Anda di halaman 1dari 22

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sarana transportasi darat yang paling penting adalah jalan raya.. Sejalan dengan perkembangan
teknologi, maka kebutuhan akan jalan yang memenuhi persyaratan guna meningkatkan kekuatan
konstruksi sangat penting. Kekuatan konstruksi jalan sangat dipengaruhi oleh jenis perkerasan jalan
tersebut.
Di Indonesia kontruksi perkerasan yang paling banyak digunakan adalah perkerasan lentur, ada
berbagai jenis/tipe dalam perkerasan lentur. Kualitas dari konstruksi perkerasan sangat dipengaruhi
oleh berbagai faktor salah satunya sangat tergantung pada bahan perkerasan yang akan digunakan.
Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi oleh kerena penggunaan bahan perkerasan tersebut,
maka akan dikaji. Bahan Perkerasan dan Permasalahannya terhadap kontruksi perkerasan
jalan.

1.2Tujuan
Dalam pembahasan ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui karakteristik bahan perkerasan
2. Untuk mengetahui permasalahan bahan perkerasan yang terjadi apabila digunakan untuk
kontruksi perkerasan jalan.

1.3Batasan Masalah
Pembahasan Bahan perkerasan meliputi:
1.Bahan perkerasan untuk kontruksi perkerasan lentur terdiri dari Agregat dan Aspal .
2.Karakteristik dan permasalahan yang terjadi apabila digunakan untuk bahan kontruksi
perkerasan.
2. BAHAN PERKERASAN

2.1. SEJARAH PERKERASAN JALAN


Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat manusia itu sendiri yang
selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesama. Dengan
demikian perkembangan jalan saling berkaitan dengan perkembangan umat manusia.
Perkembangan teknik jalan seiring dengan berkembanganya teknologi yang ditemukan umat
manusia.
Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang mencari kebutuhan hidup ataupun
sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok jejak-jejak itu berubah menjadi jalan
setapak. Dengan mulai dipergunakannya hewan-hewan sebagai alat transportasi, jalan mulai
dibuat rata. Jalan yang diperkeras pertama kali ditemukan di Mesopothamia berkaitan dengan
ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum Masehi.
Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan Romawi. Pada saat
itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang trediri dari beberapa lapis perkerasan. Perkembangan
kontruksi perkerasan jalan seakan terhenti dengan mundurnya kekuasaan Romawi sampai awal
abad ke 18. Pada saat itu beberapa ahli dari Perancis, Skotlandia menemukan sistem-sistem
konstruksi perkerasan jalan yang sebagian sampai saat ini masih umum digunakan di Indonesia
maupun dinegara-negara lain di dunia.
John Louden Mac Adam (1756-1836), orang Skotlandia memperkenalkan konstruksi
perkerasan yang terdiri dari batu pecah atau batu kali, pori-pori diatasnya ditutup dengan batu
yang lebih kecil/halus. Jenis perkerasan ini terkenal dengan nama Perkerasan Makadam. Untuk
memberikan lapisan yang kedap air, maka diatas lapisan makadam diberi lapisan aus yang
menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar.

Gambar Perkerasan Macadam


Pierre Marie Jerome Tresaguet (1716-1796) dari Perancis mengembangkan sistem lapisan
batu pecah yang dilengkapi dengan drainase, kemiringan melintang serta mulai menggunakan
pondasi dari batu.

Thomas

Telford (1757-1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip dengan apa yang dilakukan
Tresaguet. Konstruksi perkerasannya terdiri dari batu pecah berukuran 15/20 sampai 25/30 yang
disusun tegak. Batu-batu kecil diletakkan diatasnya untuk menutup pori-pori yang ada dan
memberikan permukaan yang rata. Sistim ini terkenal dengan sistem Telford. Jalan-jalan di
Indonesia yang dibuat pada jaman dahulu sebagian besar merupakan sistem jalan Telford,
walaupun diatasnya telah diberikan lapisan aus dengan pengikat aspal.

Gambar Perkerasan Telford


Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah ditemukan
pertama kali di Babylon pada 625 tahun sebelum Masehi, tertapi perkerasan jenis ini tidak
berkembang sampai ditemukannya kedaraan bermotor bensin oleh Gottlieb Daimler dan Karl
Benz pada tahun 1880. Mulai tahun 1920 sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan
dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat maju pesat. Konstruksi perkerasan
menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan pada tahun 1828 di London, tetapi
sama halnya dengan perkerasan menggunakan aspal, perkerasan ini mulai berkembang pesat
sejak awal tahun 1900 an.
Catatan tentang jalan di Indonesia tak banyak dapat ditemukan. Pembangunan jalan yang
tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia adalah pembangunan jalan yang pos pada jaman
pemerintahan Daendels, yang dibangun dari Anyer di Banten sampai di Banten Jawa Timur,
membentang sepanjang pulau Jawa. Pembangunan tersebut dilakukan dengan kerja paksa pada
akhir abad ke 18. Tujuan pembangunan pada saat itu terutama untuk kepentingan strategi.
Dimana tanaman paksa untuk memudahkan pengangkutan hasil tanaman, dibangun juga jalanjalan yang merupakan cabang dari jalan pos terdahulu.

Diluar Pulau Jawa pembangunan jalan hampir tidak berarti, kecuali disekitar daerah tanaman
paksa di Sumatera Tengah dan Utara.
Awal tahun 1970 Indonesia mulai membangun jalan-jalan dengan klasifikasi yang lebih baik,
hal ini ditandai dengan diresmikannya jaln tol pertama pada tanggal 9 Maret 1978 sepanjang 53
km, yang menghubungkan kota Jakarta Bogor - Ciawi dan terkenal dengan nama Jalan Tol
Jagorawi.
2.2. JENIS KONSTRUKSI PERKERASAN
Silvia ( 1990 ) membagi konstrukdi perkerasan Berdasarkan bahan pengikatnya konstruksi
perkerasan jalan dibedakan atas :
a. Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat. Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan memyebarkan
beban lalu lintas ke tanah dasar.
b. Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen
(portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan
diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah. Beban lalu lintas
sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan kaku yang
dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas perkerasan
kaku, atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur.
Bahan perkerasan pembentuk lapisan perkerasan dibedakan berdasarkan jenis jenis
konstruksi perkerasan tersebut diatas. Secara prinsip bahan perkerasan terdiri dari Bahan pengikat
dapat berupa Aspal atau Cemen ( PC ) kemudian Bahan pengisi berupa Agregat dan bahan tambah
yang berfungsi sebagai kemudahan untuk dikerjakan.
Bahan perkerasan yang akan dibahas dalam bahasan ini terutama Agregat dan Aspal, karena
kedua bahan ini merupakan bahan kunci dalam konstruksi perkerasan.
2.3. AGREGAT
Agregat adalah matrial perkerasan berbutir yang digunakan untuk perkerasan jalan, ASTM
mendefinisikan agregat sebagai suatu bahan yang terdiri dari mineral padat, berupa masa berukuran
besar ataupun berupa fragmen-fragmen. Sedangkan menurut Departemen Pekerjaan Umum
didefinisikan agregat merupakan sekumpulan butir butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral
lainnya, baik berupa hasil alam maupun hasil buatan.

Menurut Silvia ( 2003 ) Agregat merupakan komponen utama dari struktur perkerasan jalan, yaitu 9095% berat atau 75-85% dari volume campuran. Sehingga kualitas perkerasan jalan ditentukan juga
dari sifat agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain (aspal).

2.3.1. Jenis Agregat


Silvia ( 2003 ) membedakan agregat berdasarkan kelompok terjadinya, pengolahan, dan ukuran
butirnya. Berdasarkan proses terjadinya agregat dapat dibedakan atas agregat beku, agregat sendimen
dan agregat metamorfik ini diperkuat oleh Athur ( 2003 ) Batuan alam diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok yaitu batuan beku, batuan sendimen dan batuan metamorf.
Agregat beku, adalah agregat yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku tedapat
dua macam agregat beku yaitu agregat beku luar dan dalam. Agregat beku luar umumnya berbutir
halus seperti batu apung, andesit, basalt, dll. Sedangkan agregat beku dalam umumnya bertektur kasar
seperti gabbro, diorit, syenit.
Agregat sendimen, adalah agregat yang berasal dari campuran mineral, sisa sisa hewan dan
tanaman yang mengalami pengendapan dan pembekuan. Berdasar proses pembentukanya dapat
dibedakan atas agregat sendimen yang dibentuk dengan proses mekanik, prosese organis dan proses
kimiawi.
Agregat metamorfik, adalah agregat yang mengalimi perubahan bentuk akibat adanya
perubahan tekanan dan temperatur kulit bumi.
Berdasarkan pengolahannya dibedakan atas agregat siap pakai (agregat alam) dan agregat perlu
diolah.
Agregat siap pakai, adalah agregat yang terbentuk melalui proses erosi dan degradasi sehingga
sangat menentukan bentuk partikelnya,agregat yang terbentuk karena proses erosi umumnya bulat
dantekstur permukaanya licin. Sedangkan agregat yang terbentuk akibat degradasi umumnya
membentuk sudut tajam dan kasar. Agregat ini sering digunakan untuk matrial perkerasan jalan.
Agregat yang diolah, adalah agregat yang diperoleh dari sungai sungai atau gunung gunung
yang berbentuk masif dan besar besar sehingga perlu diolah terlebih dahulu, umumnya mempunyai
bidang pecahan, bertekstur kasar dan ukuran agregat sesuai yang diinginkan. Agreagat ini umumnya
baik untuk matrial perkerasan jalan.
Berdasarkan ukuran butirnya agregat dapat dibedakan atas agregat kasar, agregat halus, dan
bahan pengisi ( filler ). The Asphalt Instirut membedakan agregat berdasarkan ukuran butir menjadi :
Agregat kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 8 ( = 2,36
mm ), agregat halus dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No. 8 ( = 2,36 mm ) dan bahan

pengisi ( filler ) adalah bagian dari agregat halus yang lolos saringan No.30 ( = 0,60 mm ).
Sedangkan Bina Marga membedakan agregat menjadi : Agregat kasar, adalah agregat dengan
ukuran butiran lebih besar dari saringan No. 4 ( = 4,75 mm ), agregat halus dengan ukuran butiran
lebih halus dari saringan No. 4 ( = 4,75 mm ) dan bahan pengisi ( filler ) adalah bagian dari agregat
halus yang lolos minimum 75 % saringan No.200 ( = 0,075 mm )
2.3.2 Sifat Agregat
Agregat yang digunakan untuk bahan perkerasan harus memiliki sifat dan kualitas yang baik
untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di
bawahnya. Sifat agregat ini dikelompokan menjadi tiga :

Kekuatan dan keawetan dipengaruhi oleh, gradasi, ukuran butir maksimum, kadar lempung,
kekerasan dan ketahanan, bentuk butiran dan tekstur permukaan.

Kemampuan dilapisi aspal dipengaruhi oleh, porositas, kemungkinan basah dan jenis agregat.
Kemudahan pelaksanaan dan lapisan yang nyaman dan aman dipengaruhi oleh, tahanan geser
dan komposisi campuran.

2.3.2.1. Gradasi Agregat

Adalah susunan butir agregat sesuai


ukuran dan komposisi butiran
merupakan hal yang sangat penting
dalam menentukan stabilitas
perkerasan, menurut Silvia ( 1990 )
gradasi butiran dibedakan menjadi
gradasi seragram, gadasi rapat dan
gradasi jelek/senjang.
Gradasi Seragam

Terdi

ri dari butir butir yang sama atau hampir sama besar.

Kontak antar butir baik

Kepadatan bervariasi tergantungdarisegregasi yang terjadi

Stabilitas dalam keadaan terbatasi tinggi

Stabilitas dalam keadaan lepas rendah

Sukar untuk dipadatkan

Mudah diresapi air

Tidak dipengaruhi kadar air

Gradasi Baik

Merupakan

campuran

kasar dan halus dengan komposisi yang seibang

Kontak antar butiran baik

Seragam dan kepadatan tinggi

agregat

Stabilitas Tinggi

Kuat menahan deformasi

Sukar sampai sedang upayauntuk pemadatan

Tingkat permeabilitas cukup

Pengaruh kadar air cukup

Gradasi Jelek

Sumber

Silvia

( 1990 )
Adalah campuran agregat yang tidak memenuhi
dua katagori diatas

Kontak antar butir jelek

Seragam tetapi kepadatan jelek

Stabilitas sedang

Mudah dipadatkan

Tingkat Permeabilitas rendah

Kurang dipengaruhi oleh bervariasinya kadar air

2.3.2.2. Ukuran Maksimum Agregat


a. Ukuran maksimum agregat, ukuran saringan terbesar dimana agregat lolos saringan 100%.
b. Ukuran nominal maksimum agregat, ukuran saringan terkecil dimana agregat yang tertahan
saringan tersebut 10%.
Ukuran maks agregat = satu saringan > ukuran nominal maks. .
2.3.2.3. Kebersihan Agregat (cleanliness)
Ditentukan dari banyaknya butiran halus (lolos saringan no.200) seperti lempung, lanau atau
adanya tumbuhan pada campuran agregat. Hal tersebut dapat menghasilkan campuran beton aspal
mutu rendah, karena material halus membungkus patikel agregat kasar sehingga ikatan agregat dan
aspal berkurang dan mudah lepas ikatan tersebut.

2.3.2.4. Daya Tahan Agregat


Merupakan ketahanan agregat terhadap penurunan mutu akibat proses mekanis -dan
kimiawi.
Agregat dapat mengalami degradasi, yaitu perubahan gradasi akibat pecahnya butiran agregat. Hal
tersebut dapat disebabkan oleh proses mekanis, misalnya gaya-gaya yang terjadi selama pelaksanaan
(penimbuan, penghamparan, pemadatan), pelayanan terhadap beban lalu lintas dan proses kimiawi
(pengaruh kelembaban, kepanasan dan perubahan suhu).
2.3.2.5. Bentuk dan Tekstur Agregat
Silvia ( 20031990 )

mengelompokkan bentuk partikel butir agregat menjadi :


Bulat

(rounded)

Lonjong ( elorigated )

Pipih ( flaky )

Kubus ( cubical )

Tak
beraturan ( irregular )
Sedangkan tekstur agregat dibedakan
menjadi : licin, kasar atau berpori.

Agregat bentuk bulat umumnya licin sering ada di sungai, menghasilkan daya pengunci &

kestabilan rendah.

Agregut kasar mempunyai gaya gesek yang baik, ikatan

antar butir kuat, sehingga mampu menahan deformasi akibat beban.

Agregat bentuk kubus biasanya punya tekstur kasar sehingga menghasilkan stabilitas yang baik.
Agregat berpori (porous), dibedakan menjadi berpori sedikit, untuk menyerap aspal sehingga
terjadi ikatan yang baik antara aspal dan agregat.dan berpori banyak, mempunyai tingkat
kekerasan rendah sehingga mudah pecah dan degradasi.

2.3.2.6. Daya Lekat Aspal Terhadap Agregat (affinity for asphalt)


Daya lekat aspal dan agregat dipengaruhi oleh dua sifat yaitu sifat mekanis, yang tergantung
pada pori pori, absorpsi, bentuk dan tekstur permukaan dan ukuran butir serta sifat yang kedua adalah
sifat kimiawi .
Agregat berpori sangat baik untuk menyerap aspal sehingga ikatan antar agregat menjadi kuat, tetapi
kalau pori pori agragat sangat banyak maka akan berpengaruh pada lapisan aspal menjadi tipis karena
terserap oleh por pori agregat. Disamping itu semakin banyaknya pori pori pada agregat akan
menyerap air yang banyak pula, hal ini sangat berpengaruh negative pada ikatan antara aspal dan
agregat oleh karena sifat aspal yang anti air.
2.3.2.7. Berat Jenis Agregnt (BJ)

Berat jenis agregat dalah


perbandingan antara berat volule
agregat dan berat volume air. Berat
jenis agregat ini sangat penting dalam
perkerasan jalan oleh karena dalam

merencanakan komposisi campuran


berdasakan perbandingan berat.
Agregat yang mempunyai berat jenis
rendah mempunyai volume yang besar
dan pori pori yang banyak, sehingga
dengan berat yang sama memerlukan
aspal yang lebih banyak. Berdasarkan
AASHTO T 85-81 membagi berat jenis
menjadi tiga :

Bulk Spesific Gravity ( Berat Jenis Bulk ), dimana volume yang diperhitungkan adalah volume
seluruh pori yang ada ( volume pori yang dapat diresapiair dan volume yang tak dapat diresapi air
) ini digunakan apabila asumsi aspal hanya menyelimuti bagian luar dari agregat.

Apparent specific gravity, dimana volume yang diperhitungkan adalah volume partikel dan bagian
yang dapat menyerap air. Ini digunakan apabila asumsi aspal dapat meresapi seluruh bagian
agregat yang dapat diresapi air.

Effective specific gravity, dimana volume partikel hanya sebagian dari pori yang dapat diresapi
air.

2.4. ASPAL
Aspal merupakan material utama pada konstruksi lapis perkerasan lentur (flexible pavement)
jalan raya, yang berfungsi sebagai campuran bahan pengikat agregat, karena mempunyai daya
lekat yang kuat, mempunyai sifat adhesif, kedap air dan mudah dikerjakan. Silvia
( 1990 )
membedakan Aspal untuk material jalan atas :
2.4.1. Aspal Alam
Aspal jenis ini banyak terdapat di alam, contohnya :

Lake asphalt, terdapat di Trinidad, Bermuda. Aspal ini jika diurai akan didapatkan
bahan-bahan dengan komposisi 40% bitumen, 30 % bahan eteris, 25 % bahan mineral
dan 5 % bahan organik.

Batu Aspal (rock asphalt) dipulau Buton Sulawesi Tenggara, aspal ini dikenal juga
dengan Butas (Buton Asphalt) atau Asbuton (Aspal Batu Beton), terdapat didalam batu
karang, sehingga asplanya bercampur dengan batu kapur (CaCO3).

Dilihat dari segi fisiknya aspal alam dibagi menjadi aspal padat / batuan, aspal
plastis dan aspal cair

Sifat-sifat aspal buton antara lain : kadar asphaltenenya jauh lebih tinggi dan kadar
maltenenya lebih rendah dibandingkan dengan aspal buatan. Oleh karena itu asbuton
mempunyai pelekatan yang lebih baik dan kepekaan terhadap perubahan suhu yang lebih
kecil.
Penggunaan aspal alam sudah banyak digunakan untuk pelapisan konstruksi
perkerasan, dimana yang sudah banyak digunakan adalah :
a. Lasbutag (Lapis Asbuton Agregat), merupakan lapisan konstruksi jalan yang terdiri dari
campuran antara agregat, asbuton dan bahan pelunak yang diaduk, dihamparkan dan
dipadatkan secara dingin.
b. Latasbum (Lapis Asbuton Murni)
Lapis tipis asbuton murni (latasbum) merupakan lapisan penutup yang terdiri dari
campuran asbuton dan bahan pelunak dengan perbandingan tertentu yang dicampur
secara dingin dan menghasilkan tebal maksimum 1 cm.
2.4.2. Aspal buatan (Bitumen)
Aspal buatan merupakan bitumen yang merupakan jenis aspal hasil penyulingan minyak
bumi yang mempunyai kadar parafin yang rendah dan disebut dengan paraffin base crude oil.
Aspal buatan dilihat dari segi bentuk dibagi menjadi 3 bentuk yang antara lain:
2.4.2.1.

Aspal Padat

Aspal buatan atau bitumen ini merupakan hasil penyulingan minyak bumi yang kemudian
disuling sekali lagi pada suhu yang sama tetapi dengan tekanan rendah (hampa udara), sehingga
dihasilkan bitumen yang disebut dengan straight bitumen.
Pada umumnya bitumen jenis ini mempunyai penetrasi yang tinggi. Untuk mendapatkan
bitumen dengan penetrasi yang lebih rendah, maka residu hasil penyulingan hampa udara tadi
diberikan lagi proses tambahan berupa pencampuran dengan udara pada suhu 400 o C dan
disebut dengan proses blowing. Dengan proses blowing ini, maka beberapa sifat bitumen
diperbaiki, antara lain : peningkatan kadar asphaltene, sifat lekat dan sifat kepekaan terhadap
udara. Kekurangan dari proses blowing ini adalah kemungkinan terjadinya retak (cracking)
akibat adanya proses kimia berupa pemecahan molekul-molekul besar menjadi molekul-molekul
kecil dan terjadinya arang (carbon). Adanya pemecahan molekul ini bisa mengakibatkan
berkurangnya bitumen dan tidak homogen. Proses ini memakan biaya yang cukup tinggi dan
harus dilaksanakan dengan hati-hati, dan hasil yang diperoleh disebut dengan semiblown
asphalt.
Jenis jenis aspal padat antara lain :

Straight Run (Bitumen Hasil Langsung)


Jenis aspal ini dibuat dari minyak bumi, biasanya minyak bumi yang banyak mengandung
aspal dan sedikit parafin, karena parafin akan banyak mempengaruhi pelekatan aspal pada
batuan. Minyak bumi terbut kemudian disuling untuk memisahkan bagian-bagian yang mudah
menguap. Residu atau sisa destilasi kemudian disuling kembali pada suhu yang sama
dengan tekanan rendah (hampa udara) dan menghasilkan fraksi seperti minyak pelumas dan
sisanyaakan menjadi straight run bitumen. Bitumen jenis ini mempunyai penetrasi yang
tinggi.

Blown Bitumen (Bitumen Hasil Pencampuran Udara)

Blowing adalah proses tembahan, dimana residu dari penyulingan vakum dicampur dengan
udara pada suhu 4000 C. Proses ini dilakukan jika bitumen yang dibutuhkan adalah bitumen
dengan penetrasi yang lebih rendah daripada straight run. Dengan proses ini akan diperoleh
dua keuntungan, yaitu penetrasi akan berkurang dan kadar asphaltene bertambah.
Kerugian hasil blowing adalah akan terjadi pemecahan (cracking) yaitu suatu proses kimia
dimana molekul yang besar dipecah menjadi molekul yang lebih kecil dan akan terjadi arang,
sehingga hasil bitumen akan berkurang dan menjadi tidak homogen.
Akibat terjadinya arang maka pelekatan terhadap batuan akan berkurang karena arang tidak
dapat larut secara baik dalam malten. Proses blowing sendiri memerlukan biaya yang tinggi
dan menimbulkan polusi udara, sehingga untuk kebutuhan material jalan akan dilaksanakan
dengan hati-hati untuk menghasilkan semi blown asphalt.
Sifat aspal padat
Sifat bitumen yang dibutuhkan dan beberapa sifat penting untuk digunakan sebagai bahan
jalan :

Untuk mencapai daya ikat yang baik, maka diperlukan daya lekat yang baik. Sifat lekat
bitumen terhadap batuan tidak disebabkan daya tarik muatan listrik tetapi karena tekanan
tersebut tergantung dari struktur bitumen. Bitumen yang mengandung gugusan aromatik
melekat lebih baik pada batuan daripada bitumen yang mengandung banyak gugusan
parafin. Tekanan permukaan adalah energi yang dibutuhkan oleh bahan tersebut untuk
memperluas permukaan sehingga tekanan akan menjadi lebih rendah pada suhu tinggi.

Dapat menjadi cair

Dapat menjadi cukup keras kembali sehingga membentuk campuran batu aspal yang
merekat dengan baik dan dapat dipadatkan untuk membentuk konstruksi lapisan
perkerasan yang stabil.

Dapat menjadi cukup lunak sehingga campuran batu aspal tersebut tidak menjadi rapuh
pada suhu lunak yang dapat mengakibatkan kerusakan.

Bitumen yang digunakan tidak boleh terlalu peka terhadap suhu karena waktu penetrasi
sangan tergantung pada suhu.

Titik lembek aspal perlu mendapat perhatian, karena pada suhu tersebut bahan mulai
bergerak dengan kecepatan tertentu pada beban tertentu.

Jika aspal makin keras, maka kadar asphaltene akan naik tetapi daktilitas akan turun.
Jika kadar parafin tinggi, maka sifat kepekaan aspal terhadap suhu akan meningkat dan
daya lekat akan kurang, selain itu daktilitas juga akan berkurang.
Penggunaan aspal padat
Aspal padat dapat digunakan untuk hampir seluruh pekerjaan pelaksanaan lapis perkerasan
aspal, mulai dari pelapisan permukaan sampai dengan pekerjaan konstruksi perkerasan
jalan yang bermutu tinggi seperti lapisan aspal beton.

2.4.2.2.

Aspal Cair
Aspal cair adalah aspal keras yang dicampur dengan pelarut. Jenis aspal cair tergantung
dari jenis pengencer yang digunakan untuk mencampur aspal keras tersebut.
Jenis aspal cair

Aspal RC (Rapid Curing), aspal cair cepat mengeras yang merupakan jenis aspal
yang akan dengan cepat mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan
kerosin (bensin).

Aspal MC (Medium Curing), merupakan jenis aspal yang akan mengendap dalam
waktu sedang, merupakan aspal keras yang dicampur dengan minyak disel.

Aspal SC (Slow Curing), merupakan jenis aspal yang akan dengan lambat
mengendap, merupakan aspal keras yang dicampur dengan residu dari pengilangan
pertama.

Sifat Aspal Cair


Aspal cair yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan pekerjaan dan
mempersingkat waktu pelaksanaan karena dengan kecairannya, aspal akan lebih mudah
mengalir diantara batuan dan menyelimutinya untuk menghasilkan ikatan antara batu
aspal.
Penggunaan Aspal Cair
Aspal cair dapat digunakan seperti halnya aspal padat.
2.4.2.3.

Aspal Emulsi

Aspal emulsi merupakan aspal cair yang lebih cair dari aspal cair pada umumnya dan
mempunyai sifat dapat menembus pori-pori halus dalam batuan yang tidak dapat dilalui
oleh aspal cair biasa. Aspal emulsi terdiri dari butir-butir aspal halus dalam air yang
diberikan muatan listrik sehingga butir-butir aspal tersebut tidak bersatu dan tetap berada
pada jarak yang sama.
Karena adanya perbedaan muatan listrik yang diberikan, maka aspal emulsi dapat
digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu aspal emulsi katonik, aspal emulsi anionik, dan
noninik.
Jenis Aspal Emulsi

Aspal emulsi anionik adalah aspal emulsi yang diberikan muatan listrik negatif dan
umumnya dapat digunakan untuk melapisi batuan yang basa dan netral dengan baik.
Sifat lekat dari aspal emulsi anionik berdasarkan penguapan air, yaitu berdasarkan
sifat tekanan permukaan dari batuan setelah air menguap. Aspal emulsi anionik
terdiri dai MC (labil), MS (agak labil), dan MC (stabil).

Aspal emulsi kationik adalah aspal emulsi yang bermuatan listrik positif sehingga
baik untuk digunakan melapisi batuan netral dan alam seperti batuan andesit dan
basal. Aspal emulasi kationik terdiri dari : MCK (bekerja cepat), MSK (bekerja kurang
cepat) dan MLK (bekerja lamban).

Aspal emulsi nonionik adalah aspal emulsi yang tidak bermuatan listrik, karena tidak
mengalami proses ionisasi.

Sifat Aspal Emulsi


Seperti telah dikemukakan, aspal emulsi mempunyai beberapa klasifikasi dengan
sifatnya masing-masing, sedangkan faktor yang dapat mempengaruhi aspal emulsi
antara lain sebagai berikut :

Sifat kimia aspal padat

Kekerasan dan jumlah aspal semen yang digunakan

Ukuran partikel aspal dalam emulsi

Jenis dan konsentrsi zat emulsi yang digunakan

Keadaan pencampuran seperti suhu dan tekanan

Muatan ion pada partikel emulsi

Tingkat penambahan bahan

Jenis peralatan yang digunakan dalam membuat emulsi

Sifat zat emulsi

Penambahan zat kimia

Penggunaan Aspal Emulsi


Aspal emulsi dapat digunakan pada hampir semua kegiatan dari aspal padat, bahkan
lebih luas dan dapat digunakan dimana tidak dapat diunakan aspal padat.
Beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih aspal emulsi adalah sebagai
berikut :

Keadaan cuaca yang diperkirakan selama pelaksanaan : pemilihan tingkat emulsi,


perencanaan campuran dan peralatan pelaksanaan

Jenis dan ketersediaan agregat

Ketersediaan peralatan pelaksanaan

Lokasi geografis : jarak angkutan dan ketersediaan air

Pengawasan lalu lintas, apakah arus lalu lintas dapat dialihkan

Pertimbangan lingkungan.

2.4.3. Ter
Ter adalah istilah umum untuk cairan yang diperoleh dari mineral organis seperti kayu atau
batu bara melalui proses pemijaran atau destilasi pada suhu tinggi tanpa zat asam. Untuk
konstruksi jalan digunakan ter yang berasal dari batu bara, karena ter kayu sangat sedikit
jumlahnya. Ter mempunyai bau khusus karena adanya gugusan aromat dengan gugusan
OH seperti plenol dan cresol. Umumnya dalam ter tidak terdapat susunan parafin.
2.2.4. Karakteristik Aspal
Leksiminingsih ( 2000 ) membagi karakteristik aspal menjadi :
1. Kekauan Aspal (Stiffness / Modulus of Bitumen)
Dengan analogi hukum Hooke, kekakuan aspal dapat dinyatakan sebagai berikut :

Karena aspal dapat berada pada kondisi elastis maupun


viskus, strain aspal juga dapat karena berada di daerah elastis maupun daerah viskus.
Kondisi aspal ini sangat tergantung pada lama pembebanan dan suhu. Akibatnya kekakuan
aspal juga dipengaruhi oleh lama pembebanan dan suhu.

Lama Pembebanan

Suhu

Sifat

Singkat

Rendah

Elastik

Sedang

Sedang

Visko-elastik

Panjang

Tinggi

Viskus

2. Kuat Tarik (Tensile Strength)


Kuat tarik aspal juga dipengaruhi oleh temperature dan lama pembebanan. Kuat tarik aspal
ini akan lebih nampak nyata pada suhu rendah. Untuk mengetahui kuat tarik aspal dapat
dilakukan percobaan titik pecah Fraass (Fraass breaking test).
3. Adesi (Adhesion)
Adanya daya adesi ini dapat dijelaskan dengan mengacu pada aspal emulsi kationik, yaitu
aspal yang diberi tambahan amine.
Tambahan bahan (amine) yang semakin bertambah banyak akan berakibat :

Perkembangan daya adesi dari adesi biasa, adesi pasif dan adesi aktif
Perkembangan daya luar yang timbul dari tidak ada, kecil, sedang dan besar.

4. Pengaruh Cuaca
Karena aspal merupakan senyawa hidrogen dan karbon yang mungkin dalam kondisi
unsaturated, perubahan sifat yang sangat perlu diperhatikan yaitu reaktivitas terhadap O 2. Hal
ini mengingat, bahwa aspal untuk perkerasan akan selalu berhubungan dengan udara /
oksigen.
5. Warna
Warna aspal aslinya adalah hitam atau coklat tua kehitam-hitaman. Untuk tujuan penggunaan
tertentu, aspal dapat diberi warna, seperti : merah, hijau, biru, putih.
6. Berat Jenis (Specific Grafity)
Berat jenis aspal bervariasi antara 0.95 1.05
7. Durabilitas
Sifata tahan lama ini sangat diperlukan dalam hubungannya dengan air serta adanya aging
of bitumen akibat kemungkinan terjadinya oksidasi.
3. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dapat diakibatkan oleh karena sifat dan karakteristik matrial perkerasan akan
menyebabkan kerusakan kerusakan pada konstruksi perkerasan.Walupun pada kenyataan faktor
penyebab pada bahan perkerasan hanyalah salah satu penyebab timbunya kerusakan pada
konstruksi perkerasan faktor lain banyak ikut berperan.
Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh karena :
3.1. Agregat
3.1.1 Gradasi Agregat

Komposisi butiran seragam, kencenderungan butiran agregat


sama atau hampir sama ukurannya, maka apabila diginakan untuk
bahan perkerasan akan menyebabkan :
Banyak diperlukan aspal karena rongga yang ditimbulkan antara
butiran besar
Kekuatan jadi berkurang
Banyak aspal yang berada dibagian dalam dari campuran , bila
terjadi perubahan suhu akan terjadi bleeding
Lapisan aspal dibagian bawah dari agregat menjadi tipis,
agregat akan lepas,

Komposisi

butiran

baik,

kencenderungan butiran agregat terdiri dari butiran dari sangat kecil


sapai yang besar ada secara proposional, maka apabila diginakan
untuk bahan perkerasan akan menyebabkan :

Kekuatan kontruksi menjadi tinggi karena rapat


Penggunaan aspal paling efisien
Dalam kenyataan dilapangan tidak dapat ditemukan agregat
yang idil ini, harus mencampur
Untuk mendapatkan komposisi ini diperluka kontrol ekstra ketat.

Komposisi butiran senjang,kencenderungan


butiran agregat kebanyakan butiran halus, maka apabila diginakan
untuk bahan perkerasan akan menyebabkan :
Banyak diperlukan aspal karena rongga yang ditimbulkan antara
butiran besar
Kekuatan jadi berkurang
Banyak aspal yang berada dibagian dalam dari campuran , bila
terjadi perubahan suhu akan terjadi bleeding
Lapisan aspal dibagian bawah dari agregat menjadi tipis,
agregat akan lepas,.

3.1. 2. Bentuk Butiran

Bentuk

butiran bulat, merupakan bentuk butiran yang mempunyai


luas permukaan yang paling ekonomis dibandingkan
dengan bentuk bentuk lain, maka apabila digunakan
untuk bahan perkerasan akan menyebabkan :

Penggunan aspal sangat ekonomis


Kekuatan konstruksi rendah,terutama terhadap gaya
geser . Pada umumnyabentuk bulat permukaannya
cenderung licin.

Bentuk butiran persegi, merupakan bentuk butiran


kompak dan kokoh , maka apabila digunakan untuk bahan
perkerasan akan menyebabkan :
Dya ikat sanagat baik
Kekuatan konstruksi tinggi

3.1. 3. Keadaan Permukaan

Keadaan Permukaan licin, terutama terdapat pada


agregat bulat yang didapat di alam , maka apabila
digunakan untuk bahan perkerasan akan menyebabkan :
Dya ikat kurang baik
Kekuatan geser rendah

Agregat dapat lepas

Keadaan Permukaan porius/kasar, terutama terdapat


pada agregat batu pecah atau olahan , maka apabila
digunakan untuk bahan perkerasan akan menyebabkan :
Dya ikat sangat baik
Kekuatan geser tinggi
Konstuksi sangat stabil

Keadaan Permukaan mengandung kotoran, kotoran ini


bisa beru debu, lempung atau minyak bahkan air , maka
apabila digunakan untuk bahan perkerasan akan
menyebabkan :
Dya ikat kurang baik
Kekuatan geser rendah
Kekuatan rendah
Agregat dapat lepas
3.4. Aspal
3.4.1

Kekakuan dan Kuat Ttarik

Kekakuan aspal dalam kontruksi perkerasan sangat dipengaruhi oleh lama pembebanan dan
suhu yang terjadi pada konstruksi tersebut;

Aapabila pembebanan lama dan suhu diatas normal maka aspal akan menjadi cair, kuat tarik
lemah, lama kelamaan terjadi bleeding, jalan jadi licin, agregat akan lepas.

Apabila suhu dibawah normal maka aspal akan menjadi kaku dan getas, daya ikat berkurang
agregat akan mudah lepas.

3.4.2

Adesi

Daya lekat dari aspal sangat penting untuk diperhatikan karena aspal merupakan bahan pengikat
dari campuran antara agregat dan filler untuk menjadi satu kesatuan yang untuh. Hal ini sabgat
dipengaruhi oleh jenis aspal dan keadan lingkungan dimana konstruksi perkerasan intu berada. Daya
ikat yang kuarang adari aspal akan menyebabkan bahan lain akan cepat lepas bila terjadi
pembebanan yang berlebih, disamping itu juga karena pengaruh cuaca.
3.4.3

Pengaruh Cuaca

Di Indonesia dikenal dua musim yaitu musim hujan dan musim panas, sementara aspal bina
terjadi suhi diatas normal aspal akan mencair dan apabila kena air maka daya ikat aspal menjadi
berkurang

maka apabila

digunakan untuk bahan perkerasan akan menyebabkan :

Daya ikat kurang baik


Ada kencenderungan aspal berada pada bagian bawah
Bila terjadi perubahan temperatur diatas normal maka
aspal akan naik ke permukaan
Permukaan jalan menjadi licin
Terjadi pengelupasan
Agregat lepas, kontruks rusak
Bila terkena air karena hujan maka daya lekat
berkurang,agregat akan terlepas.
3.4.4

Warna

Warna aspal tidak begitu perpengaruh terhadap


campuran konstruksi perkerasan malah sangat berguna
karena untuk tujuan tertentu aspal dapat diberi warna sesuai
kebutuhan campuran perkerasan tersebut.
3.4.5

Berat Jenis

Berat jenis aspal sangat berpengaruh pada saat perencangan caampuran perkerasan,
karena untuk menentukan banyaknya matrial berdasarkan ukuran berat. Semakin rendah berat jenis
maka untuk volume yang sama maka harga campuran akan berbeda dengan aspal yang mempunyai
berat jenis yang tinggi
3.4.6

Durabilitas

Daya tahan aspal pegang peranan penting dalam campuran kontruksi perkerasan, daya tahan
ini sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan umur dari pada kontruksi perkerasan tersebut.
Faktor lingkungan dominan pada perubahan temperatur dan air yang menggenahi atau meresap
pada konstruksi perkerasan tersebut. Sebagai akibat yang terjadi pada konstruksi perkerasan
adalah ;
Daya ikat kurang baik
Ada kencenderungan aspal berada pada bagian bawah
Bila terjadi perubahan temperatur maka aspal akan naik
ke permukaan
Permukaan jalan menjadi licin
Terjadi pengelupasan
Agregat lepas, kontruks rusak

4. PENUTUP
4.1.

Kesimpulan

Karakteristik Bahan perkerasan adalah :


Untuk Agregat meliputi gradasi, ukuran maksimal butir, kebersihan, daya tahan,
bentuk dan tektur, daya lekat aspal dan berat jenis
Untuk Aspal meliputi kekuatan , kuat tarik dan kekakuan , adhesi, pengaruh cuaca,
warna, durabilitas dan berat jenis
Permasalahan bahan perkerasan terhadap kontruksi perkerasan disebabkan oleh;
untuk agregat meliputi gradasi agregat, bentuk butiran, keadaan permukaan , dan
pengaruh aspal. Sedangkan untuk aspal meliputi kuat tarik dan kekakuan, adhesi,
pengaruh cuaca, warna, durabilitas dan berat jenis
4.2.

Saran
Dalam perencanaan dan pelaksanaan kontruksi perkerasan jalan harus memperhatikan
karakteristik bahan perkerasan agar sesuai dengan peruntukanya .

Disamping hal tersebut diatas perlu diperhatikan pula permasalahan yang ditimbulkan oleh bahan
perkerasan sehingga dapat diantisipasi supaya umur kontruksi perkerasan jalan menjadi panjang

Anda mungkin juga menyukai