Mioma Uteri
Mioma Uteri
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mioma uteri merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi pada
wanita. Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari sel-sel
jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid dan kolagen. Mioma uteri
merupakan salah satu tumor ginekologi yang paling sering terjadi dan
ditemukan pada 30% wanita usia reproduktif. Mioma uteri ini
menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang efektif belum
didapatkan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri
itu sendiri. Walaupun jarang menyebabkan mortalitas, namun morbiditas
yang ditimbulkan oleh mioma uteri ini cukup tinggi karena mioma uteri
dapat menyebabkan nyeri perut dan perdarahan abnormal, serta diperkirakan
dapat menyebabkan kesuburan rendah, (Bailliere, 2006).
The National Center for Chronic Disease Prevention and Health
Promotion di Amerika Serikat melaporkan pada tahun 2000 proporsi mioma
uteri pada pasien histerektomi 44,2% dan 38,7% pada tahun 2004. Medical
Surveillance Monthly Report, Armed Force Amerika Serikat periode
2001-2010 melaporkan terdapat 11.931 kasus mioma uteri (insidens rate
57,6 per 10.000 tiap tahun) pada wanita usia reproduksi aktif. Penelitian
yang dilakukan Rammeh di Prancis tahun 2005 terhadap 2.760 kasus
tumor pelvis, menemukan 2.709 kasus mioma uteri (proporsi 98,1 %).
Di Indonesia mioma uteri ditemukan 2,39%-11,70% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat (Prawirohardjo, 2007). Menurut
penelitian yang dilakukan Karel Tangkudung (1977) di Surabaya angka
kejadian mioma uteri adalah sebesar 10,30%, sebelumnya di tahun 1974 di
Surabaya penelitian yang dilakukan oleh Susilo Raharjo angka kejadian
mioma uteri sebesar 11,87% dari semua penderita ginekologi yang dirawat
(Yuad H, 2005 yang dikutip Muzakir, 2008).
Dari penelitian diketahui bahwa mioma berasal dari jaringan
uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma
melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi kompleks
dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi somatik ini
merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor. Namun
estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi
matriks ekstraseluler.
Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik umumnya adalah tindakan
operasi yaitu histerektomi (pengangkatan rahim) atau pada wanita yang
ingin mempertahankan kesuburannya, miomektomi (pengangkatan mioma)
dapat menjadi pilihan (Djuwantono, 2004).
1.2 Rumusan
1. Apakah
2. Apakah
3. Apakah
4. Apakah
Masalah
definisi dari mioma uteri?
klasifikasi dari mioma uteri?
etiologi dan patofisiologi dari mioma uteri?
faktor resiko dari mioma uteri?
1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang ingin dicapai dengan adanya makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Mahasiswa
Mahasiswa mampu menjelaskan definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pemeriksaan diagonstik, penatalaksanaan medis,
komplikasi, prognosis Mioma Uteri. serta dapat menerapkan asuhan
keperawatan pada klien dengan Mioma Uteri, khususnya pada
mahasiswa keperawatan.
2. Dosen
Makalah ini dapat dijadikan tolok ukur sejauh mana mahasiswa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan yaitu lapisan
terluar perimetrium, lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam
adalah endometrium. Miometrium adalah yang paling tebal dan merupakan
otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam
sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.Miometrium dalam
keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi. Tumor jinak yang
berasal dari sel otot polos dari myometrium dipanggil leiomioma. Tetapi
kerana tumor ini berbatas tegas maka ianya sering dipanggil sebagai
fibroid. Mioma uteri juga adalah berasingan, bulat, berbatas tegas, warna
putih hingga merah jambu pucat, bersifat jinak dan terdiri dari otot polos
dengan kuantiti jaringan penghubung fibrosa yang berbeda-beda.
Sebanyak 95% mioma uteri berasal dari corpus uteri dan lagi 5% berasal
dari serviks. Mioma uteri juga adalah tumor pelvis yang sering terjadi dan
diperkirakan sebanyak 10% kasus ginekologi umumnya. Neoplasma jinak
ini mempunyai banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal juga
istilah fibromioma, leiomioma, fibroid atau pun mioma uteri.
2.2. Klasifikasi
Posisi Mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus dan hanya 1-3%,
sisanya adalah dari korpus uterus. Maka pembagian menurut letaknya
dapat ditemukan sebagai berikut:
1. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga
uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai menjadi polip,
kemudian dilahirkan
myomgeburt.
melalui
saluran
serviks
dan
dipanggil
2. Mioma Intramural
Mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut myometrium.
3. Mioma subserosa
Mioma subserosa apabila mioma tumbuh kearah keluar dinding
uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa.
Mioma subserosum dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain
misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan
diri dari uterus, sehingga disebut wandering/parasitic fibroid.
4. Mioma intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain,
misalnya ke ligamentum atau omentum kemudian membebaskan diri
dari uterus sehingga disebut wondering parasitis fibroid. Jarang sekali
ditemukan satu macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada
servik dapat menonjol ke dalam satu saluran servik sehingga ostium
uteri eksternum berbentuk bulan sabit.
2.3. Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab utama mioma uteri belum diketahui secara pasti sampai
saat ini, tetapi banyak penelitian yang dikembangkan mengenai kasus ini
untuk memahami keterlibatan faktor hormonal, faktor genetik, growth
factor, dan biologi molekular. Faktor yang diduga berperan untuk inisiasi
pada perubahan genetik pada mioma uteri adalah abnormalitas intrinsik
pada miometrium, peningkatan reseptor estrogen secara kongenital pada
miometrium, perubahan hormonal, atau respon kepada kecederaan iskemik
ketika haid. Setelah terjadinya mioma uteri, perubahan-perubahan genetik
ini akan dipengaruhi oleh promoter (hormon) dan efektor (growth factors).
Menurut Meyer dan De Snoo, mengajukan teori tentang Cell nest
atau teori genitoblast. Percobaan yang dilakukan Lipschutz dengan cara
memberikan estrogen pada kelinci percobaan ternyata menimbulkan tumor
fibromatosa, baik pada permukaan maupun pada tempat lain dalam
abdomen. Efek fibromatosa ini dapat dicegah dengan pemberian preparat
progesteron atau testosteron. Puukka dan kawan-kawan pula menyatakan
bahwa reseptor estrogen pada mioma lebih banyak didapati daripada
miometrium normal. Menurut Meyer asal mioma adalah sel imatur, bukan
dari selaput otot yang matur.
Mioma uteri yang berasal dari sel otot polos miometrium, menurut
teori onkogenik maka patogenesa mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor
yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang menginisiasi pertumbuhan
mioma masih belum diketahui pasti. Dari penelitian menggunakan
glucose-6-phosphatase dihydrogenase diketahui bahwa mioma berasal dari
jaringan uniseluler. Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi
mioma melibatkan mutasi somatik dari miometrium normal dan interaksi
kompleks dari hormon steroid seks dan growth factor lokal. Mutasi
somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan tumor.
Tidak dapat dibuktikan bahwa hormon estrogen berperan sebagai
penyebab mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam
pertumbuhan mioma. Mioma terdiri dari reseptor estrogen dengan
konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari miometrium sekitarnya
namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium. Hormon
progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda
namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui
secara pasti. Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara
down-regulation apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam
pembesaran tumor dengan meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.
2.4. Faktor Resiko
1. Usia Penderita
Kebanyakan kasus yang ditemukan adalah wanita dengan usia >40
tahun.
2. Hormon Endogen
Mioma uteri sangat sedikit ditemukan pada spesimen yang
diambil dari hasil histerektomi wanita yang telah mengalami
menopause. Hormon esterogen endogen pada wanita-wanita
menopause berada pada kadar yang rendah atau sedikit (Parker, 2007).
3. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai peningkatan 2,5 kali kemungkinan risiko
untuk menderita mioma uteri dibanding dengan wanita tanpa garis
keturunan penderita mioma uteri. Penderita mioma yang mempunyai
riwayat keluarga mioma uteri mempunyai 2 kali lipat kekuatan
ekspresi dari VEGF- (a myoma-related growth factor) dibandingkan
dengan penderita mioma yang tidak mempunyai riwayat keluarga
mioma uteri.
4. Etnik
Dari studi yang dijalankan melibatkan laporan oleh pasien
mengenai mioma uteri, rekam medis, dan pemeriksaan sonografi
menunjukkan
golongan
etnik
Afrika-Amerika
mempunyai
kemungkinan risiko menderita mioma uteri setinggi 2,9 kali
berbanding wanita etnik caucasia, dan risiko ini tidak mempunyai
kaitan dengan faktor risiko yang lain.
Didapati juga wanita golongan Afrika-Amerika menderita mioma
uteri dalam usia yang lebih muda dan mempunyai mioma yang banyak
dan lebih besar serta menunjukkan gejala klinis. Namun masih belum
diketahui jelas apakah perbedaan ini karena masalah genetik atau
perbedaan pada kadar sirkulasi estrogen, metabolisme estrogen, diet,
atau peran faktor lingkungan.
10
11
2.7. Penatalaksanaan
a) Pengobatan Konservatif / Medikasi
Terapi mioma uteri pada umumnya terbagi atas:
1. Terapi Ekspetatif Medikamentosa (GnRH analog, preparat
progesterone, anti progestin)
2. Tindakan Bedah (Miemektomi / Histerektomi)
3. Embolisasi Arteri Uteri, dan
4. Beberapa alternative, seperti: USG Frekwensi Tinggi, Terapi
Laser, dan Ablasi Thermal.
Setiap tindakan harus dipilih yang paling sesuai untuk seorang
pasien dengan banyak pertimbangan hal, seperti usia, keinginan, status
fertilitas, beratnya gejala klinis, ukuran, jumlah dan lokasi mioma,
penyakit sistemik, kemungkinan malignansi, apakah pasien sudah
dekat menopause dan keinginan pasien untuk mempertahankan
rahimnya.
Terapi obat tidak mempunyai peranan yang penting dalam
penanganan leimioma, akan tetapi agons GnRH (Gonadotropin
rekasing hormone) bisa dipakai untuk mengurangi estrogen yang
beredar dalam darah dan bisa membuat tumor mengecil. Agonis GnRH
bisa mengurangi besarnya tumor sekitar 90%, tetapi efeknya hanya
sementara. Tumor ini bisa mengecil setelah menopause. Biasanya
GnRH diberikan untuk memperkecil tumor yang besar dan
menghindari perdarahan waktu pembedahan.
Kasus mioma yang terjadi pada wanita yang mencapai
menopause biasanya tidak mengalami keluhan, bahkan dapat mengecil,
oleh karena itu sebaiknya diobservasi saja. Bila ukuran mioma sebesar
kehamilan 12-14 minggu dan disertai pertumbuhan yang cepat
sebaiknya dioperasi, walaupun tidak ada gejala atau keluhan.
Pada masa post menopause, mioma biasanya tidak memberikan
keluhan. Tetapi bila terdapat pembesaran harus dicurigai kemungkinan
adanya keganasan (sarcoma).
b) Radioterapi
Tindakan radioterapi dapat dilakukan dengan beberapa syarat indikasi,
yaitu:
1. Hanya dilakukan pada wanita yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
2. Uterus harus lebih kecil dari kehamilan 3 bulan.
3. Bukan mioma jenis submukosa.
4. Tidak disertai radang pelvis, atau penekanan pada rectum.
5. Tidak dilakukan pada wanita muda, sebab dapat menyebabkan
menopaus.
c) Pengobatan Kolaboratif dan Operatif
Akan dilakukan penanganan operatif, bila:
Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
12
13
2. 10.
Faktor Resiko:
1. Usia Penderita
WOC Mioma Uteri
2. Hormone Endogen
3. Riwayat Keluarga
4. Etnik
5. Berat Badan
6. Diet
7. Kehamilan dan Paritas
8. Kebiasaan Merokok
14
MIOMA UTERI
Mioma Intramural
serosum
Mioma Submukosusm
Mioma
Tumbuh
Sub
uterus
Gejala/ Tanda
Perdarahan
Pembesaran
Uterus
PeSuplai darah
Penekanan Syaraf
Anemia
Kurang
Pengetahuan
MK : Cemas /
Ansietas
Gg
Sirkulasi
Nekrosis
Radang
Kelemahan Fisik
MK
NYERI
MK : Intoleransi Aktivitas
Mual; Muntah
Anoreksia
15
Kandung kencing
PoliUri
Obstipasi/Tenesmus
Uretra
Ureter
Retensio Uri
rectum
Hidronefrosis
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1.
Pengkajian
A. Anamnesa
1. Data Biografi:
Nama:
Umur: Pada usia >40 tahun memiliki resiko terkena mioma uteri
(20 %)
Jenis Kelamin: (Di derita oleh wanita, berhubungan dengan organ
reproduksi milik wanita)
Status Perkawinan:
Agama:
Suku/Bangsa: (Berdasarkan penelitian, mioma uteri lebih beresiko
diderita oleh suku bangsa kulit hitam daripada suku bangsa kulit
putih) (Wiknjosastro, 2007:339)
Pendidikan:
Pekerjaan:
2. Keluhan Utama
Klien dengan penyakit mioma uteri biasanya memiliki keluhan
nyeri dan perutnya terasa berat. Rasa nyeri yang dirasakan karena
tekanan dari tumor dan terputarnya tangkal tumor, serta adanya
reaksi peradangan steril di dalam rahim.
Gejala awal yang dirasakan oleh penderita mioma uteri menurut
Wiknjosastro, (2005 : 342), yaitu:
1. Perdarahan abnormal (hypermenore, menoragia, metoragie).
2. Rasa nyeri, akibat gangguan sirkulasi darah pada lokasi mioma.
yang disertai dengan nekrosis setempat dan peradangan.
3. Gangguan eliminasi urin, akibat dari penekanan mioma pada
kandung kemih.
4. Edema tungkai dan nyeri panggul akibat penekakan pembuluh
darah dan pembuluh limfe.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya Klien dengan mioma uteri sering ditemukan
dengan siklus mentruasi yang tidak teratur. Penekanan organ di
sekitar tumor oleh mioma uteri, seperti kandung kemih, saluran
kemih (ureter), usus besar, atau organ rongga panggul lainnya
sehingga menimbulkan manifestasi gangguan buang air besar dan
buang air kecil, pelebaran pembuluh darah vena dalam panggul,
gangguan ginjal karena penekanan saluran kemih (ureter).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
17
18
2.
3.
Data
DS:
1. Pasien
mengutarakan
perasaan
takut
dan
kekhawatiran
terhadap
penyakitnya
kepada
perawat.
DO:
1. Klien berperilaku resah
dan gelisah.
2. Wajah klien menegang.
3. Peningkatan keringat di
wajah.
4. Suara klien bergetar
DS:
1. Klien merasa tidak nafsu
makan
2. Klien mengeluhkan rasa
nyeri di abdomen.
3. Klien
mengungkapkan
adanya perubahan sensari
rasa; merasakan pahit pada
makanan yang di konsumsi.
4. Klien
menolak
untuk
makan
DO:
1. Porsi makanan tidak di
makan.
2. Klien kurang minat dengan
makanannya.
DS:
1. Klien mengucapkan secara
verbal rasa nyeri yang
dirasakan.
DO:
1. Skala Nyeri: 4
2. Klien merubah posisi
tidurnya untuk mnghindari
nyeri.
3. Perubahan selera makan.
4. Perilaku ekspresif klien:
gelisah; merintih.
5. USG
menunjukkan
Etiologi
Kurangnya informasi dan pengetahuan
tentang penyakit
Masalah Keperawatan
Ansietas
Efek fisiologis:
Wajah tegang;
Peningkatan keringat; suara bergetar
Ansietas
Mioma Uteri
Nyeri; Mual; Muntah
Kehilangan nafsu makan; menolak
untuk makan
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang dari
Kebutuhan
Nyeri
19
4.
keadaan
uterus
yang
membesar
DS:
1. Klien
mengungkapkan
kesulitan BAK
2. BAK
dalam
ukuran
frekuensi
sedikit-sedikt
tetapi tidak nyeri
DO:
1. BAK sering tetapi sedikit
2. Di abdomen bagian bawah
teraba massa mioma.
5.
DS:
1. Klien
mengungkapkan
secara verbal bahwa dirinya
selalu lemas dan pusing.
2. Klien mengatakan selalu
merasa cepat lelah ketika
melakukan aktivitas.
DO:
1. Wajah pucat
2. Kondisi tubuh lemas
3. Konjungtiva
dan
membrane mukosa pucat
4. Ketidakmampuan
melakukan
aktivitas
umum.
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan
&
NIC
NOC
20
Kriteria Hasil
Tujuan:
Setelah
dilakukan
perawatan
klien
melaporkan
nyeri
berkurang
atau
hilang.
Klien
dapat
mengkompensasi
nyeri dengan baik
1.
Nyeri
berhubungan
dengan
pembesaran
massa mioma
uteri
2.
Gangguan
eliminasi urin
berhubungan
dengan
penekanan
kandung kemih
oleh
massa
mioma
3.
Ketidakseimban
Kriteria hasil:
1. Skala nyeri 0-3
2. Gerakan klien
melokalisir
nyeri (-)
3. Gerakan
bertahan
(difensife) pada
daerah nyeri (-)
4. Klien
tenang/rileks
5. Ketegangan
otot (-)
6. Tindakan
distraksi
(merintih,
berteriak) (-)
Tujuan:
Klien
dapat
melakukan
pola
eliminasi urin secara
normal.
Kriteria Hasil:
1. Pola eliminasi
urin
kembali
normal.
2. Keseimbangan
cairan
antara
input dan output
cairan.
Tujuan:
1. Catat
1. Mempertahankan
tingkat nyeri di skala
yang lebih kecil atau
nyeri yang dirakasan
menghilang.
2. Klien
menunjukkan
teknik relaksasi secara
individual yang efektif
untuk
mencapai
kenyamanan.
3. Merelaksasikan otot
abdomen
bagian
bawah yang menegang
akibat rasa nyeri dan
penekanan
mioma
uteri.
4. Kondisi
lingkungan
yang kondusif dapat
membantu
klien
menurunkan
tingkat
stress dan ketegangan,
serta mempengaruhi
respon klien terhadap
nyeri.
5. Distraksi
mampu
menjadi
media
alternative pengalihan
dari respon nyeri yang
dirasakan.
6. Analgesic
mampu
meringkan nyeri pada
sensor pusat nyeri.
1. Kemampuan
dan
kondisi klien dalam
berkemih
terpantau
dan terdokumentasi.
2. Intake urin yang di
dapat oleh klien harus
kurang lebih sama
dengan jumlah cairan
yang dikeluarkan.
3. Mempermudah system
perkemihan klien dan
meningkatkan
rasa
nyaman klien.
21
gan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
anoreksia, mual,
dan muntah
Klien
memenuhi
kebutuhan
nutrisi
harian sesuai dengan
tingkat aktivitas dan
kebutuhan
metabolic.
2.
3.
Kriteria Hasil:
1. Klien
dapat
menjelaskan
tentang
pentingnya
nutrisi
yang
didapatkan klien.
2. Bebas dari tanda
malnutrisi.
3. Mempertahankan
berat
badan
stabil.
4. Nilai
laboratorium
normal
(Hb,
Albumin)
4.
5.
6.
7.
dokumentasikan berat
merupakan data yang
badan klien saat masuk
diperlukan
perawat
lalu bandingan dengan
untuk
mengevaluasi
saat berikutnya.
perkembangan
terapi
Berikan perawatan oral
nutrisi klien sehingga
teratur.
perawat
dapat
Pemeriksaan
menyesuaikan terhadap
laboratorium / Hb-Htkebutuhan intervensi.
elektrolit-Albumin.
2.Perawatan
oral
dapat
Jelaskan
tentang
mencegah
perlunya
konsumsi
ketidaknyamanan karena
karbohidrat,
lemak,
mulut
kering,
bibir
protein,
vitamin,
pecah dan bau tidak
mineral dan cairan
sedap
yang
dapat
yang adekuat.
menurunkan
nafsu
Konsultasikan dengan
makan klien.
ahli
gizi
untuk 3.Nilai
laboratorium
menetapkan kebutuhan
merupakan data yang
kalori harian dan jenis
diperlukan
perawat
makanan yang sesuai
untuk
mengevaluasi
bagi klien.
keberhasilan
atau
Tawarkan
Makan
keefektifan
intervensi
sedikit namun sering.
sehingga perawat dapat
Jika
memungkinkan
menentukan intervensi
sajikan makanan dalam
yang sesuai bagi klien.
keadaan hangat.
4.Memberikan
informasi
pada
klien
tentang
makanan
yang
dikonsumsinya
dilakukan agar klien
mengerti dan paham
tentang intervensi yang
dilakukan
perawat
sehingga
diharapkan
klien dapat bersikap
adaptif dan kooperatif.
5.Ahli gizi dapat menghitung
kalori yang dibutuhkan
klien menurut aktivitas
yang dilakukan klien,
sehingga
diharapakan
jumlah asupan kalori
yang dikonsumsi klien
dapat
memenuhi
kebutuhan harian, tidak
kekurangan dan tidak
berlebihan.
6.Makan terlalu banyak
22
4.
Intoleransi
aktivitas
berhubungan
dengan kondisi
penyakit
5.
Ansietas
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan
dan informasi
tentang penyakit
Tujuan:
Klien
mampu
melakukan aktivitas
sehari-hari.
Kriteria Hasil:
1. Klien
mampu
melakukan
aktivitas
yang
biasa dilakukan
2. Pola
aktivitas
dan
istirahat
klien seimbang.
1. Catat
dan
dokumentasikan tingkat
aktivitas yang bisa
dilakukan klien.
2. Ajarkan
terknik
meminimalkan
aktivitas
Tujuan:
Menurunkan derajat
kecemasan, rasa
taktu, dan
kegelisahan klien
setelah dilakukan
tindakan
keperawatan
Kriteria Hasil:
1. Klien
tidak
merasakan
kecemasan
tentang penyakit.
2. Klien
mampu
mengatasi rasa
cemas
yang
23
dengan efektif.
4.
5.
6.
7.
(tachycardia, tachypnia,
ekpresi cemas dan
verbal).
Gunakan pendekatan
dan
sentuhan.
(perhatikan
kondisi
psiko-sosial klien dan
kepercayaan
yang
diyakini klien).
Temani klien untuk
mendukung keamanan
dan menurunkan rasa
takut.
Sediakan
aktivitas
untuk
menurunkan
ketegangan.
Bantu klien untuk
mengidentifikasi situasi
dan
kondisi
yang
memeunculkan kondisi
kecemasan.
kecemasanya.
4. Membantu melepaskan
beban sehingga klien
dapat merasakan tidak
terbebani. (Perhatikan:
sebagian
orang
meyakini bahwa kontak
sentuhan tidak dizinkan
dengan perawat yang
berbeda jenis kelamin).
5. Melatih klien untuk
mengatisi
kecemasan
secara mandiri.
3. 6. Evaluasi
1. Respon nyeri yang dirasakan klien terjadi penurunan pada nomer skala
kecil atau hilang.
2. Klien melakukan memanajemen respon nyeri yang dirasakan dengan
efektif.
3. Kebutuhan kalori harian klien terpenuhi.
4. Klien melakukan manajemen energy yang dilakukan dengan efektif.
5. Klien melakukan analisa factor kecemasan dan manajemen kecemasan
dengan efekti.
24
7.
6. BAB IV
PENUTUP
8.
4.1 Kesimpulan
9.
10. Mioma uteri merupakan salah satu masalah kesehatan reproduksi
pada wanita. Mioma uteri adalah tumor jinak otot polos yang terdiri dari selsel jaringan otot polos, jaringan
pengikat fibroid dan kolagen.
Penatalaksanaan mioma uteri pada umumnya dapat dilakukan dengan Terapi
Ekspetatif Medikamentosa (GnRH analog, preparat progesterone, anti
progestin), Tindakan bedah (Miemektomi / Histerektomi), Radioterapi,
Embolisasi Arteri Uteri, dan Beberapa alternative, seperti: USG frekwensi
tinggi, terapi laser, dan ablasi thermal. Setiap tindakan harus dipilih yang
paling sesuai untuk seorang klien dengan banyak pertimbangan hal, seperti
usia, keinginan, status fertilitas, beratnya gejala klinis, ukuran, jumlah dan
lokasi mioma, penyakit sistemik, kemungkinan malignansi, apakah pasien
sudah dekat menopause dan keinginan klien untuk mempertahankan
rahimnya.
11. Masalah-masalah yang akan muncul pada mioma uteri sering
mengalami nyeri berhubungan dengan pembesaran massa mioma uteri,
gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penekanan kandung kemih
oleh massa mioma, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan anoreksia, mual, dan muntah, intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kondisi penyakit, ansietas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan dan informasi tentang penyakit.
12.
13.
Intervensi yang diberikan pada klien adalah rencana keperawatan
yang dibuat berdasarkan masalah keperawatan yang diantaranya:
1. Nyeri: kaji tingkat nyeri, ukur skala nyeri, observasi tanda vital, ajarkan
teknik nafas dalam, berikan posisi yang nyaman sesuai dengan
kebutuhan, kolaborasikan pemberian obat analgesic sesuai dengan
program terapi yang didapatkan klien.
2. Gangguan eliminasi urin: monitor input cairan dan output cairan,
dokumentasikan jumlah dan warna urin klien, kolaborasikan pemberian
cairan parenteral dan obat pelancar urin.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan: catat dan
dokumentasikan berat badan klien saat masuk lalu bandingan dengan
saat berikutnya, lakukan perawatan oral secara teratur, jelaskan tentang
perlunya konsumsi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan cairan
yang adekuat, dan tawarkan makan sedikit namun sering.
4. Intoleransi aktivitas: catat dan dokumentasikan tingkat aktivitas yang
25
26
44.
45.
46.
DAFTAR PUSTAKA
47.
48.
Abraham, Jeremy Oats & Suzanne. 2011. Derek LlewellynJones Fundamentals of Obstetry and Gynaecology. Elsevier Health Sciences:
UK.
49.
50.
Achdiat, Chrisdiono M. 2004. Obstetri Dan Ginekologi Cetakan
I. Jakarta : EGC.
51.
52.
Cunningham FG, dkk. 2006. Obstetri Williams Vol 1. Edisi 21. h.
685-742. Jakarta: EGC.
53.
54.
DeCherney AH, Nathan L. 2003. Current Obstetric and
Gynecologic Diagnosis and Treatment, 9th Ed. New York: The McGraw-Hill
Companies.
55.
56.
Geri Morgan & Carole Hamilton. 2009. Obstetri & Ginekologi :
Panduan Praktis, Ed. 2. Jakarta : EGC.
57.
58.
Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern. 2013. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan : Diagnosis Nanda, Intervensi NIC, Kriteria Hasil
NOC, Ed. 9. Jakarta : EGC.
59.
60.
Linda Yana br. Ginting, drh., Rasmalinah, M. kes., Drs. Jenadi,
M. Kes. 2011. Karakteristik Penderita Mioma Uteri yang di Rawata Inap di
RSUD DR. Pirngadi Medan Tahun 2009 20011. Laporan Penelitian
Mahasiswa dan Staf Pengajar Departemen Peminataan Epdemiologi FKM USU.
61.
62.
Mardiana, Lina. 2007. Kanker Pada Wanita Cetakan 4. Jakarta :
Penebar Swadaya.
63.
64.
Prof. dr. I. B. G. Manuaba, Sp. OG (K), dr. I. A. Chandra
Manuaba, Sp. OG, dr. I. B. G. Fajar Manuaba, Sp. OG. 2003. Pengantar Kuliah
Obstetri. Jakarta : EGC.
65.
66.
Wiknjosastro, Hanifa, 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawiryoharjo.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
27
76.
77.
78.
79.
28