Bumil Anemia KEK
Bumil Anemia KEK
PENDAHULUAN
Empat masalah gizi utama di Indonesia yaitu Kekurangan Energi Kronik (KEK),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Kekurangan Vitamin A (KVA), dan Anemia
Gizi Besi (AGB). Salah satu golongan rawan gizi yang menjadi sasaran program adalah remaja,
karena biasanya pada remaja sering terjadi masalah anemia, defisiensi besi dan kelebihan atau
kekurangan berat badan. Tahun 2004 37% balita (bawah lima tahun/bayi) kekurangan berat
badan (28% kekurangan berat badan sedang dan 9% kekurangan berat badan akut (a llitle beat
confused about it) (sumber Susenas 2004). Pemerintah mempunyai program makanan tambahan
sehingga perempuan dan anak-anak yang terdeteksi memiliki berat badan kurang akan diberi
makanan tambahan dan saran ketika mereka dating ke puskesmas untuk memantau pertumbuhan.
Anemia pada wanita hamil merupakan masalah kesehatan yang dialami oleh wanita di
seluruh dunia, terutama di negara berkembang. Anemia adalah suatu keadaan adanya penurunan
kadar hemoglobin, hematokrit, dan atau jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Peningkatan
volume plasma pada ibu hamil menyebabkan terjadinya hemodilusi, sehingga terjadi penurunan
hematokrit (20-30%), yang mengakibatkan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih rendah
daripada keadaan tidak hamil (Muhamad Riswan, 2003; Cunningham, 2005). WHO melaporkan
bahwa prevalensi anemia pada kehamilan di dunia adalah sebesar 55% dan cenderung meningkat
sesuai dengan bertambahnya usia kehamilan. Penelitian Thanglela dkk. di India menyebutkan
70,4% dari 1040 wanita hamil menderita anemia, dengan distribusi 23% anemia ringan, 38,2%
anemia sedang, dan 9,2% anemia berat. Di Indonesia, prevalensi anemia pada ibu hamil berkisar
20-80% (Muhammad Riswan, 2003; Ridwan Amiruddin dan Wahyuddin, 2003).
Penyebab anemia pada kehamilan paling sering adalah karena defisiensi zat besi
dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Anemia defisiensi besi dapat terjadi karena
kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorbsi di usus,
perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatnya kebutuhan zat besi (Fauzia Djamilus dan
Nina Herlina, 2004; Ridwan Amirudin, 2004).
Dampak anemia pada kehamilan bervariasi, mulai dari keluhan yang ringan sampai
dengan berat. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan efek buruk pada ibu maupun bayi
yang akan dilahirkan. Anemia meningkatkan risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan,
yaitu risiko kematian maternal, angka prematuritas, BBLR, dan angka kematian perinatal. Di
samping itu, perdarahan antepartum dan postpartum lebih sering dijumpai pada wanita yang
anemis dan lebih sering berakibat fatal, sebab wanita anemis tidak dapat mentolerir kehilangan
darah. WHO menyatakan bahwa 40% kematian ibu-ibu di Negara berkembang berkaitan dengan
anemia pada kehamilan (Nina Herlina dan Fauzia Djamilus, 2004).
Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang
sedang dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil
kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal.
Dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum
dan selama hamil. Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat
bayi pada saat lahir. Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan
dan gizinya berada pada kondisi yang baik. Namun sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang
mengalami masalah gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK) dan
Anemia gizi (Depkes RI, 1996). Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa 41 % ibu hamil
menderita KEK dan 51% yang menderita anemia mempunyai kecenderungan melahirkan bayi
dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
Ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih
besar terutama pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya
mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat
persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami
gangguan kesehatan (Depke RI, 1996). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang
mampu meredam tekanan lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya
pertumbuhan dan perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya. Selain itu
juga akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan terhadap infeksi
saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar, masalah perilaku dan lain sebagainya
(Depkes RI, 1998).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
cadangan zat besi untuk dirinya sendiri sebagai persediaan bulan pertama setelah lahir ( Sin
sin, 2008). Pada penelitian Djamilus dan Herlina (2008) menunjukkan adanya kecendrungan
bahwa semakin kurang baik pola makan, maka akan semakin tinggi angka kejadian anemia.
Hasil uji statistic juga menunjukkan kebermaknaan (p > 0.05).
Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu hamil. Umur seorang
ibu berkaitan dengan alat alat reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman
adalah umur 20 35 tahun. Kehamilan diusia < 20 tahun dan diatas 35 tahun dapat
menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia < 20 tahun secara biologis belum
optimal emosinya cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami
keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat
zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran
dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini.
Hasil penelitian didapatkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat berpengaruh terhadap
kajadian anemia (Amirrudin dan Wahyuddin, 2004).
Ibu hamil yang kurang patuh mengkonsumsi tablet Fe mempunyai risiko 2,429 kali
lebih besar untuk mengalami anemia dibanding yang patuh konsumsi tablet Fe (Jamilus dan
Herlina 2008). Kepatuhan menkonsumsi tablet Fe diukur dari ketepatan jumlah tablet yang
dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet Fe, frekuensi konsumsi perhari.
Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam
mencegah dan menanggulangi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi
besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang
sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Depkes, 2009).
Konsumsi tablet besi sangat dipengaruhi oleh kesadaran dan kepatuhan ibu hamil.
Kesadaran merupakan pendukung bagi ibu hamil untuk patuh mengkonsumsi tablet Fe
dengan baik. Tingkat kepatuhan yang kurang sangat dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran
ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet besi, inipun besar kemungkinan mendapat pengaruh
melalui tingkat pengetahuan gizi dan kesehatan. Kepatuhan ibu hamil mengkonsumsi tablet
besi tidak hanya dipengaruhi oleh kesadaran saja, namun ada beberapa faktor lain yaitu
bentuk tablet, warna, rasa dan efek samping seperti mual, konstipasi (Simanjuntak, 2004).
Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya anemia. Hal ini
dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat gizi belum
optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung ( Wiknjosastro,
2005; Mochtar, 2004). Jarak kelahiran mempunyai risiko 1,146 kali lebih besar terhadap
kejadian anemia ( Amirrudin dan Wahyuddin, 2004)
2.1.5 Derajat anemia pada ibu hamil dan penentuan kadar hemoglobin
Ibu hamil dikatakan anemia bila kadar hemoglobin atau darah merahnya kurang dari
11,00 gr%. Menururt Word Health Organzsation (WHO) anemia pada ibu hamil adalah
kondisi ibu dengan kadar Hb < 11 % . Anemia pada ibu hamil di Indonesia sangat bervariasi,
yaitu: Tidak anemia : Hb >11 gr%, Anemia ringan : Hb 9-10.9 gr%, Anemia sedang : Hb 78.9 gr%, Anemia berat : Hb < 7 gr% ( Depkes, 2009 ; Shafa, 2010 ; Kusumah, 2009 ).
Pengukuran Hb yang disarankan oleh WHO ialah dengan cara cyanmet, namun cara
oxyhaemoglobin dapat pula dipakai asal distandarisir terhadap cara cyanmet. Sampai saat ini
baik di Puskesmas maupun di Rumah Sakit masih menggunakan alat Sahli. Dan
pemeriksaan darah dilakukan tiap trimester dan minimal dua kali selama hamil yaitu pada
trimester I dan trimester III ( Depkes , 2009; Kusumah, 2009 ).
Bahaya anemia pada ibu hamil saat persalinan: gangguan his-kekuatan mengejan,
Kala I dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar, Kala II berlangsung lama
sehingga dapat melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala III
dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat atonia uteri, Kala IV dapat
terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri. Pada kala nifas: Terjadi
subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum, memudahkan infeksi
puerperium, pengeluaran ASI berkurang, dekompensasi kosrdis mendadak setelah
persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae (Shafa, 2010 ; Saifudin, 2006)
Pertumbuhan plasenta dan janin terganggu disebabkan karena terjadinya penurunan
Hb yang diakibatkan karena selama hamil volume darah 50 % meningkat dari 4 ke 6 L,
volume plasma meningkat sedikit yang menyebabkan penurunan konsentrasi Hb dan nilai
hematokrit. Penurunan ini akan lebih kecil pada ibu hamil yang mengkonsumsi zat besi.
Kenaikan volume darah berfungsi untuk memenuhi kebutuhan perfusi dari plasenta dan
untuk penyediaan cadangan saat kehilangan darah waktu melahirkan. Selama kehamilan
rahim, plasenta dan janin memerlukan aliran darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi (Smitht et al., 2010 ).
Budwiningtjastuti dkk. ( 2005) melakukan penelitian anemia pada ibu hamil tri
wulan III dan pengaruhnya terhadap kejadian rendahnya Scor Apgar, didapatkan hasil bahwa
ibu hamil dengan anemia < 11 gr % meningkatkan risiko rendahnya scor Apgar. Demikian
pula penlitian yang dilakukan di kabupaten Labuan Batu oleh Simanjuntak (2008) meneliti
hubungan anemia pada ibu hamil dengan kejadian BBLR didapatkan 86 (53 %) anemia dari
162 kasus. Dan yang melahirkan bayi dengan BBLR 36.0 %. Hasil penelitian Karafsahin et
al. (2007) menunjukkan bahwa ibu hamil dengan anemia, empat kali lebih berisiko
melahirkan bayi premature dan 1.9 kali berisiko melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR)
dari pada ibu hamil yang tidak anemia.
menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi,
memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk
vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan
konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat
besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun
dalam proses pemasakan 50 - 80 % vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan
yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin ( Wiknjosastro,
2005; Masrizal, 2007).
Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral)
atau dapat secara suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi :
fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat
menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan. Sedangkan pemberian preparat parenteral
adalah dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 210 ml secara
intramuskulus, dapat meningkatkan hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara
parenteral ini hanya berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus
gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerah-daerah
dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim,
seperti di Indonesia, setiap wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas
ferosus sebanyak satu tablet sehari selama masa kehamilannya. Selain itu perlu juga
dinasehatkan untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung
banyak mineral serta vitamin (Sasparyana, 2010 ; Wiknjosastro 2005).
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat
Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk
mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan
seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan
janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh
Pusat Kesehatan Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin
setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat
besi 60 mg) dan asam folat 500 g, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya
tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyarapannya ( Depkes RI,
2009). Menurut Shafa (2010) kebutuhan Fe selama ibu hamil dapat diperhitungkan untuk
peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr, pembentukan plasenta 300 mgr, pertumbuhan darah
janin 100 mgr.
Sloan et al. ( 1992) ; cook & Redy ( 1996), dan Yp ( 1996) dalam Galegos (2000)
membuktikan bahwa suplemen zat besi dapat meningkatkan kadar hemoglobin selama
kehamilan. Sedangkan Brien et al. (1999) menyatakan dengan suplemen Fe dibuktikan
serum feritin lebih meningkat secara signifikan disamping itu serum besi lebih tinggi
ditemukan pada kelompok pemberian Fe dibandingkan kelompok kontrol.
perkembangan otak dan psikologi anak dan meningkatkan resiko terkena infeksi. Perempuan
yang kurang makan (kurang gizi) punya kecenderungan untuk melahirkan anak dengan berat
badan rendah, yang punya resiko lebih besar terkena infeksi.
Tiga faktor utama indeks kualitas hidup yaitu pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Faktor-faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat yang dapat digambarkan
terutama pada status gizi anak balita dan wanita hamil. Kualitas bayi yang dilahirkan sangat
dipengaruhi oleh keadaan ibu sebelum dan selama hamil. Wanita Usia Subur (WUS) adalah
calon ibu yang penting untuk diketahui status gizinya. Salah satu ukuran untuk mengetahui
risiko KEK (kurang energi kronis) pada WUS adalah ukuran lingkar lengan atas (LILA) <
23.5 Cm.
Cara Mengetahui Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) Dengan Menggunakan
Pengukuran Lila :
a. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) adalah suatu cara untuk mengetahui risiko
Kekurangan Energi Kronis (KEK) wanita usia subur termasuk remaja putri. Pengukuran
LILA tidak dapat digunakan untuk memantau perubahan status gizi dalam jangka pendek.
b. Pengukuran dilakukan dengan pita LILA dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas
ambang 23,5 cm (batas antara merah dan putih). Apabila tidak tersedia pita LILA dapat
digunakan pita sentimeter/metlin yang biasa dipakai penjahit pakaian. Apabila ukuran
LILA kurang dari 23,5 cm atau di bagian merah pita LILA, artinya remaja putri
mempunyai risiko KEK. Bila remaja putri menderita risiko KEK segera dirujuk ke
puskesmas/sarana kesehatan lain untuk mengetahui apakah remaja putri tersebut
menderita KEK dengan mengukur IMT. Selain itu remaja putri tersebut harus
meningkatkan konsumsi makanan yang beraneka ragam.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
Pengukuran dilakukan di bagian tengah antara bahu dan siku lengan kiri.
Lengan harus dalam posisi bebas, lengan baju dan otot lengan dalam keadaan tidak
tegang atau kencang.
A
lat pengukur dalam keadaan baik dalam arti tidak kusut atau sudah dilipat-lipat,
sehingga permukaannya sudah tidak rata
penjumlahan ini kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam
hari) sehingga diperoleh angka 300 Kkal.
Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang
trimester II dan III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi
tambahan selama trimester II diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan
volume darah, pertumbuhan uterus, dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama
trimester III energi tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta.
Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO
menganjurkan jumlah tambahan sebesar 150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari
pada trimester II dan III. Di Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan
300 Kkal untuk trimester II dan III. Sementara di Indonesia berdasarkan Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 ditentukan angka 285 Kkal perhari selama
kehamilan. Angka ini tentunya tidak termasuk penambahan akibat perubahan temperatur
ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini berlaku bagi mereka yang tidak
merubah kegiatan fisik selama hamil.
Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat,
bahkan mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir
kehamilan diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta
janin. Di Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998
menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama kehamilan. Dengan demikian dalam
satu hari asupan protein dapat mencapai 75-100 g (sekitar 12% dari jumlah total kalori); atau
sekitar 1,3 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kg BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg
BB/hari (di bawah 15 tahun).
Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang
bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya.
Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian.
Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat
Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk
mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan
seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan
janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan
Gizi Tahun 1998, seorang ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-rata 20 mg perhari.
Sedangkan kebutuhan sebelum hamil atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari
(umur 20 45 tahun).
faktor keturunan juga menjadi faktor penyebab lainnya. Tetapi sampai dengan akhir tahun
2007 angka kelahiran BBLR di Indonesia sudah mulai bisa diturunkan.
Kondisi KEK pada ibu hamil harus segera di tindaklanjuti sebelum usia kehamilan
mencapai 16 minggu. Pemberian makanan tambahan yang Tinggi Kalori dan Tinggi Protein
dan dipadukan dengan penerapan Porsi Kecil tapi Sering, pada faktanya memang berhasil
menekan angka kejadian BBLR di Indonesia. Penambahan 200 450 Kalori dan 12 20
gram protein dari kebutuhan ibu adalah angka yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan
gizi janin. Meskipun penambahan tersebut secara nyata (95 %) tidak akan membebaskan ibu
dari kondisi KEK, bayi dilahirkan dengan berat badan normal.
Program bidan di desa/bidan PTT untuk daerah-daerah pedalaman merupakan kunci
utama untuk menunrunkan angka kelahiran bayi BBLR, dengan didukung oleh dana besar
pemerintah lewat paket Pemberian makanan tambahan / PMT Bumil KEK. Termasuk di
dalamnya pemberian penyuluhan kesehatan untuk ibu hamil serta program Desa Siaga,
adalah
program
nasional
yang
membutuhkan
peran
serta
masyarakat
untuk
menyukseskannya.
Asupan makanan rata-rata bumil pada penelitian ini dibawah nilai normal (<50%
RDA), menunjukkan jumlah makanan yang kurang dan secara langsung menyebabkan
terjadinya defisiensi baik energi maupun vitamin dan mineral, dan merupakan penyebab
terjadinya malnutrisi pada bumil Untuk mencukupi kebutuhan bumil digunakan cadangan
lemak tubuh dan penggunaan secara terus menerus bukan saja akan memberi dampak negatif
pada bumil (malnutrisi) tapi juga akan berdampak pada bayi yang akan dilahirkan berupa
berat lahir yang rendah/BBLR.
Kebutuhan bumil terhadap energi, vitamin maupun mineral meningkat sesuai dengan
perubahan fisiologis ibu terutama pada akhir trimester kedua dimana terjadi proses
hemodelusi yang menyebabkan terjadinya peningkatan volume darah dan mempengaruhi
konsentrasi hemoglobin darah. Pada keadaan normal hal tersebut dapat diatasi dengan
pemberian tablet besi, akan tetapi pada keadaan gizi kurang bukan saja membutuhkan
suplemen energi juga membutuhkan suplemen vitamin dan zat besi. Keperluan yang
meningkat pada masa kehamilan, rendahnya asupan protein hewani serta tingginya
konsumsi serat / kandungan fitat dari tumbuh-tumbuhan serta protein nabati merupakan
salah satu faktor penyebab terjadinya anemia besi.
Bumil membutuhkan asupan energi dan zat besi yang lebih tinggi dari wanita
normal. Absorbsi zat besi dalam makanan hanya sekitar 20%, untuk meningkatkan absorbsi
selain dibutuhkan protein hewani dibutuhkan asupan vitamin C, zinc, asam folat, vitamin
B12 dan zat besi. Pemberian makanan tambahan yang mengandung 600-700 kalori, 15-20
gram protein dan tablet besi pada ibu hamil KEK dari keluarga miskin tidak menunjukkan
kenaikan kadar Hb yang lebih tinggi dibandingkan kontrol yang memperoleh tablet besi. Hal
ini disebabkan dapat dijelaskan salah satunya dari perbedaan asupan fiber. Asupan fiber pada
kedua kelompok sejak awal penelitian sampai sesudah intervensi tampak lebih tinggi pada
kelompok perlakuan (p<0,05). Ini dapat dihubungkan dengan kondisi sosial ekonomi pada
kelompok perlakuan yang lebih rendah. Kemungkinan konsumsi sayur-sayuran dan buahbuahan atau bahan makanan lainnya yang mengandung serat lebih banyak dikonsumsi oleh
kelompok perlakuan. Hal ini terkait dengan peran serat terhadap penyerapan zat besi.
Disamping itu, pemberian PMT pada kelompok perlakuan walaupun walaupun terlihat lebih
tinggi namun belum mencukupi kebutuhan energi dan protein yang dianjurkan (energi 2485
kkal dan protein 60 gram). Hal ini disebabkan PMT yang diberikan yang awalnya ditujukan
untuk melengkapi kebutuhan zat gizi ternyata digunakan sebagai makanan pokok, walaupun
sejak awal telah diinformasikan bahwa manfaat PMT yang diberikan hanyalah bersifat
penambah bukan pengganti makanan yang dikonsumsi selama ini.
Pengaruh musim paceklik merupakan salah faktor hal yang menyebabkan
berkurangnya asupan makanan bumil dimana persediaan makanan dalam rumah tangga
berkurang. Pada saat penelitian ini dilakukan, sedang berlangsung musim paceklik di daerah
ini, dan ini merupakan salah satu faktor penyebab berkurangnya makanan yang tersedia
dalam rumah tangga , dalam masyarakat pedesaan di negara-negara berkembang dengan
status sosial-ekonomi rendah, musim merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar
terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat dengan pola yang relatif sama yang berulang
setiap tahun dan memberi pengaruh yang besar terhadap keadaan kesehatan dan gizi
masyarakat. Pada penelitian ini peningkatan asupan besi, vitamin C, B12, asam folat diiringi
dengan peningkatan fiber.
Makin besar jumlah energi makin tinggi kandungan fiber yang dikonsumsi, makin
tinggi fiber makin sedikit zat besi yang di absorbsi dan zat besi yang dikonsumsi hanya
mencukupi kebutuhan bumil dan tidak dapat disimpan sebagai cadangan. Dengan kebiasaan
mengkonsumsi lebih banyak protein nabati dibandingkan protein animal, maka absorbsi zat
besi juga berkurang bila dibandingkan dengan makanan yang mengandung heme yang
diperoleh dari protein animal.
Ibu yang berpendidikan akan lebih sulit dipengaruhi dipengaruhi oleh praktikpraktik tradisional yang merugikan terhadap ibu hamil dalam kualitas maupun kuantitas
makanan yang dikonsumsi setiap harinya.
c. Pekerjaan
Ketersediaan bahan pangan di dalam sebuah keluarga sangat dipengaruhi oleh
kedaan social ekonomi rumah tangga. Ibu yang bekerja dan mempunyai penghasilan
sendiri akan dapat menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi dalam
jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Hubungan pekerjaan dan
pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan.
Namun ibu yang bekerja membutuhkan energy dan zat-zat gizi lainnya dalam
jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Ibu hamil yang bekerja
harus mengurangi beban kerjanya selama kehamilan. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa beban kerja yang berat pada wanita hamil akan memberikan dampak yang kurang
baik terhadap kehamilannya.
d. Pengeluaran Pangan Keluarga
Rumah tangga akan mampu menambah jumlah dan kualitas makanannya
sejalan dengan peningkatan pendapatan. Sampai batas tertentu, peningkatan pendapatkan
akan menyebabkan pergeseran pada pemenuhan kebutuhan bukan makanan dan
pendapatan yang dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan makanan akan berkurang.
2.2.4 Pengaruh KEK pada Kehamilan
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik
pada ibu maupun janin, seperti diuraikan berikut ini.
1. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu
antara lain: anemia, pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena
penyakit infeksi.
2. Terhadap Perslinan
perlakuan termasuk zat besi disertai juga dengan peningkatan konsumsi fiber yang
diduga merupakan salah satu faktor pengganggu dalam penyerapan zat besi.. Pada ibu hamil
yang menderita KEK dan dari Gakin kemungkinan masih membutuhkan intervensi
tambahan agar dapat menurunkan prevalensi anemia sampai ke tingkat yang paling rendah.
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
NO
Bulan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Secara umum, kurang gizi pada ibu hamil dikaitkan dengan kemiskinan,
ketidakadilan gender, serta hambatan dalam berbagai kesempatan dan pendidikan. Kurang
gizi juga banyak dikaitkan dengan kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang
adekuat, tingginya fertilitas dan beban kerja berlebih. Secara spesifik Kurang Energi Kronis
adalah akibat ketidakseimbangan antara asupan untuk memenuhi kebutuhan dan
pengeluaran energy yang sering terjadi adalah adanya ketidaktersediaan pangan secara
musiman atau secara kronis di tingkat rumah tangga, distribusi di dalam rumah tangga yang
tidak proporsional dan beratnya beban kerja ibu hamil. Selain itu beberapa hal penting yang
berkaitan dengan status gizi seorang ibu adalah kehamilan pada usia muda (kurang dari 20
tahun), kehamilan dengan jarak antar kehamilan yang pendek (kurang dari 2 bulan),
kehamilan yang terlalu sering, serta kehamilan pada usia yg terlalu tua (lebih dari 35 tahun).
a. Sosial Ekonomi
Faktor ekologi yang berhubungan dengan status gizi berhubungan dengan
ekonomi dan pendidikan, antara lain pekerjaan, kepemilikan barang, pendapatan
keluarga, keadaan rumah, dapur, pengeluaran, pendidikan, penyimpanan makanan,
sumber air, sanitasi dan keluarga.
b. Pendidikan
Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsure penting
yang dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas konsumsi makanan, karena dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi tentang gizi
yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau
kurangnya informasi tentang gizi yang memadai.
c. Pekerjaan
Ketersediaan bahan pangan di dalam sebuah keluarga sangat dipengaruhi oleh
kedaan social ekonomi rumah tangga. Ibu yang bekerja dan mempunyai penghasilan
sendiri akan dapat menyediakan makanan yang mengandung sumber zat gizi dalam
jumlah yang cukup dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Hubungan pekerjaan dan
pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan.
Namun ibu yang bekerja membutuhkan energy dan zat-zat gizi lainnya dalam
jumlah yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu rumah tangga. Ibu hamil yang bekerja
harus mengurangi beban kerjanya selama kehamilan. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa beban kerja yang berat pada wanita hamil akan memberikan dampak yang kurang
baik terhadap kehamilannya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
Untuk dapat mengurangi angka kejadian ibu hamil yang mengalami anemia dan KEK, beberapa
factor harus mendapat perhatian:
1. Peningkatan pengetahuan bukan hanya untuk ibu hamil, namun juga untuk keluarga dan
masyarakat sekitar, terutama tokoh masyarakat agar dapat mendukung gizi ibu selama
kehamilannya.
2. Pengenalan terhadap sumber makanan padat gizi dengan harga murah, sehingga dapat
menyesuaikan dengan keadaan keuangan keluarga.
3. Pemberian tablet penambah darah sesuai dengan yang dibutuhkan, disertai informasi cara
minum yang baik untuk dapat mengurangi efek samping dan putus obat.
DAFTAR PUSTAKA