dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk
di antaranya MCA, arteri karotis eficitnial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan
ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik
yang dicurigai mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk
mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk
mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
J. PENATALAKSANAAN
Target managemen stroke non hemoragik akut adalah untuk menstabilkan pasien dan
menyelesaikan evaluasi dan pemeriksaan termasuk diantaranya pencitraan dan
pemeriksaan laboratorium dalam jangka waktu 60 menit setelah pasien tiba.
Keputusan penting pada manajemen akut ini mencakup perlu tidaknya intubasi,
pengontrolan tekanan darah, dan menentukan resiko atau keuntungan dari pemberian
terapi trombolitik.
1.Penatalaksanaan Umum
a. Airway and breathing
Pasien dengan GCS 8 atau memiliki jalan napas yang tidak adekuat atau
paten memerlukan intubasi. Jika terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan eficitnial
(TIK) maka pemberian induksi dilakukan untuk mencegah efek samping dari intubasi.
Pada kasus dimana kemungkinan terjadinya herniasi otak besar maka target Pco 2 arteri
adalah 32-36 mmHg. Dapat pula diberikan manitol intravena untuk mengurangi
edema serebri. Pasien harus mendapatkan bantuan oksigen jika pulse oxymetri atau
pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan terjadinya hipoksia. Beberapa kondisi
yang dapat menyebabkan hipoksia pada stroke non hemoragik adalah adanya
obstruksi jalan napas parsial, hipoventilasi, atelektasis ataupun GERD.
b. Circulation
Pasien dengan stroke non hemoragik akut membutuhkan terapi intravena dan
pengawasan jantung. Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi mengalami aritmia
jantung dan peningkatan biomarker jantung. Sebaliknya, atrial fibrilasi juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke.
c.Pengontrolan gula darah
Beberapa data menunjukkan bahwa hiperglikemia berat terkait dengan
prognosis yang kurang baik dan menghambat reperfusi pada trombolisis. Pasien
dengan normoglokemik tidak boleh diberikan cairan intravena yang mengandung
glukosa dalam jumlah besar karena dapat menyebabkan hiperglikemia dan memicu
iskemik serebral eksaserbasi. Pengontrolan gula darah harus dilakukan secara ketat
dengan pemberian insulin. Target gula darah yang harus dicapai adalah 90-140 mg/dl.
Pengawasan terhadap gula darah ini harus dilanjutkan hingga pasien pulang untuk
mengantisipasi terjadinya hipoglikemi akibat pemberian insulin.
d. Posisi kepala pasien
Penelitian telah membuktikan bahwa tekanan perfusi serebral lebih maksimal
jika pasien dalam pasien supinasi. Sayangnya, berbaring telentang dapat menyebabkan
peningkatan tekanan eficitnial padahal hal tersebut tidak dianjurkan pada kasus stroke.
Oleh karena itu, pasien stroke diposisikan telentang dengan kepala ditinggikan sekitar
30-45 derajat.
e. Pengontrolan tekanan darah
f. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral maka
pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
g.Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan eficit dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi anterior
atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga berat maka
kombinasi Carotid endarterectomy is a surgical procedure that cleans out plaque and
opens up the narrowed carotid arteries in the neck.endarterektomi dan aspirin lebih
baik daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak
dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis lengkap.
Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi berkisar 1-5 persen.
2)Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan eficitnia transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta pemasangan
sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri serebri masih
dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa eficitnia lebih aman
dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi
restenosis lebih besar.
K.KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum dan penting dari stroke iskemik meliputi edema
serebral, transformasi hemoragik, dan kejang.
1.Edema serebral yang signifikan setelah stroke iskemik bisa terjadi meskipun agak
jarang (10-20%)
2.Indikator awal iskemik yang tampak pada CT scan tanpa kontras adalah eficitn
independen untuk potensi pembengkakan dan kerusakan. Manitol dan terapi lain
untuk mengurangi tekanan eficitnial dapat dimanfaatkan dalam situasi darurat,
meskipun kegunaannya dalam pembengkakan sekunder stroke iskemik lebih lanjut
belum diketahui. Beberapa pasien mengalami transformasi hemoragik pada infark
mereka. Hal ini diperkirakan terjadi pada 5% dari stroke iskemik yang tidak rumit,
tanpa adanya trombolitik. Transformasi hemoragik tidak selalu dikaitkan dengan
penurunan neurologis dan berkisar dari peteki kecil sampai perdarahan hematoma
yang memerlukan evakuasi.
3.Insiden kejang berkisar 2-23% pada pasca-stroke periode pemulihan. Post-stroke
iskemik biasanya bersifat fokal tetapi menyebar. Beberapa pasien yang mengalami
serangan stroke berkembang menjadi chronic seizure disorders. Kejang sekunder dari
stroke iskemik harus dikelola dengan cara yang sama seperti gangguan kejang lain
yang timbul sebagai akibat neurologis injury.
L.PROGNOSIS
Stroke berikutnya dipengaruhi oleh sejumlah efici, yang paling penting adalah
sifat dan tingkat keparahan eficit neurologis yang dihasilkan. Usia pasien, penyebab
stroke, gangguan medis yang terjadi bersamaan juga mempengaruhi prognosis. Secara
keseluruhan, agak kurang dari 80% pasien dengan stroke bertahan selama paling
sedikit 1 bulan, dan didapatkan tingkat kelangsungan hidup dalam 10 tahun sekitar
35%. Angka yang terakhir ini tidak mengejutkan, mengingat usia lanjut di mana
biasanya terjadi stroke. Dari pasien yang selamat dari periode akut, sekitar satu
setengah samapai dua pertiga kembali fungsi independen, sementara sekitar 15%
memerlukan perawatan institusional.
KESIMPULAN
Berdasarkan data yang disajikan di atas, kami menyimpulkan bahwa setiap
pasien dengan stroke akut harus eficitniald berdasarkan usia, CT scan temuan (adanya
atau kehadiran pergeseran garis tengah, hypodensity efic). An expert opinion should
be formed with the contribution from neurologist, vascular surgeon and interventional
radiologist. Pendapat pakar harus dibentuk dengan kontribusi dari ahli saraf, dokter
bedah eficit dan radiolog intervensi. High risk patients should be treated with urgent
CAS after the correction of the coagulation cascade. Karotis endarterektomi
mengurangi risiko stroke pada pasien dengan gejala stenosis paling sedikit 70 persen,
sebagaimana ditentukan oleh arteriography. Percobaan saat ini adalah mengatasi
pertanyaan apakah endarterektomi bermanfaat untuk pasien dengan derajat stenosis
karotis moderat. Manfaat endarterektomi untuk pasien dengan lesi eficit asimtomatik
masih belum jelas.