HARMONISASI AGAMA
DAN BUDAYA
MUDZAKARAH AKTUALISASI KEAGAMAAN
DAN SOSIAL MUI KABUPATEN CIREBON
H. Mukhlisin Muzarie
A. PENDAHULUAN
Adalah fakta sejarah yang tidak dapat dibantah, bahwa agama
semenjak pertama kali diturunkan hingga masa-masa perkembangannya
selalu berhubungan dengan adat dan budaya setempat. Bangsa Arab
Jahiliyah ketika datangnya Islam telah memiliki adat dan budaya. Mereka
memiliki pujangga dan penyair yang ulung, penutur cerita prosa yang
indah, ahli pidato, ahli peribahasa, tukang tenung, peramal dan
sebagainya. Selain itu, mereka memiliki tradisi yang tidak terikat dengan
norma moral yang ketat. Perbuatan seperti minum tuak, berjudi, berzina,
mencuri, merampok, dan menipu dipandang sebagai pekerjaan yang
lumrah. Kaum wanita dipandang sangat rendah, dapat diperjual belikan,
bahkan ada kabilah tertentu yang membenarkan mengubur anak
perempuan hidup-hidup, karena saat itu memelihara anak perempuan
dipandang sebagai beban dan aib keluarga.1 Kemudian Islam datang
membawa perubahan mendasar terhadap adat-istiadat bangsa yang
terkenal dalam sejarah sebagai bangsa yang tidak bermoral (jahiliyah)
tersebut, baik dalam sistem kepercayaan maupun dalam sistem hukum
dan etik sehingga akhirnya menjadi bangsa yang maju dan berakhlak
mulia.
Kedatangan Islam di berbagai wilayah bertujuan untuk membawa
misi perubahan menuju pencerahan, akan tetapi tidak berarti Islam
menghancurkan tradisi dan pranata sosial yang ada. Islam datang
melakukan reformasi terhadap nilai-nilai akidah yang telah menyimpang
dari prinsip-prinsip tauhid dan merehabilitasi akhlak yang sudah rusak.
Islam pada mulanya diturunkan di Mekah, kemudian berkembang di
1 H.A.Hafizh Anshari AZ, dkk , Ensiklopedi Islam, (Jakarta, PT
Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), jld 2, hlm. 247-248
2
sehingga
wilayah-wilayah
non
Arab
terpengaruh
oleh
Hindu dan Budha. Akan tetapi sistem adat itu, meski dipegang teguh oleh
masyarakat, tetapi tetap memberi peluang akan adanya perubahan. Oleh
karena
itu,
HAMKA,
seperti
dikutip
dalam
Ensiklopedi
Islam,
menyebutkan bahwa adat dan agama Islam ketika pertama kali datang
tidak serta merta saling tolak menolak. Islam dapat diterima karena
dipandang dapat memperkaya khazanah adat, dan sebaliknya, adat tidak
pula ditolak untuk kemudian dilenyapkan oleh Islam, tetapi Islam
mengakomodir dan mengokohkannya dengan menambah unsur-unsur
baru yang lebih baik. Dari kontak antara Islam dan budaya tersebut
akhirnya menghasilkan sintesis yang berbunyi Adat basandi syara dan
syara basandi kitabullah yang artinya adat bersendi ajaran agama Islam
dan ajaran agama Islam bersendikan kitab Allah Al-Quran. 3
Dengan demikian persoalannya menjadi jelas bahwa agama Islam
selalu bersentuhan dengan adat dan budaya lokal, karena ketika agama itu
memasuki sebuah wilayah masyarakatnya telah memiliki adat dan budaya
yang sudah berakar dan selalu dijunjung tinggi semenjak nenek moyang
hingga turun temurun. Untuk itu, Islam dituntut untuk menunjukkan
kearifan lokal yang ditandai dengan kemampuan untuk beradaptasi
dengan realitas sehingga mampu tampil sebagai agama rahmatan lil
alamin yang membawa kedamaian, bukan sebaliknya, tampil dengan cara
frontal, sporadis dan penuh kekerasan sehingga sulit diterima oleh
masyarakat. Para penyebar agama Islam di tanah Jawa (para wali) telah
berhasil menampilkan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin yang
damai dan akamodatif serta memberikan klarifikasi secara bijaksana
terhadap unsur-unsur adat dan budaya yang dapat dipelihara dan unsurunsur adat dan budaya yang harus ditinggalkan. Faktanya menunjukkan
bahwa berbagai ritual Islam Jawa yang memiliki makna bermacammacam itu ternyata sarat dengan muatan budaya yang umumnya
ditampilkan dalam bentuk upacara dan slametan. Upacara dan slametan
yang ditampilkan sebagai simbol ritual tersebut hampir didapati pada
3 Lihat : H.A.Hafizh Anshari AZ, dkk ., Saplemen Ensiklopesi
Islam, jld 1.hlm. 15
4
memohon
pertolongan.
Kedua
adanya
keyakinan
bahwa
China, agama Jepang dan agama Arab (Semitik-Abrahamik). 9 Masingmasing agama tersebut, baik agama samawi maupun agama wadhie
dalam perkembangannya mengalami perpecahan internal sehingga
melahirkan sekte-sekte atau madzhab-madzhab yang banyak jumlahnya
dan sulit untuk dipersatukan karena masing-masing sekte atau madzhab
mengklaim bahwa hanya sekte atau madzhabnya itu yang benar sementara
yang lainnya tidak benar.
Sedangkan kata budaya artinya akal budi atau pikiran,
kebudayaan berarti hasil penciptaan akal budi manusia yang meliputi
kepercayaan, kesenian, adat istiadat dan sebagainya. 10 Dengan demikian
budaya dan kebudayaan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan
peradaban manusia. Sementara adat artinya suatu peraturan atau
perbuatan yang lazim diturut atau dilakukan oleh masyarakat turun
temurun. Dengan kata lain, adat adalah suatu cara atau kelakuan atau
kepercayaan dan sebagainya yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat. 11
Adat disebut juga tradisi, berasal dari bahasa Inggeris tradition artinya
suatu kebiasaan atau ajaran atau kepercayaan dan sebagainya yang
diterima dari nenek moyang turun temurun. 12 Dengan demikian,
ungkapan kalimat masyarakat tardisional berarti masyarakat yang
berpegang teguh pada pandangan hidup, kepercayaan, kesenian, upacara
dan sebagainya yang dipraktekkan turun temurun.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa adat dan budaya merupakan
tatanan yang hidup dan berkembang dalam pergaulan masyarakat.
Koentjoroningrat menjelaskan bahwa adat merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kebudayaan yang dapat berperan sebagai penggerak
untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya hidup
9 Ibid, hlm. 63-64
10 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia
(Jakarta, Balai Pustaka, 1976), hlm. 157
11 Ibid, hlm. 15
12 Ibid, hlm. 1088
7
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu, tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui; Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan
bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan
janganlah
kamu
termasuk
orang-orang
yang
mempersekutukan Allah; Yaitu orang-orang yang memecahbelah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan,
tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada
pada golongannya itu.
Wahbah Zuhailie dalam Al-Tafsir al-Munir memberikan komentar
bahwa fithrah adalah bagian inheren dari manusia yang berupa
kecenderungan untuk menyembah Allah, kecenderungan menerima
kebenaran dan kecenderungan menjalankannya. Sedangkan Islam adalah
agama yang lurus yang tidak mengubah fitrah dari asal kejadiannya
dimana manusia diperintah untuk mengikutinya. Selanjutnya Allah
mengintruksi manusia agar selalu menjaga fitrah dengan kesadaran
bertaubat, kesadaran bertakwa, merasa cemas dan harap, mendirikan
shalat karena Allah semata-mata dan tidak menyekutukan-Nya. Pada
bagian akhir Allah mengingatkan agar manusia berhati-hati terhadap
penyimpangan agama yang mengakibatkan konflik internal karena
masing-masing golongan merasa paling benar sementara yang lainnya
dianggap salah dan sesat.16
16 Lihat : Wahbah Zuhailie, Al-Tafsir al-Munir fie al-Aqidah, wa alSyaiah wa al-Manhaj (Bairut, Dar al-Fikr al-Muashir, Tt.), juz 21,
hlm. 81-85
9
keseluruhan
keterkaitan
antara
agama
dan
masyarakat.
Menurut
masyarakat.
Durkheim
mengakui
adanya
perbedaan
DAFTAR ISI
A.
B.
C.
D.
PENDAHULUAN
PENGERTIAN AGAMA DAN BUDAYA
HARMONISASI AGAMA DAN BUDAYA
PENUTUP
13
1
5
8
12