1)
Abstrak
Kendala yang dihadapi dalam proses produksi etanol absolut adalah pemurnian pada
kondisi azeotrop. Dewasa ini, perkembangan teknologi pervaporasi menunjukkan kinerja
yang sangat atraktif untuk dehidrasi alkohol, khususnya etanol. Dalam studi ini telah
dilakukan kajian mengenai pengaruh temperatur dan laju alir linier umpan, serta tekanan
pada sisi permeat pada proses pervaporasi campuran etanol-air. Hasil studi menunjukkan
bahwa operasi pada temperatur umpan, tekanan sisi permeat, dan laju alir linier masingmasing 75 oC, 30 mbar, dan 1,5 x 10-4 m/s, memberikan nilai fluks dan selektivitas masingmasing 0,326 L/m2.jam dan 5. Lebih lanjut, dilakukan perancangan proses untuk kapasitas
1000 L/jam produk. Untuk menghasilkan 99,5%-b etanol dari umpan 95,6 %-b, luas
membran yang dibutuhkan mencapai 2.600 m2 yang terbagi dalam 11 tahap.
Kata kunci: etanol absolut; fluks; pervaporasi; selektivitas
PENDAHULUAN
Etanol (C2H5OH) banyak digunakan sebagai pelarut, desinfektan, bahan baku industri minuman,
kimia, dan farmasi. Di beberapa negara seperti Brasil, etanol digunakan sebagai bahan bakar. Cadangan
minyak bumi yang terus berkurang akan menjadikan etanol sebagai bahan bakar primadona dengan tingkat
emisi sangat rendah pada masa mendatang. Aplikasi etanol sebagai bahan baku industri dan bahan bakar
menghendaki kemurnian absolut (> 99,5%). Sebagian besar industri etanol menggunakan proses fermentasi
molase dan menghasilkan produk 8-12%-etanol. Pemurnian menggunakan proses distilasi hanya mampu
menghasilkan etanol 94,5-95% w/w karena terbentuknya kondisi azeotrop (Jonquieres, dkk., 1996). Untuk
menghasilkan etanol absolut dibutuhkan proses pemurnian lanjut, seperti extractive distillation, azeotrof
distillation, ion exchange resin, dan distilasi ekstraktif dengan penambahan garam. Keterbatasan teknologi
tersebut adalah kebutuhan chemical agent dan konsumsi energinya yang tinggi (Rongqi, 1998).
Pervaporasi merupakan salah satu aplikasi membran yang secara teoritis dapat memisahkan semua
campuran uap-cair dengan berbagai konsentrasi. Akan tetapi, dalam prakteknya baru kompetitif untuk
pemisahan campuran azeotrop, pemisahan campuran isomer, atau menggantikan kesetimbangan reaksi kimia
(Baker, dkk., 1996; Rautenbatch, 1989). Salah satu parameter kunci dalam pervaporasi campuran azeotrop
etanol-air adalah karakteristik membran. Polyvinyl alcohol merupakan material membran yang paling banyak
digunakan untuk pemisahan air dari senyawa (Bruschke, 1983). Penempatan material hidrofilik di permukaan
struktur polimer membran, seperti pelapisan cyclodextrin dapat dilakukan untuk meningkatkan permeabilitas
komponen dalam campuran (Yamasaki, 1994). Material membran yang dapat digunakan untuk dehidrasi
alkohol antara lain: SPES (Hamada, 1998), Chitosan-PAN (Watanabe, 1992), Porous Silica-Zirconia
(Asaeda, 2002), dll. Keseimbangan hidrofilikhidrofobik pada material membran dapat dikontrol dengan
melakukan cross-linking, blending, dan kopolimerisasi (Nguyen, dkk.). Preparasi membran untuk
pervaporasi dapat dibedakan menjadi tiga jenis (Wijmans,dkk.,1996) yaitu: (a) membran hidrofilik sintetis,
(b) pemberian gugus hidrofilik pada membran hidrofobik, (c) pembentukan blok hidrofilik-hidrofilik pada
membran. Keberhasilan proses juga sangat dipengaruhi oleh tahanan perpindahan massa intrinsik membran.
Selain karakteristik campuran umpan dan membran itu sendiri, faktor hidrodinamika serta kondisi operasi
juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja pervaporasi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh parameter operasi seperti temperatur
umpan, tekanan sisi permeat, dan laju alir umpan terhadap kinerja pervaporasi yang ditunjukkan oleh fluks
dan selektivitasnya. Hasil optimasi terhadap parameter operasi dapat dijadikan acuan dalam perancangan
proses dalam skala yang lebih besar.
F-27-1
c' A
=
'
c ' B = c (1 c)
cA
c(1 c ' )
cB
(1)
dimana, adalah selektivitas membran, c dan c masing-masing menyatakan konsentrasi komponen yang
berpindah lebih cepat (A), di dalam umpan dan di dalam permeat.
Pada dehidrasi campuran azeotrop etanol-air diamati dua variabel proses, yaitu variabel tetap dan
variabel berubah. Konsentrasi etanol dalam umpan dan jenis membran merupakan variabel yang ditetapkan,
sedangkan variabel berubahnya adalah temperatur dan laju alir umpan, serta tekanan pada sisi permeat. Laju
alir umpan divariasikan 250-1000 mL/jam untuk memberikan laju alir linier (4,5-15) x 10-5 m/s pada
permukaan membran, sedangkan temperatur diamati pada rentang 30-75 oC. Tekanan sisi permeat
divariasikan pada rentang 2-40 mbar. Pada kondisi operasi optimum (30 mbar, 75 oC, dan 1,5 x 10-4 m/s),
dilakukan uji dehidrasi etanol multitahap. Desain dan perancangan proses untuk kapasitas 1000 L/jam
didasarkan pada hasil optimasi dan pengujian multitahap.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian skala laboratorium terhadap variabel proses (temperatur umpan, tekanan pada sisi
permeat, dan laju alir umpan) menunjukkan karakteristik kinerja pervaporasi untuk dehidrasi etanol.
Pengujian dilakukan dalam empat tahap, yaitu: (i) variasi temperatur operasi pada laju alir linier umpan tetap
7,72 x 10-5 m/s dan tekanan sisi permeat 4 mbar; (ii) variasi tekanan sisi permeat pada laju alir dan
temperatur umpan masing-masing 1,5 x 10-4 m/s dan 75 oC; (iii) memvariasikan laju alir umpan pada kondisi
operasi 75oC dan 30 mbar, dan (vi) operasi multitahap pada kondisi optimum.
Pengaruh Temperatur Umpan
Untuk mengkaji pengaruh temperatur umpan, percobaan dilakukan dengan memvariasikan
temperatur umpan dalam rentang 30-75 oC pada laju alir linier umpan 7,72 x 10-5 m/s dan tekanan sisi
permeat 4 mbar. Sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2, semakin tinggi temperatur umpan, nilai fluks
F-27-2
mengalami peningkatan tetapi selektivitas proses menurun. Fenomena tersebut terjadi karena adanya efek
ganda oleh temperatur terhadap gaya dorong perpindahan massa dan permeabilitas membran. Kenaikan
temperatur menyebabkan peningkatan gaya dorong perpindahan massa (tekanan parsial dan potensial kimia)
dan meningkatkan gerakan termal pada rantai polimer secara acak sehingga memperbesar ruang kosong
dalam polimer (Dinh, dkk.,1992; Fan, dkk., 2002). Peningkatan fluks sebagai akibat dari kenaikan temperatur
umpan mengikuti persamaan :
Ep
J = J o exp
RT
(2)
H s
S = S O exp
RT
E
D = DO exp d
RT
Ep
H s + Ed
P = PO exp
= Po exp
RT
RT
Solubilitas, S
Difusivitas, D
Permeabilitas, P
(3)
(4)
(5)
3.0
(L/m 2 .jam)
4.0
2.5
8
6
2.0
4
4
2
fluks
J x10
10
12
2.0
3.0
1.5
1.0
1.0
0.5
fluks
selektivitas
0
25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80
T (oC)
Selektivitas,
5.0
12
Selektivitas,
J x 10 -2 (L/m2.jam)
16
-1
Peningkatan tekanan uap dan permeabilitas membran karena pengaruh temperatur menyebabkan kenaikan
fluks dan penurunan selektivitas secara signifikan. Penurunan selektivitas tersebut terlihat dari konsentrasi air
dalam permeat yang semakin menurun seiring kenaikan temperatur. Pengujian skala laboratorium
menunjukkan bahwa pada 75 oC, tekanan 4 mbar dan laju alir linier 7.72 x 10-5 m/s, fluks (J) yang dihasilkan
mencapai 0,15 L/m2.jam; dan selektivitas, = 2,66.
selektivitas
0.0
0.0
0
10
15
20
25 30
35 40
45
P (mbar)
F-27-3
ini adalah proses evaporasi pada sisi permeat. Dalam pervaporasi, evaporasi berlangsung lebih cepat daripada
pelarutan dan difusi melalui membran. Peningkatan tekanan pada sisi permeat akan menurunkan laju
evaporasi sehingga gradien konsentrasi air di antara kedua sisi membran menjadi kecil. Fenomena yang
berbeda terjadi pada etanol, dimana kenaikan tekanan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
fluks etanol karena tekanan uap etanol jauh lebih tinggi dibandingkan air. Pada tekanan sisi permeat yang
tinggi (mendekati tekanan uap parsial air), perbedaan volatilitas komponen merupakan faktor yang
menentukan proses pemisahan. Konsekuensinya adalah penurunan fluks dan konsentrasi air di permeat
sebagai akibat penurunan selektivitas dan peningkatan konsentrasi etanol. Untuk menghindari fenomena
tersebut, tekanan pada sisi permeat harus dipertahankan cukup rendah sehingga memungkinkan pemisahan
yang efektif dan efisien dengan tetap memperhatikan aspek ekonomi karena operasi pada tekanan yang
sangat rendah juga meningkatkan biaya operasinya.
Pengaruh Laju Alir Umpan
Peningkatan laju alir umpan menyebabkan peningkatan fluks dan penurunan selektivitas proses
(Gambar 4). Hal ini dapat dipahami karena secara umum peningkatan laju alir akan meningkatkan turbulensi
fluida sehingga mengurangi polarisasi konsentrasi dan temperatur di permukaan membran. Dengan kata lain,
operasi pada laju alir tinggi akan mengurangi tebal lapisan film. Akibatnya, nilai koefisien perpindahan
massa (K = D/) juga meningkat. Hampir dua pertiga efisiensi proses hilang karena pengaruh polarisasi
konsentrasi, sedangkan sisanya hilang karena polarisasi temperatur (Sommer, dkk., 2002). Dalam kasus ini,
koefisien difusivitas merupakan fungsi konsentrasi sesuai persamaan berikut
Di = Do ,i exp( i .Ci )
(6)
3.0
3.0
2.5
2.5
2.0
2.0
1.5
1.5
1.0
1.0
0.5
fluks
98.00
4
97.50
0.5
selektivitas
0.0
6
10
12
14
96.50
2
96.00
1
95.50
fluks
0.0
4
97.00
16
V x 10 -5 (m/s)
[Etanol]R (%-b)
3.5
J x10 -1 (L/m2.jam)
3.5
Selektivitas,
J x10 -1 (L/m2.jam)
Di sisi lain, kenaikan fluks juga dibarengi dengan penurunan selektivitas pervaporasi. Fenomena tersebut
terjadi karena penurunan polarisasi konsentrasi dan temperatur akan meningkatkan tekanan uap campuran
sebagai gaya dorong perpindahan massa. Peningkatan tekanan uap etanol jauh lebih tinggi dibandingkan air
sehingga jumlah yang berpermeasi meningkat, dengan kata lain selektivitas menurun.
[Etanol]R
95.00
0
Jumlah Tahap
Operasi Multitahap
Hasil uji pengaruh parameter operasi (temperatur, tekanan, dan laju alir linier) menunjukkan bahwa
pervaporasi mampu memisahkan campuran etanol-air hingga melewati titik azeotropnya. Pada penelitian ini
telah dilakukan uji pervaporasi empat tahap untuk dehidrasi etanol (Gambar 5) pada temperatur umpan 75 oC,
tekanan 30 mbar, dan laju alir linier umpan 1,5 x 10-4 m/s. Dalam 4 tahap proses, konsentrasi etanol
meningkat dari 95,6%-b menjadi 97,69%-b. Pada kondisi tersebut, fluks yang dihasilkan berada pada rentang
0,326-0,442 L/m2.jam.
Untuk aplikasi skala industri, modul membran pervaporasi biasanya disusun dalam bentuk plate
and frame dengan ukuran lembaran membran 20x20 cm. Optimasi susunan modul merupakan faktor yang
sangat menentukan kinerja pervaporasi sehingga diperlukan kontrol yang baik. Hasil eksperimen digunakan
sebagai acuan untuk perancangan pervaporasi dalam skala industri. Parameter tersebut antara lain: nilai fluks
0,326 L/m2.jam, laju alir linier 1,5 x 10-4 m/s dan selektivitas rata-rata 5. Hasil perhitungan menunjukkan
bahwa untuk menghasilkan 1000 L/jam etanol absolut (>99,5%-b) dibutuhkan area membran seluas 2600 m2,
yang tersusun dalam 11 stage. Skematik sistem operasi tersebut ditunjukkan dalam Gambar 6.
JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
F-27-4
Retentat
Retentat
Product
Membran
11
Feed
Permeat
Gambar 6. Skema proses multitahap untuk produksi etanol absolut.
KESIMPULAN
Hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa pervaporasi merupakan teknologi yang sangat atraktif
untuk produksi etanol absolut. Sistem operasi multitahap merupakan mode yang paling tepat untuk
menghasilkan etanol 99,5%-b dari umpan 95,6%-b. Kajian lebih lanjut untuk perancangan proses yang
dilakukan berdasarkan data optimasi laboratorium menunjukkan bahwa untuk kapasitas produksi 1000 L/jam
etanol absolut dibutuhkan area membran 2600 m2 yang tersusun dalam 11 tahap.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Perkebunan Nusantara XI, Laboratorium Proses Hilir
KPP-Bioteknologi ITB, dan Departemen Teknik Kimia ITB atas semua fasilitas yang diberikan untuk
penelitian ini.
DAFTAR NOTASI
J, Jo
D, Do
S, So
P, Po
Hs
Ed
Ep
R
T
C
i
SPES
PAN
Tetapan gas
Temperatur operasi
Konsentrasi komponen
Koefisien aktivitas
Komponen i
Sulfonated Polyethersolfone
Polyacrylonotrile
Koefisien difusivitas
Selektivitas membran
F-27-5
DAFTAR PUSTAKA
Asaeda, M., J. Yang, and Y. Sakou, 2002, Porous Silica-Zirconia (50%) Membranes for Pervaporation of
iso-Propyl Alcohol (IPA)/Water Mixtures, Journal of chemical Engineering of Japan, Vol. 35, No. 4,
pp. 365-371.
Baker, et.al., (1996), Solubility and Polarity for Assesing Pervaporation and Sorpsion Properties, Journal
of Membrane Science, 121, 117-133.
Bruschke, H.E.A., (1983), Multilayered Membrane and Its Use in Separating Liquid Mixtures by the
Pervaporation Method, DE Pat. 3 220 570.
Dinh, S.M., et.al. (1992), Sorption and Transport of Ethanol and Water in Poly (ethylene-co-vinyl acetate)
Membranes, Journal of Membrane Science.
Fan, S.C., C.L. Li, Y.C. Wang, K.R. Lee., D.J. Liaw, and J.Y. Lai, 2002, Application of Aromatic
Polyamide Membranes for Pervaporation and Vapor Permeation, Desalination, pp. 43-48.
Hamada, T., T. Hoshikawa, and S. Tone, 1998, Pervaporation Charasteristics of Water and 2-Propanol in
Sulfonated Polyethersulfone Membranes, Journal of Chemical Engineering of Japan, vol. 31 No.4, pp.
652-656.
Nguyen, Q.T., Jie Liu, Zhou J., and Z.H. Ping, Polyvinylalcohol-Polyvinyl pyrolodone Interpenetrating
Polymer Network. Synthesis and Pervaporation Properties, Project Report by National Natural Science
Foundation of China and Fund for Visiting Scientist of Key Laboratory of Molecular Engineering of
Polymer of Ministry of Education of China.
Rautenbatch, R., and R. Albrecht, 1989, The Separation Potential of Pervaporation, part 2: Process Design
and Economics, Journal of Membrane Science.
Rongqi, Z. And D. Zhanting, 1998, Extractive Distillation with Salt in Solvent, Manuscript, Department of
Chemical Engineering, Tsinghua University, Beijing.
Sommer, S., Klinkhammer B., and Melin T., Integrated System Design for Dewatering of Solvents with
Microporous Silica Membranes, Desalination, pp. 15-21.
Watanabe, K. And S. Kyo, 1992, Pervaporation Performance of Hollow Fiber Chitosan Polyacrylonitrile
Composite Membrane in Dehydration of Ethanol, Journaol of Chemical Engineering of Japan, vol. 25,
No. 1 pp. 17-21.
Wijmans, J.G., and R.W. Baler, (1995), The Solution-Diffusion Model a Review, Journal of Membrane
Science, 107.
Yamasaki, A., and K. Mizoguchi, 1994, Sorption Equilibria and Diffusion Coeffisients of Ethanol and
Water in PVA Membranes Containing Cyclodextrin, Journal of Applied Polymer Science, Vol.53, No.1,
pp. 1669-1674.
F-27-6