Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manajemen berasal dari kata manage yang artinya mengatur, mengurus atau mengelola.
Manajemen adalah usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan
mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning),
pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling).
A. Tujuan manajemen adalah sebagai berikut:
a. Untuk mencapai keteraturan, kelancaran, dan kesinambungan usaha untuk mencapai
tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
b. Untuk mencapai efisiensi, yaitu suatu perbandingan terbaik antara input dan output.
B. Fungsi Manajemen adalah sebagai berikut::
1) Perencanaan (planning)
Merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pemilihan alternatif-alternatif, kebijakankebijakan, prosedur-prosedur, dan program-program sebagai bentuk usaha untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai. Planning jangka panjang memiliki 2 karakteristik utama, yaitu:
a. Tujuan dan sasaran: merupakan dasar bagi strategi penyelesaian masalah
b.
Peramalan (forecasting) jangka panjang: langkah awal sebelum membuat
perencanaan
2) Pengorganisasian (organizing)
Merupakan suatu tindakan atau kegiatan menggabungkan seluruh potensi yang ada dari
seluruh bagian dalam suatu kelompok orang atau badan atau organisasi untuk bekerja secara
bersama-sama guna mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama, baik untuk tujuan
pribadi atau tujuan kelompok dan organisasi.

3) Pelaksanaan atau penerapan (actuating)


1

Merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian, dimana seluruh


komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi tersebut bekerja secara
bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing untuk dapat mewujudkan tujuan.
4) Pengawasan (controlling)
Merupakan pengendalian semua kegiatan dari proses perencanaan, pengorganisasian dan
pelaksanaan, apakah semua kegiatan tersebut memberikan hasil yang efektif dan efisien serta
bernilai guna dan berhasil guna.
Didalam pelaksanaannya, Puskesmas perlu memiliki manajemen yang baik. Adapun
fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan yang berarti
puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan
lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga
berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif
memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program
pembangunan diwilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang
dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan
penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut
memiliki kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan. Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam
menentukan kebijakan daerah melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata
laksana kegiatan yang tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada
masa mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi informasi
terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan terpadu
(Effendi, 2009).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2004, hal 187-190), insidensi diare di Indonesia pada
tahun 2000 adalah 300 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode
setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare
golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Dari data ini dapat diketahui bahwa
kasus diare masih menjadi masalah besar untuk kesehatan mata bagi masyarakat.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengangkat kasus diare dalam
tulisan manajemen kasus.

1.2 Tujuan
1.2.1

Tujuan umum
Meningkatkan manajemen kasus diare di Puskesmas.

1.2.2

Tujuan khusus
1. Diketahuinya perencanaan manajemen kasus diare di Puskesmas.
2. Diketahuinya pelaksanaan manajemen kasus diare di Puskesmas.
3. Diketahuinya monitoring dan evaluasi manajemen kasus diare di Puskesmas.

1.3 Manfaat
1. Bagi Penulis
Dengan tulisan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis tentang
manajemen kasus diare.
2. Bagi Instansi Kesehatan
a. Sebagai referensi untuk meningkatkan upaya kesehatan baik dari segi
promotif,preventif,kuratif dan rehabilitatif.
b. Meningkatkan kualitas pelayanan melalui manajemen kasus yang terintegrasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas
1. Definisi
3

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan fungsional


yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat di samping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Pelayanan kesehatan yang
diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif
(pengobatan), preventif (pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif
(pemulihan kesehatan).
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di
wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

2. Tujuan Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran,
kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja
puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
3. Fungsi Puskesmas
Menurut Trihono (2005), ada 3 fungsi puskesmas yaitu: pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di
wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan.
Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari
penyelenggaraan setiap program pembangunan diwilayah kerjanya. Khusus untuk
pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan
pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit
dan pemulihan kesehatan.

4. Program Puskesmas
Kia
Kb
Usaha Kesehatan Gizi
Kesehatan Lingkungan
Pemberantasan Dan Pencegahan Penyakit Menular
Pengobatan Termasuk Penaganan Darurat Karena Kecelakaan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Kesehatan Sekolah
Kesehatan Olah Raga
Perawatan Kesehatan
Masyarakat
Kesehatan Kerja
Kesehatan Gigi Dan Mulut
Kesehatan Jiwa
Kesehatan Mata
Laboratorium Sederhana
Pencatatan Dan Pelaporan
Pembinaan Pemgobatan Tradisional
Kesehatan Remaja
Dana Sehat

a. Program Pokok Puskesmas


Program pokok Puskesmas merupakan program pelayanan kesehatan yang wajib di
laksanakan karena mempunyai daya ungkit yang besar terhadap peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Ada 6 Program Pokok pelayanan kesehatan
di Puskesmas yaitu :
1. Program pengobatan (kuratif dan rehabilitatif) yaitu bentuk pelayanan kesehatan
untuk mendiagnosa, melakukan tindakan pengobatan pada seseorang pasien dilakukan
oleh seorang dokter secara ilmiah berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh
selama anamnesis dan pemeriksaan.
2. Promosi Kesehatan yaitu program pelayanan kesehatan puskesmas yang diarahkan
untuk membantu masyarakat agar hidup sehat secara optimal melalui kegiatan
penyuluhan (individu, kelompok maupun masyarakat).
5

3. Pelayanan KIA dan KB yaitu program pelayanan kesehatan KIA dan KB di


Puskesmas yang ditujuhkan untuk memberikan pelayanan kepada PUS (Pasangan
Usia Subur) untuk ber KB, pelayanan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan
bayi dan balita.
4. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular dan tidak menular yaitu program
pelayanan kesehatan Puskesmas untuk mencegah dan mengendalikan penular
penyakit menular/infeksi (misalnya TB, DBD, Kusta dll).
5. Kesehatan Lingkungan yaitu program pelayanan kesehatan lingkungan di puskesmas
untuk meningkatkan kesehatan lingkungan pemukiman melalui upaya sanitasi dasar,
pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum termasuk pengendalian pencemaran
lingkungan dengan peningkatan peran serta masyarakat
6. Perbaikan Gizi Masyarakat yaitu program kegiatan pelayanan kesehatan, perbaikan
gizi masyarakat di Puskesmas yang meliputi peningkatan pendidikan gizi,
penanggulangan Kurang Energi Protein, Anemia Gizi Besi, Gangguan Akibat
Kekurangan Yaodium (GAKY), Kurang Vitamin A, Keadaan zat gizi lebih,
Peningkatan

Survailans

Gizi,

dan

Perberdayaan

Usaha

Perbaikan

Gizi

Keluarga/Masyarakat.
b. Program pengembangan pelayanan kesehatan Puskesmas tersebut adalah:
1. Usaha Kesehatan Sekolah, adalah pembinaan kesehatan masyarakat yang dilakukan
petugas Puskesmas di sekolah-sekolah (SD,SMP dan SMP) diwilayah kerja
Puskesmas.
2. Kesehatan Olahraga

adalah semua bentuk kegiatan yang menerapkan ilmu

pengetahuan fisik untuk meningkatkan kesegaran jasmani masyarakat, baik atlet


maupun masyarakat umum. Misalnya pembinaan dan pemeriksaan kesegaran jasmani
anak sekolah dan kelompok masyarakat yang dilakukan puskesmas di luar gedung.
3. Perawatan Kesehatan Masyarakat, adalah program pelayanan penanganan kasus
tertentu dari kunjungan puskesmas akan ditindak lanjuti atau dikunjungi ketempat
tinggalnya untuk dilakukan asuhan keperawatan induvidu dan asuhan keperawatan
keluarganya. Misalnya kasus gizi kurang penderita ISPA/Pneumonia.
6

4. Kesehatan Kerja adalah program pelayanan kesehatan kerja puskesmas yang


ditujukan untuk masyarakat pekerja informal maupun formal diwilayah kerja
puskesmas dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit serta kecelakaan
yang berkaitan dengan pekerjaan dan lingkungan kerja. Misalnya pemeriksaan secara
berkala di tempat kerja oleh petugas puskesmas.
5. Kesehatan Gigi dan Mulut, adalah program pelayanan kesehatan gizi dan mulut yang
dilakukan Puskesmas kepada masyarakat baik didalam maupun diluar gedung
(mengatasi kelainan atau penyakit ronggo mulut dan gizi yang merupakan salah satu
penyakit yang terbanyak di jumpai di Puskesmas.
6. Kesehatan Jiwa adalah program pelayanan kesehatan jiwa yang dilaksanakan oleh
tenaga Puskesmas dengan didukung oleh peran serta masyarakat, dalam rangka
mencapai derajat kesehatan

jiwa masyarakat yang optimal melalui kegiatan

pengenalan/deteksi dini gangguan jiwa, pertolongan pertama gangguan jiwa dan


konseling jiwa. Sehat jiwa adalah perasaan sehat dan bahagia serta mampu
menghadapi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya dan
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Misalnya ada konseling
jiwa di Puskesmas.
7. Kesehatan Mata adalah program pelayanan kesehatan mata terutama pemeliharaan
kesehatan (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif)

dibidang mata dan

pencegahan kebutaan oleh tenaga kesehatan Puskesmas dan didukung oleh peran
serta aktif masyarakat, misalnya upaya penanggulangan gangguan refraksi pada anak
sekolah.
8. Kesehatan Usia Lanjut adalah program pelayanan kesehatan usia lanjut atau upaya
kesehatan khusus yang dilaksanakan oleh tenaga Puskesmas dengan dukungan peran
serta aktif masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat usia
lanjut, misalnya pemeriksaan kesehatan untuk mendeteksi dini penyakit degeneratif,
kardiovaskuler seperti : diabetes Melitus, Hipertensi dan Osteoporosis pada kelompok
masyarakat usia lanjut.
9. Pembinaan Pengobatan Tradisional adalah program pembinaan terhadap pelayanan
pengobatan tradisional, pengobat tradisional dan cara pengobatan tradisional. Yang
7

dimaksud pengobatan tradisional adalah pengobatan yang dilakukan secara turun


temurun, baik yang menggunakan herbal (jamu), alat (tusuk jarum, juru sunat)
maupun keterampilan (pijat, patah tulang).
10. Kesehatan haji adalah program pelayanan kesehatan untuk calon dan jemaah haji
yang meliputi pemeriksaan kesehatan, pembinaan kebugaran dan pemantauan
kesehatan jemaah yang kembali (pulang) dari menaikan ibadah haji.
11. Dan beberapa upaya kesehatan pengembangan lainnya yang spesifik lokal yang
dikembangkan di Puskesmas dan Dinas Kesehatan kabupaten/kota.

2.2 Upaya Kesehatan


Dalam garis besar usaha kesehatan, dapat dibagi dalam 3 golongan, yaitu :
1.

Promotif

Promosi kesehatan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu health promotion.
Penerjemahan kata health promotion atau tepatnya promotion of health kedalam bahasa
Indonesia pertama kali dilakukan ketika para ahli kesehatan masyarakat di Indonesia
menerjemahkan lima tingkatan pencegahan (five levels of prepention) dari H.R.Leavell dan E.
G. Clark Usaha pencegahan (usaha preventif).
2.

Preventif

Upaya preventif adalah sebuah usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya
sesuatu yang tidak diinginkan. Prevensi secara etimologi berasal dari bahasa latin, pravenire
yang artinya datang sebelum atau antisipasi atau mencegah untuk tidak terjadi sesuatu. Dalam
pengertian yang sangat luas, prevensi diartikan sebagai upaya secara sengaja dilakukan untuk
mencegah terjadinya gangguan, kerusakan, atau kerugian bagi seseorang atau masyarakat.
Upaya preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan
individu, keluarga, kelompok dan masyarakat. Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu :
a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala (balita, bumil, remaja, usila,dll) melalui posyandu,
puskesmas, maupun kunjungan rumah

b. Pemberian Vitamin A, Yodium melalui posyandu, puskesmas, maupun dirumah


c. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan menyusui
d. Deteksi dini kasus dan factor resiko (maternal, balita, penyakit).
e. Imunisasi terhadap bayi dan anak balita serta ibu hamil
3. Kuratif
Upaya kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati anggota keluarga, kelompok yang
menderita penyakit atau masalah kesehatan. Usaha-usaha yang dilakukan, yaitu :
a. Dukungan penyembuhan, perawatan, contohnya : dukungan psikis penderita TB
b. Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari puskesmas dan rumah sakit
c. Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis dirumah, ibu bersalin dan nifas
d. Pemberian obat : Fe, Vitamin A, oralit.
4. Rehabilitatif
Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderita-penderita yang dirawat dirumah,
maupun terhadap kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama. Usaha
yang dilakukan, yaitu:
a. Latihan fisik bagi yang mengalami gangguan fisik seperti, patah tulang, kelainan bawaan
b. Latihan fisik tertentu bagi penderita penyakit tertentu misalnya, TBC (latihan nafas dan
batuk), Stroke (fisioterapi).
Dari ketiga jenis usaha ini, usaha pencegahan penyakit mendapat tempat yang utama,
karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil yang lebih baik, serta memerlukan
biaya yang lebih murah dibandingkan dengan usaha pengobatan maupun rehabilitasi.

2.3 Diare
Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit
yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair
9

dan bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasa yaitu 3 skali atau lebih
dalam sehari yang mungkin dapat disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit
ini paling sering dijumpai pada anak balita terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana
seorang anak bisa mengalami 1-3 episode diare berat (Sylvia A. Price, 2006).
Penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan
konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi gerak lebih dari
biasanya, lazimnya tiga kali atau lebih dalam sehari (Depkes RI, 1993).
Penyebab Kejadian Diare
Penyebab penyakit diare bisa bermacam-macam yaitu antara lain infeksi, intoxikasi,
malabsorbsi, alergi dan keracunan.
1. Penyebab Diare Infeksius
Bakteri, virus dan parasit adalah merupakan penyebab utama diare infeksius. Penyebab
diare karena infeksi dapat disebabkan oleh organisme yang berbeda-beda serta gejalanya sulit
dibedakan antara satu dengan yang lainnya.
a.

Bakteri

Ada beberapa jenis bakteri yang merupakan penyebab paling penting penyakit diare
terutama yang menyerang bayi.
b. Vibrio cholera
Vibrio cholera mempunyai 2 biotope yaitu tipe El Tor dan Mask selain itu ada 2
serotipe yaitu Ogawa dan Inaba. Pada tauhn 1961 biotipe El Tor pernah menyebabkan
pandemi ketujuh.

10

c.

Shigella:

Genus Shigella dibagi menjadi 4 kelompok serologik yaitu :

Shigella flexneri, adalah kelompok yang paling sering terdapat di Negara


berkembang.

Shigella sonei adalah kelompok yang terdapat di negara maju.

Shigella dysentriae tipe 1 adalah penyebab epidemi dengan angka kematian tinggi.

Shigella biydii, kelompok ini jarang ditemui

Pada umumnya Shigella hanya ditemukan pada manusia dan beberapa jenis binatang
primata. Penyebarannya melalui kontak langsung antara orang yang satu dengan orang yang
lainnya. Dengan dosis infeksius yang rendah (10 s.d 100 organisma) sudah dapat
menyebabkan sakit. Penularan penyakit terjadi melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Depkes RI, 1990).
d. Salmonella
Terdapat lebih dari 2.000 serotipe Salmonella, dimana sekitar 6 s.d 10 diantaranya
menyebabkan gastroenteritis pada manusia. Dalam hal ini binatang seperti misalnya unggas
adalah reservoir utama. Oleh karena itu penularan penyakit oleh Salmonella dapat terjadi
apabila mengkonsumsi makanan yang berasal dari hewan unggas, daging, telur dan susu.
Gastroenteritis yang diakibatkan Salmonella yang menyerang anak kecil relatif jarang terjadi
di negara berkembang dibanding dengan daerah industri. Hal ini dimungkinkan karena di
negara berkembang pada umumnya anak kecil jarang diberi makanan dalam kaleng yang
merupakan media bagi salmonella. Gastroenteritis yang diakibatkan Salmonella biasanya
berbentuk diare cair akut dengan diikuti rasa mual, nyeri perut dan demam (Depkes RI,
(990).
e.

Escherichia coli (E. Coli)

Sampai saat ini sudah ditemukan lima kelampok Ecoli yaitu enterotoxigenic (ETEC),
enterohaemorrhagic

(EPEC),

enteroadherent

(EAEC),

enteroinvasive

(EIEC),

dan

enterohaemorrhagic (EHEC).
f.

Infeksi Virus

Virus menyebabkan 50 % semua diare pada anak yang datang berobat kesarana
kesehatan. Rotavirus dapat menyerang sel-sel usus, mengubah fungsi dan regenerasinya.
Keadaan ini menyebabkan diare dan gejala umum misalnya malaise dan demam.
Penyembuhan terjadi bila permukaan mukosa telah regenerasi (Depkes RI, 1990).
g. Infeksi Parasit
Menurut Sunoto (1990) ada beberapa golongan protozoa yang dapat menyebabkan
diare yaitu :
11

1. Entamoeba histolytica
Insiden penyakit ini bertambah sesuai dengan pertambahan usia. Infeksi ini sering
salah diagnosiskan sebab menentukan ptotozoa ini tidak mudah dan parasit ini sering
dikira leukosit polimorfonuklear. Penyebaran terjadi melalui makanan dan minuman.
Kista E.histolytica sangat kebal terhadap desinfektan kimia, termasuk klorinasai.
(Depkes RI, 1990).
2. Cyptosporidium
Cyptosporidium adalah parasit bentuk kokus yang ada pada awalnya dikenal
sebagai penyebab diare pada binatang. Mula-mula ditemukan sebagai penyebab diare
cair pada yang menurun kekebalan tubuhnya, khususnya penderita AIDS. Di negara
berkembang parasit ini menyebabkan 4-11 % kasus diare pada anak Cryptosporidiasis
ditularkan melalui jalur fekal-oral. (Depkes RI, 1990).
3. Giardia lamblia
Giardia lamblia tersebar luas di seluruh dunia, dengan angka prevalensi infeksi
sampai 100 % pada beberapa penduduk. Anak berumur 1-5 tahun paling sering
dijangkiti. Infeksi Giardia lamblia biasanya melalui makanan, minuman atau manular
dari orang ke orang. Penularan dari orang ke orang terjadi terutama pada anak yang
tinggal di keluarga yang terlalu padat atau tempat penitipan anak (Sunoto, 1990).
Penyebab Lain
Selain beberapa penyebab di atas, diare juga bisa disebabkan oleh faktor faktor lain
misalnya obat, keadaan karena pembedahan, penyakit lain dan infeksi sistematik serta
intoleransi makanan.
lntoleransi makanan karena kekurangan laktase atau alergi terhadap makanan dapat
menyebabkan diare. Tuberkulosis saluran pencernaan. penyakit granulomatosiskronik usus
misalnya penyakit crohn dan beberapa jenis tumor dapat juga menimbulkan diare. (Depkes
RI, 1990).
D. Cara Penularan
Agen infeksius yang menyebabkan penyakit diare biasanya ditularkan melalui jalur
fecal-oral, terutama karena (Depkes RI, 1990):
1. Menelan makanan yang terkontaminasi (terutama makanan sapihan) atau air.
2. Kontak dengan tangan yang terkontaminasi.
3. Beberapa faktor dikaitkan dengan bertambahnya penularan kuman enteropatogen perut
termasuk (Depkes RI, 1990) :
12

4. Tidak memadainya penyediaan air bersih (jumlah tidak cukup).


5. Air tercemar oleh tinja.
6. Kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak higienis).
7. Kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek.
8. Penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak semestinya.
9. Tindakan penyapihan yang jelek (penghentian ASI yang terlaiu dini, susu botol, pemberian
ASI yang diselang-seling dengan susu botol pada 4-6 bulan pertama).

Konsep Segitiga Epidemiologi

Host

Agent

Environment

Konsep segitiga epidemiologi digunakan untuk menganalisis terjadinya suatu penyakit.


Dalam konsep ini faktor-faktor yang menentukan terjadinya penyakit diklasifikasikan sebagai
berikut:
1. Agen penyakit (faktor etiologi):
a. Zat nutrisi
b. Agen kimiawi
c. Agen fisik
d. Agen infeksius
2. Faktor pejamu (mempengaruhi pajanan, kerentanan, respons terhadap agen):
a. Genetik
b. Usia
c. Jenis kelamin
d. Ras
e. Status imunulogis
13

f. Perilaku manusia
g. Penyakit lain yang sudah pernah ada
3. Faktor lingkungan (mempengaruhi keberadaan agen, pajanan atau kerentanan
terhadap agen):
a. Lingkungan fisik (iklim)
b. Lingkungan biologis (populasi manusia, flora, fauna)
c. Lingkungan sosial ekonomi (pekerjaan, bencana alam)
Analisa penyakit diare menggunakan segitiga epidemiologi, sebagai berikut:
1
2

Agen penyakit pada kasus diare yaitu agen infeksius berupa bakteri, virus, jamur.
Faktor pejamu pada kasus diare ini adalah keadaan gizi buruk dan daya tahan tubuh

kurang.
Faktor lingkungan pada kasus diare adalah berupa lingkungan kotor yang banyak
kuman penyebab diare.

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS KESEHATAN


MASYARAKAT MENURUT HENDRIK L BLUM

Menurut Hendrick L Blum, terjadinya diare dipengaruhi oleh beberapa faktor , yaitu:
14

Faktor Genetika :

Herediter

Faktor pelayanan
kesehatan :

Faktor
lingkungan :

Fisik

Biologis

Sosio

SEHAT

Preventif

(FISIK,MENTAL, SOSIAL)

Promotif

Kuratif

Rehabilitatif

kultural

Faktor perilaku :

Sikap

Gaya hidup

PENERAPAN TEORI HENDRIK L BLUM PADA PENYAKIT DIARE

15

Menurut Teori Hendrik L Blum bahwa derajat kesehatan dipengaruhi oleh beberapa
faktor, diantaranya adalah faktor lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Lingkungan terdiri dari lingkungan fisik dan non fisik. Lingkungan fisik terdiri dari keadaan
geografis (dataran

tinggi atau rendah), kelembaban

udara, temperatur atau suhu dan

lingkungan tempat tinggal (rumah dan sekitarnya). Lingkungan non fisik yaitu lingkungan
sosial (pendidikan, pekerjaan) dan ekonomi. Berikut ini pemaparan teori Hendrik L Blum
pada penyakit diare:
1. Lingkungan
a. Fisik
Faktor fisik yang mempengaruhi penyakit diare ini tergantung pada jenis diarenya.
Diare banyak ditemukan pada daerah yang berdebu, penuh asap, dan kotor.
b. Biologis
Diare dipengaruhi oleh faktor biologis tergantung dari jenis diarenya, contohnya
adalah diare bakterial disebabkan oleh bakteri. Faktor daya tahan tubuh seseorang
juga mempengaruhi seseorang rentan tidaknya terserang diare.
16

c. Sosial Ekonomi Budaya


Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap pendidikan dan faktor-faktor lain seperti
gizi, lingkungan dan penerimaan layanan kesehatan. Status ekonomi yang rendah
berkaitan dengan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan gizi guna
menciptakan daya tahan tubuh yang optimal. Selain itu seseorang dengan status
ekonomi yang rendah seringkali dikaitkan dengan kondisi rumah yang tidak
memenuhi standar rumah sehat. Selain itu tingkat pendidikan seseorang juga
berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku hidup sehat.
2. Perilaku
a. Sikap
Di Indonesia diduga faktor perilaku justru menjadi faktor utama masalah
kesehatan sebagai akibat masih rendahnya pengetahuan kesehatan misalnya kebiasaan
mengucak mata dan tidak mencuci tangan.
Proses terbentuknya sebuah perilaku yang diawali pengetahuan membutuhkan
sumber pengetahuan dan diperoleh dari pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan
merupakan kegiatan atau usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada sasaran
sehingga pengetahuan sasaran terhadap suatu masalah meningkat dengan harapan
sasaran dapat berperilaku sehat.
Perilaku manusia sebagian besar dengan menggunakan tangan sehingga
tangan dapat menjadi sumber penularan penyakit. Penyakit yang dapat ditularkan ini
salah satunya diare. Kebiasaan mengucak mata dan tidak mencuci tangan setelah
melakukan kegiatan mempercepat penyebaran diare. Kondisi tersebut terkait tingkat
pendidikan yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat untuk berperilaku sehat.

b. Gaya Hidup
Gaya hidup juga mempengaruhi

penyakit diare, diantaranya adalah gaya

hidup yang tidak bersih. Pada saat ini, masih banyak orang-orang yang malas
membersihkan lingkungan rumah dengan berbagai alasan dan masih banyak
17

masyarakat yang masih memiliki kebiasaan tidak menjaga kebersihan tangan. Hal
tersebut menjadi suatu kebiasaan beberapa orang, dan tanpa mereka sadari
kebiasaannya tersebut akan membawa masalah kesehatan untuk hidupnya. Dengan
keadaan kebersihan yang kurang, dapat menyebabkan penyakit diare.

3. Pelayanan Kesehatan
Tujuan Utama dari pelayanan kesehatan adalah:
a. Preventif
Tindakan preventif dapat dilakukan dengan cara aktifnya para petugas
puskesmas dengan mengujungi rumah para warga dan mengingatkan tentang
cara hidup bersih dan sehat.
b. Promotif
Tindakan promotif yang bisa dilakukan dalam hal mencegah diare adalah
dengan memberikan pengetahuan tentang diare. Pemberian pengetahuan ini
antara lain dapat dilakukan dengan cara pemberian penyuluhan kepada
masyarakat.
c. Kuratif
Bagi masyarakat yang sudah terkena penyakit diare, di sarankan untuk segera
berobat ke dokter

untuk mencegah agar tidak terjadi komplikasi dan

penularan lebih lanjut dari penyakit diare ini.


d. Rehabilitatif
Rehabilitatif dapat dilakukan dengan cara melakukan semua anjuran dokter
dan meminum obat yang sudah diberikan agar dapat cepat sembuh dari
penyakit ini.
4. Herediter
Faktor keturunan atau genetik ini tidak berpengaruh pada penyakit diare, karena diare
merupakan penyakit menular yang tidak dipengaruhi oleh faktor genetik.
2.4 Definisi Operasional

Puskesmas

Unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang


bertanggung

jawab

menyelenggarakan

pembangunan
18

kesehatan di suatu wilayah kerja.

Promotif

Suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan


kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan.

Preventif

Suatu

kegiatan

pencegahan

terhadap

suatu

masalah

kegiatan

untuk

kesehatan/penyakit.

Kuratif

Kegiatan

dan/atau

serangkaian

mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat


sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat
yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal
mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Rehabilitatif

Merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi penderitapenderita yang dirawat dirumah, maupun terhadap kelompokkelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama.

BAB III
PENATALAKSANAAN KASUS

3.1 Program
19

a. Promosi kesehatan : Penyuluhan (Komunikasi, Informasi, Edukasi)


b. Preventif
:Kesehatan
Lingkungan
(peninjauan
lapangan)

dan

meningkatkan partisipasi masyarakat


c. Kuratif
: Deteksi dini (penemuan kasus) dan penatalaksanaan di
puskesmas
d. Rehabilitatif

: Program rehabilitasi diare (Sosialisasi dan edukasi)

3.2 Sasaran
1. Masyarakat umum (keluarga dan kelompok yang berpengaruh dan berperan di
masyarakat dan kader).
2. Masyarakat khusus (kelompok masyarakat yang berisiko diare)
3.3 SDM
1. Petugas puskesmas (dokter, perawat, bidan, kesmas )
2. kader kesehatan
3.4 Kegiatan
A. Promotif
1.Penyuluhan (KIE)
1

Menyusun materi penyuluhan dan mengadakan pelatihan KIE tentang diare secara
menyeluruh antara lain tentang pengertian, perjalanan penyakit, penyebab, gejala dan
tanda, faktor resiko serta pencegahan dan penanggulangan diare bagi petugas

kesehatan (medis dan para medis), kader kesehatan maupun tokoh masyarakat.
Meningkatkan keterampilan penggunaan obat pada petugas kesehatan (medis dan

para medis), pasien diare dan keluarganya.


Melaksanakan penyuluhan atau KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) tentang
diare dan faktor risikonya melalui berbagai media penyuluhan, seperti:
a Penyuluhan tatap muka.
b Poster, leaflet, pamflet, surat kabar dan media cetak lain yang dianggap efektif

untuk mencapai kelompok sasaran.


Penyuluhan perorangan atau penyuluhan kelompok yang dilaksanakan oleh petugas

puskesmas, kader kesehatan dan lain-lain seperti klinik konseling.


Penyuluhan bagi pasien dan keluarga tentang pencegahan dan penanggulangan diare.

Adapun jenis kegiatan penyuluhan diare bagi pasien dan keluarga pasien antara lain:
a Pengertian diare.
b Penyebab diare.
c Gejala diare.
d Klasifikasi diare.
e Cara penularan diare.
20

f
g
h

Kelompok rentan diare.


Perilaku penyebab diare.
Cara pengobatan diare.
A Preventif

1.Kesehatan Lingkungan
a

Kegiatan
1 Peninjauan langsung ke pemukiman dan perumahan warga untuk melihat
2

kondisi apakah lingkungannya bersih atau tidak.


Sosialisasi mengenai kebersihan personal (budaya mencuci tangan setelah
melakukan kegiatan) dan lingkungan (membersihkan rumah dan pekarangan
agar tidak terkontaminasi dengan bakteri penyebab diare)

Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan Diare


Upaya meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengendalian diare dimulai
dengan Kajian Aspek Sosial Budaya dan Perilaku Masyarakat yang kemudian
digunakan sebagai dasar dalam pengembangan program peningkatan partisipasi
masayarakat dalam pencegahan diare.
Kegiatan
1

Melaksanakan survei/kajian aspek sosial budaya dan perilaku masyarakat di salah


satu RT/RW di kelurahan Kampung Rambutan, kecamatan Ciracas.

Pengembangan model pemberdayaan masyarakat dalam pencegahan diare yang


sesuai dengan kondisi setempat di masing-masing daerah sesuai kajian.

Membuat daerah percontohan di masing-masing daerah RT/RW yang dilakukan


survei/kajian dengan kegiatan KIE, pemeriksaan fisik dan faktor risiko, serta
pemerisaan penunjang.

Kajian ini dapat dilakukan bersamaan dengan penyakit menular lainnya dan
pelaksanaannya oleh kabupaten bersama-sama dengan perguruan tinggi, serta
lintas program dan lintas sektor.

B Kuratif
1. Poli Mata

21

Poli mata sebagai program layanan kesehatan utama bersifat kuratif di Puskesmas
kelurahan Cijantung wajib memberikan layanan optimal mengenai kasus diare
termasuk di dalamnya :
Deteksi dini gejala dan tanda dari pasien yang memiliki indikasi diare
Pemeriksaan baik anamnesis maupun fisik diagnostik yang memadai
Pemeriksaan penunjang termasuk laboratorium dan sistem rujukan
Edukasi mengenai pencegahan dan pengobatan diare pada pasien diare
a

Deteksi dini
Semua kelompok usia, jika ditemukan gejala-gejala mata marah,
gatal, terdapat cairan yang keluar dari mata (gejala tergantung jenis
diarenya).

b.

Penemuan dan tatalaksana kasus

1) Penemuan kasus diare di unit pelayanan kesehatan.


2) Penemuan langsung dengan pemantauan ke perumahan dan pemukiman warga
untuk meninjau dan melihat kondisi lingkungan guna mendorong masyarakat
untuk menjaga lingkungan tetap bersih.
3) Tatalaksana pasien diare sesuai standar:
a) Puskesmas (pelayanan kesehatan primer).
1). Penemuan dan tatalaksana pasien diare dipelayanan kesehatan primer di bagian
poli mata
2). Edukasi pasien dan keluarga.
b) Rumah sakit
Tindak lanjut penanganan diare (terutama komplikasi diare).
c.

Pemeriksaan

1. Anamnesis
Ada beberapa hal penting yang harus ditanyakan untuk mendiagnosa diare,
antara lain:
22

1.
2.
3.
4.
5.
2.

Sejak kapan menderita mata merah?


Gejala lain apa saja? Keluar cairan tidak dari mata?
Gatal tidak?
Apakah mengalami penurunan ketajaman pengelihatan?
Apakah sakit melihat cahaya?

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik banyak didapatkan dari inspeksi yaitu terdapat mata
merah dan ada sekret dan pada pemeriksaan visus tidak terjadi penurunan visus.

3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk mendiagnosis diare adalah:
1. Kerokan konjungtiva Bakterial (Organisme diketahui dan banyak neutrophil
PMN), Viral (Monosit), Jamur (Reaksi radang sel PMN)
2. Kultur virus dan inklusi intranuklear
3. Agar darah atau media Saboraud organisme tumbuh sebagai ragi yang berkuncup
(pseudohifa)

d. Penatalaksanaan
1. Bakterial :
-

Antibiotik (sesuai bakterinya), seperti kloramfenikol, ciprofloxacin, gentamicin


Dibilas larutan garam untuk menghilangkan sekret.
2. Viral :

Biasanya sembuh sendiri dalam 7-15 hari


Astringen untuk mengurangi hiperemi

3. Jamur :
-

Amfoterisin B, krim nystatin kulit

23

C Rehabilitatif
Sosialisasi kepada penderita untuk istirahat dirumah dan edukasi
Sosialisasi ini dilakukan sebagai bentuk upaya mempercepat pemulihan penderita karena
penyakit diare akan semakin parah jika terus terpapar dengan agent penyebabnya seperti
virus,bakteri,asap dan debu yang lebih banyak jumlahnya dilingkungan luar.

3.6 Diklat
1. Promotif
Diklat yang perlu diberikan adalah pendidikan dan pelatihan mengenai ilmu komunikasi
dan presentasi di masyarakat, serta pengayaan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
diare contohnya pengayaan mengenai cara membersihkan lingkungan. Sasaran dari
program diklat ini adalah tenaga kesehatan dan kader yang akan melakukan penyuluhan
dan pemantauan langsung di masyarakat.
4. Preventif
Keterampilan yang perlu diberikan dalam diklat kepada tenaga tenaga puskesmas adalah
keterampilan public speaking, penguasaan materi mengenai hal hal yang berkaitan
dengan diare dan kemampuan memotivasi masyarakat untuk melaksanakan programprogram puskesmas.
5. Kuratif
Diklat yang perlu diberikan adalah mengenai tatalaksana pengobatan dan pencegahan
diare, termasuk didalamnya cara penggunaan obat, pengambilan specimen/sekret untuk
pemeriksaan lab, pengenalan tanda dan gejala, pengenalan faktor resiko, penggunaan
alat-alat dalam pengambilan sekret dan cara anamnesis dan pemeriksaan fisik juga
penunjang pada pasien-pasien diare.
6. Rehabilitatif

BAB IV

24

MONITORING DAN EVALUASI

4.1 Monitoring
Pemantauan dimaksudkan untuk mensinkronkan kembali keseluruhan proses kegiatan
agar sesuai dengan rencana yang ditetapkan dengan perbaikan segera agar dapat dicegah
kemungkinan adanya penyimpangan ataupun ketidaksesuaian yang berpotensi mengurangi
bahkan menimbulkan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Untuk itu, pemantauan
diarahkan guna mengidentifikasi kualitas kegiatan, permasalahan yang terjadi serta dampak
yang ditimbulkannya.
Pemantauan keberhasilan setiap kegiatan program manajemen kasus diare di puskesmas
dilakukan dengan teknik monitoring bulanan. Monitoring bulanan ini dilakukan untuk
mengetahui apakah kegiatan program promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang
dilaksanakan pada bulan tertentu di puskesmas telah sesuai dengan yang diharapkan atau
belum. Bila hasilnya belum sesuai dengan harapan, maka akan dicari penyebabnya untuk
kemudian dilakukan intervensi.
Beberapa contoh program monitoring sebagai berikut:
1. Program monitoring promotif dan preventif:
Adanya perwakilan dari puskesmas (supervisi) yang memantau kegiatan

penyuluhan dilapangan
Dibentuknya suatu kelompok kerja yang fokus kepada program promotif,
yang bekerja melihat kebutuhan pengetahuan yang harus ditingkatkan
ditiap wilayah, menyusun jadwal penyuluhan rutin dan yang memfokuskan
pada media promosi kesehatan dengan media cetak.

2. Program monitoring kuratif:


Pembentukan tim supervisi yang memantau program kuratif yaitu dalam
hal peralatan yang digunakan untuk penatalaksanaan kasus konjungivitis,
evaluasi SDM dan memberikan diklat sebagai penyegaran pengetahuan dan
ketrampilan, melakukan pencatatan laporan untuk melihat jumlah pasien
diare apakah mengalami peningkatan atau penurunan sebagai indikator
keberhasilan program.
3. Program monitoring rehabilitatif:
25

Monitoring apakah petugas kesehatan memberi edukasi setelah pengobatan


dan kunjungan ke rumah pasien untuk memantau apakah pasien mengikuti
anjuran dokter.

4.2 Evaluasi
Penilaian ini bertujuan untuk menilai keberhasilan penyelenggaraan program kegiatan
manajemen kasus diare di puskesmas. Penilaian dimaksudkan untuk. memberikan bobot atau
nilai terhadap hasil yang dicapai dalam seluruh tahap kegiatan, untuk proses pengambilan
keputusan apakah suatu program atau kegiatan diteruskan, dikurangi, dikembangkan atau
diperkuat. Untuk itu penilaian diarahkan guna mengkaji efektifiktas dan efisensi pengelolaan
program. Penilaian kinerja program manajemen kasus diare dilaksanakan berdasarkan
indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam pencapaian sasaran.
Indikator yang di nilai adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan , perilaku dan sikap masyarakat terhadap penyakit diare
2. Faktor penyebab diare di lingkungan sekitar puskesmas
3. Jumlah SDM petugas kesehatan (dokter,bidan,perawat, kesmas) dan kader kesehatan
yang terampil dalam hal promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di bidang
kesehatan khususnya penyakit diare
4. Kualitas hidup penderita diare

Beberapa contoh program monitoring sebagai berikut:


1. Promotif dan preventif:
Dengan melakukan pre test dan post test saat penyuluhan untuk menilai
apakah terjadi peningkatan pengetahuan pada masyarakat. Indikator

keberhasilan program adalah didapatkan peningkatan pengetahuan > 50 %.


Dengan melakukan peninjauan langsung ke rumah warga untuk menilai
keadaan lingkungan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk menilai apakah
masyarakat

melakukan

anjuran-anjuran

yang

diberikan

pada

saat

penyuluhan. Indikatornya adalah kondisi lingkungan yang semakin bersih


dan hiegine perorangan yang semakin lebih baik.

2. Kuratif dan rehabilitatif

26

Indikator yang digunakan adalah data kasus penyakit diare apakah mengalami
peningkatan atau penurunan dilihat dari angka kesakitan, kasus baru dan kasus lama
(apakah pasien yang sebelumnya datang ke puskesmas dengan diare, datang lagi atau
tidak denganpenyakit yang sama). Hal ini sebagai indikator keberhasilan program.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kasus diare sering terjadi dikalangan masyarakat. Penatalaksanaan kasus diare tidak
lah sulit namun perlu manajemen yang baik untuk mengatasinya, jika tidak angka kesakitan
diare akan tetap tinggi karena cara penularan diare sangat cepat. Program kegiatan
manajemen kasus diare berupa promosi kesehatan dengan penyuluhan, preventif dengan
27

kesehatan lingkungan, kuratif dengan penemuan kasus dan penatalaksanaan, rehabilitatif


dengan sosialisasi dan edukasi. Diharapkan melalui program-program ini dan dengan
manajemen kasus yang baikdapat menurunkan angka kesakitan karena diare.

5.2 Saran
1. Untuk Penulis Selanjutnya
Untuk penulis selanjutnya diharapkan dapat melanjutkan kegiatan program
manajemen kasus diare dengan lebih baik lagi dan juga diharapkan membuat lebih banyak
lagi program kegiatan yang inovatif guna perbaikan status kesehatan masyarakat dan supaya
dapat memberikan kontribusi yang baik bagi pembangunan kesehatan khususnya untuk
menurunkan angka kesakitan karena diare.
2. Kepada Petugas Kesehatan :
a.Melakukan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat yang pengetahuannya masih
kurang tentang diare.
b.Meninjau secara langsung keadaan masyarakat sekitar tentang berperilaku hidup bersih dan
sehat sehingga dapat terhindar dari penyakit diare.
c. Menguasai materi tentang konungtivitis agar bisa membagikan pengetahuan itu kepada
masyarakat luas
DAFTAR PUSTAKA

1. Elearning.gunadarma.ac.id
2. Profil laporan tahunan puskesmas kecamatan Pasar Rebo tahun 2013
3. Alloyna, D., 2011. Prevalensi Diare di RSUD H. Adam Malik Medan Tahun 2009
dan2010. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/5/Chapter%20I.pdf.
Akses 20 Juni 2014.
4. Yunisyah, P.H,2011. Karakteristik Penderita Diare Rawat Jalan DiRSUD.DR.Pirngadi
Medan Tahun 2011.

28

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/5/Chapter%20I.pdf. Akses 20 Juni


2014.
5. Depkes RI., 2004. Distribusi Penyakit Mata dan Adneksa Pasien Rawat Inap dan Rawat
Jalan Menurut Sebab Sakit di Indonesia Tahun 2004.http://bankdata.depkes.go.id/data
%20intranet/sharing%20folder/ditjen%20yanmedik/seri%203/tabels. Akses 25 Januari
2012.
6. Kemenkes RI., 2010. 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Tahun 2009. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2009. Available from: http://www.Depkes.go.id. Akses 20 Juni 2013.
7. Vaughan, Daniel G. dkk. Oftalmologi Umum. Widya Medika. Jakarta. 2000
8. www.dcmsonline.org, tentang conjunctivitis
9. http://arali2008.wordpress.com/2011/12/16/program-pelayanan-kesehatan-di-puskesmas/
10. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31773/4/Chapter%20II.pdf
11. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/5/Chapter%20I.pdf

29

LAMPIRAN DAFTAR PERALATAN

1. Flipchart
2. Laptop
3. Leaflet
4. Pamflet
5. Poster
6. Proyektor + screen
7. Snellen chart
8. Pen light
9. Buku ishihara
10. Pin hole
11. Oftalmoskop

30

Anda mungkin juga menyukai