Anda di halaman 1dari 7

PELATIHAN PENILAIAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK

LINGKUNGAN

DAMPAK PADA FLORA DARAT


Oleh:
Drs. Effendi P. Sagala, M.Si.

BADAN LINGKUNGAN HIDUP


PROVINSI SUMATERA SELATAN
Maret 2009

Dampak Pembangunan Flora Darat


Tumbuhan sebagai organisme dalam ekosistem bertindak sebagai produsen primer
(produsen). Tumbuhan sebagai vegetasi (flora) darat yang berada sebagai organisme tumbuh
alami dan bukan dibudidayakan dinamakan vegetasi hidupan liar. Sedangkan lainnya sebagai
vegetasi yang sengaja dibudidayakan manusia dinamakan vegetasi budidaya atau tanaman
budidaya. Vegetasi sebagai hidupan liar atau vegetasi alami bisa sebagai komunitas (vegetasi)
semak belukar, padang rumput, hutan rimba (primer, Virgin Forest), hutan rawa, hutan pantai
(mangrove, bakau).
Meskipun berbagai tipe vegetasi tersebut tidak dibudidayakan, namun manusia sering
menggunakannya untuk berbagai keperluan hidupnya antara lain: kegiatan pengusahaan dan
eksploitasi hutan pada hutan rimba (primer), kegiatan penggembalaan di padang rumput seperti di
Nusa Tenggara Timur. Selain itu, pemanfaatan lain dari hutan antara lain produksi madu dari
lebah madu, sumber obat-obat tradisional dan berbagai jenis anggrek yang bernilai ekonomis.
Kegiatan lainnya yang harus menyisihkan atau menggantikan tempat (habitat) vegetasi
tersebut juga dilakukan manusia, yaitu kegiatan pembangunan seperti pembukaan wilayah kebun
(karet, kelapa sawit, kopi, the, cokelat dlsb), pembangunan areal pertanian baik skala besar (di
areal transmigrasi) maupun skala kecil oleh masyarakat lokal.. Demikian halnya dengan
pembangunan jalan sebagai sarana umum, gedung, pemukiman penduduk dlsb. Dalam kegiatan
tersebut, maka kegiatan pembangunan pasti diawali dengan pembersihan lahan (land clearing)
dan berbagai jenis vegetasi akan dibersihkan, sehingga berubah. Kondisi lahan setelah kegiatan
tersebut menjadi kondisi baru dan tipe vegetasi yang ada akan berubah.
2

Dampak Pembangunan Flora Darat

Kondisi lingkungan dibentuk oleh berbagai komponen lingkungan baik fisik, kimia,
dan biologis yang saling berinteraksi membuat kondisi lingkungan tertentu yang
memungkinkan hidup dan berkembangnya jenis-jenis tumbuhan secara alami dan
berkelompok membentuk vegetasi. Sebagaimana disebutkan pada saat ini kondisi
vegetasi sebagai hidupan liar telah banyak berubah menjadi menjadi areal-areal
yang non vegetasi atau disebut dengan istilah konversi untuk penggunaan lain.
Bagaimana dampak yang terjadi terhadap vegetasi (flora darat) akibat adanya
kegiatan pembangunan di daerah tersebut, sangat tergantung kepada keadaan
vegetasi sebagai hidupan liar sebelumnya.
Untuk menentukan suatu dampak yang terjadi terhadap vegetasi suatu wilayah
tertentu akibat kegiatan suatu pembangunan, maka kita harus mengetahui gambaran
awal (rona awal) wilayah setempat dan kondisi vegetasi setelah kegiatan
pembangunan dilakukan. Gambaran vegetasi yang akan diuraikan atau
digambarkan adalah parameter-parameter vegetasi seperti, kerapatan, frekuensi,
dominansi, indeks nilai penting, komposisi dan struktur lainnya. Hal yang paling
sederhana adalah kekayaan (richness) suatu vegetasi dan selanjutnya adalah
menentukan indeks keenekaragamannya.

Parameter Vegetasi untuk Mengukur Dampak Lingkungan


Parameter vegetasi yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya dampak terhadap suatu
vegetasi antara lain:
1. Luas areal vegetasi (bertambah atau berkurang)
Semakin luas areal vegetasi yang dikonversi menjadi areal non vegetasi berarti dampak kegiatan
pembangunan terhadap vegetasi adalah sangat besar. Hal ini didasarkan bahwa fungsi vegetasi
secara ekologis maupun ekonomis telah berkurang dan ini berdampak turunan terhadap
komponen biota lainnya.
2. Jumlah jenis dan keanekaragaman jenis di dalam vegetasi (bertambah atau berkurang).
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, maka dapat dihitung Indeks Biodiversitas/
keanekaragaman (H) atau Shannon & Wiener index (lihat pada dampak ekosistem perairan).
H: < 1, berarti stabilitas komunitas (vegetasi) adalah rendah;
H: 1 2, berarti stabilitas komunitas (vegetasi) tergolong sedang.
H: > 2, berarti stabilitas komunitas (vegetasi) tergolong tinggi.
3. Indeks nilai penting jenis tumbuhan di dalam vegetasi (indeks nilai penting ini merupakan
penjumlahan dari parameter frekuensi (kekerapan) relatif, densitas (kerapatan) relatif dan
dominansi (basal atau cover area) relatif dari komunitas tumbuhan di dalam areal vegetasi
tersebut.
4

Parameter Vegetasi untuk Mengukur Dampak Lingkungan


(lanjutan)
Kalau terjadi penurunan indeks nilai penting dari suatu jenis tertentu, berarti ada perubahan jenisjenis yang dominan di dalam vegetasi. Perubahan jenis dominan ini akan mencerminkan terjadinya
perubahan, sehingga harus diantisipasi sampai sejauh mana perubahan yang dominan tersebut
pengaruhnya terhadap lingkungan yang dikaji tersebut. Berdasarkan indeks nilai penting jenisjenis tertentu, maka dapat diketahui kondisi lingkungan wilayah studi tersebut.
Indeks nilai penting dapat diketahui dengan rumus; INP = FR + KR + DR (maksimal 300%)
INP = Indeks Nilai Penting
FR = Frekuensi Relatif
DR = Dominansi Relatif
4. Jumlah jenis yang harus dilindungi yang ada dalam komunitas vegetasi (jenis langka atau jenis
yang hampir punah).
Merupakan salah satu parameter vegetasi yang mempunyai nilai kepentingan dampak yang tinggi
adalah jenis-jenis yang dilindungi. Berdasarkan PP No. 7 tahun 1999 bahwa jenis flkora yang
dilindungi antara lain: Amorphophallus decussilvae (bunga bangkai jangkung), Amorphophallus
titanum (bunga bangkai raksasa), Livistona spp. (palem kipas sumatera), Rafflesia spp. (bunga
padma, bunga bangkai), Shorea palembanica (tengkawang), Shorea micrantha (tengkawang), dll.

Metode Analisis Vegetasi


Pengukuran maupun pengamatan tipe vegetasi, komposisi jenis dan potensinya dilakukan dengan metode garis
menyinggung (line intercept methode) dengan panjang interval dalam transek 10 meter. Parameter yang diukur pada
tiap jenis dan individu yang menyinggung garis transek meliputi:

Panjang intercept (I)


Lebar maksimum (m)

Dari data I dan m tersebut dapat dihitung nilai penting tiap individu/jenis dengan menggunakan persamaan berikut:
Jumlah individu
Kerapatan suatu jenis =
(ind/m2)
Total panjang transek
Kepadatan suatu jenis
Kerapatan Nisbi suatu jenis =
x 100%
Jumlah kepadatan semua jenis
Total panjang I suatu jenis
Dominansi suatu jenis =
(m/m)
Total panjang transek
Total panjang intersept suatu jenis
Dominansi Nisbi suatu jenis =
x 100%
Total panjang intercept semua jenis
jumlah petak ditemuinya suatu jenis
Frekuensi (F) suatu jenis =
Jumlah semua petak contoh
Frekuensi suatu jenis
Frekuensi Nisbi (FN) =

x 100%
Total Frekuensi semua jenis

N = adalah jumlah individu yang tercatat


Nilai penting (NP) suatu jenis = KN + DN + FN
Nilai penting merupakan indikator dominansi suatu jenis dalam suatu tipe vegetasi yang mencerminkan status
biologisnya dan indikator kondisi habitat.
6

Beberapa contoh flora yang dilindungi


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.

Dyera costulata Hook. F. (1882)


Amorphophallus decus-silvae Back. & A.v.R. (1920)
Amorphophallus titanum (Becc. Ex Arcang. (1879).
Agathis labillardieri Warb (1900).
Arenga pinnata (Wurmb) Merr. (1921).
Caryota no Becc. (1871). Kalimantan bagian timur.
Cyrtostachys lakka Becc. (1885). Sumatera dan kalimantan
Cyrtostachys renda Blume (1838)
Caesalpinia sappan L. (1753)
Dipterocarpus spp.
Dryobalanops aromatica Gaertn (1805)
Shorea stenoptera Burck (1886)
Shorea macrophylla
Shorea pinnanga Scheff. (1870)
Shorea seminis (De Vriese) v.Sloten (1929)
Shorea splendida (De Vriese) Ashton (1963). Kalimantan, Kapuas.
Shorea macrantha Brandis (1895). Riau.
Shorea palembanica Miq. (1861)
Shorea lepidota (Korth.) Blume (1852). Sumatera, Padang.
Shorea singkawang (Miq.) Miq. (1887).
Nepenthes ampullaria Jack (1823)
Nepenthes insignis Dans. (1928).

Anda mungkin juga menyukai