Anda di halaman 1dari 11

JURNAL PENELITIAN

STROKE NON HEMORAGIK


A.PENDAHULUAN
Stroke sudah dikenal sejak dulu kala, bahkan sebelum zaman Hippocrates.
Soranus dari Ephesus (98 -138) di Eropa telah mengamati beberapa efici yang
mempengaruhi stroke. Hippocrates adalah Bapak Kedokteran asal Yunani. Ia
mengetahui stroke 2400 tahun silam. Kala itu, belum ada istilah stroke. Hippocrates
menyebutnya dalam bahasa Yunani: apopleksi. Artinya, tertubruk oleh pengabaian.
Sampai saat ini, stroke masih merupakan salah satu penyakit saraf yang paling banyak
menarik perhatian.
Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral,
baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih
dari 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain
gangguan vaskuler. Istilah kuno apopleksia serebri sama maknanya
dengan Cerebrovascular Accidents/Attacks (CVA) dan Stroke.
B. INSIDEN
Stroke mengenai semua usia, termasuk anak-anak. Namun, sebagian besar
kasus dijumpai pada orang-orang yang berusia di atas 40 tahun. Makin tua umur,
resiko terjangkit stroke makin besar. Penyakit ini juga tidak mengenal jenis kelamin.
Tetapi, stroke lebih banyak menjangkiti laki-laki daripada perempuan. Lalu dari segi
warna kulit, orang berkulit berwarna berpeluang terkena stroke lebih besar daripada
orang berkulit putih.
C. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin
penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di efici-negara yang sedang
berkembang.Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5
juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta
telah meninggal dunia. Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan
17,5 juta kasus stroke di dunia.Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga
sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang
penyakit jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap tahun terdapat laporan
700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan pertama,
sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 persen
penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.Di Indonesia penyakit
ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak 28,5 persen
penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun
total. Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan
kecacatan.
D. ANATOMI
Otak memperoleh darah melalui dua efici yakni efici karotis (arteri karotis
interna kanan dan kiri) dan efici vertebral. Arteri koritis interna, setelah memisahkan
diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk ke rongga tengkorak melalui kanalis

karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mempercabangkan arteri oftalmika untuk


nervus optikus dan retina, akhirnya bercabang dua: arteri serebri anterior dan arteri
serebri media. Untuk otak, efici ini efici darah bagi lobus frontalis, parietalis dan
beberapa bagian lobus temporalis.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal
di arteri subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna
vertebralis servikal, masuk rongga eficit melalui foramen magnum, lalu
mempercabangkan masing-masing sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas eficit
oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri basilaris, dan setelah mengeluarkan 3
kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai
sepasang cabang: arteri serebri posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis,
dan bagian medial lobus temporalis.Ke 3 pasang arteri serebri ini bercabang-cabang
menelusuri permukaan otak, dan beranastomosis satu bagian lainnya. Cabang-cabang
yang lebih kecil menembus ke dalam jaringan otak dan juga saling berhubungan
dengan cabang-cabang arteri serebri lainya. Untuk menjamin pemberian darah ke
otak, ada sekurang-kurangnya 3 sistem kolateral antara efici karotis dan sitem
vertebral, yaitu
Sirkulus Willisi, yakni lingkungan pembuluh darah yang tersusun oleh arteri serebri
media kanan dan kiri, arteri komunikans anterior (yang menghubungkan kedua arteri
serebri anterior), sepasang arteri serebri media posterior dan arteri komunikans
posterior (yang menghubungkan arteri serebri media dan posterior) kanan dan kiri.
Anyaman arteri ini terletak di dasar otak.
Anastomosis antara arteri serebri interna dan arteri karotis eksterna di daerah orbita,
masing-masing melalui arteri oftalmika dan arteri fasialis ke arteri maksilaris eksterna.
Hubungan antara sitem vertebral dengan arteri karotis ekterna (pembuluh darah
ekstrakranial).
E. FISIOLOGI
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan efici
vertebrabasilaris terutama efici darah bagi batang otak, serebelum dan bagian
posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. Dua
efici yang paling penting adalah tekanan untuk memompa darah dari efici arterikapiler ke efici vena, dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah
efici darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk
membeku).
Dari efici pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (efici
jantung, darah, pembuluh darah, dll), dan efici kemampuan khusus pembuluh darah
otak (arteriol) untuk menguncup bila tekanan darah sistemik naik dan berdilatasi bila
tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi efici arteriol otak ini disebut daya
otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara
50-150 mmHg).
Faktor darah, selain viskositas darah dan daya membekunya, juga di antaranya
seperti kadar/tekanan parsial CO 2 dan O2 berpengaruh terhadap diameter arteriol.
Kadar/tekanan parsial CO2 yang naik, PO2 yang turun, serta suasana jaringan yang
asam (Ph rendah), menyebabkan vasodilatasi, sebaliknya bila tekanan darah parsial
CO2 turun,
PO2 naik,
atau
suasana
Ph
tinggi,
maka
terjadi

vasokonstriksi.Viskositas/kekentalan darah yang tinggi mengurangi ADO. Sedangkan


koagulobilitas yang besar juga memudahkan terjadinya eficitni, aliran darah lambat,
akibat ADO menurun.
F. FAKTOR RESIKO
Pemeriksaan efici resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter untuk
menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa efici resiko stroke non
hemoragik, yakni
1.Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan efici)
2.Hipertensi
3.Merokok
4.Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan fibrilasi
atrium kiri)
5.Hiperkolesterolemia
6.Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas
darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi megalami
stroke non hemoragik.
G. KLASIFIKASI
Stroke iskemik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis1)
1. Serangan Iskemia Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah eficitni yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2. Defisit Neurologik Iskemia Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND).
Gejala eficitni yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam, tapi tidak
lebih dari seminggu.
3. Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala eficitni makin lama makin berat.
4.
Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Gejala klinis sudah menetap.
H. ETIOLOGI
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh
emboli ektrakranial atau eficitni eficitnial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat
diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang
mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang
berujung pada terjadinya kematian neuron dan infark serebri.
Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan tetapi dapat
juga di jantung dan efici vaskuler sistemik.(5)
a)Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari plaque athersclerotique yang berulserasi atau dari eficit yang melekat pada
intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b)Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:

1)Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan


bagian kiri atrium atau ventrikel;
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan
pada katup mitralis;
3)Fibralisi atrium;
4)Infarksio kordis akut;
5)Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6)Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus
sistemik;
Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk efici arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan
sirkulus posterior). Tempat terjadinya eficitni yang paling sering adalah titik
percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna.
Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
(sehingga meningkatkan resiko pembentukan eficit aterosklerosis (ulserasi plak), dan
perlengketan platelet.
4. Patofisiologi
Infark iskemik serebri, sangat erat hubungannya aterosklerosis (terbentuknya ateroma)
dan arteriolosklerosis.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan cara
a.Menyempatkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
b.Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya eficit atau peredaran darah
aterom.
c.Merupakan terbentuknya eficit yang kemudian terlepas sebagai emboli.
d.Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
I. DIAGNOSIS
1.Gambaran Klinis
a.Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami eficit
neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran. Tidak
terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke hemoragik dan non
hemoragik meskipun gejalah seperti mual muntah, sakit kepala dan perubahan tingkat
kesadaran lebih sering terjadi pada stroke hemoragik. Beberapa gejalah umum yang
terjadi pada stroke meliputi hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya
penglihatan monokuler atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau
penurunan kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala
tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik.
Beberapa efici dapat mengganggu dalam mencari gejalah atau onset stroke seperti:
1)Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak didapatkan hingga
pasien bangun (wake up stroke).
2)Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari pertolongan.

3)Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.


4)Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti kejang,
infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis, dan hiponatremia. (4)
b.Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai stroke, dan
menentukan beratnya eficit neurologi yang dialami. Pemeriksaan fisik harus
mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk mencari tanda trauma, infeksi, dan
iritasi eficit. Pemeriksaan terhadap efici kardiovaskuler penyebab stroke
membutuhkan pemeriksaan fundus okuler (retinopati, emboli, perdarahan), jantung
(ritmik ireguler, bising), dan vaskuler perifer (palpasi arteri karotis, radial, dan
femoralis). Pasien dengan gangguan kesadaran harus dipastikan mampu untuk
menjaga jalan napasnya sendiri.
c.Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejalah stroke,
memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejalah seperti stroke, dan
menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan terapi. Komponen
penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup pemeriksaan status mental dan
tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus eficit, fungsi motorik dan sensorik, fungsi
serebral, gait, dan efici tendon profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus
diperiksa dan tanda-tanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot
wajah pada stroke harus dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells
palsy biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau
mengerutkan dahinya.Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada
arteri yang tersumbat.
5. Arteri serebri media (MCA)
Gejala-gejalanya antara lain hemiparese kontralateral, hipestesi kontralateral,
hemianopsia ipsilateral, agnosia, afasia, dan disfagia. Karena MCA memperdarahi
motorik ekstremitas atas maka kelemahan tungkai atas dan wajah biasanya lebih berat
daripada tungkai bawah.
2)Arteri serebri anterior
Umumnya menyerang lobus frontalis sehingga menyebabkan gangguan bicara,
timbulnya efici primitive (grasping dan sucking reflex), penurunan tingkat kesadaran,
kelemahan kontralateral (tungkai bawah lebih berat dari pada tungkai atas), eficit
sensorik kontralateral, demensia, dan inkontinensia uri.
3)Arteri serebri posterior
Menimbulkan gejalah seperti hemianopsia homonymous kontralateral, kebutaan
kortikal, agnosia visual, penurunan tingkat kesadaran, hemiparese kontralateral,
gangguan memori.
4) Arteri vertebrobasiler (sirkulasi posterior)
Umumnya sulit dideteksi karena menyebabkan deficit nervus kranialis, serebellar,
batang otak yang luas. Gejalah yang timbul antara lain vertigo, nistagmus, diplopia,
sinkop, ataksia, peningkatan efici tendon, tanda Babynski bilateral, tanda serebellar,
disfagia, disatria, dan rasa tebal pada wajah. Tanda khas pada stroke jenis ini adalah
temuan klinis yang saling berseberangan (eficit nervus kranialis ipsilateral dan deficit
motorik kontralateral).

5) Arteri karotis interna (sirkulasi anterior)


Gejala yang ada umumnya unilateral. Lokasi lesi yang paling sering adalah bifurkasio
arteri karotis komunis menjadi arteri karotis interna dan eksterna. Adapun cabangcabang dari arteri karotis interna adalah arteri oftalmika (manifestasinya adalah buta
satu mata yang eficit biasa disebut amaurosis fugaks), komunikans posterior, karoidea
anterior, serebri anterior dan media sehingga gejala pada oklusi arteri serebri anterior
dan media pun dapat timbul.
6)Lakunar stroke
Lakunar stroke timbul akibat adanya oklusi pada arteri perforans kecil di daerah
subkortikal profunda otak. Diameter infark biasanya 2-20 mm. Gejala yang timbul
adalah hemiparese motorik saja, sensorik saja, atau ataksia. Stroke jenis ini biasanya
terjadi pada pasien dengan penyakit pembuluh darah kecil seperti diabetes dan
hipertensi.
6. Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin pula
menunjukkan efici resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis, trombositopenia,
dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan kemungkinan penyakit yang
sedang diderita saat ini seperti anemia.
3.Gambaran Radiologi
a.CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik memerlukan pemberian
trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya
kelainan lain yang gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
b. CT eficitn
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk mengidentifikasi daerah
awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan pemeriksaan scan setelah kontras,
perfusi dari region otak dapat diukur. Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya
iskemik di daerah tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT angiografi (CTA).
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian arteri serebral yang
menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab stroke. Selain itu, CTA juga
dapat memperkirakan jumlah perfusi karena daerah yang mengalami hipoperfusi
memberikan gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih awal pada
stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI lainnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang agak panjang.
e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis atau oklusi
arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis. USG transkranial

dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk
di antaranya MCA, arteri karotis eficitnial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan
ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik
yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk
mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
J. PENATALAKSANAAN
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.
Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi,
pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian
terapi trombolitik.
1.Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan eficitnial
(TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.
Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target Pco 2 arteri
adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi
edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau
pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya
obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia
jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.
c.Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien
dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung
glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu
iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat
dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk
mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal
jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan eficitnial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke.
Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar
30-45 derajat.
e. Pengontrolan tekanan darah

Adapun langkah-langkah pengontrolan tekanan darah pada pasien stroke non


hemoragik adalah sebagai berikut. Jika pasien tidak direncanakan untuk mendapatkan
terapi trombolitik, tekanan darah sistolik kurang dari 220 mmHg, dan tekanan darah
eficitn kurang dari 120 mmHg tanpa adanya gangguan organ end-diastolic maka
tekanan darah harus diawasi (tanpa adanya intervensi) dan gejala stroke serta
komplikasinya harus ditangani.
Untuk pasien dengan TD sistolik di atas 220 mmHg atau eficitn antara 120-140
mmHg maka pasien dapat diberikan labetolol (10-20 mmHg IV selama 1-2 menit jika
tidak ada kontraindikasi. Dosis dapat ditingkatkan atau diulang setiap 10 menit hingga
mencapai dosis maksiamal 300 mg. Sebagai eficitnia dapat diberikan nicardipine (5
mg/jam IV efici awal) yang dititrasi hingga mencapai efek yang diinginkan dengan
menambahkan 2,5 mg/jam setiap 5 menit hingga mencapai dosis maksimal 15
mg/jam. Pilihan terakhir dapat diberikan nitroprusside 0,5 mcg/kgBB/menit/IV
via syringe pump. Target pencapaian terapi ini adalah nilai tekanan darah berkurang
10-15 persen.
f. Pengontrolan demam
Antipiretik diindikasikan pada pasien stroke yang mengalami demam karena
hipertermia (utamanya pada 12-24 jam setelah onset) dapat menyebabkan trauma
neuronal iskemik. Sebuah penelitian eksprimen menunjukkan bahwa hipotermia otak
ringan dapat berfungsi sebagai neuroprotektor.
g. Pengontrolan edema serebri
Edema serebri terjadi pada 15 persen pasien dengan stroke non hemoragik dan
mencapai puncak keparahan 72-96 jam setelah onset stroke. Hiperventilasi dan
pemberian manitol rutin digunakan untuk mengurangi tekanan eficitnial dengan cepat.
h.Pengontrolan kejang
Kejang terjadi pada 2-23 persen pasien dalam 24 jam pertama setelah onset.
Meskipun profilaksis kejang tidak diindikasikan, pencegahan terhadap sekuel kejang
dengan menggunakan preparat eficitnial tetap direkomendasikan.
2.Penatalaksanaan Khusus
a. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik yang
mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.(15)
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di
Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah onset
stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut
diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan
setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal.
Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun
1996.
b.Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang mengancam.
Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya bilamana stroke telah
terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau infark massif dengan

hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah eficitni arteri


basilaris, eficitni arteri karotisdan infark serebral akibat kardioemboli. Pada keadaan
yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan intraserebral karena
pemberian heparin tersebut.
1.Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu paro
plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg (loading
dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi yang
merugikan: hemoragi, terutama eficit gastrointestinal.
2)Heparin
Merupakan acidic mucopolysaccharide, sangat terionisir. Normal terdapat pada mast
cells. Cepat bereaksi dengan protein plasma yang terlibat dalam proses pembekuan
darah. Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein
lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Wakto paro plasma: 50-150 menit.
Diberikan tiap 4-6 jam atau efici kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000 unit) per hari.
Bolus initial 50 mg diikuti efici 250 mg dalam 1 liter garam fisiologis atau eficit.
Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time. Nilai normal: 5-7 menit, dan
level terapetik heparin: memanjang sampai 15 menit. Reaksi yang merugikan:
hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare. Kontraindikasi: sesuai dengan
antikoagulan oral. Apabila pemberian obat dihentikan segala sesuatunya dapat
kembali normal. Akan tetapi kemungkinan perlu diberi protamine sulphute dengan
intravenous lambat untuk menetralisir. Dalam setengah jam pertama, 1 mg protamin
diperlukan untuk tiap 1 mg heparin (100 unit).
c.Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan kadar
fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan gangguan pada
aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi hemoreologi yaitu
memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan cara: meningkatkan
fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan menurunkan kadar
fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan mengurangi viskositas
darah. Pentoxyfillinediberikan dalam dosis 16/kg/hari, maksimum 1200 mg/hari dalam
jendela waktu 12 jam sesudah onset.
d.Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
1)Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari. Obat ini
sering dikombinasikan dengan dipiridamol.
e.Terapi Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel yang
terganggu akibat oklusi dan reperfusi. Berdasarkan pada kaskade iskemik dan jendela
waktu yang potensial untuk reversibilitas daerah penumbra maka berbagai terapi
neuroprotektif telah dievaluasi pada binatang percobaan maupun pada manusia.

f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
g.Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan eficit dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior
atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka
kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and
opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih
baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak
dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap.
Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.
2)Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan eficitnia transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta pemasangan
sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih
dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa eficitnia lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi
restenosis lebih besar.
K.KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.
1.Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak
jarang (10-20%)
2.Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah eficitn
independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain
untuk mengurangi tekanan eficitnial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat,
meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut
belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark
mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit,
tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan
penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma
yang memerlukan evakuasi.
3.Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke
iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami
serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari
stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain
yang timbul sebagai akibat neurologis injury.
L.PROGNOSIS
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah efici, yang paling penting adalah
sifat dan tingkat keparahan eficit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien, penyebab
stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara
keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling

sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar
35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana
biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional.

KESIMPULAN
Berdasarkan data yang disajikan di atas, kami menyimpulkan bahwa setiap
pasien dengan stroke akut harus eficitniald berdasarkan usia, CT scan temuan (adanya
atau kehadiran pergeseran garis tengah, hypodensity efic). An expert opinion should
be formed with the contribution from neurologist, vascular surgeon and interventional
radiologist. Pendapat pakar harus dibentuk dengan kontribusi dari ahli saraf, dokter
bedah eficit dan radiolog intervensi. High risk patients should be treated with urgent
CAS after the correction of the coagulation cascade. Karotis endarterektomi
mengurangi risiko stroke pada pasien dengan gejala stenosis paling sedikit 70 persen,
sebagaimana ditentukan oleh arteriography. Percobaan saat ini adalah mengatasi
pertanyaan apakah endarterektomi bermanfaat untuk pasien dengan derajat stenosis
karotis moderat. Manfaat endarterektomi untuk pasien dengan lesi eficit asimtomatik
masih belum jelas.

Anda mungkin juga menyukai