Anda di halaman 1dari 28

BAB III

PEMBAHASAN
Asma adalah penyakit inflamasi kronis yang dikaitkan dengan
hiperreaktifitas jalan nafas yang akhirnya menyebabkan wheezing periodik, sesak
nafas, nyeri dada, dan batuk, terutama pada malam hari maupun pada pagi hari.4
Berdasarkan batasan definisi dari Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA),
asma yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai
berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal),
musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik, dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya.4
Batasan Asma pada Anak
Diagnosis asma pada anak pra-sekolah tidak mudah dilakukan.
Berdasarkan penelitian dengan menggunakan biposi atau bronchoalveolar lavage,
reaksi inflamasi pada anak sekolah berbeda dengan orang dewasa yang menderita
asma. Asma merupakan salah satu penyakit kronis pada anak yang didefinisikan
sebagai penyakit inflamasi kronis pada saluran napas bagian bawah. Karena
perbedaan antara individu asma dan individu normal belum dapat dideskripsikan
secara jelas, banyak anak dengan manifestasi klinis asma diklasifikasikan ke
dalam area abu-abu. Sebagai contoh, anak dengan 2 episode wheezing dalam
waktu 3 bulan dan anak dengan batuk yang berlangsung 2 minggu, yang tidak
dapat dikatakan normal, tetapi belum memenuhi kriteria klinis yang disebut asma.
Oleh karena itu asma dianggap sebagai sindrom yang terdiri dari berbagai fenotip
berbeda yang terjadi di semua tingkat usia mulai bayi hingga anak dan dapat
menetap hingga dewasa. Meskipun dalam definisi asma tidak dijelaskan durasi
penyakit dan jumlah eksaserbasi sebelum diagnosis asma ditegakkan, tetapi
beberapa sumber mengatakan paling tidak terdapat 3 eksaserbasi dalam 6 bulan,
dan dengan mengeluarkan kemungkinan penyakit paru kronis lainnya seperti

bronkiektasis, penyakit struktural saluran napas, dan penyakit paru kronis.5 Mengi
berulang dan atau batuk kronik berulang merupakan titik awal menuju diagnosis.
Termasuk yang perlu dipertimbangkan asma adalah anak-anak yang hanya
menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda dan pada saat diperiksa tandatanda mengi, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul. Kelompok anak yang patut
diduga asma adalah anak-anak yang menunjukkan batuk dan atau mengi yang
timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal/morning dip),
musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien
atau keluarganya.4
Pada kasus, anak mengalami keluhan sesak yang disertai mengi serta
batuk pilek sebanyak 4 kali dalam jangka waktu 6 bulan. Anak dikatakan mudah
menderita batuk dan sesak terutama saat udara dingin dan jika terpapar debu sejak
anak berusia 1,5 tahun.
Untuk anak yang sudah besar (> 6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya
dilakukan. Uji fungsi paru sederhana misalnya dengan peak flow meter, atau yang
lebih lengkap dengan spirometri. Pemeriksaan ini mendukung diagnosis asma
melalui 3 cara yaitu didapatkannya variabilitas pada PFR atau FEV1 15% atau
kenaikan 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator
atau penurunan 15% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Variabilitas adalah penurunan hasil PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik
dapat dilakukan jika pemeriksaannya berlangsung 2 minggu. Jika tidak terdapat
peak flow meter ataupun spirometri, maka Lembar Catatan Harian dapat
digunakan sebagai alternatif karena mempunyai korelasi baik dengan faal paru.
Lembar catatan harian dapat digunakan dengan atau tanpa pemeriksaan PFR.6
Pada kasus, usia anak < 6 tahun (3 tahun 7 bulan), sehingga pemeriksaan
faal paru baik dengan peak flow meter ataupun spirometri belum dapat dilakukan.
Sesuai dengan referensi di atas, maka pada pasien dapat digunakan Asthma Dairy
Card (Lembar Catatan Harian) yang diisi oleh orang tua penderita.

Faktor Risiko Asma


Berbagai faktor risiko dapat berpengaruh terhadap terjadinya serangan
asma, kejadian asma, dan berat ringannya penyakit asma. Faktor risiko dalam hal
ini dapat dibagi menjadi faktor yang memengaruhi berkembangnya asma (faktor
pejamu/host factor) dan faktor yang memengaruhi timbulnya gejala asma (faktor
pencetus). Mekanisme faktor pejamu dalam menyebabkan asma sangat kompleks.
Terdapat interaksi antara gen, faktor lingkungan, pengaruh aspek perkembangan
lain seperti respon imun, waktu pertama kali terpajan infeksi, serta kondisi lain
yang secara tidak langsung memengaruhi seperti ras, etnik, sosio-ekonomi.
Sedangkan faktor pencetus adalah faktor dari luar yang memengaruhi terjadinya
perburukan atau timbulnya eksaserbasi seperti alergen, infeksi virus pernapasan,
polutan, asap tembakau, udara dingin, bahan kimia, parfum, bau cat, semprotan
rambut, dan obat-obatan.1,7 Bahan tambahan yang sering terdapat pada makanan
seperti pengawet, perisa, pewarna juga diutarakan dapat memprovokasi serangan
asma, walaupun hal ini masih diteliti lebih lanjut.8
Pada kasus, faktor risiko yang didapatkan adalah adanya riwayat alergi
pada keluarga yaitu ibu pasien (ibu pasien mengeluh gatal-gatal pada daerah
mulut jika mengonsumsi makanan laut) dan dugaan pemicu berupa alergen dari
debu yang terdapat di dalam rumah, dinding berjamur, asap rokok serta polutan
karena daerah tempat tinggal anak sering dilalui truk pengangkut pasir serta udara
dingin. Anak juga suka mengonsumsi makanan ringan yang mengandung bahan
perisa dan pengawet.
Diagnosis Asma
Penegakkan diagnosis asma pada anak usia 5 tahun sulit karena gejala
episodik seperti mengi dan batuk umumnya juga dapat ditemukan pada anak yang
tidak asma, terutama anak usia di bawah 3 tahun. Kesulitan lain menegakkan
diagnosis asma pada anak usia 5 tahun karena pemeriksaan uji fungsi paru
sebagai kunci diagnosis pada anak yang lebih besar dan dewasa tidak dapat
dikerjakan pada kelompok usia tersebut.9

Diagnosis klinis asma biasanya ditegakkan berdasarkan adanya wheezing


periodik, sesak nafas, dan batuk. Gejala-gejala ini bersifat periodik dan terutama
terjadi setelah adanya paparan dengan alergen, adanya riwayat atopi maupun asma
pada keluarga sangat membantu untuk menegakkan diagnosis. 10 Berikut ini adalah
alur diagnosis asma pada anak.6

Bagan 1. Alur diagnosis asma pada anak

Klasifikasi
1. Asma saat tanpa serangan
Pada anak, Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengklasifikasikan
derajat asma menjadi:4
1) Asma episodik jarang (asma ringan)
2) Asma episodik sering (asma sedang)
3) Asma persisten (asma berat)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma pada anak


Parameter klinis,
kebutuhan obat
dan faal paru
1 Frekuensi
serangan
2 Lama
serangan

Asma episodik
jarang

Asma episodik
sering

Asma persisten

< 1x/bulan

> 1x/bulan

Sering

< 1 minggu

1 minggu

Intensitas
serangan
Di antara
serangan
Tidur dan
aktivitas
Pemeriksaan
fisik di luar
serangan

Biasanya ringan

Biasanya sedang

Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
Biasanya berat

Tanpa gejala

Sering ada gejala

Tidak tergganggu

Sering tergganggu

Gejala siang dan


malam
Sangat tergganggu

Normal

Mungkin
tergganggu

Tidak pernah
normal

Obat
pengendali

Tidak perlu

Perlu

Perlu

Uji faal paru


(di luar
serangan)

PEF/FEV1 > 80%

PEF/FEV1 < 6080%

PEV/FEV < 60%


Variabilitas 2030%

Variabilitas
faal paru (bila
ada serangan)

Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%

4
5
6

PEF = Peak expiratory flow


FEV1 = Forced expiratory volume in second

Jika terdapat keraguan antara derajat penyakit yang satu dengan yang lain maka
tatalaksana diberikan sesuai dengan derajat yang lebih berat
Pada kasus, anak termasuk ke dalam kelompok asma episodik sering
karena frekuensi serangan dapat terjadi > 1 kali dalam sebulan, lama serangan
kurang dari 1 minggu, di antara serangan terkadang terdapat gejala, tidur dan
aktivitas tidak terganggu, dan anak menggunakan kortikosteroid inhalasi
(budesonide 200 mcg tiap 24 jam) sejak bulan Mei 2014. Intensitas serangan pada
anak ini berkisar dari sedang hingga berat. Tidak didapatkan kelainan dari
pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap anak di luar serangan (saat anak
kontrol ke poli anak RSDK tanggal 8 Desember 2014).
2. Asma saat serangan
Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan
asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan
laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diberikan.
Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan
asma serangan berat.3

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan


Parameter klinis,
fungsi faal paru,
laboratorium

Ringan

Sedang

Berat

Sesak (breathless)

Berjalan
Bayi :
Menangis
keras

Istirahat
Bayi :
Tidak mau
makan/minum

Posisi

Bisa
berbaring

Berbicara
Bayi :
Tangis pendek
dan lemah
Kesulitan
menetek/makan
Lebih suka
duduk

Bicara
Kesadaran

Kalimat
Mungkin
iritable
Tidak ada

Penggal kalimat
Biasanya
iritable
Tidak ada

Duduk
bertopang
lengan
Kata-kata
Biasanya
iritable
Ada

Sedang,
sering hanya

Nyaring,
sepanjang

Sangat nyaring,
terdengar tanpa

Sianosis
Wheezing

Ancaman henti
napas

Kebingungan
Nyata
Sulit/tidak
terdengar

pada akhir
ekspirasi
Biasanya
tidak

ekspirasi
inspirasi
Biasanya ya

stetoskop
Ya

Gerakan
paradok
torakoabdominal

Retraksi

Dangkal,
retraksi
intercostal

Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal

Dalam,
ditambah napas
cuping hidung

Dangkal /
hilang

Frekuensi napas

Takipnu

Penggunaan otot bantu


respiratorik

Frekuensi nadi

Pulsus paradoksus
(pemeriksaannya tidak
praktis)
PEFR atau FEV1
(% nilai dugaan / %
nilai terbaik)
Pra bronkodilator
Pasca bronkodilator
SaO2 %
PaO2

PaCO2

Takipnu
Takipnu
Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia
Frekuensi napas normal
< 2 bulan
<60 x / menit
2-12 bulan
< 50 x / menit
1-5 tahun
< 40 x / menit
6-8 tahun
< 30 x / menit
Normal
Takikardi
Takikardi
Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia
Frekuensi nadi normal
2-12 bulan
< 160 x / menit
1-2 tahun
< 120 x / menit
3-8 tahun
< 110 x / menit
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada,
(< 10 mmHg) (10-20 mmHg)
(>20mmHg)
tanda
kelelahan otot
respiratorik
>60%
>80%

40-60%
60-80%

>95%
Normal
(biasanya
tidak perlu
diperiksa)
<45 mmHg

91-95%
>60 mmHg

<40%
<60%,
respon<2 jam
90%
<60 mmHg

<45 mmHg

>45 mmHg

Pada kasus, berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan,


anak ini dimasukkan ke dalam asma serangan berat. Pada anak ini sesak dirasakan
baik pada saat istirahat, anak hanya dapat mengucapkan penggalan kata, terdapat
wheezing yang terdengar tanpa stetoskop, retraksi dalam pada dinding dada,
takipnea, takikardi. Pada anak, tidak didapatkan napas cuping hidung, namun
didapatkan suara tambahan hantaran maupun, anak lebih senang berada pada
posisi duduk.

Faktor-faktor yang Berperan dalam Terjadinya Asma


Berikut ini faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya asma:1

Populasi dengan
predisposisi genetik
Inducers (I):
Indoors Allergens, Alternaria, dll

Enhancers (E):
Rhinovirus
Ozon
Agonis 2

Penghindaran (avoidance)
Respon imun
Th2, IgE, IgG, IgG1
Avoidance
Anti inflamasi
Imunoterapi?

Inflamasi
Th2, sel mast, eosinofil
Triggers*:
Olahraga/udara dingin
Histamin/metakolin

HRB

2 Agonis
Mengi

*inducers maupun enhancers dapat berperan sebagai triggers

Bagan 2. Faktor-faktor yang berperan dalam proses terjadinya asma


Pada kasus, pada pasien ini didapatkan adanya riwayat alergi dalam
keluarga yaitu ibu pasien, jadi pada anak ini mungkin terdapat predisposisi
genetik. Selain itu, pada kasus ini sering timbul batuk dan sesak pada anak jika
anak terpapar udara dingin, debu atau setelah mengonsumsi makanan ringan yang
mengandung bahan tambahan serta es krim.
Dari hasil kunjungan rumah didapatkan ventilasi yang kurang, kelembaban
berlebih, serta kebersihan rumah yang kurang. Selain itu, tempat tinggal penderita

sering dilalui truk pengangkat pasir sehingga penderita sangat rentan terpapar
debu. Lingkungan rumah penderita merupakan lingkungan yang padat penduduk,
di mana jarak antara 1 rumah dengan rumah yang lain sangat dekat dan sebagian
besar tetangga penderita adalah perokok, sehingga dapat dikatakan anak
merupakan perokok pasif. Semua ini dapat menjadi inducers terjadinya asma pada
penderita.
Pada penderita ini, sesak semakin bertambah saat pagi hari, lingkungan
penderita merupakan daerah perbukitan sehingga pada pagi hari udara dirasakan
cukup dingin. Hal ini dapat menjadi trigger yang dapat memicu terjadinya
serangan asma pada penderita.
Jadi, kemungkinan pada penderita ini :
-

Terdapat alergen di dalam maupun di luar rumah berupa debu di dalam rumah
serta debu dari truk pengangkat pasir yang sering melewati rumah penderita,
kurangnya ventilasi serta kelembaban yang berlebih sebagai inducers

Adanya trigger berupa udara dingin karena tempat tinggal penderita ada di
daerah perbukitan dan udara pada pagi hari cukup dingin.

Tatalaksana
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu :
1. Penatalaksanaan asma akut (tatalaksana serangan)
a. Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta2
agonis atau teofilin. Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi
karena onsetnya lebih cepat dan efek samping sistemiknya minimal. Obat
golongan 2 agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI dengan atau
tanpa spacer atau nebulizer. Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi
tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke
rumah sakit.
b. Tatalaksana di ruang emergency
Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai
derajat serangannya. Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi sebagai

penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena penilaian derajat


secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.

KLINIK / IGD
Nilai derajat serangan
(sesuai tabel 2)

Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-2x, selang 20 menit
nebulisasi kedua + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi langsung dengan 2 agonis+antikolinergik)

Serangan sedang
Serangan berat
Serangan
ringan 2x, respons parsial) (nebulisasi 3x, respons buruk)
(nebulisasi
(nebulisasi
1x, respons
berikan
oksigen baik, gejala hilang)
sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi
observasi
2
jam
nilai kembali derajat serangan, jika
sesuaijalur
dgn parenteral
serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari
pasang
jika efekpasang
bertahan,
boleh
pulang
jalur parenteral
nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang
jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai
serangan
foto
Rontgensedang
thoraks

Boleh pulang
bekali obat -agonis (hirupan / oral)
jika sudah ada obat pengendali, teruskan
wat Sehari/observasi
jika infeksi virus sbg. pencetus, dapat diberi steroid oral
uskan
dalam 24-48 jam kon-trol ke Klinik Rawat Jalan, untuk reevaluasi
roid oral
Ruang Rawat Inap
iap 2 jam
oksigen teruskan
12 jam perbaikan klinis stabil, atasi
boleh
pulang,
jika
dehidrasi
dantetapi
asidosis
jikaklinis
ada tetap belum membaik atau memburuk, alih rawat ke Ru
steroid IV tiap 6-8 jam
nebulisasi tiap 1-2 jam
aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan
jika membaik dalam 4 -6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam
jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkantimbul Ancaman henti napas,

Di IGD RSUP Dr. Kariadi, anak ini didiagnosis serangan asma berat
sehingga diberikan nebulisasi kombinasi 2-agonis (Berotec) dan NaCl 0,9% 2 ml.
Setelah dilakukan dua kali nebulisasi, keluhan sesak dan mengi tidak berkurang.
Oksigen 2 liter/menit diberikan sejak pasien datang di IGD termasuk saat
nebulisasi. Anak kemudian diputuskan untuk rawat inap dan dilakukan
pemasangan jalur intravena.
Di ruang rawat inap (bangsal C1L1), pemberian oksigen diteruskan.
Nebulisasi dengan -agonis dan NaCl 0,9% serta oksigen dilanjutkan tiap 6 jam.
DPJP memberikan advis untuk diberikan injeksi bolus metil prednisolon 15 mg
tiap 8 jam, injeksi bolus aminofilin 84 mg dalam 20 ml NaCl 0,9% selama 20
menit lalu dilanjutkan drip aminofilin 240 mg dalam 480 ml D51/2NS 5 tetes per
menit.
Pada hari perawatan ketiga, keluhan sesak dan mengi berkurang, kondisi
anak stabil, tidak demam, masih didapatkan batuk berdahak dan pilek. Tidak
didapatkan wheezing pada auskultasi paru. Oksigen dihentikan dan nebulisasi
hanya diprogram bila perlu.
Pada hari perawatan keempat, kondisi anak tetap stabil dan pasien
dipulangkan dengan dibekali 2-agonis oral (salbutamol) dan steroid oral
(metilprednisolon) dilanjutkan hingga 3 hari, pasien disarankan kontrol ke poli
anak RSDK 3 hari kemudian untuk evaluasi ulang tatalaksana.

2. Penatalaksanaan asma kronik

Bagan 4. Alur tatalaksana asma anak jangka panjang4

Tujuan tatalaksana asma anak adalah untuk menjamin tercapainya potensi


tumbuh kembang anak secara optimal. Komponen yang dapat diterapkan dalam
penatalaksanaan asma, yaitu mengembangkan hubungan dokter pasien, untuk
identifikasi dan menurunkan pajanan terhadap faktor risiko, penilaian, pengobatan
dan monitor asma serta penatalaksanaan asma eksaserbasi akut.

1. Edukasi terhadap pasien dan keluarga


Berikut beberapa hal yang mendasar tentang edukasi asma yang dapat
diberikan pada pasien dan keluarganya:11
a. Asma adalah penyakit inflamasi kronik yang sering kambuh, yang dapat
dicetuskan dengan infeksi, alergen, paparan asap rokok, dll.
b. Kekambuhan dapat dicegah dengan obat anti inflamasi dan mengurangi paparan
terhadap faktor pencetus
c. Ada dua macam obat yaitu reliever dan controller
d. Pemantauan mandiri gejala dan PEF dapat membantu penderita dan
keluarganya mengenali kekambuhan dan segera mengambil tindakan guna
mencegah asma menjadi lebih berat. Pemantauan mandiri juga
memungkinkan penderita dan dokter menyesuaikan rencana pengelolaan
asma guna mencapai pengendalian asma jangka panjang dengan
efek samping minimal.
2. Mengevaluasi klasifikasi/keparahan asma
Kriteria asma terkontrol:3
a. Tidak ada gejala asma atau minimal
b. Tidak ada gejala asma malam
c. Tidak ada keterbatasan aktivitas
d. Uji faal paru normal
e. Penggunaan obat pelega napas minimal
f. Tidak ada kunjungan ke IGD
Klasifikasi :
a. Asma terkontrol total: bila semua kriteria asma terkontrol dipenuhi
b. Asma terkontrol sebagian: bila terdapat 3 kriteria asma terkontrol
c. Asma tak terkontrol: bila kriteria asma terkontrol tidak mencapai 3 buah

3. Menghindari pajanan terhadap faktor risiko


Tatalaksana tentang penghindaran terhadap pencetus memegang peranan yang
cukup penting. Serangan asma akan timbul apabila ada suatu faktor pencetus
yang menyebabkan terjadinya rangsangan terhadap saluran respiratorik yang
berakibat terjadinya bronkokonstriksi, edema mukosa, dan hipersekresi.
Penghindaran terhadap pencetus diharapkan dapat mengurangi rangsangan
terhadap saluran respiratorik.
4. Tatalaksana asma jangka panjang
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin
tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal. Lebih rinci tujuan
yang ingin dicapai adalah:
a. Pasien

dapat

menjalani aktivitas

normalnya,

termasuk

bermain

dan berolahraga.
b. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
c. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
d. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang
mencolok
e. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan
f. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin.
Global Initiative for Asthma (GINA) 2014 membuat panduan pendekatan
bertahap tatalaksana asma untuk dua kelompok usia anak, yaitu anak usia 5
tahun dan anak usia di atas 5 tahun serta dewasa.12
Untuk tatalaksana asma pada anak usia 5 tahun dapat mengikuti panduan
di bawah ini (kotak 1) dengan medikasi yang ditingkatkan atau diturunkan untuk
mencapai kontrol gejala yang baik dan meminimalisasi risiko untuk terjadinya
eksaserbasi dan efek samping obat.12
Indikasi untuk terapi pada langkah 2 (terapi controller reguler) didasarkan
pada frekuensi dan tingkat keparahan gejala serta episode wheezing. Terapi
controller reguler diberikan jika:12

Pola gejala anak mengarah pada diagnosis asma dan gejala respiratorik yang

tidak terkontrol
Episode wheezing sering (tiga atau lebih episode dalam 1 musim)
Episode wheezing jarang (1-2 kali dalam 1 musim) tapi gejalanya berat
Diagnosis asma masih dipertanyakan, dan terapi SABA inhalasi perlu sering
diulang, misalnya lebih dari 1-2 kali setiap minggu.

Kotak 1. Pendekatan bertahap untuk terapi asma pada anak usia 5 tahun12

LANGKAH 1 : Inhalasi short-acting beta2-agonist (SABA) sesuai kebutuhan


Semua anak yang mengalami episode wheezing harus diberikan SABA inhalasi
untuk mengurangi gejala, walaupun terapi ini tidak efektif untuk semua anak
dengan wheezing.
LANGKAH 2 : Terapi controller inisial, ditambah SABA sesuai kebutuhan
Untuk anak usia 5 tahun dengan pola gejala yang telah disebutkan di atas, ICS
dosis rendah, setiap hari, direkomendasikan sebagai terapi inisial pilihan untuk
mengontrol asma. ICS dosis rendah diberikan setidaknya 3 bulan untuk mencapai

efektivitasnya sehingga mempunyai angka keberhasilan yang tinggi untuk


mengontrol asma.
Pilihan lain : Untuk anak-anak dengan asma persisten, leukotriene receptor
antagonist (LTRA) dapat dipertimbangkan sebagai alternatif pengganti ICS. ICS
intermiten dapat dipertimbangkan pada langkah ini, tetapi pertama-tama
percobaan terapi dengan SABA sesuai kebutuhan dan ICS dosis rendah (dengan
spacer) diberikan selama 2-3 bulan untuk memfasilitasi penilaian yang lebih
akurat terhadap gejala harian.
LANGKAH 3 : Terapi controller tambahan, ditambah SABA sesuai
kebutuhan
Untuk anak dengan gejala yang tidak terkontrol setelah 3 bulan terapi ICS dosis
rendah, melipatgandakan dosis rendah inisial ICS sering menjadi pilihan terbaik.
Sebelum meningkatkan dosis terapi, pertimbangkan juga diagnosis alternatif,
teknik pemberian inhalasi dan kepatuhan
Pilihan lain : Penambahan LTRA pada ICS dosis rendah dapat dipertimbangkan
sebagai alternatif untuk meningkatkan dosis ICS
LANGKAH 4 : Melanjutkan terapi controller dan merujuk untuk asesmen
ahli
Untuk anak usia 5 tahun dengan gejala yang tidak terkontrol setelah terapi pada
langkah 3, terapi terbaik belum ditetapkan. Oleh karena itu, rekomendasinya
adalah merujuk anak ke ahli untuk investigasi dan diagnosis lebih lanjut.
Pilihan lain : Penambahan LTRA reguler atau meningkatkan dosis atau frekuensi
ICS dapat dipertimbangkan
Sementara untuk tatalaksana asma pada anak usia di atas 5 tahun dan
dewasa dapat mengikuti panduan di bawah ini (kotak 2).

Kotak 2. Pendekatan bertahap untuk terapi asma pada anak usia di atas 5 tahun
dan dewasa13

LANGKAH 1 : SABA sesuai kebutuhan tanpa controller (diindikasikan hanya


jika gejala jarang terjadi, tidak ada bangun pada malam hari karena asma, tidak
ada eksaserbasi dalam 1 tahun terakhir, dan FEV1 normal)
Pilihan lain : ICS dosis rendah reguler untuk pasien dengan risiko terjadinya
eksaserbasi
LANGKAH 2 : ICS dosis rendah reguler ditambah SABA sesuai kebutuhan
Pilihan lain : LTRA kurang efektif dibandingkan dengan ICS; ICS/LABA
memberikan perbaikan yang lebih cepat pada gejala dan FEV1 daripada hanya ICS
saja tetapi lebih mahal dan risiko terjadinya eksaserbasi relatif sama. Untuk asma
alergi musiman murni, berikan ICS segera dan hentikan 4 minggu setelah akhir
paparan.
LANGKAH 3 : ICS dosis rendah/LABA sebagai terapi pemeliharaan
ditambah SABA sesuai kebutuhan, atau ICS/formoterol sebagai terapi
pemeliharaan dan pelega.

Untuk pasien dengan eksaserbasi 1 kali dalam 1 tahun terakhir, strategi


pemeliharaan

dan

pelega

dengan

dosis

rendah

BDP/formoterol

atau

BUD/formoterol lebih efektif daripada ICS/LABA pemeliharaan dengan SABA


sesuai kebutuhan.
Pilihan lain : ICS dosis medium
Anak (6-11 tahun) : ICS dosis medium. Pilihan lain : ICS/LABA dosis rendah
LANGKAH 4 : Terapi pemeliharaan dan pelega ICS dosis rendah/formoterol
ditambah SABA sesuai kebutuhan
Pilihan lain : ICS dosis tinggi/LABA, tetapi dengan efek samping yang lebih
besar dan sedikit manfaat tambahan; ekstra controller misalnya LTRA atau
teofilin lepas lambat (dewasa)
Anak (6-11 tahun) : Dirujuk untuk asesmen ahli.
LANGKAH 5 : Dirujuk untuk investigasi ahli dan terapi tambahan
Terapi tambahan termasuk anti-IgE (omalizumab) untuk asma alergi berat. Terapi
sputum-guided, jika tersedia, dapat meningkatkan hasil keluaran.
Pilihan lain : Beberapa pasien memperoleh manfaat dari OCS dosis rendah tetapi
efek samping sistemik jangka panjang dapat terjadi.

Tabel 4. Ciri-ciri Tingkatan Asma

Karakteristik

Tingkatan Asma Terkontrol


Terkontrol
Terkontrol
Sebagian

Tidak
Terkontrol

Gejala harian

Pembatasan aktivitas

Tidak ada (dua

Lebih dari dua

kali atau kurang

kali dalam

dalam seminggu)

seminggu
Sewaktu-waktu

Tidak ada

Gejala
nokturnal/gangguan

Tidak ada

tidur (terbangun)
Kebutuhan akan

Tidak ada (dua

reliever atau terapi

kali atau kurang

rescue

dalam seminggu)

dalam seminggu
Sewaktu-waktu

Tiga atau lebih gejala

dalam seminggu

dalam kategori Asma

Lebih dari dua

Terkontrol Sebagian,

kali dalam

muncul sewaktu-waktu

seminggu

dalam seminggu

< 80% (perkiraan


Fungsi Paru (PEF atau
FEV1*)

Eksaserbasi

Normal

Tidak ada

atau dari kondisi


terbaik bila
diukur)
Sekali atau lebih
dalam setahun

**)

Sekali dalam seminggu***)

Keterangan :
*)

Fungsi paru tidak berlaku untuk anak usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun

**)

Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar

adekuat
***)

Suatu eksaserbasi mingguan, membuatnya menjadi asma tak terkontrol

Pada kasus, berdasarkan tabel di atas, maka anak dikategorikan sebagai


asma terkontrol sebagian, karena terdapat satu kriteria dalam asma terkontrol
sebagian yaitu eksaserbasi pada pasien ini lebih dari satu kali dalam satu tahun.
Pada anak ini, diberikan kartu catatan harian kepada ibu pasien untuk
mengisi lembar catatan harian asma anak. Pengisian lembar catatan harian ini
ditujukan supaya orang tua tidak lupa akan gejala yang dialami anak. Kartu ini
diberikan pada saat anak mendapatkan serangan asma untuk pertama kalinya
(April 2013). Pada saat kunjungan rumah, ibu pasien rutin mengisi lembar harian
asma sejak bulan April 2013 sampai dengan Desember 2014. Sehingga dari
lembar harian asma tersebut, kita dapat melihat jumlah eksaserbasi anak dari

bulan April 2013 hingga Desember 2014. Ibu pasien juga menandai apakah anak
dirawat inap atau rawat jalan saat terjadi serangan asma.
Penggunaan Seretide pada Asma
Seretide merupakan inhaler kombinasi yang ditujukan untuk terapi
pemeliharaan pada penyakit obstruksi jalan napas. Seretide dikembangkan dan
dibuat dalam bentuk 3 multi dosis, formulasi dry powder inhaler mengandung 50
microg/puff long acting beta2 agonist salmeterol dan baik 100, 250, atau 500
microg/puff

fluticasone

propionate

inhalasi

kortikosteroid.

Biaya

yang

dikeluarkan akibat asma, penyakit respiratorik yang sangat sering, sangat besar
dan terus meningkat. Kombinasi dosis tetap dari fluticasone dan salmeterol telah
menjadi terapi yang efektif dan aman untuk penyakit ini.14
Salmeterol merupakan long-acting beta2 adrenoceptor agonist selektif
dengan sisi rantai yang panjang untuk terikat pada reseptor. Salmeterol
menghasilkan durasi bronkodilasi yang lebih lama, bertahan setidaknya selama 12
jam, daripada dosis rekomendasi dari short-acting beta2 agonist konvensional.14
Fluticasone propionat yang diberikan secara inhalasi pada dosis yang
direkomendasikan memiliki efek anti inflamasi glukokortikoid di dalam paru,
sehingga mampu mengurangi gejala dan eksaserbasi asma, dengan efek samping
yang lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian kortikosteroid sistemik.14
Terdapat beberapa penelitian mengenai efikasi klinis dan keamanan dari
penggunaan Seretide.15,16

Penelitian 12 bulan (Gaining Optimal Asthma Control, GOAL) pada 3416


pasien dewasa dan remaja dengan asma persisten, membandingkan efikasi dan
keamanan dari Seretide versus kortikosteroid inhalasi (Fluticasone Propionate)
saja untuk menentukan apakah tujuan manajemen asma dapat tercapai. Terapi
ditingkatkan setiap 12 minggu sampai ** total control atau dosis tertinggi dari
obat tercapai. GOAL menunjukkan bahwa pasien yang diterapi dengan
Seretide memiliki kontrol asma yang lebih baik daripada pasien yang diterapi
dengab ICS saja dan kontrol asma ini diperoleh pada dosis kortikosteroid yang
lebih rendah.

Hasil penelitian secara keseluruhan:

Asma *well controlled ; gejala jarang muncul atau adanya penggunaan SABA
atau fungsi paru kurang dari 80% predicted ditambah tidak terdapat bangun
malam hari, tidak ada eksaserbasi dan tidak ada efek samping yang terjadi yang
menyebabkan terapi harus diganti.
Asma **total controlled ; tidak ada gejala, tidak ada penggunaan SABA,
fungsi paru 80% predicted, tidak ada bangun pada malam hari, tidak ada
eksaserbasi dan tidak ada efek samping yang terjadi yang menyebabkan terapi
harus diganti.

Penelitian yang dilakukan oleh Christopher E Clark juga menunjukkan bahwa


Seretide efektif dalam menangani gejala asma pada pusat kesehatan primer,
mengurangi nilai gejala, mengurangi penggunaan pelega, serta mengurangi
rerata penggunaan steroid harian. Ketika gejala dimasukkan ke dalam hitungan,
Seretide juga tampaknya efektif dalam hal biaya, dan biaya terapi berkurang
dalam jangka panjang tanpa kehilangan manfaat dari Seretide.
Pada kasus ini, saat anak kontrol di poli anak RSDK pada tanggal 8

Desember 2014, DPJP memberikan advis untuk diberikan Seretide 1 puff tiap 24
jam. Jika mengacu pada GINA 2014, tidak ada rekomendasi pemberian Seretide
pada pasien ini, dikarenakan umur pasien saat ini 3 tahun 7 bulan. GINA telah
membuat pendekatan bertahap pada tatalaksana asma untuk anak usia 5 tahun
dimana dari 4 langkah yang ada, tidak terdapat rekomendasi untuk penggunaan
kombinasi ICS dan LABA (dalam kasus ini Seretide). Berdasarkan panduan dari
GINA 2014, untuk anak dengan gejala yang tidak terkontrol setelah 3 bulan terapi

ICS dosis rendah, pilihan terapi terbaik adalah melipatgandakan dosis rendah
inisial ICS. Namun, sebelum meningkatkan dosis terapi, pertimbangkan juga
diagnosis alternatif, teknik pemberian inhalasi serta kepatuhan penderita. Atau
dapat juga digunakan pilihan lain berupa penambahan LTRA.
REHABILITASI MEDIK PADA ASMA
Rehabilitasi medik merupakan suatu proses pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan bila perlu
megembangkan mekanisme kompensasinya agar individu dapat mandiri. Prinsip
dari penanganan rehabilitasi medik adalah mengatasi impairmen yang terjadi,
mencegah disabilitas serta handicap yang dapat terjadi akibat proses penyakit
yang mendasarinya.17
Tujuan program rehabilitasi pada anak dengan asma adalah untuk
memungkinkan anak untuk mempunyai kehidupan yang normal sebisa mungkin,
dengan gejala paling minimal, gangguan minimal pada rutinitas normal, dan efek
samping paling minimal dari terapi yang diterima. Program latihan dan aktivitas
fisik harus disesuaikan untuk memungkinan anak berpartisipasi sepenuhnya pada
kegiatan sekolah dan bermain dan tidak seharusnya dibatasi sebagai akibat dari
penyakit asma.18
Program rehabilitasi pada asma bertujuan untuk meningkatkan manajemen
pribadi dan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya, antara
lain dengan edukasi pada pasien dan keluarganya. Edukasi yang dapat diberikan
antara lain mengenai :3,18
1. Penyakit asma, perbedaan saluran napas yang normal dan pada pasien asma,
apa yang terjadi saat serangan asma
2. Peran pengobatan (pereda dan pengontrol)
3. Kemampuan untuk menggunakan inhaler, cara evaluasi tanda dan gejala, cara
mengenali serangan asma
4. Pengendalian lingkungan untuk mengidentifikasi dan menghindari faktor
pencetus
Hal yang juga harus diperhatikan adalah motivasi dan kepatuhan pada
program tatalaksana jangka panjang, karena asma yang tidak terkontrol dapat

mengganggu kehidupan sehari-hari pasien dan keluarganya. Anak dengan asma


sering beranggapan bahwa mereka tidak dapat bersaing dengan anak lain pada
aktivitas fisik terutama olahraga dan oleh karena itu sering menghindarinya. Hal
ini dapat mengakibatkan rendahnya kepercayaan diri dan pola inaktivitas serta
deconditioning.18
Terapi fisik pada anak asma dilakukan dengan cara :
1. Bronchial hygiene
2. Breathing exercise dan retraining
3. Rekondisi fisik
Bronchial hygiene
Dapat dilakukan dengan cara drainase postural dengan kombinasi
nebulisasi, dan teknik manual untuk melepaskan sekret seperti perkusi maupun
vibrasi. Drainase postural adalah pengaturan posisi pasien dengan memanfaatkan
gaya berat sekret untuk membantu pengalirannnya dari area paru tempat dimana
sekret tersebut terkumpul ke cabang bronkus utama. Tekniknya adalah membuat
posisi penderita yang spesifik sehingga memaksimumkan gaya gravitasi untuk
pengaliran sekresi paru. Drainase postural hanya memerlukan waktu 12 menit
untuk tiap bagian, sehingga total bisa mencapai 10-30 menit. Dapat dilakukan
sebanyak 1-4 kali sehari. Orang tua penderita diberikan edukasi untuk dapat
melakukan sendiri.19
Yang harus diperhatikan saat melakukan drainase postural adalah respon
anak, apabila timbul tanda-tanda kesulitan bernafas misalnya batuk, sianosis, dan
frekuensi napas meningkat, posisikan anak ke keadaan yang nyaman.19
Teknik manual yang diberikan adalah berupa perkusi dan/atau vibrasi. Pada
perkusi digunakan tangan dengan posisi cupped yang ditepukkan pada rongga
dada secara ritmis selama proses respirasi guna mengendorkan mukus dalam paru.
Sedangkan vibrasi adalah teknik getaran cepat mundur dan maju, (bukan
kebawah) pada toraks terhadap suatu segmen paru sehingga menyebabkan mukus
bergerak menuju trakea. Gerakan ini menfasilitasi eliminasi sekret.19

Gambar

1.

Posisi

drainase postural

Latihan
pernapasan dan
Retraining
Latihan

pernapasan

dan

retraining

menggabungkan

pengurangan

kecepatan respiratori dan/atau volum tidal dengan teknik relaksasi, sehingga dapat
membantu mengontrol gejala asma dan direkomendasikan sebagai level 1+++.
Breathing retraining mencakup intruksi untuk pursed

lip breathing dan

pernapasan terkoordinasi serta mempunyai manfaat untuk mengurangi kecemasan


dan stres.20
Teknik pursed lip breathing dilakukan dengan cara inspirasi melalui
hidung dan ekspirasi melalui bibir yang dirapatkan. Ekspirasi dilakukan 2-3 kali
lebih lama daripada inspirasi. Latihan teknik pernapasan ini paling baik dilakukan
saat anak dalam kondisi sehar, sehingga saat awal serangan, anak sudah terbiasa
untuk melakukannya.21
Teknik lain yang dapat dilakukan adalah subtle touch. Teknik ini dilakukan
dalam tiga tahap dengan posisi tangan diletakkan pada kedua sisi rongga dada.

Tekanan ringan pada kulit dengan tangan atau ujung jari selama 3 kali napas
Sentuhan ringan saat 3 napas berikutnya
Tangan atau ujung jari hanya sedikit menyentuh kulit dan tetap seperti itu
untuk 3 siklus mapas selanjutnya

Teknik ini merupakan teknik relaksasi dalam yang dapat meningkatkan regulasi
tonus otot.21
Pada anak usia 1-3 tahun, latihan pernapasan ini dapat diintegrasikan ke
dalam aktivitas permainan sehari-hari seperti meniup air sabun sehingga terbentuk

gelembung-gelembung udara, meniup balon ataupun lilin. Hal ini dapat


meningkatkan kekuatan dan kontrol otot respirasi.
Rekondisi Fisik
Aktivitas fisik penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan psikologis
anak. Latihan fisik harus dimulai sejak dini dan disesuaikan dengan
perkembangan anak. Rekondisi fisik ini penting untuk memperbaiki fungsi
pulmoner dan gejala asma pada anak, sehingga dapat mengurangi kebutuhan
rawat inap dan masa absen dari sekolah.18
Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan
latihan fisik pada anak dengan asma. Latihan fisik dapat memprovokasi gejala
bronkospasme pada 70-90% pasien dengan asma. Gejala yang timbul dapat
berupa batuk, mengi, sesak, rasa tertekan pada dada, dan berkurangnya kapasitas
latihan. Premedikasi dengan bronkodilator masa kerja pendek seperti salbutamol
dapat mencegah berkembangnya gejala-gejala tersebut. Latihan fisik yang
dianjurkan dimulai dengan pemanasan selama 5-10 menit, kemudian dilanjutkan
dengan latihan intensitas rendah hingga sedang dengan target denyut jantung
kurang dari 75% denyut maksimum selama beberapa menit. Latihan yang dapat
dilakukan adalah berenang (namun harus diperhatikan bila terdapat sensitivitas
terhadap klorin), bersepeda, berjalan dan aktivitas aerobik lainnya. Latihan
sebaiknya dilakukan teratur. Dengan edukasi dan manajemen tatalaksana yang
tepat, program latihan fisik dapat diterapkan pada hampir seluruh anak dengan
asma.3,18

BAB IV
RINGKASAN
Anak ini didiagnosis sebagai asma serangan berat dan ditatalaksana di
IGD sesuai alur tatalaksana serangan asma berat. Pada saat pemeriksaan di
bangsal (hari perawatan kedua), anak masih tampak sesak dan didapatkan retraksi
epigastrial, selain itu pada auskultasi didapatkan suara ekspirium diperpanjang,
hantaran serta wheezing.
Didapatkan riwayat alergi dalam keluarga. Inducer berupa debu di dalam
rumah karena kebersihan rumah yang kurang, ventilasi rumah kurang, serta
kelembaban berlebih. Didapatkan juga trigger yang berupa udara dingin karena
tempat tinggal penderita berada di daerah perbukitan.

Telah dilakukan edukasi pada keluarga pasien tentang penyakit anak dan
saat pasien pulang, pasien diberikan obat beta agonis dan kortikosteroid oral. Tiga
hari setelah pasien pulang dari RS, pasien kontrol di poli anak RSDK. Kondisi
anak saat kontrol tampak sehat dan tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan
fisik. Telah dilakukan kunjungan rumah untuk menilai faktor lingkungan yang
berperan dalam risiko timbulnya serangan asma.
Prognosis pada anak ini baik ad vitam, ad sanam, dan ad fungsionam
adalah bonam, mengingat pendidikan orang tua yang cukup tinggi dan ibu pasien
sangat kooperatif untuk dapat mengisi lembar catatan harian asma anak. Dengan
demikian, diharapkan pemantauan dapat efektif dan tercipta kerjasama dokterpasien untuk evaluasi diagnosis dan tatalaksana asma pada anak ini.
Selain itu, diperlukan pula penghindaran terhadap pencetus asma pada
anak ini. Di sini diperlukan peran orang tua dan lingkungan serumah untuk dapat
bekerja sama dalam identifikasi faktor pencetus.

Anda mungkin juga menyukai