Anda di halaman 1dari 2

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh masyarakat. Produk ini merupakan produk kering yang memiliki
kadar air rendah. Saksono (2012) menyatakan bahwa berdasarkan data asosiasi
industri, tahun 2012 konsumsi biskuit diperkirakan meningkat 5%-8% didorong
oleh kenaikan konsumsi domestik. Biskuit dikonsumsi oleh seluruh kalangan usia,
baik bayi hingga dewasa namun dengan jenis yang berbeda-beda. Namun, biskuit
komersial yang beredar di pasaran memiliki kandungan gizi yang kurang
seimbang. Kebanyakan biskuit memiliki kandungan karbohidrat dan lemak yang
tinggi, sedangkan kandungan protein yang relatif rendah. Sementara Indonesia
masih menghadapi permasalahan gizi, salah satunya yaitu kurangnya konsumsi
energi protein (KEP) oleh masyarakat.
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga
tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG).
yang

dianjurkan

berdasarkan

Keputusan

Angka kecukupan protein

Menteri

Kesehatan

Nomor

1593/MENKES/SK/XI/2005 yaitu 50-60 gram per hari untuk dewasa berusia


20-49 tahun dan 45 gram per hari untuk anak-anak usia 7-9 tahun
(Permenkes 2005). Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan pada
tahun 2007 dan 2010 menunjukkan bahwa rata-rata asupan kalori dan protein
anak balita masih di bawah Angka Kecukupan Gizi (Lestijaman 2012).
Protein

sangat

penting

untuk

tubuh,

karena

membantu

proses

pertumbuhan. Fungsi protein antara lain sebagai zat pengatur pergerakan,


pertahanan tubuh, sebagai enzim, penunjang mekanis, serta alat pengangkut
(Winarno 2008). Kurang energi protein pada anak-anak dapat menghambat
pertumbuhan, rentan terhadap penyakit infeksi dan mengakibatkan rendahnya
tingkat kecerdasan. Penyakit akibat kurangnya energi dan protein ini dikenal
dengan kuashiorkor dan marasmus (Almatsier 2006).
Inovasi produk biskuit perlu dilakukan untuk meningkatkan kandungan
gizi dari biskuit tersebut, terutama kandungan protein. Peningkatan kandungan

gizi biskuit dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan pangan tertentu
yang memiliki kandungan gizi tinggi. Salah satu bahan pangan yang dianjurkan
oleh FAO (2008) untuk ditambahkan kedalam biskuit guna meningkatkan gizi
biskuit adalah Spirulina. Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga yang
dapat dijadikan sumber pangan dalam bentuk bubuk dan digabungkan dengan
makanan lain seperti sup, pasta, minuman instan, dan lain-lain.
Spirulina merupakan mikroalga multiseluler dan memiliki filamen hijaubiru,

serta

memiliki

kandungan

protein

50%-70%

dari

berat

kering

(Richmond 1989). Spirulina platensis merupakan mikroalga dengan komposisi


yang tepat untuk digunakan sebagai suplemen makanan (food supplement).
Beberapa penelitian telah dilakukan guna mengetahui manfaat Spirulina.
Colla et al. (2007) dalam penelitiannya melaporkan bahwa S. platensis memiliki
aktivitas antioksidan, dengan komponen fenol sebanyak 4,997 g/g Spirulina.
Alvarenga et al. (2011) melaporkan bahwa S. platensis dalam keadaan kering
mengandung protein (58,20%) yang terdiri dari asam amino seperti serine,
glycine, arginine, threonine, alanine, tyrosine, valine, methionine, cystine,
isoleucine, leucine, phenylalanine yang lebih banyak jika dibandingkan dengan
protein yang berasal dari tepung kedelai (46,47%).
Penambahan Spirulina pada pembuatan biskuit diharapkan dapat
meningkatkan kualitas gizi biskuit melalui keunggulan-keunggulan Spirulina,
serta memiliki added value berupa kandungan antioksidan. Kandungan biopigmen
Spirulina merupakan bahan pewarna alami yang aman untuk bahan pangan,
dengan demikian diharapkan menghasilkan biskuit dengan nilai tambah yang baik
untuk kesehatan. Namun, biskuit berbasis Spirulina belum banyak diteliti,
sehingga perlu diketahui formulasi dalam pembuatan biskuit tersebut.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan formula terbaik biskuit
berbasis Spirulina, membandingkan kandungan gizi makro dan antioksidan, serta
kerusakan mikrobiologis selama penyimpanan pada biskuit yang ditambah
Spirulina dengan kontrol (tanpa penambahan Spirulina).

Anda mungkin juga menyukai