PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sarana transportasi darat yang paling penting adalah jalan raya.. Sejalan dengan perkembangan
teknologi, maka kebutuhan akan jalan yang memenuhi persyaratan guna meningkatkan kekuatan
konstruksi sangat penting. Kekuatan konstruksi jalan sangat dipengaruhi oleh jenis perkerasan jalan
tersebut.
Di Indonesia kontruksi perkerasan yang paling banyak digunakan adalah perkerasan lentur, ada
berbagai jenis/tipe dalam perkerasan lentur. Kualitas dari konstruksi perkerasan sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor salah satunya sangat tergantung pada bahan perkerasan yang akan digunakan.
Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi oleh kerena penggunaan bahan perkerasan tersebut,
maka akan dikaji. Bahan Perkerasan dan Permasalahannya terhadap kontruksi perkerasan
jalan.
1.2Tujuan
Dalam pembahasan ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui karakteristik bahan perkerasan
2. Untuk mengetahui permasalahan bahan perkerasan yang terjadi apabila digunakan untuk
kontruksi perkerasan jalan.
1.3Batasan Masalah
Pembahasan Bahan perkerasan meliputi:
1.Bahan perkerasan untuk kontruksi perkerasan lentur terdiri dari Agregat dan Aspal .
2.Karakteristik dan permasalahan yang terjadi apabila digunakan untuk bahan kontruksi
perkerasan.
2. BAHAN PERKERASAN
Thomas
Telford (1757-1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip dengan apa yang dilakukan
Tresaguet. Konstruksi perkerasannya terdiri dari batu pecah berukuran 15/20 sampai 25/30 yang
disusun tegak. Batu-batu kecil diletakkan diatasnya untuk menutup pori-pori yang ada dan
memberikan permukaan yang rata. Sistim ini terkenal dengan sistem Telford. Jalan-jalan di
Indonesia yang dibuat pada jaman dahulu sebagian besar merupakan sistem jalan Telford,
walaupun diatasnya telah diberikan lapisan aus dengan pengikat aspal.
Diluar Pulau Jawa pembangunan jalan hampir tidak berarti, kecuali disekitar daerah tanaman
paksa di Sumatera Tengah dan Utara.
Awal tahun 1970 Indonesia mulai membangun jalan-jalan dengan klasifikasi yang lebih baik,
hal ini ditandai dengan diresmikannya jaln tol pertama pada tanggal 9 Maret 1978 sepanjang 53
km, yang menghubungkan kota Jakarta Bogor - Ciawi dan terkenal dengan nama Jalan Tol
Jagorawi.
2.2. JENIS KONSTRUKSI PERKERASAN
Silvia ( 1990 ) membagi konstrukdi perkerasan Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi
perkerasan jalan dibedakan atas :
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan memyebarkan
beban lalu lintas ke tanah dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen
(portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan
diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas
sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan
kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Bahan perkerasan pembentuk lapisan perkerasan dibedakan berdasarkan jenis jenis
konstruksi perkerasan tersebut diatas. Secara prinsip bahan perkerasan terdiri dari Bahan pengikat
dapat berupa Aspal atau Cemen ( PC ) kemudian Bahan pengisi berupa Agregat dan bahan tambah
yang berfungsi sebagai kemudahan untuk dikerjakan.
Bahan perkerasan yang akan dibahas dalam bahasan ini terutama Agregat dan Aspal, karena
kedua bahan ini merupakan bahan kunci dalam konstruksi perkerasan.
2.3. AGREGAT
Agregat adalah matrial perkerasan berbutir yang digunakan untuk perkerasan jalan, ASTM
mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran
besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Sedangkan menurut Departemen Pekerjaan Umum
didefinisikan agregat merupakan sekumpulan butir butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral
lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil buatan.
Menurut Silvia ( 2003 ) Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 9095% berat atau 75-85% dari volume campuran. Sehingga kualitas perkerasan jalan ditentukan juga
dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (aspal).
pengisi ( filler ) adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan No.30 ( = 0,60 mm ).
Sedangkan Bina Marga membedakan agregat menjadi : Agregat kasar, adalah agregat dengan
ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 4 ( = 4,75 mm ), agregat halus dengan ukuran butiran
lebih halus dari saringan No. 4 ( = 4,75 mm ) dan bahan pengisi ( filler ) adalah bagian dari agregat
halus yang lolos minimum 75 % saringan No.200 ( = 0,075 mm )
2.3.2 Sifat Agregat
Agregat yang digunakan untuk bahan perkerasan harus memiliki sifat dan kualitas yang baik
untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di
bawahnya. Sifat agregat ini dikelompokan menjadi tiga :
Kekuatan dan keawetan dipengaruhi oleh, gradasi, ukuran butir maksimum, kadar lempung,
kekerasan dan ketahanan, bentuk butiran dan tekstur permukaan.
Kemampuan dilapisi aspal dipengaruhi oleh, porositas, kemungkinan basah dan jenis agregat.
Kemudahan pelaksanaan dan lapisan yang nyaman dan aman dipengaruhi oleh, tahanan geser
dan komposisi campuran.
Terdi
Gradasi Baik
Merupakan
campuran
agregat
Stabilitas Tinggi
Gradasi Jelek
Sumber
Silvia
( 1990 )
Adalah campuran agregat yang tidak memenuhi
dua katagori diatas
Stabilitas sedang
Mudah dipadatkan
(rounded)
Lonjong ( elorigated )
Pipih ( flaky )
Kubus ( cubical )
Tak
beraturan ( irregular )
Sedangkan tekstur agregat dibedakan
menjadi : licin, kasar atau berpori.
Agregat bentuk bulat umumnya licin sering ada di sungai, menghasilkan daya pengunci &
kestabilan rendah.
Agregat bentuk kubus biasanya punya tekstur kasar sehingga menghasilkan stabilitas yang baik.
Agregat berpori (porous), dibedakan menjadi berpori sedikit, untuk menyerap aspal sehingga
terjadi ikatan yang baik antara aspal dan agregat.dan berpori banyak, mempunyai tingkat
kekerasan rendah sehingga mudah pecah dan degradasi.
Bulk Spesific Gravity ( Berat Jenis Bulk ), dimana volume yang diperhitungkan adalah volume
seluruh pori yang ada ( volume pori yang dapat diresapiair dan volume yang tak dapat diresapi air
) ini digunakan apabila asumsi aspal hanya menyelimuti bagian luar dari agregat.
Apparent specific gravity, dimana volume yang diperhitungkan adalah volume partikel dan bagian
yang dapat menyerap air. Ini digunakan apabila asumsi aspal dapat meresapi seluruh bagian
agregat yang dapat diresapi air.
Effective specific gravity, dimana volume partikel hanya sebagian dari pori yang dapat diresapi
air.
2.4. ASPAL
Aspal merupakan material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible pavement)
jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya
lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesif, kedap air dan mudah dikerjakan. Silvia
( 1990 )
membedakan Aspal untuk material jalan atas :
2.4.1. Aspal Alam
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, contohnya :
Lake asphalt, terdapat di Trinidad, Bermuda. Aspal ini jika diurai akan didapatkan
bahan-bahan dengan komposisi 40% bitumen, 30 % bahan eteris, 25 % bahan mineral
dan 5 % bahan organik.
Batu Aspal (rock asphalt) dipulau Buton Sulawesi Tenggara, aspal ini dikenal juga
dengan Butas (Buton Asphalt) atau Asbuton (Aspal Batu Beton), terdapat didalam batu
karang, sehingga asplanya bercampur dengan batu kapur (CaCO3).
Dilihat dari segi fisiknya aspal alam dibagi menjadi aspal padat / batuan, aspal
plastis dan aspal cair
Sifat-sifat aspal buton antara lain : kadar asphaltenenya jauh lebih tinggi dan kadar
maltenenya lebih rendah dibandingkan dengan aspal buatan. Oleh karena itu asbuton
mempunyai pelekatan yang lebih baik dan kepekaan terhadap perubahan suhu yang lebih
kecil.
Penggunaan aspal alam sudah banyak digunakan untuk pelapisan konstruksi
perkerasan, dimana yang sudah banyak digunakan adalah :
a. Lasbutag (Lapis Asbuton Agregat), merupakan lapisan konstruksi jalan yang terdiri dari
campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihamparkan dan
dipadatkan secara dingin.
b. Latasbum (Lapis Asbuton Murni)
Lapis tipis asbuton murni (latasbum) merupakan lapisan penutup yang terdiri dari
campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur
secara dingin dan menghasilkan tebal maksimum 1 cm.
2.4.2. Aspal buatan (Bitumen)
Aspal buatan merupakan bitumen yang merupakan jenis aspal hasil penyulingan minyak
bumi yang mempunyai kadar parafin yang rendah dan disebut dengan paraffin base crude oil.
Aspal buatan dilihat dari segi bentuk dibagi menjadi 3 bentuk yang antara lain:
2.4.2.1.
Aspal Padat
Aspal buatan atau bitumen ini merupakan hasil penyulingan minyak bumi yang kemudian
disuling sekali lagi pada suhu yang sama tetapi dengan tekanan rendah (hampa udara), sehingga
dihasilkan bitumen yang disebut dengan straight bitumen.
Pada umumnya bitumen jenis ini mempunyai penetrasi yang tinggi. Untuk mendapatkan
bitumen dengan penetrasi yang lebih rendah, maka residu hasil penyulingan hampa udara tadi
diberikan lagi proses tambahan berupa pencampuran dengan udara pada suhu 400 o C dan
disebut dengan proses blowing. Dengan proses blowing ini, maka beberapa sifat bitumen
diperbaiki, antara lain : peningkatan kadar asphaltene, sifat lekat dan sifat kepekaan terhadap
udara. Kekurangan dari proses blowing ini adalah kemungkinan terjadinya retak (cracking)
akibat adanya proses kimia berupa pemecahan molekul-molekul besar menjadi molekul-molekul
kecil dan terjadinya arang (carbon). Adanya pemecahan molekul ini bisa mengakibatkan
berkurangnya bitumen dan tidak homogen. Proses ini memakan biaya yang cukup tinggi dan
harus dilaksanakan dengan hati-hati, dan hasil yang diperoleh disebut dengan semiblown
asphalt.
Jenis jenis aspal padat antara lain :
Blowing adalah proses tembahan, dimana residu dari penyulingan vakum dicampur dengan
udara pada suhu 4000 C. Proses ini dilakukan jika bitumen yang dibutuhkan adalah bitumen
dengan penetrasi yang lebih rendah daripada straight run. Dengan proses ini akan diperoleh
dua keuntungan, yaitu penetrasi akan berkurang dan kadar asphaltene bertambah.
Kerugian hasil blowing adalah akan terjadi pemecahan (cracking) yaitu suatu proses kimia
dimana molekul yang besar dipecah menjadi molekul yang lebih kecil dan akan terjadi arang,
sehingga hasil bitumen akan berkurang dan menjadi tidak homogen.
Akibat terjadinya arang maka pelekatan terhadap batuan akan berkurang karena arang tidak
dapat larut secara baik dalam malten. Proses blowing sendiri memerlukan biaya yang tinggi
dan menimbulkan polusi udara, sehingga untuk kebutuhan material jalan akan dilaksanakan
dengan hati-hati untuk menghasilkan semi blown asphalt.
Sifat aspal padat
Sifat bitumen yang dibutuhkan dan beberapa sifat penting untuk digunakan sebagai bahan
jalan :
Untuk mencapai daya ikat yang baik, maka diperlukan daya lekat yang baik. Sifat lekat
bitumen terhadap batuan tidak disebabkan daya tarik muatan listrik tetapi karena tekanan
tersebut tergantung dari struktur bitumen. Bitumen yang mengandung gugusan aromatik
melekat lebih baik pada batuan daripada bitumen yang mengandung banyak gugusan
parafin. Tekanan permukaan adalah energi yang dibutuhkan oleh bahan tersebut untuk
memperluas permukaan sehingga tekanan akan menjadi lebih rendah pada suhu tinggi.
Dapat menjadi cukup keras kembali sehingga membentuk campuran batu aspal yang
merekat dengan baik dan dapat dipadatkan untuk membentuk konstruksi lapisan
perkerasan yang stabil.
Dapat menjadi cukup lunak sehingga campuran batu aspal tersebut tidak menjadi rapuh
pada suhu lunak yang dapat mengakibatkan kerusakan.
Bitumen yang digunakan tidak boleh terlalu peka terhadap suhu karena waktu penetrasi
sangan tergantung pada suhu.
Titik lembek aspal perlu mendapat perhatian, karena pada suhu tersebut bahan mulai
bergerak dengan kecepatan tertentu pada beban tertentu.
Jika aspal makin keras, maka kadar asphaltene akan naik tetapi daktilitas akan turun.
Jika kadar parafin tinggi, maka sifat kepekaan aspal terhadap suhu akan meningkat dan
daya lekat akan kurang, selain itu daktilitas juga akan berkurang.
Penggunaan aspal padat
Aspal padat dapat digunakan untuk hampir seluruh pekerjaan pelaksanaan lapis perkerasan
aspal, mulai dari pelapisan permukaan sampai dengan pekerjaan konstruksi perkerasan
jalan yang bermutu tinggi seperti lapisan aspal beton.
2.4.2.2.
Aspal Cair
Aspal cair adalah aspal keras yang dicampur dengan pelarut. Jenis aspal cair tergantung
dari jenis pengencer yang digunakan untuk mencampur aspal keras tersebut.
Jenis aspal cair
Aspal RC (Rapid Curing), aspal cair cepat mengeras yang merupakan jenis aspal
yang akan dengan cepat mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan
kerosin (bensin).
Aspal MC (Medium Curing), merupakan jenis aspal yang akan mengendap dalam
waktu sedang, merupakan aspal keras yang dicampur dengan minyak disel.
Aspal SC (Slow Curing), merupakan jenis aspal yang akan dengan lambat
mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan residu dari pengilangan
pertama.
Aspal Emulsi
Aspal emulsi merupakan aspal cair yang lebih cair dari aspal cair pada umumnya dan
mempunyai sifat dapat menembus pori-pori halus dalam batuan yang tidak dapat dilalui
oleh aspal cair biasa. Aspal emulsi terdiri dari butir-butir aspal halus dalam air yang
diberikan muatan listrik sehingga butir-butir aspal tersebut tidak bersatu dan tetap berada
pada jarak yang sama.
Karena adanya perbedaan muatan listrik yang diberikan, maka aspal emulsi dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu aspal emulsi katonik, aspal emulsi anionik, dan
noninik.
Jenis Aspal Emulsi
Aspal emulsi anionik adalah aspal emulsi yang diberikan muatan listrik negatif dan
umumnya dapat digunakan untuk melapisi batuan yang basa dan netral dengan baik.
Sifat lekat dari aspal emulsi anionik berdasarkan penguapan air, yaitu berdasarkan
sifat tekanan permukaan dari batuan setelah air menguap. Aspal emulsi anionik
terdiri dai MC (labil), MS (agak labil), dan MC (stabil).
Aspal emulsi kationik adalah aspal emulsi yang bermuatan listrik positif sehingga
baik untuk digunakan melapisi batuan netral dan alam seperti batuan andesit dan
basal. Aspal emulasi kationik terdiri dari : MCK (bekerja cepat), MSK (bekerja kurang
cepat) dan MLK (bekerja lamban).
Aspal emulsi nonionik adalah aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik, karena tidak
mengalami proses ionisasi.
Pertimbangan lingkungan.
2.4.3. Ter
Ter adalah istilah umum untuk cairan yang diperoleh dari mineral organis seperti kayu atau
batu bara melalui proses pemijaran atau destilasi pada suhu tinggi tanpa zat asam. Untuk
konstruksi jalan digunakan ter yang berasal dari batu bara, karena ter kayu sangat sedikit
jumlahnya. Ter mempunyai bau khusus karena adanya gugusan aromat dengan gugusan
OH seperti plenol dan cresol. Umumnya dalam ter tidak terdapat susunan parafin.
2.2.4. Karakteristik Aspal
Leksiminingsih ( 2000 ) membagi karakteristik aspal menjadi :
1. Kekauan Aspal (Stiffness / Modulus of Bitumen)
Dengan analogi hukum Hooke, kekakuan aspal dapat dinyatakan sebagai berikut :
Lama Pembebanan
Suhu
Sifat
Singkat
Rendah
Elastik
Sedang
Sedang
Visko-elastik
Panjang
Tinggi
Viskus
Perkembangan daya adesi dari adesi biasa, adesi pasif dan adesi aktif
Perkembangan daya luar yang timbul dari tidak ada, kecil, sedang dan besar.
4. Pengaruh Cuaca
Karena aspal merupakan senyawa hidrogen dan karbon yang mungkin dalam kondisi
unsaturated, perubahan sifat yang sangat perlu diperhatikan yaitu reaktivitas terhadap O 2. Hal
ini mengingat, bahwa aspal untuk perkerasan akan selalu berhubungan dengan udara /
oksigen.
5. Warna
Warna aspal aslinya adalah hitam atau coklat tua kehitam-hitaman. Untuk tujuan penggunaan
tertentu, aspal dapat diberi warna, seperti : merah, hijau, biru, putih.
6. Berat Jenis (Specific Grafity)
Berat jenis aspal bervariasi antara 0.95 1.05
7. Durabilitas
Sifata tahan lama ini sangat diperlukan dalam hubungannya dengan air serta adanya aging
of bitumen akibat kemungkinan terjadinya oksidasi.
3. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dapat diakibatkan oleh karena sifat dan karakteristik matrial perkerasan akan
menyebabkan kerusakan kerusakan pada konstruksi perkerasan.Walupun pada kenyataan faktor
penyebab pada bahan perkerasan hanyalah salah satu penyebab timbunya kerusakan pada
konstruksi perkerasan faktor lain banyak ikut berperan.
Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh karena :
3.1. Agregat
3.1.1 Gradasi Agregat
Komposisi
butiran
baik,
Bentuk
Kekakuan aspal dalam kontruksi perkerasan sangat dipengaruhi oleh lama pembebanan dan
suhu yang terjadi pada konstruksi tersebut;
Aapabila pembebanan lama dan suhu diatas normal maka aspal akan menjadi cair, kuat tarik
lemah, lama kelamaan terjadi bleeding, jalan jadi licin, agregat akan lepas.
Apabila suhu dibawah normal maka aspal akan menjadi kaku dan getas, daya ikat berkurang
agregat akan mudah lepas.
3.4.2
Adesi
Daya lekat dari aspal sangat penting untuk diperhatikan karena aspal merupakan bahan pengikat
dari campuran antara agregat dan filler untuk menjadi satu kesatuan yang untuh. Hal ini sabgat
dipengaruhi oleh jenis aspal dan keadan lingkungan dimana konstruksi perkerasan intu berada. Daya
ikat yang kuarang adari aspal akan menyebabkan bahan lain akan cepat lepas bila terjadi
pembebanan yang berlebih, disamping itu juga karena pengaruh cuaca.
3.4.3
Pengaruh Cuaca
Di Indonesia dikenal dua musim yaitu musim hujan dan musim panas, sementara aspal bina
terjadi suhi diatas normal aspal akan mencair dan apabila kena air maka daya ikat aspal menjadi
berkurang
maka apabila
Warna
Berat Jenis
Berat jenis aspal sangat berpengaruh pada saat perencangan caampuran perkerasan,
karena untuk menentukan banyaknya matrial berdasarkan ukuran berat. Semakin rendah berat jenis
maka untuk volume yang sama maka harga campuran akan berbeda dengan aspal yang mempunyai
berat jenis yang tinggi
3.4.6
Durabilitas
Daya tahan aspal pegang peranan penting dalam campuran kontruksi perkerasan, daya tahan
ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan umur dari pada kontruksi perkerasan tersebut.
Faktor lingkungan dominan pada perubahan temperatur dan air yang menggenahi atau meresap
pada konstruksi perkerasan tersebut. Sebagai akibat yang terjadi pada konstruksi perkerasan
adalah ;
Daya ikat kurang baik
Ada kencenderungan aspal berada pada bagian bawah
Bila terjadi perubahan temperatur maka aspal akan naik
ke permukaan
Permukaan jalan menjadi licin
Terjadi pengelupasan
Agregat lepas, kontruks rusak
4. PENUTUP
4.1.
Kesimpulan
Saran
Dalam perencanaan dan pelaksanaan kontruksi perkerasan jalan harus memperhatikan
karakteristik bahan perkerasan agar sesuai dengan peruntukanya .
Disamping hal tersebut diatas perlu diperhatikan pula permasalahan yang ditimbulkan oleh bahan
perkerasan sehingga dapat diantisipasi supaya umur kontruksi perkerasan jalan menjadi panjang