keempat dengan menggunakan sorbent yang bisa
menyisihkan minyak melalui mekanisme adsorpsi (penempelan minyak pada
permukaan sorbent) dan absorpsi (penyerapan minyak ke dalam sorbent).
Sorbent ini berfungsi mengubah fasa minyak dari cair menjadi padat
sehingga mudah dikumpulkan dan disisihkan. Sorbent harus memiliki
karakteristik hidrofobik, oleofobik dan mudah disebarkan di permukaan
minyak, diambil kembali dan digunakan ulang. Cara kelima dengan
menggunakan dispersan kimiawi yaitu dengan memecah lapisan minyak
menjadi tetesan kecil (droplet) sehingga mengurangi kemungkinan
terperangkapnya hewan ke dalam tumpahan. Dispersan kimiawi adalah bahan
kimia dengan zat aktif yang disebut surfaktan (berasal dari kata : surfactants
= surface-active agents atau zat aktif permukaan).Peluang kedepan adalah
pengembangan green business yang berbasis pada teknologi bioremediasi
dengan system one top solution (close system) dan dengan pendekatan

multiproses remediation technologies, artinya pemulihan (remediasi) kondisi


lingkungan yang terdegradasi dapat diteruskan sampai kepada kondisi
lingkungan seperti kondisi awal sebelum kontaminasi ataupun pencemaran
terjadi. Usaha mencapai total grenning program ini dapat dilanjutkan dengan
rehabilitasi

lahan

dengan

melakukan

kegiatan

phytoremediasi

dan

penghijauan (vegetation establishement) untuk lebih efektif dalam mereduksi,


mengkonrol atau bahkan mengeliminasi B3 hasil bioremediasi kepada
tingkatan yang sangat aman lagi buat lingkungan. Dengan keseluruhan
rangkaian

proses

dari

mulai

limbah

dikeluarkan,

bioremediasi,

phytoremediasi dan pembentukan vegetasi adalah greening program yang


merupakan bentuk pengelolaan limbah B3 secara terpadu (integrated waste
management). Biasanya greening program juga merupakan salah satu bentuk
aktifitas community development dari perusahaan-perusahan. Untuk wilayah
pesisir dan pantai greening program dapat berupa penanaman kembali bibit
mangrove dan vegetasi pantai lain ataupun program lain seperti artificial reef,
fish shelter ataupun reef transplantation.

II.3

Fitoremediasi

Fitoremediasi berasal dari kata Inggris phytoremediation; kata ini sendiri


tersusun atas dua bagian kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani
phyton "tumbuhan" dan remediation yang berasal dari kata Latin remedium
"menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga "menyelesaikan masalah dengan
cara

memperbaiki

kesalahan

atau

kekurangan".

Dengan

demikian

fitoremediasi dapat didefinisikan sebagai: penggunaan tumbuhan untuk


menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan
pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik.
Fitoremediasi dapat dibagi menjadi fitoekstraksi, rizofiltrasi, fitodegradasi,
fitostabilisasi, fitovolatilisasi. Fitoekstraksi mencakup penyerapan kontaminan
oleh akar tumbuhan dan translokasi atau akumulasi senyawa itu ke bagian

tumbuhan seperti akar, daun atau batang. Rizofiltrasi adalah pemanfaatan


kemampuan

akar

tumbuhan

untuk

menyerap,

mengendapkan,

dan

mengakumulasi logam dari aliran limbah. Fitodegradasi adalah metabolisme


kontaminan di dalam jaringan tumbuhan, misalnya oleh enzim dehalogenase
dan oksigenase. Fitostabilisasi adalah suatu fenomena diproduksinya senyawa
kimia tertentu untuk mengimobilisasi kontaminan di daerah rizosfer.
Fitovolatilisasi terjadi ketika tumbuhan menyerap kontaminan dan melepasnya
ke udara lewat daun; dapat pula senyawa kontaminan mengalami degradasi
sebelum dilepas lewat daun.
Penerapan Fitoremediasi
Sesungguhnya ide mengenai penggunaan tumbuhan sebagai agensia
pembersih lingkungan bukan hal yang baru. Sejak lama kita telah mengenal
manfaat tumbuhan sebagai "pengusir zat beracun dari udara" sehingga adanya
tumbuhan dianggap sebagai penyegar udara di sekitarnya. Dengan makin
dipahaminya fisiologi dan genetika tumbuhan, maka pemanfaatan tumbuhan
sebagai agensia pembersih lingkungan dapat makin diperluas cakupannya dan
diperhitungkan manfaatnya dari segi rekayasa serta nilai ekonominya.
1. Tumbuhan Darat untuk Remediasi Lahan Terkontaminasi
Pemanfaatan tumbuhan untuk remediasi lingkungan sangat ditentukan
oleh pemahaman tentang penyerapan logam serta penyerapan dan atau
degradasi senyawa organik oleh tumbuhan. Pada dasawarsa terakhir terjadi
akumulasi yang cepat tentang pengetahuan mengenai aspek-aspek fisiologi
tersebut. Chaney dan koleganya dari USDA-ARS yang aktif meneliti dan
mengembangkan manfaat tumbuhan untuk remediasi logam telah
mengidentifikasi karakteristik penting, sebagai berikut (Chaney et al.,
1997):Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat mengakumulasi
sejumlah besar logam berat di dalam batang serta daun. Tumbuhan harus
mampu menyerap logam berat dari dalam larutan tanah dengan laju
penyerapan yang tinggi.Tumbuhan harus mempunyai kemampuan untuk
mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang serta
10

daun.Seperti telah dikemukakan di muka, beberapa jenis tumbuhan


mempunyai sifat hiperakumulator yang luar biasa. Namun biasanya
tumbuhan yang teradaptasi di tanah berkadar logam tinggi dan toleran
terhadap logam mempunyai sifat tumbuh lambat. Karakter manakah yang
lebih penting, sifat "hiperakumulator tetapi tumbuh lambat" atau "tumbuh
cepat tetapi toleransi medium", memang bisa menjadi bahan perdebatan
bila sudah sampai pada persoalan memilih jenis tumbuhan yang sesuai.
Kelompok di USDA-ARS (Chaney et al., 1997) yakin bahwa
hipertoleransi lebih penting daripada biomassa tinggi, dengan alasan
sebagai berikut. Dalam kondisi optimum, Brassica juncea dapat
menghasilkan hingga 20 t/ha/musim tanam biomassa kering. Tanaman ini
mampu mengakumulasi Zn dan Cd, namun pertumbuhannya akan
terhambat hingga separuhnya bila kadar Zn dalam biomassa mencapai 500
mg/kg. Dengan demikian pada tingkat hasil biomassa sebesar 10 t/ha,
tanaman ini hanya mampu mengambil 5 kg Zn/ha. Di pihak lain Thlaspi
cearulescens dapat mengakumulasi hingga 25.000 mg Zn/kg tanpa reduksi
hasil. Dengan demikian bahkan pada hasil panen hanya sebesar 5 t/ha,
jumlah seng yang ditarik dari dalam tanah mencapai 125 kg/ha atau 25 kali
yang dicapai oleh Brassica juncea. Penggunaan tumbuhan hiperakumulator
juga lebih menguntungkan bila kita harus mendaur ulang logam yang telah
dihimpun di dalam biomassa tumbuhan. Karena dengan kadar akumulasi
tinggi, biomassa yang harus ditangani jelas jauh lebih sedikit.
Di pihak lain, usaha untuk meningkatkan akumulasi logam berat,
khususnya timbal, telah dilakukan di beberapa laboratorium. Ilya Raskin
dan kolega di AgBiotech Center berusaha menaikkan tingkat akumulasi Pb
oleh Brassica juncea dengan memberikan zat pengkhelat ke dalam tanah
(Blaylock et al., 1997). Hasilnya menunjukkan, bahwa dengan
memberikan khelator EDTA ke dalam tanah yang mengandung 600 mg
Pb/kg, tumbuhan Brassica juncea mampu mengakumulasi Pb hingga 1,5%
biomassanya. Dengan demikian bila dianggap hasil biomassa adalah 12
t/ha, maka sebanyak 180 kg Pb/ha dapat diambil dari dalam tanah. Untuk
mencapai hasil yang tinggi ini tambahan biaya untuk pemberian EDTA
11

diperhitungkan sekitar US$7,50/t tanah yang digarap. Hasil penelitian


Scott Cunningham dan kolega di DuPont mendukung penemuan Raskin
dan kawan-kawan tersebut (Huang et al., 1997). Dalam percobaan di tanah
yang terkontaminasi, penambahan EDTA ke dalam tanah dapat
meningkatkan akumulasi Pb pada jagung dan Pisum sativum dari 500
mg/ka menjadi >10.000 mg/kg (setara dengan >1% BK). Nilai akumulasi
sebesar itu dianggap sebagai batas ekonomis bagi fitoremediasi.
2. Sistem Lahan Basah Buatan untuk Perbaikan Kualitas Air

Pemilihan jenis tanaman


Banyak desain awal pengolah limbah menggunakan tumbuhan timbul
untuk mengolah limbah.Hasil analisis sistem pengolah limbah tersebut
menunjukkan bahwa tumbuhan berperan sebagai tempat penyimpanan
sementara, melalui proses transformasi dan pemisahan polutan yang
terjadi dalam substrat (Nichols, 1983).
Tumbuhan timbul sering ditanam pada media kerikil untuk
merangsang serapan hara dan menciptakan kondisi yang cocok untuk
oksidasi substrat, sehingga kemampuan sistem untuk mengolah limbah
menjadi meningkat. Kriteria umum untuk menentukan spesies
tumbuhan lahan basah yang cocok untuk pengolah limbah belum ada,
karena sistem yang berbeda memiliki tujuan dan standar yang berbeda.
Hal yang patut dipertimbangkan dalam pemilihan tanaman adalah
toleran terhadap limbah, mampu mengolah limbah, dan pengaruhnya
terhadap lingkungan. Untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman
terhadap limbah maka perlu diketahui konsentrasi nutrisi dalam
limbah. Kemampuan dalam mengolah limbah meliputi kapasitas
filtrasi dan efisiensi serapan nutrisi (Shutes et al., 1993). Tumbuhan
timbul dan tumbuhan mengapung lebih banyak dipilih untuk
digunakan dalam studi lahan basah buatan skala pilot.

12

Jenis tumbuhan timbul Scirpus californicus, Zizaniopsis miliaceae,


Panicum helitomom, Pontederia cordata, Sagittaria lancifolia, dan
Typha latifolia adalah yang terbaik digunakan pada sistem lahan basah
buatan untuk mengolah limbah peternakan (Surrency, 1993). Phalaris,
Spartina, Carex dan Juncus memiliki potensi produksi dan daya serap
hara yang tinggi, penyebarannya luas, dan toleran terhadap berbagai
macam kondisi lingkungan. Spesies tumbuhan mengapung digunakan
karena tingkat pertumbuhannya yang tinggi, dan kemampuannya untuk
langsung menyerap hara langsung dari kolom air (Reddy dan de Busk,
1985). Akarnya menjadi tempat filtrasi dan adsorpsi padatan
tersuspensi dan pertumbuhan mikroba yang menghilangkan unsurunsur hara dari kolom air. Tanaman tenggelam tidak direkomendasikan
pada pengolah limbah, karena produksinya rendah, banyak spesies
yang tidak tahan terhadap kondisi eutrofik dan memiliki efek yang
merugikan bagi alga dalam kolom air (Hammer dan Bastian, 1989).
Namun tumbuhan tenggelam mungkin memiliki peran yang penting
bila dikombinasikan dengan jenis tanaman lain dalam sistem pengolah
limbah.
Prospek Fitoremediasi
Walaupun teknologi fitoremediasi masih dalam tahap perkembangan dan
banyak hal belum terjawab, namun minat peneliti dan perusahaan komersial
cukup besar untuk ikut di dalam pengembangan dan penerapan komersial dari
teknologi ini. David Glass Associates, Inc., sebuah perusahaan konsultan
fitoremediasi, mempunyai estimasi bahwa pasar AS untuk teknologi ini dapat
mencapai US$25-40 juta pada tahun 2000 dan lebih dari US$100 juta pada
2005. Potensi pasar ini mendorong dibentuknya perusahaan yang khusus
bergerak

dalam

fitoremediasi,

seperti

Phytotech,

PhytoWorks,

dan

Phytokinetics (Reuther, 1999). Beberapa dari proyek di lapangan yang digarap


oleh perusahaan-perusahaan komersial itu telah dibahas di atas.

13

Faktor pendorong bagi penerapan fitoremediasi adalah biaya yang relatif


murah dibanding dengan teknologi berbasis fisika dan kimia. Cunningham
dari DuPont mengestimasi biaya remediasi situs yang terkontaminasi adalah
sebesar US$10-100 per m dengan cara in situ hingga US$30-300 per m
dengan cara ex situ; sedangkan biaya fitoremediasi hanya sebesar US$0,05 per
m (Watanabe, 1997). Contoh lain adalah biaya remediasi fasilitas militer yang
terkontaminasi bahan peledak (Buckley, 2000). Remediasi bahan peledak dari
air dengan menggunakan carbon treatment dapat mencapai US$8 juta untuk
pembangunan fasilitasnya dan US$1,5 juta untuk operasi dan pemeliharaan.
Di pihak lain, remediasi dengan secara lahan basah memerlukan biaya sebesar
US$450.000 per ha untuk pembangunan fasilitasnya dan US$20.000 setahun
untuk biaya operasi dan pemeliharaan.
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan mikroorganisme
yang besar. Dalam suatu pertemuan yang diadakan di LIPI, Bandung, sebuah
tim peneliti dari Inggris mengungkapkan bahwa mereka berhasil mengisolasi
>120 jenis mikroorganisme dari segumpal tanah yang mereka peroleh dari
lantai hutan di Ujung Kulon. Dan beberapa di antara mikroorganisme tersebut
mempunyai kemampuan untuk mendegradasi xenobiotika seperti senyawa
organik aromatik berkhlor. Hal ini menunjukkan potensi alam Indonesia yang
perlu dimanfaatkan.

14

III.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Bioremediasi adalah salah satu teknologi alternatif untuk mengatasi
masalah lingkungan dengan memanfaatkan bantuan mikroorganisme
2. Bioremediasi memiliki banyak keunggulan dari cara penanggulangan
pencemaran lainnya, meskipun ada pula kelemahannya.
3. Terdapat berbagai macam bioremediasi yaitu: Bioremediasi senyawa
organic dan anorganik serta fitoremediasi

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.Bioremediasi.
http://matakuliahbiologi.blogspot.com/2012/06/bioremediasi.html

diakses

pada tanggal 19 Maret 2013

15

Anonim. 2012. Bioremediasi. http://www.scribd.com/doc/73000500/MakalahFinal-Bioremediasi. diakses pada tanggal 19 Maret 2013.


Anonim.

2012.

Fitoremediasi.

http://ltl.bppt.tripod.com/sublab/lflora1.htm.

diakses pada tanggal 19 Maret 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai