Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH NEUROBEHAVIOUR I

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


KELAINAN SARAF TULANG BELAKANG

Dosen : Gusti Jhoni Putra,S.Kep,Ns

Disusun Oleh:
Nama

: Sari Istianingsih

Nim

: SR 122060769

Kelas

: II A

Smester : IV (empat)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
MUHAMMADIYAH
PONTIANAK
2014/2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala,


karena

berkat

rahmat-Nya

kami

dapat

menyelesaikan

makalah

NEUROBEHAVIOUR I yang berjudul ASKEP PADA PASIEN DENGAN


KELAINAN SARAF TULANG BELAKANG (SCI).
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah
membantu saya sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya.
Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa (i) dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Pontianak, 9 April 2014

Sari Istianingsih

DAFTAR ISI
Kata pengantar
Daftar isi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan masalah.
C. Tujuan penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.

Definisi
Etiologi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Penatalaksanaan
Pemeriksaan diagnostic
Komplikasi
Asuhan keperawatan

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
Cedera medula spinalis adalah cedera mengenai cervicalis,
vertebralis dan lumbalis akibat trauma; jatuh dari ketinggian, kecelakakan
lalu lintas, kecelakakan, olah raga. ( Sjamsuhidayat, 2004).
Penyebab trauma pada tulang belakang yang banyak terjadi salah
satunya pada pekerja yaitu di kalangan pekerja kasar yang tidak
memperhatikan keselamatan kerja, prosedur atau cara kerja yang salah,
serta kelalaian dan kurangnya kewaspadaan terhadap pekerjaan cedera
sehingga menyebabkan jatuh dari ketinggian atau tertimpa benda-benda
keras pada tulang yang mengakibatkan susunan tulang belakang
mengalami kompresi dan menyebabkan fraktur. Fraktur kompresi terjadi
karena adanya tenaga muatan aksial yang cukup besar sehingga
mengurangi daya protektif dari diskus intervertebralis dan adanya dispersi
fragmen-fragmen tulang serta akan menimbulkan gangguan neurologi.
Sebuah studi menyebutkan bahwa 10% kasus patah tulang
belakang terjadi pada segmen thorakal, 4% pada segmen thorako-lumbal,
dan 3% pada lumbal yang disertai dengan kerusakan neurologis. Tingkat
insiden medulla spinalis di Amerika Serikat diperkirakan mencapai lebih
kurang 30 hingga 32 kasus setiap satu juta penduduk atau 3000 hingga
9000 kasus baru tiap tahunnya. Ini tidak termasuk orang yang meninggal
dalam 24 jam setelah cedera. Prevalensi diperkirakan mencapai 700
hingga 900 kasus tiap satu juta penduduk (200.000 hingga 250.000 orang).
Enam puluh persen yang cedera berusia antara 16 sampai 30 tahun dan
80% berusia antara 16 sampai 45 tahun. Laki-laki mengalami cedera
empat kali lebih banyak daripada perempuan. Faktor etiologi yang paling
sering adalah kecelakaan kendaraan bermotor (45%), terjatuh (21,5%),
luka tembak atau kekerasan (15,4%), dan kecelakaan olah raga, biasanya
menyelam (13,4%). Lebih kurang 53% dari cedera itu adalah kuadriplegi.
Tingkat neurologi yang paling sering adalah C4, C5, dan C6 pada spina
servikalis, dan T- 12 atau L-1 pada sambungan torakolumbalis.

B. Tujuan Penulisan
- Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan klien dengan
kelainan saraf tulang belakang
-

Tujuan Khusus
Diharapkan perawat dapat menambah khasanah pengetahuan pasien
dengan kelainan saraf tulang belakang. Dan mengetahui:
Definisi kelainan saraf tulang belakang
Etiologi kelainan saraf tulang belakang
Patofisiologi kelainan saraf tulang belakang
Manifestasi Klinis kelainan saraf tulang belakang
Penatalaksanaan kelainan saraf tulang belakang
Pemeriksaan diagnostic kelainan saraf tulang belakang
Komplikasi kelainan saraf tulang belakang
Asuhan keperawatan kelainan saraf tulang belakang

C. Rumusan Masalah
- Apa Definisi dari kelainan saraf tulang belakang
- Apa Etiologi kelainan saraf tulang belakang
- Apa Patofisiologi kelainan saraf tulang belakang
- Bagaimana Manifestasi Klinis kelainan saraf tulang belakang
- Bagaimna Penatalaksanaan kelainan saraf tulang belakang
- Apa saja Pemeriksaan diagnostic kelainan saraf tulang belakang
- Apa Komplikasi kelainan saraf tulang belakang
- Bagaimana suhan keperawatan kelainan saraf tulang belakang

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari
leher sampai ke selangkangan. Tulang vertebrae terdri dari 33 tulang: 7
buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah
tulang sacral. Di dalam susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian
syaraf-syaraf, yang bila terjadi cedera di tulang belakang maka akan
mempengaruhi syaraf-syaraf tersebut (Mansjoer, Arif, et al. 2000).

Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai


servikalis, vertebra, dan lumbal akib\at trauma, seperti jatuh dari
ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya.
(Arif Muttaqin, 2005, hal. 98)
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis,
vertebralis dan lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan
lalu lintas, kecelakakan olah raga dsb yang dapat menyebabkan fraktur
atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebra sehingga mengakibatkan
defisit neurologi ( Sjamsuhidayat, 1997).
B. Etiologi
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera
medula spinalis dalah :
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Kecelakaan olahraga
c. Kecelakaan industi
d. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
e. Luka tusuk, luka tembak
f. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
g. Kejatuhan benda keras
C. Patofisiologi
Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang Jatuh dari
ketinggian, kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga. Mengakibatkan
patah tulang belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis Fraktur dapat
berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif Dan dislokasi,
sedangkan sumsum tulang belakang dapat berupa memar, Kontusio,
kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan Peredaran
darah.
Blok syaraf pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi
Iskemia dan hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum,kandung
kemih, gangguan rasa nyaman nyeri dan potensial komplikasi Hipotensi,
bradikardia gangguan eliminasi.

D. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik bergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan
yang terjadi. Kerusakan melintang manifestasinya : hilangnya fungsi
motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan di sertai syok
spinal. Syok spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang
belakang karena hilangnya rangsang dari pusat. Ditandai dengan:
1. Kelumpuhan flasid
2. anesthesia
3. arefleksi
4 Hilangnya prespirasi
5. Gangguan fungsi rectum dan kandung kemih
6. Priapismus
7. bradikardi dan hipotensi.
Setelah syok spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi.
Terlihat pula tanda gangguan fungsi autonom, berupa kulit kering karena
tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan kandung kemih
dan gangguan defekasi.
Sindrom sumsum

belakang

bagian

depan

menunjukkan

kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa


nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak
terganggu.
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini
pada umumnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh
hiperekstensi mendadak sehingga sumsum belakang terdesak dari dorsal
oleh ligamentum flavum yang terlipat. Manifestasinya berupa tetraparese
parsial. Gangguan pada ekstermitas bawah lebih ringan daripada
ekstremitas atas, sedangkan daerah perianal tidak terganggu.
Sindrom Brown-Sequard disebabkan oleh kerusakan separu lateral
sumsum tulang belakang. Gejala klinik berupa gangguan motorik dan
hilangnya rasa vibrasi dan posisi ipsilateral; di kontralateral terdapat
gangguan rasa nyeri dan suhu.
Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra L1-L2 mengakibatkan
anesthesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta
hilangnya refleks anal dan refleks bulbokavernosa. Sindrom ini disebut
sindrom konus medularis.

Sindrom kauda equine disebabkan oleh kompresi pada radiks


lumbo sacral setinggi ujung konus medularis dan menyebabkan
kelumpuhan dan anesthesia di daerah lumbosakral yang mirip dengan
sindrom konus medularis.
E. Penatalaksanaan
Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma
tulang belakang yaitu :
a. Pemeriksaan klinik secara teliti:
1. Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik,
sensorik, dan refleks.
2. Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang
menandakan adanya fraktur dislokasi.
3. Keadaan umum penderita.
b. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:
1. Resusitasi klien.
2. Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
3. Perawatan kandung kemih dan usus.
4. Mencegah dekubitus.
5. Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian
rehabiIitasi lainnya.
F. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur:
a. Pemeriksaan Rontgen
b. C T S c a n
CT scan baik untuk melihat fraktur
c.

MRI
Kombinasi antara foto polos, CT Scan dan MRI, memungkinkan

kita bisa melihat kelainan pada tulang dan struktur jaringan lunak
(ligamen, diskus dan medula spinalis).
d.

Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf


Kedua prosedur ini biasanya dikerjakan bersama-sama 1-2

minggu setelah terjadinya trauma. Elektromiografi dapat menunjukkan


adanya denervasi pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan pada otot
paraspinal dapat membedakan lesi pada medula spinalis atau cauda

equina, dengan lesi pada pleksus lumbal atau sacral.

Asuhan keperawatan
A. Pengkajian
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Identitas klien
Keluhan utama
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat Penyakit Keluarga.
Pemeriksaan fisik.
Pernapasan.
Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi
pemapasan, retraksi interkostal, dan pengembangan paru tidak simetris.
Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang
lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.
Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila
trauma terjadi pada toraks/hematoraks.
Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,
stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan produksi sekret, dan

kemampuan batuk menurun sering didapatkan pada klien cedera tulang


belakang yang mengalami penurunan tingkat kesadaran (koma).

Kardiovaskular
Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang

belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan intensitas sedang


dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien cedera tulang belakang
pada beberapa keadaan adalah tekanan darah menurun, bradikardia,
berdebar-debar,

pusing

saat

melakukan

perubahan

posisi,

dan

ekstremitas dingin atau pucat.

Persyarafan
tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap

Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.


Pemeriksaan

fungsi

serebral.

Pemeriksaan

dilakukan

dengan

mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah,


dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera
tulang belakang biasanya mengalami perubahan status mental.
Pemeriksaan Saraf kranial:
- Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang
belakang dan tidak ada kelainan fungsi penciuman.
- Saraf

II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam


kondisi normal.

- Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat
kelopak mata dan pupil isokor.
- Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak mengalami
paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada
kelainan
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah
simetris.

- Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli


persepsi.
- Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher
dan kaku kuduk
- Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular
2. Perubahan pola eliminasi urine b.d kelumpuhan saraf perkemihan
3. Ketidak efektifan pola napas b.d kelemahan otot-otot pernapasan atau
kelumpuhan otot diafragma
4. Kebersihan jalan napas

tidak

efektif

b.d

penumpukan

sputum,peningkatan sekresi sekret, dan penurunan kemampuan batuk.


5. Penurunan perfusi jaringan perifer b.d penurunan curah jantung,
dampak kerusakan mobilitas fisik
6. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan
kemampuan dengan mencerna makanan , peningkatan kebutuhan
metabolisme
7. Gangguan eliminasi alvi/konstipasi b.d gangguan persyarafan pada
usus dan rektum
8. Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari b.d kelemahan fisik
ekstremitas bawah
9. Risiko tinggi trauma b.d penurunan kesadaran ,kerusakan mobilitas
fisik
10. Risiko gangguan integritas kulit b.d imobilisasi, tidak adekuatnya
sirkulasi perifer
E. Intervensi Keperawatan
Diagnosam
DX-1

Intervensi
Rasinal
1. Kaji mobilitas yang 1. Mengetahui
ada

dan

tingkat

observasi

kemampuan klien dalam

terhadap peningkatan

melakukan aktifitas
2. Menurunkan
resiko

kerusakan.

Kaji

terjadinya iskemia jaringan

secara teratur fungsi

akibat sirkulasi darah yang

motorik
2. Ubah posisi klien tiap

jelek pada daerah yang

2 jam
3. Ajarkan klien untuk
melakukan
gerak

latihan

aktif

pada

ekstremitas

yang

tidak sakit
4. Lakukan gerak pasif
pada ekstremitas yang
sakit
5. Inspeksi kulit bagian
distal

setiap

hari.

kulit

dan

Pantau
membran

mukosa

terhadap

tertekan
3. Gerakan aktif memberikan
massa, tonus dan kekuatan
otot

serta

fungsi

memperbaiki

jantung

dan

pernapasan
4. Otot
volunter
kehilngan
kekuatannya

akan

tonus

dan

bila

tidak

dilatih untuk digerakkan


5. Deteksi
dini
adanya
gangguan

sirkulasi

hilangnya

sensasi

dan
risiko

tinggi kerusakan integritas


kulit

kemungkinan

iritasi,kemerahan atau

DX-2

DX-3

komplikasi imobilisasi
lecet
1. Kaji pola berkemih, 1. Mengetahui fungsi ginjal
2. Menilai perubahan akibat
dan catat produksi
dari inkontinensia urine
urine tiap 6 jam
3. Membantu
2. Palpasi kemungkinan
mempertahankan
fungsi
adanya
distensi
ginjal
kendung kemih
4. Membantu
proses
3. Anjurkan klien untuk
pengeluaran urine
minum 2000 cc/hari
4. Pasang well kateter
1. Pertahankan
tirah 1. Meminimalkan rangsang
baring dan imobilisasi
sesuai indikasi
2. Gunakan bantal air

nyeri akibat gesekan antara


fragmen

tulang

dengan

jaringan lunak disekitarnya


atau pengganjal yang 2. Menghindari tekanan yang
lunak

dibawah

berlebih pada daerah yang

daerah-daerah
menonjol
3. Evaluasi
terhadap

yang

pembebat
resolusi

menonjol
3. Bila fase

edema

telah

lewat, kemungkinan bebat


menjadi

longgar

dapat

edema
terjadi
4. Kolaborasi pemberian 4. Antibiotik bersifat bakteobat antibiotika
5. Evaluasi tanda/gejala
perluasan

riosida/baktiostatika untuk
membunuh/menghambat

cedera

perkembangan kuman
jaringan (peradangan 5. Penilai
perkembangan
lokal/sistemik, seperti
peningkatan
nyeri,edema,demam)

masalah klien

BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Tulang Belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher
sampai ke selangkangan.
Trauma pada medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis,
vertebra, dan lumbal akib\at trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98)
Cidera tulang belakang adalah cidera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,
kecelakakan olah raga dsb yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu
atau

lebih

tulang

vertebra

sehingga

mengakibatkan

defisit

neurologi

( Sjamsuhidayat, 1997).
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula
spinalis dalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kecelakaan lalu lintas


Kecelakaan olahraga
Kecelakaan industi
Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
Luka tusuk, luka tembak
Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
Kejatuhan benda keras

Akibat suatu trauma mengenai tulang belakang Jatuh dari ketinggian,


kecelakakan lalu lintas, kecelakakan olah raga. Mengakibatkan patah tulang
belakang; paling banyak cervicalis dan lumbalis Fraktur dapat berupa patah tulang
sederhana, kompresi, kominutif Dan dislokasi, sedangkan sumsum tulang
belakang dapat berupa memar, Kontusio, kerusakan melintang, laserasi dengan
atau tanpa gangguan Peredaran darah.
Blok syaraf pernapasan respon nyeri hebat dan akut anestesi Iskemia dan
hipoksemia syok spinal gangguan fungsi rektum,kandung kemih, gangguan rasa

nyaman nyeri dan potensial komplikasi Hipotensi, bradikardia gangguan


eliminasi.

REFERENSI
MUTTAQIN,Arif .2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi
8 volume 3, EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai