USULAN PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
Pertanian Pada Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian
Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran
Disusun Oleh:
Frans Jeckson
240110100072
LEMBAR PENGESAHA N
SKRIPSI
Nama
: Frans Jeckson
NPM
: 2401100100072
Judul
Jurusan
Ketua,
Komisi Pembimbing
Anggota,
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
1.2
1.3
1.4
BAB II
Latar Belakang.................................................................................1
Identifikasi Masalah.........................................................................4
Tujuan Penelitian..............................................................................4
Kegunaan Penelitian.........................................................................5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Curah Hujan......................................................................................6
2.2 Penggunaan Lahan............................................................................7
2.3 Tekstur dan Struktur Tanah...............................................................8
2.4 Aliran Permukaan...........................................................................10
2.5 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Aliran Permukaan..................12
2.6 Naungan...........................................................................................13
2.7 Pendugaan Aliran Permukaan..........................................................15
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Laju Infiltrasi Tanah Berdasarkan Kelas Tekstur Tanah .........................9
Tabel 2. Klasifikasi Hujan Harian Berdasarkan Intensitasnya............................11
Tabel 3. Klasifikasi Kemiringan Lereng.............................................................13
Tabel 4. Kriteria Kelompok Hidrologi Tanah Menurut U.S. SCS, 1972.............17
Tabel 5. Bilangan Kurva (CN)1) Aliran Permukaan untuk Berbagai Komplek
Tanah-Penutup Tanah (Kondisi Kandungan Air Tanah Sebelumnya: II,
dan Ia = 0,2S).........................................................................................19
Tabel 6. Batasan Besar Curah Hujan untuk Tiga Kondisi Kandungan Air Tanah
Sebelumnya...........................................................................................21
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Halaman
Pengukuran Luas Naungan Tanaman................................................14
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara Agraria. Pemerintah Indonesia masih
menetapkan sektor pertanian sebagai sektor utama negara yang harus
diperhatikan. Sektor pertanian dinilai sangat penting dalam menentukan ekonomi
suatu negara. Negara yang memiliki sistem pertanian yang baik merupakan negara
yang kuat dalam hal ketahanan pangan. Kemajuan sektor pertanian dalam satu
negara bergantung pada berbagai faktor. Faktor faktor tersebut terdiri atas faktor
faktor yang mendukung kemajuan suatu pertanian di sebuah negara dan faktor faktor yang merugikan suatu kegiatan pertanian pada suatu negara.
Faktor pertumbuhan penduduk yang terjadi di Indonesia merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi keadaan sistem pertaniannya. Laju pertumbuhan
penduduk yang semakin tinggi setiap tahunnya membuat tingginya angka
permintaan akan suatu komoditas pertanian. Tingginya permintaan akan
komoditas pertanian inilah yang harus diseimbangkan dengan laju penyediaan
komoditas
tanah sehingga ketika hujan datang akan menyebabkan terjadi erosi. Erosi dapat
dijadikan sebagai indikator yang menunjukkan bahwa suatu DAS mengalami
degradasi lahan. Erosi adalah suatu peristiwa hilang atau terkikisnya tanah atau
bagian tanah dari sautu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan
oleh pergerakan air ataupun angin (Arsyad dalam Damen 2011).
Seiring dengan meningkatnya laju erosi, produktivitas lahan tersebut juga
akan menurun. Menurunnya produktivitas lahan karena erosi menjadi salah satu
faktor yang memperburuk laju penyediaan produk pertanian lokal dengan kualitas
yang baik. Hanya saja kenyataan di lapangannya adalah nilai erosi tidak dapat
dihilangkan. Erosi tetap selalu ada meskipun nilainya sangat kecil. Erosi juga
secara langsung dapat menyebabkan kerusakan pada tanah. Secara perlahan erosi
akan mencuci unsur unsur hara pada tanah.
Selain dapat menurunkan produktivitas lahan, erosi juga dapat berdampak
buruk bagi kesehatan masyarakat. Hujan dengan intensitas tinggi yang terjadi
pada suatu DAS akan menyebabkan terjadinya erosi. Dalam hal ini tanah yang
tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan terjadinya erosi dalam jumlah
besar. Erosi yang bercampur dengan banjir ataupun genangan air akan memberi
dampak negatif terhadap kesehatan manusia yang bersentuhan langsung dengan
air tersebut. Selain dampak negatif terhadap kesehatan manusia erosi juga dapat
menyebabkan kekurangan air pada musim kemarau.
Masalah kerusakan tanah oleh erosi menjadi masalah yang serius di
Indonesia. Untuk mencegah terjadinya laju erosi yang tinggi perlu dilakukan
kegiatan pengolahan tanah. Suatu fase terpenting dalam pengolahan tanah ialah
pencegahan erosi yang disebabkan oleh pengaruh manusia terhadap keseimbangan
alam (Arsyad, 1976). Banyak terjadi kehilangan kehilangan unsur hara ketika
dilakukan kegiatan kegiatan yang merubah tata guna lahan.
Karena alasan alasan tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian yang
mengkaji tentang besarnya laju erosi. Sehingga dimasa yang akan datang
masyarakat dapat memprediksikan besarnya laju erosi yang terjadi pada suatu
lahan dengan berbagai karakter lahan tertentu. Memprediksikan erosi pada suatu
lahan berguna untuk menetapkan cara cara pencegahannya. Dengan
memprediksi besarnya suatu erosi pada suatu lahan, masyarakat dapat memilih
cara pengolahan tanah yang baik.
Menurut Arsyad tahun 1976, dalam menghitung besarnya erosi diperlukan
perhitungan ataupun penetapan besarnya erosi yang masih dapat dibiarkan.
Penetapan nilai erosi yang masih dapat dibiarkan dinilai sangat perlu karena tidak
ada nilai erosi yang nol apalagi di lahan pertanian yang berlereng. Pendugaan
untuk mengetahui besarnya laju erosi yang terjadi pada suatu wilayah dapat
dilakukan dengan menggunakan dua cara, pertama dengan pengukuran langsung
di lapangan dengan mengukur kenampakan secara visual yang dapat langsung
dilihat seperti alur atau parit yang terbentuk atau kedua dengan pendugaan yang
menggunakan metode empiris (model persamaan) tertentu (Murdis dalam Damen
2011). DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian DAS. Perlindungan ini antara
lain, dari segi fungsi tata air (Asdak, 2007).
Respon DAS dalam mentransformasi aliran sangat tergantung dari beberapa
hal, diantaranya curah hujan, kemiringan permukaan DAS, struktur dan sifat
tanah, tingkat kejenuhan tanah dan faktor retensi aliran (vegetal cover). Strategi
pengelolaan DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi DAS
sebagai zona penahan air di bagian hulu dan mempengaruhi besarnya angka
limpasan (run-off) dan erodibilitas permukaan yang menyebabkan terjadinya
aliran besar dengan konsentrasi sedimen (suspensi) yang tinggi (I Gede,2008).
Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji besarnya erosi di wilayah pertanian
IPDN yang berlereng. Wilayah pertanian IPDN termasuk ke dalam wilayah SubDAS Cikeruh. Dimana pada DAS tersebut terjadi perubahan tata guna lahan yang
drastis tiap tahunnya. Banyak kawasan pertanian yang merupakan persawahan
mengalami perubahan tata guna lahan menjadi lahan pemukiman. Tata letak
bangunan yang tidak beraturan menyebabkan laju erosi sangat tinggi ketika
intensitas hujan juga tinggi.
Pembangunan pemukiman yang tidak beraturan membuat lahan yang dapat
dipakai untuk pertanian menyempit sehingga hal tersebut membuat kerapatan
vegetasi juga ikut mengecil. Pada DAS tersebut juga banyak dibangun apartemen
apartemen yang menyerap air dalam jumlah besar. Sehingga pada DAS tersebut
sudah sangat kurang lahan pertanian bahkan lahan kehutanan yang dipakai untuk
menyerapakan air ke dalam tanah. Ketika terjadi intensitas hujan yang tinggi akan
terjadi banjir dimana banjir yang tercipta akan terlihat seperti lumpur. Pada daerah
tersebut juga terjadi pendangkalan sungai yang diakibatkan tingginya laju erosi
yang terjadi.
Mengetahui besarnya suatu erosi pada suatu lahan akan berguna pada semua
aspek pertanian. Pokok yang paling utama dalam menghitung besarnya erosi
adalah mencegah kehilangan top soil dimana top soil merupakan tanah dengan
tingkat kesuburan nomor satu. Untuk membentuk satu sentimeter lapisan tanah
top soil dari parent material (bahan induk) dibutuhkan waktu 300 sampai 1000
tahun (Bennet dalam Bafdal dkk, 2011)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Erosi
1. Erosi alur (rill erosion) terjadi karena air terkonsentrasi dan mengalir pada
tempat tempat tertentu dipermukaan tanah sehingga pemindahan tanah
lebih banyak terjadi pada tempat tersebut. Erosi alur biasanya terjadi pada
tanah tanah yang ditanami dengan tanaman yang ditanam berbaris
menurut lereng atau akibat pengolahan tanah menurut lereng atau bekas
tempat menarik balok balok kayu.
2. Erosi permukaan (sheet erosion) adalah pengangkutan lapisan tanah yang
uniform tebalnya dari suatu permukaan bidang tanah. Kekuatan jatuh butir
butir hujan dan aliran air dipermukaan tanah merupakan penyebab utama
erosi ini.
3. Erosi parit (gully erosion) proses terjadinya sama dengan erosi alur, tetapi
saluran saluran yang terbentuk sudah demikian dalamnya sehingga tidak
dapat dihilangkan dengan pengolahan tanah biasa.
4. Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi pada
tebing sungai disebabkan oleh arus sungai yang melanda tempat tempat
belokan atau tempat tempat yabng mudah hanyut.
5. Longsor (landslide) adalah suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau
pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat dalam volume besar. Jadi
berbeda dari bentuk bentuk erosi lainnya, pada longsor pengangkutan
tanah itu terjadi sekaligus.
2. Pengangkutan butir butir primer tanah oleh air yang mengalir diatas
permukaan tanah.
Hopley (1999) berpendapat ada lima pengaruh besar terhadap permasalahan
erosi dalam suatu DAS, yaitu :
1. Hilangnya Vegetasi
Hal ini disebabkan oleh kegiatan penebangan hutan, praktek praktek
pertanian, penyiapan lahan untuk pemukiman, terbakarnya hutan dan
padang rumput.
2. Lereng yang Curam
Sebelah barat dataran pantai merupakan lahan berbukit bukit pendek
dengan lereng lereng curam dan puncak puncak yang sempit.
3. Tanah yang Buruk
Tanah tanah di DAS tercuci relatif dalam, yang melemahkan
kesatuan strukturnya. Bila tanah tanah ini terbuka akibat pembukaan
lahan dan kebakaran, maka dapat terjadi erosi dan menghasilkan sejumlah
besar sedimen berbutiran halus.
4. Curah Hujan yang Tinggi
Curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya erosi.
5. Pembangunan Infrastruktur
10
Atas
Penghancuran
Tanah oleh
Curah Hujan
Penghancuran
Tanah oleh Aliran
Daya Angkut
Curah Hujan
Permukaan
Penghancuran
Tanah oleh Aliran
Permukaan
Penghancuran
dalam Perjalanan
Dihancurkan
11
pengangkutan oleh air hujan yag mngalir dipermukaan tanah. Jika tidak ada aliran
permukaan maka tidak akan ada erosi. Sebaliknya jika butir butir hujan tidak
dapat menghancurkan butir butir tanah menjadi dispersi dab jika aliran
permukaan dapat dicegah mendispersikan tanah maka tidak akan ada erosi. Erosi
dapat ditentukan oleh beberapa faktor.
2.2.1 Faktor Iklim
Faktor iklim menjadi salah satu faktor penentu besarnya suatu erosi.
Indonesia sendiri berada pada garis khatulistiwa. Hal ini membuat negara
Indonesia beriklim tropis yang artinya hanya memilki dua musim yaitu musim
hujan dan musim kemarau. Pada saat musim hujan akan terjadi erosi terlebih lagi
apabila hujan yang turun mempunyai intensitas yang tinggi. Arsyad (1979)
berpendapat di daerah yang beriklim basah, faktor yang sangat mempengaruhi
erosi adalah hujan. Hujan yang terjadai sangat dipengaruhi oleh faktor temperatur,
angin, kelembaban, dan radiasi matahari (Sosrodarsono dan Takeda, 1978).
Hubungan antara jumlah dan intensitas hujan dan pengaruhnya terhadap erosi
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Hujan Terhadap Erosi pada Lahan Berlereng 15 %
Ditanami Jagung Mengikuti Kontur
12
Tanggal Jatuh
Jumlah Hujan
Maksimum
Waktu hujan
Erosi(tanah
Hujan
(mm)
Intensitas
terangkut
Hujan
ton/ha)
(mm/jam/10
menit)
18 & 19 Juni
65
7,5
30 jam
35 menit
5 Juli
47,5
70
1 jam
128
52 menit
27 Juli
22,5
87,5
15 menit
5,5
13
Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm
(Sisrodarsono, 1987 dalam Indo Takki, 2013).
Intensitas hujan dinyatakan dalam milimeter per menit atau per jam.
Intensitas tersebut umumnya diklasifikasikan sebagaimana tertera pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Intensitas Hujan
Laju Hujan (mm/jam)
Kurang dari 6,25
6,25 12,5
12,5 50
Lebih dari 50
(Sumber : Arsyad tahun 1976 halaman 29)
Klasifikasi
Kecil (gerimis)
Sedang
Lebat
Sangat Lebat
Durasi hujan adalah lamanya hujan yang terjadi pada satu hari (24 jam);
satu minggu, satu musim tanam ataupun satu tahun kalender sedangkan durasi
hujan adalah penyebaran hujan; biasanya penyebaran hujan ibni sering tidak
merata (Bafdal dkk, 2011).
Menurut Foth tahun 1995, dalam Bafdal tahun 2011 derajat curah hujan dan
intensitas hujan diklasifikasikan sebagaimana tertera pada Tabel 3
Tabel 3. Derajat Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Derajat Hujan
Kondisi
(mm/mnt)
Hujan sangat lemah
< 0,02
Hujan lemah
0,02 0,05
Hujan normal
0,05 0,25
Hujan deras
0,25 1
14
>1
0 25,4
40
0,37
25,5 50,8
61
0,60
50,9 76,2
40
1,18
76,3 101,6
19
1,14
101,7 127
13
3,42
127,1 152,4
3,63
152,5 177,8
3,87
177,9 - 254
4,79
15
Sangat Baik
Kriteria
Kemiringan
Besar Lereng (%)
Lereng
Datar
03
Harkat
16
Baik
Sedang
Jelek
Sangat Jelek
(Sumber : Isa, 1990)
Landai
Miring
Agak Curam
Curam
48
9 15
16 30
>30
2
3
4
5
2.2.3 Vegetasi
Vegetasi merupakan tutupan lahan yang berfungsi untuk menghindari
tabrakan langsung air hujan terhadap tanah. Suatu tanaman penutup tanah yang
baik seperti rumput yang tebal atau rimba yang lebat akan menghilangkan
pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi (Arsyad, 1976 hal 58).
Menurut Arsyad (1976) pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan
erosi dapat dibagi dalam lima bagian, yaitu :
1. Intersepsi hujan oleh mahkota tanaman.
2. Mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air.
3. Pengaruh akar dan kegiatan kegiatan biologis yang berhubungan dengan
pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap porositas tanaman.
4. Transpirasi yang mengakibatkan keringnya tanah.
Selain empat pengaruh diatas vegetasi juga dapat berfungsi sebagai
penambah bahan organik pada tanah sehingga akan memperbesar kemampuan
tanah dalam menyerap dan menahan air. Tanaman penutup tanah (cover crop)
mengurangi energi aliran, meningkatkan kekasaran sehingga mengurangi
kecepatan aliran permukaan, dan selanjutnya memotong kemampuan aliran
permukaan untuk melepas dan mengangkut partikel tanah (Bafdal dkk, 2011).
Tutupan lahan menjadi suatu faktor penting untuk mencegah terjadinya
erosi dalam jumlah yang sangat besar. Secara keseluruhan hutan merupakan
pengendalian erosi yang paling efektif menahan laju erosi sementara pertumbuhan
rumput yang padat dapat mengendalikan erosi kedua setelah hutan (Nurpilihan
tahun 1998 dalam Bafdal dkk tahun 2011).
Lembaga Ekologi Universitas Padjadjaran (1978); Coster (1938) melakukan
penelitian tentang pengaruh seresah dan tumbuhan penutup tanah terhadap erosi
yang tersaji pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Seresah dan Tumbuhan Penutup Tanah Terhadap Erosi
17
No.
Hutan Akasia
kg/petak
Hutan Campuran
kg/m2/tahun
14,95
0,03
38,65
0,06
586,65
4,39
Haynes
Smith
Dkk
68
65
93
84,5
85,4
93,1
18
1.
2.
3.
4.
Tekstur tanah
Bentuk dan kematangan struktur tanah
Daya infiltrasi atau permeabilitas tanah
Kandungan bahan organik
Beberapa jenis tanah lebih peka terhadap erosi. Hal ini disebabkan adanya
ciri
ciri
karakteristik
pemisahan
tanah.
Tabel
8 berikut
Diameter (mm)
Diameter (mm)
USDA
2,00 1,00
Society
-
90
Pasir kasar
Pasir sedang
Pasir halus
Pasir sangat halus
1,00 0,50
0,50 0,25
0,25 0,10
0,10 0,05
2,00 0,20
0,20 0,02
-
720
5700
46000
722000
0,05 0,002
Dibawah 0,002
0,02 0,002
Dibawah 0,002
5776000
90250853000
Debu
Liat
(Sumber: Foth,1995)
Jumlah partikel/
19
Gambar 2. Segitiga tekstur memperlihatkan batasan pasir, debu dan liat dari
berbagai kelas tekstur. Sumber : Foth, 1995
Berdasarkan tipe dan kedudukan agregat, struktur mikro dapat dibedakan
menjadi 3 kelompok (Suripin tahun 2001 dalam Bafdal dkk tahun 2011):
1. Remah lepas : keadaan tanah tampak lepas, mudah dipindahkan atau
didorong ke tempat lain.
2. Remah sedang : tanah cenderung agak bergumpalan, hal ini tampak leih
jelas dari profil tanahnya, susunan lapisan lapisan tanahnya tampak
adanya agregasi dan terdapat pula lubang lubang atau menggerongong,
menyebabkan air mudah menerobos ke lapisan bawah. Hal ini
memudahkan tanah untuk pertanian, atau pekerjaan pengolahan tanah.
3. Tanahnya yang lengket biasanya sangat kompak jika dalam kondisi
gumpalan, bila dilakukan penggalian sangat berat, dan sangat susah pula
untuk diolah. Dalam keadaan kering gumpalan gumpalan sangat keras,
sedangkan pada kondisi basah sangat lengket.
Permeabilitas
tanah
untuk
airmerupakan
konduktivitas
hidrolik.
20
Sangat lambat
Lambat
Kecepatan Permeabilitas
Inchi/ jam
Cm/ jam
<0,05
<0,13
0,05 0,20
0,13 2,00
Agak lambat
0,20 0,80
0,51 2,00
Sedang
Agak cepat
0,80 2,50
2,50 5,00
2,00 6,35
6,35 12,70
4
5
cepat
5,00 10,00
12,70 25,40
>10,00
>25,40
Keterangan
Sangat cepat
(Sumber: Foth, 1995)
Simbol Angka
1
2
21
Banyak
faktor
yang
menentukan
apakah
sebidang
tanah
akan
22
yang jatuh ke tanah, airnya akan menjadi aliran permukaan di atas tanah dan
sebagian meresap ke dalam tanah tergantung kondisi tanahnya (Kodoatie dan
Sjarief, 2008 dalam Indo Takki, 2013).
Faktor penutupan lahan vegetasi cukup signifikan dalam pengurangan atau
peningkatan aliran permukaan. Hutan yang lebat mempunyai tingkat penutup
lahan yang tinggi, sehingga apabila hujan turun ke wilayah hujan tersebut, faktor
penutupan lahan ini memperlambat kecepatan aliran permukaan, bahkan bisa
terjadi kecepatannya mendekati nol. Ketika suatu kawasan hutan menjadi
pemukiman, maka penutupan lahan kawasan ini akan berubah menjadi penutupan
lahan yang tidak mempunyai resistensi untuk menahan aliran. Yang terjadi ketika
hujan turun, kecepatan air akan meningkat sangat tajam di atas lahan ini. Namun
resapan airyang masuk ke dalam tanah relatif tetap kecuali lahannya berubah.
Kuantitas totalnya berubah karena tergantung dari luasan penutup lahan (kodoatie
dan sjarief, 2008 dalam Indo Takki, 2013).
Perubahan tata guna lahan pada kawasan konservasi menjadi kawasan
terbangun dapat menimbulkan banjir, tanah longsor dan kekeringan. Banjir adalah
aliran/genangan air yang menimbulkan kerugian ekonomi atau bahkan
menyebabkan kehilangan jiwa (Asdak 2010).
Aliran/genangan air ini dapat terjadi karena adanya luapan-luapan pada
daerah di kanan atau kiri sungai akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang
cukup bagi debit aliran yang lewat (Asdak 2010). Hal tersebut terjadi karena pada
musim penghujan air hujan yang jatuh pada daerah tangkapan air (catchments
area) tidak banyak yang dapat meresap ke dalam tanah melainkan lebih banyak
melimpas sebagai debit air sungai. Jika debit sungai ini terlalu besar dan melebihi
kapasitas tampung sungai, maka akan meyebabkan banjir. Peta Penggunaan Lahan
berisi tentang distribusi batas-batas penggunaan lahan seperti hutan, sawah, air,
kebun rawa, dll (Kodoatie dan Sjarief, 2008 dalam Indo Takki, 2013).
23
(clay), debu (silt), dan pasir (sand). Menurut USDA (Soil Survey Staff 1975) liat
berukuran (diameter) < 0,002 mm, debu berdiameter 0,002 0,05 mm, dan pasri
berdiameter 0,005-2 mm. Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan pasir
berkerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi, dan jika tanah tersebut
memiliki profil yang dalam, maka erosi dapat diabaikan. Tanah bertekstur pasir
halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi cukup tinggi. Akan tetapi, jika terjadi
aliran permukaan butir-butir halus akan mudah terangkut (Arsyad, 2010).
Tekstur tanah sangat berperan terhadap terjadinya erosi, sebagai contoh
bahwa tekstur pasir mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang kurang mantap
sehingga kemantapan agregat tanahnya rendah dibandingkan dengan tekstur liat
yang mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang sangat kuat sehingga agregat
tanahnya sangat sulit dihancurkan oleh butiran hujan. Kemantapan agregat tanah
yang rendah sangat rawan terhadap pelepasan partikel tanah oleh butir hujan
sehingga mudah dibawa oleh limpasan hujan, sebaliknya tekstur tanah pasir
sangat mudah meloloskan air ke dalam tanah sehingga air banyak yang
terawetkan di dalam tanah (Nurpilihan dkk, 2011).
Struktur tanah yang optimal dalam bidang pertanian adalah struktur remah,
yang mempunyai perbandingan antara bahan padat dengan ruang pori-pori
relative seimbang. Keseimbangan perbandingan volume tersebut menyebabkan
kandungan air dan udara mencukupi bagi pertumbuhan tanaman, dan
menyebabkan akar cukup kuat bertahan. Tanah yang berstruktur remah memiliki
pori-pori diantara agregat tinggi dibandingkan dengan struktur tanah yang padat,
sehingga dapat meloloskan air ke dalam tanah sehingga pada gilirannya limpasan
hujan di atas permukaan tanah kecil (Nurpilihan dkk, 2011).
Tekanan terhadap tanah menimbulkan berbagai bentuk degradasi termasuk
didalamya adalah erosi, penurunan kesuburan tanah dan kerusakan sumberdaya
air. Keadaan tanah terbuka dapat terhantam oleh curah hujan sehingga
menyebabkan tanah menjadi lemah. Percikan air hujan merupakan media utama
pelepasan partikel tunggal tanah dari massa tanah, saat butiran air hujan mengenai
permukaan tanah yang gundul atau tanpa vegetasi, partikel tanah dapat langsung
terlepas dan terlempar ke segala arah, untuk lahan yang berlereng akan terjadi
24
dominasi kesatu arah yaitu kearah yang lebih landai di bawahnya, pelepasan butirbutir tanah tentunya akan menyumbat pori-pori tanah sehingga akan menurunkan
kapasitas dan laju infiltrasi. Bersamaan dengan hal tersebut dimana kondisi
intensitas hujan telah melebihi laju infiltrasi tentu akan terjadi genangan air di
permukaan tanah yang kemudian menjadi runoff, aliran permukaan ini
menyediakan energi untuk mengangkut partikel yang terlepas, saat energi dan atau
runoff menurun maka partikel tanah akan terendapkan pada lahan tersebut jika
terdapat pada daerah yang subur maka akan menurunkan kesuburan tanah di
bawahnya karena tertimbun oleh endapan baru dan jika jumlah debit aliran besar
tentu menjadi malapetaka berupa banjir yang dapat merusak (Irianto, 2006).
Soil Conservation Service (SCS) telah mengembangkan suatu sistem
klasifikasi tanah yang mengelompokkan tanah ke dalam empat kelompok yang
ditandai dengan huruf A, B, C, dan D. Sifat-sifat tanah yang bertalian dengan
keempat kelompok tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Laju infiltrasi tanah berdasarkan kelas tekstur tanah
Grup
Tanah
Laju
Tekstur
Infiltrasi
8 12
B
C
48
14
01
2.6
Naungan
Naungan merupakan suatu tanaman yang dapat melindungi areal
permukaan tanah khususnya dari tumbukan butiran air hujan. Struktur dari
naungan berfungsi sebagai pengendali besarnya energy kinetik hujan yang akan
25
mengenai tanah dimana luasan dan bentuk strata dari tutupan naungan akan
mempengaruhi besarnya intersepsi butiran hujan dan jumlah percikan air hujan
(Nurpilihan dkk, 2011).
Menurut Yuliman (2002) mengungkapkan bahwa pengukuran penutup
kanopi tanaman atau naungan dilakukan setiap kejadian hujan dengan
menggunakan meteran sehingga diketahui berapa centi meter atau berapa meter,
pada pengukuran luas naungan yang perlu diperhatikan adalah jumlah atau
kerapatan tajuk tanaman yang dapat menutupi lahan dan luas yang tidak tertutupi
oleh daun tanaman. Penanaman tanaman di lahan miring haruslah diatur waktu
tanamnya agar pada saat terjadi puncak hujan tanah sudah ternaungi oleh
tanaman, namun demikian haruslah dengan menggunakan prinsip kaidah-kaidah
teknik konservasi tanah dan air yaitu tanah harus tertutup rapat sementara
produksi tidak terganggu (Nurpilihan dkk, 2011).
Pada pengukuran luas naungan yang perlu diperhatikan adalah jumlah atau
kerapatan tajuk tanaman yang dapat menutupi lahan dan luas yang tidak tertutupi
oleh daun tanaman. Menurut Yuliman, (2002) luas naungan dapat dihitung sebagai
berikut :
1. Luas Naungan per tanaman (m2) :
(1/4 x x d2)(2.1)
2. Luas lahan yang ternaungi (persatuan luasan area m2) :
((Luas Naungan per tanaman m2) x jumlah tanaman).(2.2)
3. Luas lahan yang tidak ternaungi (per satuan luasan area m2) :
(Luas plot (m2) Luas lahan yang ternaungi (m2)).(2.3)
4. Presentase Naungan :
(Luas lahan yang ternaungi/Luas plot) x 100%...............................(2.4)
26
27
Keterangan
8 - 12
4-8
(mm/jam)
permeabilitas cepat.
Potensi aliran permukaan agak rendah,
seperti pada kelompok A tetapi bersolum
Laju Infiltrasi
1-4
0-1
28
2.7.3
29
No
Penggunaan Tanah/Perlakuan/Kondisi
77
61
57
54
51
98
85
75
72
70
68
98
90
83
81
80
79
98
92
87
86
85
84
98
98
76
72
89
81
98
85
82
92
88
98
89
87
94
91
98
91
89
95
93
39
49
77
61
69
86
74
79
91
80
84
94
Tanaman semusim:
Di dalam
- menurut lereng buruk
baris
Di
dalam
- menurut lereng baik
baris
Di
dalam
- menurut kontur buruk
baris
Di dalam
- menurut kontur baik
baris
Di dalam
- menurut kontur dan teras-buruk
baris
Di
dalam
- menurut kontur dan teras - baik
baris padian - menurut lereng buruk
Padi
Padi padian - menurut lereng baik
Padi padian - menurut kontur buruk
Padi padian - menurut kontur baik
Padi padian - menurut kontur dan teras -buruk
Padi padian - menurut kontur dan teras - baik
72
67
70
65
66
62
65
63
63
61
61
59
81
78
79
75
74
71
76
75
74
73
72
70
88
85
84
82
80
78
84
83
82
81
79
78
91
89
88
86
82
81
88
87
85
84
82
81
Penggunaan Tanah/Perlakuan/Kondisi
1No Permukiman
Persentase rata-rata
Luas Kapling
kedap air
- 500 m dan lebih kecil
65
- 1000 m
38
- 1300 m
30
- 2000 m
25
- 4000 m
20
2
Tempat parkir diaspal, atap dan jalan aspal
Jalan umum
- beraspal dan saluran pembuangan air
- kerikil
- tanah
4
Daerah perdagangan dan pertokoan (85% kedap)
5
Daerah industri (72% kedap)
6
Tempat terbuka, padang rumput yang dipelihara,
taman, lapangan golf, kuburan dan lain-lain :
7
8
Kelompok Hidrologi
Tanah
30
No
10
11
12
13
14
Penggunaan Tanah/Perlakuan/Kondisi
Leguminosa
Hidrologi ditanam rapat :
- menurut lereng buruk
- menurut lereng baik
- menurut kontur buruk
- menurut kontur baik
- menurut kontur dan teras buruk
- menurut kontur dan teras baik
Padang rumput pengembalaan :
- buruk
- sedang
- buruk
- menurut kontur buruk
- menurut kontur sedang
- menurut kontur baik
Padang rumput dipotong baik
Hutan :
- buruk
- sedang
- baik
Perumahan petani
Kelompok
Hidrologi Tanah
A
66
58
64
55
63
51
77
72
75
69
73
67
85
81
83
78
80
76
89
85
85
83
83
80
68
49
39
47
25
6
30
45
36
25
59
79
69
61
67
59
35
58
66
60
55
74
86
79
74
81
75
70
71
77
73
70
82
89
84
80
88
83
79
78
83
79
77
86
31
Sumber: http://www.utdallas.edu/
2.7.4
volume dan laju aliran permukaan. Mengingat pentingnya pengaruh factor ini
maka SCS menyusun tiga kondisi kandungan air sebelumnya, yang diberi tanda
dengan angka Romawi I, II, II. Keadaan tanah untuk ketiga kondisi tersebut
adalah sebagai berikut :
Kondisi I
: Tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik layu,
telah pernah ditanami dengan hasil memuaskan.
Kondisi II
: Keadaan rata-rata.
Kondisi III
Tabel berikut memberikan batas besarnya curah hujan untuk ketiga kondisi
kandungan air tanah sebelumnya:
Tabel 6. Batasan besar curah hujan untuk tiga kondisi kandungan air tanah
sebelumnya.
Kondisi Kandungan Air
Tanah Sebelumnya
I
II
III
Sumber: Arsyad (2010)
< 35
35 53
> 35
Dalam perencanaan, kandungan air tanah sebelumnya sering kali lebih merupakan
ketetapan kebijaksanaan bukan merupakan keadaan tanah setempat sebelumnya.
2.8
32
33
2. Metode The proxy-basin test, adalah suatu seri evaluasi untuk DAS-DAS
yang identik. Hal ini diterapkan pada kasus dimana data tidak tersedia
pada DAS yang dimaksud (yang akan dikalibrasi).
3. Metode The differential split-sample test, adalah suatu test differensial
pada suatu DAS. Metode ini diterapkan jika model akan digunakan untuk
simulasi: fluk, kadar lengas tanah atau variabel lain pada suatu DAS, tetapi
pada kondisi iklim yang berbeda dengan data yang tersedia. Misalnya, jika
model akan digunakan untuk simulasi debit pada periode humid (musim
hujan atau periode basah), maka model harus dikalibrasi terlebih dahulu
untuk periode kering dengan data historis yang tersedia dan harus
divalidasi untuk periode basah.
4. Metode The differential split-sample test, adalah suatu test differensial
pada suatu DAS. Metode ini diterapkan jika model akan digunakan untuk
simulasi: fluk, kadar lengas tanah atau variabel lain pada suatu DAS, tetapi
pada kondisi iklim yang berbeda dengan data yang tersedia.
2.9
Tanaman Jagung
Tanaman jagung manis (Zea mays sacharata Sturt) dan kacang merah
jagung
mengagumkan
dalam
cara
penangkapan
dan
penyimpanan energi dan dalam waktu dua bulan dapat mencapai ketinggian 2 - 3
meter. Untuk jagung berumur (110 hari) pada keadaan normal, jumlah daun total
telah terbentuk pada umur 30 hari dan titik tumbuh tidak lagi membentuk daun
tetapi sudah berdiferensiasi membentuk tassel (Koswara 1982 dalam Rukmana
1992).
34
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai dengan
bulan Februari 2013. Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian IPDN yang
terletak di Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang yaitu di areal hulu kiara
payung, dengan ketinggian 900 mdpl, suhu udara rata-rata 23 27 0 , dengan
kemirngan lahan yang beragam yakni: lahan agak miring 8%, lahan miring 15 %,
lahan agak terjal 25 %, lahan terjal 32 %.
36
37
38
Mulai
Kejadian hujan
Tidak
Kecukupan
data
Ya
Prediksi jumlah
Uji Statistik
aliran permukaan
dengan metode SCS
Kesimpulan
Selesai
39
40
sehingga
jumlah
tanaman
tiap
plot
berbeda-beda.
Untuk
41
42
...(3.1)
Dimana:
R2 = Koefisien determinasi
Qm = Aliran permukaan aktual yang terukur
Qp = Aliran permukaan hasil simulasi
m = Aliran permukaan aktual rata rata yang terukur
p = Aliran permukaan hasil prediksi rata rata simulasi
n = Jumlah Pengamatan
(Sumber : Suryani, E dan Agus, 2005 dalam Sulaeman, 2014).
Adapun efisiensi model (Moriasi, et al 2007 dalam Sulaeman, 2014)
dihitung dengan persamaan :
(3.2)
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, A., Dariah, A., Mulyani, A. 2008. Strategi dan Teknologi
Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional.
Jurnal Litbang Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. 27 (2). 46.
Ainun Marliah, Jumini, dan Jamilah. 2010. Pengaruh Jarak Tanam Antar Barisan
Pada Sistem Tumpang Sari Beberapa Varietas Jagung Manis Dengan
Kacang Merah Terhadap Pertumbuhan dan Hasil. Jurnal Agrista. Vol 14
No. 01.
AL-Jabari, S.,Majed Abu Sharkh and Ziad Al Mimi. 2009. Estimation Of Run off
For Agricultural Watershed Using SCS Curve Number and GIS.
Thirteenth International Water Technology Conference. Hurghada, Egypt.
Tersedia pada http://www.iwtc.info/2009_pdf/14-6.pdf. [Diakses pada
tanggal 28 November 2013].
Anita Rahayu, 2009. Penggunaan Metode Soil Conservation Services (SCS)
Untuk Memprediksi Aliran Permukaan Pada Lahan Perkebunan Kelapa
Sawit, Unit Usaha Rejosari, Ptp Nusantara Vii Lampung. Skripsi
Mahasiswa Ilmu Tanah. Bogor: IPB.
Arsyad, S. 2000. Konservasi Tanah dan Air.IPB Press. Bogor.
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Asdak, C. 2004. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press.Yogyakarta.
43
44
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Bafdal, N. 2000. Pengaruh Naungan Terhadap Laju Erosi Pada Berbagai
Kemiringan Pola Tanam dan Kemiringan Lahan. Bandung: Lembaga
Penelitian Universitas Padjadjaran.
BMG. 2008. Curah Hujan dan Potensi Bencana Gerakan Tanah. Tersedia pada
:http://pirba.hrdpnetwork.com/e5781/e5795/e6331/e15201/eventReport15
215/CurahHujan_PotensiGertan_BMKG.pdf [Diakses 15 Februari 2014]
T. Ferijal. 2012. Prediksi Hasil Limpasan Permukaan Dan Laju Erosi Dari Sub
Das Krueng Jreu Menggunakan Model Swat. Jurnal Agrista. Fakultas
Pertanian Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Indarto, Idah Adriyani, dan Elida Novita. 2008. Kalibrasi Model IHARCES Pada
Dua DAS Identik. Jurnal Dinamika Teknik Sipil. 08 (01). 89-100.
Indo Takki. 2013. Pendugaan Hidrograf Limpasan Permukaan Dengan Watershed
Modelling System Pada Sub-Das Tadeang Di Kabupaten Maros.
[Skripsi]. Makassar: Teknologi Pertanian UNHAS.
Karin Nadira D. 2012. Analisis Nilai Koefisien Run Off untuk Pengendalian
Direct Run Off (Studi Kasus DAS Citarum Hulu). [Skripsi]. Bandung:
Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB.
Irianto, G., 2006. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Air, Strategi Pendekatan
dan Pendaya gunaannya. Papas Sinar Sinanti, Jakarta
Joni Pranto. 2007. Prediksi Aliran Permukaan Pada Tata Guna Lahan Yang
Berbeda Dengan menggunakan Metode Rasional. Skripsi Mahasiswa
Ilmu Tanah. Universitas Sumatera Utara. Medan
45
Moch. Sulaeman. 2014. Kajian Jumlah Aliran Permukaan Pada Lahan Curam
dengan Strip Akar Wangi (Vetiveria zizanioides syn. Andropogon
zizanoides) dan Beberapa Sistem Tanam. [Skripsi]. Jatinangor: Fakultas
Teknologi Industri Pertanian UNPAD.
Nurpilihan, dkk. 2012. Buku Ajar Teknik Pengawetan Tanah dan Air.Universitas
Padjadjaran press. Jatinangor.
Rukmana, T. 1992. Pengaruh Varietas dan Papulasi Tanaman Jagung (Zea Mays L)
Terhadap Produksi Jagung Semi (Babycorn) [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian IPB.
Ronaldo Toar Palar, L. Kawet, E.M. Wuisan, H. Tangkudung. 2013. Studi
Perbandingan Antara Hidrograf SCS (Soil Conservation Service) Dan
Metode Rasional Pada Das Tikala. Jurnal Sipil Statik Vol. 1 No.3, 171
176.
Sadro, Wellyanto. 2009. Analisis Data Debit Dan Penentuan Koefisien Limpasan.
Departemen Geofisika Dan Meteorologi. Fakultas Matematika Dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Bogor: IPB.
Setiawan, E. 2010. Penggunaan Solver Sebagai Alat Bantu Kalibrasi Parameter
Model Hujan Aliran. Jurnal Spektrum Sipil. 01 (01). 72-79.
Suyono S. 2003. Hidrologi Untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Wahid. 2011. Tanaman Hibrida Petani Lebih Untung. Tersedia Pada:
http://rajaseed.co.id/berita-124-tanaman-hibrida-petani-lebih-untung.html
[Diakses pada tanggal 19 Februari 2014].
46