Asma Serangan Sedang Episodik Sering
Asma Serangan Sedang Episodik Sering
PEMBAHASAN
Asma adalah penyakit inflamasi kronis yang dikaitkan dengan
hiperreaktifitas jalan nafas yang akhirnya menyebabkan wheezing periodik, sesak
nafas, nyeri dada, dan batuk, terutama pada malam hari maupun pada pagi hari.4
Berdasarkan batasan definisi dari Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA),
asma yaitu mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai
berikut: timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal),
musiman, adanya faktor pencetus di antaranya aktivitas fisik, dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya.4
Batasan Asma pada Anak
Diagnosis asma pada anak pra-sekolah tidak mudah dilakukan.
Berdasarkan penelitian dengan menggunakan biposi atau bronchoalveolar lavage,
reaksi inflamasi pada anak sekolah berbeda dengan orang dewasa yang menderita
asma. Asma merupakan salah satu penyakit kronis pada anak yang didefinisikan
sebagai penyakit inflamasi kronis pada saluran napas bagian bawah. Karena
perbedaan antara individu asma dan individu normal belum dapat dideskripsikan
secara jelas, banyak anak dengan manifestasi klinis asma diklasifikasikan ke
dalam area abu-abu. Sebagai contoh, anak dengan 2 episode wheezing dalam
waktu 3 bulan dan anak dengan batuk yang berlangsung 2 minggu, yang tidak
dapat dikatakan normal, tetapi belum memenuhi kriteria klinis yang disebut asma.
Oleh karena itu asma dianggap sebagai sindrom yang terdiri dari berbagai fenotip
berbeda yang terjadi di semua tingkat usia mulai bayi hingga anak dan dapat
menetap hingga dewasa. Meskipun dalam definisi asma tidak dijelaskan durasi
penyakit dan jumlah eksaserbasi sebelum diagnosis asma ditegakkan, tetapi
beberapa sumber mengatakan paling tidak terdapat 3 eksaserbasi dalam 6 bulan,
dan dengan mengeluarkan kemungkinan penyakit paru kronis lainnya seperti
bronkiektasis, penyakit struktural saluran napas, dan penyakit paru kronis.5 Mengi
berulang dan atau batuk kronik berulang merupakan titik awal menuju diagnosis.
Termasuk yang perlu dipertimbangkan asma adalah anak-anak yang hanya
menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda dan pada saat diperiksa tandatanda mengi, sesak dan lain-lain sedang tidak timbul. Kelompok anak yang patut
diduga asma adalah anak-anak yang menunjukkan batuk dan atau mengi yang
timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal/morning dip),
musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien
atau keluarganya.4
Pada kasus, anak mengalami keluhan sesak yang disertai mengi serta
batuk pilek sebanyak 4 kali dalam jangka waktu 6 bulan. Anak dikatakan mudah
menderita batuk dan sesak terutama saat udara dingin dan jika terpapar debu sejak
anak berusia 1,5 tahun.
Untuk anak yang sudah besar (> 6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya
dilakukan. Uji fungsi paru sederhana misalnya dengan peak flow meter, atau yang
lebih lengkap dengan spirometri. Pemeriksaan ini mendukung diagnosis asma
melalui 3 cara yaitu didapatkannya variabilitas pada PFR atau FEV1 15% atau
kenaikan 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator
atau penurunan 15% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
Variabilitas adalah penurunan hasil PFR dalam satu hari. Penilaian yang baik
dapat dilakukan jika pemeriksaannya berlangsung 2 minggu. Jika tidak terdapat
peak flow meter ataupun spirometri, maka Lembar Catatan Harian dapat
digunakan sebagai alternatif karena mempunyai korelasi baik dengan faal paru.
Lembar catatan harian dapat digunakan dengan atau tanpa pemeriksaan PFR.6
Pada kasus, usia anak < 6 tahun (3 tahun 7 bulan), sehingga pemeriksaan
faal paru baik dengan peak flow meter ataupun spirometri belum dapat dilakukan.
Sesuai dengan referensi di atas, maka pada pasien dapat digunakan Asthma Dairy
Card (Lembar Catatan Harian) yang diisi oleh orang tua penderita.
Klasifikasi
1. Asma saat tanpa serangan
Pada anak, Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengklasifikasikan
derajat asma menjadi:4
1) Asma episodik jarang (asma ringan)
2) Asma episodik sering (asma sedang)
3) Asma persisten (asma berat)
Asma episodik
jarang
Asma episodik
sering
Asma persisten
< 1x/bulan
> 1x/bulan
Sering
< 1 minggu
1 minggu
Intensitas
serangan
Di antara
serangan
Tidur dan
aktivitas
Pemeriksaan
fisik di luar
serangan
Biasanya ringan
Biasanya sedang
Hampir sepanjang
tahun, tidak ada
remisi
Biasanya berat
Tanpa gejala
Tidak tergganggu
Sering tergganggu
Normal
Mungkin
tergganggu
Tidak pernah
normal
Obat
pengendali
Tidak perlu
Perlu
Perlu
Variabilitas
faal paru (bila
ada serangan)
4
5
6
Jika terdapat keraguan antara derajat penyakit yang satu dengan yang lain maka
tatalaksana diberikan sesuai dengan derajat yang lebih berat
Pada kasus, anak termasuk ke dalam kelompok asma episodik sering
karena frekuensi serangan dapat terjadi > 1 kali dalam sebulan, lama serangan
kurang dari 1 minggu, di antara serangan terkadang terdapat gejala, tidur dan
aktivitas tidak terganggu, dan anak menggunakan kortikosteroid inhalasi
(budesonide 200 mcg tiap 24 jam) sejak bulan Mei 2014. Intensitas serangan pada
anak ini berkisar dari sedang hingga berat. Tidak didapatkan kelainan dari
pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap anak di luar serangan (saat anak
kontrol ke poli anak RSDK tanggal 8 Desember 2014).
2. Asma saat serangan
Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan
asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan
laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diberikan.
Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan
asma serangan berat.3
Ringan
Sedang
Berat
Sesak (breathless)
Berjalan
Bayi :
Menangis
keras
Istirahat
Bayi :
Tidak mau
makan/minum
Posisi
Bisa
berbaring
Berbicara
Bayi :
Tangis pendek
dan lemah
Kesulitan
menetek/makan
Lebih suka
duduk
Bicara
Kesadaran
Kalimat
Mungkin
iritable
Tidak ada
Penggal kalimat
Biasanya
iritable
Tidak ada
Duduk
bertopang
lengan
Kata-kata
Biasanya
iritable
Ada
Sedang,
sering hanya
Nyaring,
sepanjang
Sangat nyaring,
terdengar tanpa
Sianosis
Wheezing
Ancaman henti
napas
Kebingungan
Nyata
Sulit/tidak
terdengar
pada akhir
ekspirasi
Biasanya
tidak
ekspirasi
inspirasi
Biasanya ya
stetoskop
Ya
Gerakan
paradok
torakoabdominal
Retraksi
Dangkal,
retraksi
intercostal
Sedang,
ditambah
retraksi
suprasternal
Dalam,
ditambah napas
cuping hidung
Dangkal /
hilang
Frekuensi napas
Takipnu
Frekuensi nadi
Pulsus paradoksus
(pemeriksaannya tidak
praktis)
PEFR atau FEV1
(% nilai dugaan / %
nilai terbaik)
Pra bronkodilator
Pasca bronkodilator
SaO2 %
PaO2
PaCO2
Takipnu
Takipnu
Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia
Frekuensi napas normal
< 2 bulan
<60 x / menit
2-12 bulan
< 50 x / menit
1-5 tahun
< 40 x / menit
6-8 tahun
< 30 x / menit
Normal
Takikardi
Takikardi
Bradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia
Frekuensi nadi normal
2-12 bulan
< 160 x / menit
1-2 tahun
< 120 x / menit
3-8 tahun
< 110 x / menit
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada,
(< 10 mmHg) (10-20 mmHg)
(>20mmHg)
tanda
kelelahan otot
respiratorik
>60%
>80%
40-60%
60-80%
>95%
Normal
(biasanya
tidak perlu
diperiksa)
<45 mmHg
91-95%
>60 mmHg
<40%
<60%,
respon<2 jam
90%
<60 mmHg
<45 mmHg
>45 mmHg
Populasi dengan
predisposisi genetik
Inducers (I):
Indoors Allergens, Alternaria, dll
Enhancers (E):
Rhinovirus
Ozon
Agonis 2
Penghindaran (avoidance)
Respon imun
Th2, IgE, IgG, IgG1
Avoidance
Anti inflamasi
Imunoterapi?
Inflamasi
Th2, sel mast, eosinofil
Triggers*:
Olahraga/udara dingin
Histamin/metakolin
HRB
2 Agonis
Mengi
sering dilalui truk pengangkat pasir sehingga penderita sangat rentan terpapar
debu. Lingkungan rumah penderita merupakan lingkungan yang padat penduduk,
di mana jarak antara 1 rumah dengan rumah yang lain sangat dekat dan sebagian
besar tetangga penderita adalah perokok, sehingga dapat dikatakan anak
merupakan perokok pasif. Semua ini dapat menjadi inducers terjadinya asma pada
penderita.
Pada penderita ini, sesak semakin bertambah saat pagi hari, lingkungan
penderita merupakan daerah perbukitan sehingga pada pagi hari udara dirasakan
cukup dingin. Hal ini dapat menjadi trigger yang dapat memicu terjadinya
serangan asma pada penderita.
Jadi, kemungkinan pada penderita ini :
-
Terdapat alergen di dalam maupun di luar rumah berupa debu di dalam rumah
serta debu dari truk pengangkat pasir yang sering melewati rumah penderita,
kurangnya ventilasi serta kelembaban yang berlebih sebagai inducers
Adanya trigger berupa udara dingin karena tempat tinggal penderita ada di
daerah perbukitan dan udara pada pagi hari cukup dingin.
Tatalaksana
Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi dua
golongan yaitu :
1. Penatalaksanaan asma akut (tatalaksana serangan)
a. Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta2
agonis atau teofilin. Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi
karena onsetnya lebih cepat dan efek samping sistemiknya minimal. Obat
golongan 2 agonis inhalasi yang dapat digunakan yaitu MDI dengan atau
tanpa spacer atau nebulizer. Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi
tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi perburukan harus segera dibawa ke
rumah sakit.
b. Tatalaksana di ruang emergency
Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai
derajat serangannya. Tatalaksana awal ini sekaligus berfungsi sebagai
KLINIK / IGD
Nilai derajat serangan
(sesuai tabel 2)
Tatalaksana awal
nebulisasi -agonis 1-2x, selang 20 menit
nebulisasi kedua + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi langsung dengan 2 agonis+antikolinergik)
Serangan sedang
Serangan berat
Serangan
ringan 2x, respons parsial) (nebulisasi 3x, respons buruk)
(nebulisasi
(nebulisasi
1x, respons
berikan
oksigen baik, gejala hilang)
sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi
observasi
2
jam
nilai kembali derajat serangan, jika
sesuaijalur
dgn parenteral
serangan sedang, observasi di Ruang Rawat Sehari
pasang
jika efekpasang
bertahan,
boleh
pulang
jalur parenteral
nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan berat, rawat di Ruang
jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai
serangan
foto
Rontgensedang
thoraks
Boleh pulang
bekali obat -agonis (hirupan / oral)
jika sudah ada obat pengendali, teruskan
wat Sehari/observasi
jika infeksi virus sbg. pencetus, dapat diberi steroid oral
uskan
dalam 24-48 jam kon-trol ke Klinik Rawat Jalan, untuk reevaluasi
roid oral
Ruang Rawat Inap
iap 2 jam
oksigen teruskan
12 jam perbaikan klinis stabil, atasi
boleh
pulang,
jika
dehidrasi
dantetapi
asidosis
jikaklinis
ada tetap belum membaik atau memburuk, alih rawat ke Ru
steroid IV tiap 6-8 jam
nebulisasi tiap 1-2 jam
aminofilin IV awal, lanjutkan rumatan
jika membaik dalam 4 -6x nebulisasi, interval jadi 4-6 jam
jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang
jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak membaik, bahkantimbul Ancaman henti napas,
Di IGD RSUP Dr. Kariadi, anak ini didiagnosis serangan asma berat
sehingga diberikan nebulisasi kombinasi 2-agonis (Berotec) dan NaCl 0,9% 2 ml.
Setelah dilakukan dua kali nebulisasi, keluhan sesak dan mengi tidak berkurang.
Oksigen 2 liter/menit diberikan sejak pasien datang di IGD termasuk saat
nebulisasi. Anak kemudian diputuskan untuk rawat inap dan dilakukan
pemasangan jalur intravena.
Di ruang rawat inap (bangsal C1L1), pemberian oksigen diteruskan.
Nebulisasi dengan -agonis dan NaCl 0,9% serta oksigen dilanjutkan tiap 6 jam.
DPJP memberikan advis untuk diberikan injeksi bolus metil prednisolon 15 mg
tiap 8 jam, injeksi bolus aminofilin 84 mg dalam 20 ml NaCl 0,9% selama 20
menit lalu dilanjutkan drip aminofilin 240 mg dalam 480 ml D51/2NS 5 tetes per
menit.
Pada hari perawatan ketiga, keluhan sesak dan mengi berkurang, kondisi
anak stabil, tidak demam, masih didapatkan batuk berdahak dan pilek. Tidak
didapatkan wheezing pada auskultasi paru. Oksigen dihentikan dan nebulisasi
hanya diprogram bila perlu.
Pada hari perawatan keempat, kondisi anak tetap stabil dan pasien
dipulangkan dengan dibekali 2-agonis oral (salbutamol) dan steroid oral
(metilprednisolon) dilanjutkan hingga 3 hari, pasien disarankan kontrol ke poli
anak RSDK 3 hari kemudian untuk evaluasi ulang tatalaksana.
dapat
menjalani aktivitas
normalnya,
termasuk
bermain
dan berolahraga.
b. Sesedikit mungkin angka absensi sekolah.
c. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.
d. Uji fungsi paru senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang
mencolok
e. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan tidak ada serangan
f. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin.
Global Initiative for Asthma (GINA) 2014 membuat panduan pendekatan
bertahap tatalaksana asma untuk dua kelompok usia anak, yaitu anak usia 5
tahun dan anak usia di atas 5 tahun serta dewasa.12
Untuk tatalaksana asma pada anak usia 5 tahun dapat mengikuti panduan
di bawah ini (kotak 1) dengan medikasi yang ditingkatkan atau diturunkan untuk
mencapai kontrol gejala yang baik dan meminimalisasi risiko untuk terjadinya
eksaserbasi dan efek samping obat.12
Indikasi untuk terapi pada langkah 2 (terapi controller reguler) didasarkan
pada frekuensi dan tingkat keparahan gejala serta episode wheezing. Terapi
controller reguler diberikan jika:12
Pola gejala anak mengarah pada diagnosis asma dan gejala respiratorik yang
tidak terkontrol
Episode wheezing sering (tiga atau lebih episode dalam 1 musim)
Episode wheezing jarang (1-2 kali dalam 1 musim) tapi gejalanya berat
Diagnosis asma masih dipertanyakan, dan terapi SABA inhalasi perlu sering
diulang, misalnya lebih dari 1-2 kali setiap minggu.
Kotak 1. Pendekatan bertahap untuk terapi asma pada anak usia 5 tahun12
Kotak 2. Pendekatan bertahap untuk terapi asma pada anak usia di atas 5 tahun
dan dewasa13
dan
pelega
dengan
dosis
rendah
BDP/formoterol
atau
Karakteristik
Tidak
Terkontrol
Gejala harian
Pembatasan aktivitas
kali dalam
dalam seminggu)
seminggu
Sewaktu-waktu
Tidak ada
Gejala
nokturnal/gangguan
Tidak ada
tidur (terbangun)
Kebutuhan akan
rescue
dalam seminggu)
dalam seminggu
Sewaktu-waktu
dalam seminggu
Terkontrol Sebagian,
kali dalam
muncul sewaktu-waktu
seminggu
dalam seminggu
Eksaserbasi
Normal
Tidak ada
**)
Keterangan :
*)
Fungsi paru tidak berlaku untuk anak usia 5 tahun atau di bawah 5 tahun
**)
Untuk semua bentuk eksaserbasi sebaiknya dilihat kembali terapinya apkah benar-benar
adekuat
***)
bulan April 2013 hingga Desember 2014. Ibu pasien juga menandai apakah anak
dirawat inap atau rawat jalan saat terjadi serangan asma.
Penggunaan Seretide pada Asma
Seretide merupakan inhaler kombinasi yang ditujukan untuk terapi
pemeliharaan pada penyakit obstruksi jalan napas. Seretide dikembangkan dan
dibuat dalam bentuk 3 multi dosis, formulasi dry powder inhaler mengandung 50
microg/puff long acting beta2 agonist salmeterol dan baik 100, 250, atau 500
microg/puff
fluticasone
propionate
inhalasi
kortikosteroid.
Biaya
yang
dikeluarkan akibat asma, penyakit respiratorik yang sangat sering, sangat besar
dan terus meningkat. Kombinasi dosis tetap dari fluticasone dan salmeterol telah
menjadi terapi yang efektif dan aman untuk penyakit ini.14
Salmeterol merupakan long-acting beta2 adrenoceptor agonist selektif
dengan sisi rantai yang panjang untuk terikat pada reseptor. Salmeterol
menghasilkan durasi bronkodilasi yang lebih lama, bertahan setidaknya selama 12
jam, daripada dosis rekomendasi dari short-acting beta2 agonist konvensional.14
Fluticasone propionat yang diberikan secara inhalasi pada dosis yang
direkomendasikan memiliki efek anti inflamasi glukokortikoid di dalam paru,
sehingga mampu mengurangi gejala dan eksaserbasi asma, dengan efek samping
yang lebih sedikit dibandingkan dengan pemberian kortikosteroid sistemik.14
Terdapat beberapa penelitian mengenai efikasi klinis dan keamanan dari
penggunaan Seretide.15,16
Asma *well controlled ; gejala jarang muncul atau adanya penggunaan SABA
atau fungsi paru kurang dari 80% predicted ditambah tidak terdapat bangun
malam hari, tidak ada eksaserbasi dan tidak ada efek samping yang terjadi yang
menyebabkan terapi harus diganti.
Asma **total controlled ; tidak ada gejala, tidak ada penggunaan SABA,
fungsi paru 80% predicted, tidak ada bangun pada malam hari, tidak ada
eksaserbasi dan tidak ada efek samping yang terjadi yang menyebabkan terapi
harus diganti.
Desember 2014, DPJP memberikan advis untuk diberikan Seretide 1 puff tiap 24
jam. Jika mengacu pada GINA 2014, tidak ada rekomendasi pemberian Seretide
pada pasien ini, dikarenakan umur pasien saat ini 3 tahun 7 bulan. GINA telah
membuat pendekatan bertahap pada tatalaksana asma untuk anak usia 5 tahun
dimana dari 4 langkah yang ada, tidak terdapat rekomendasi untuk penggunaan
kombinasi ICS dan LABA (dalam kasus ini Seretide). Berdasarkan panduan dari
GINA 2014, untuk anak dengan gejala yang tidak terkontrol setelah 3 bulan terapi
ICS dosis rendah, pilihan terapi terbaik adalah melipatgandakan dosis rendah
inisial ICS. Namun, sebelum meningkatkan dosis terapi, pertimbangkan juga
diagnosis alternatif, teknik pemberian inhalasi serta kepatuhan penderita. Atau
dapat juga digunakan pilihan lain berupa penambahan LTRA.
REHABILITASI MEDIK PADA ASMA
Rehabilitasi medik merupakan suatu proses pelayanan kesehatan yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan fungsional dan bila perlu
megembangkan mekanisme kompensasinya agar individu dapat mandiri. Prinsip
dari penanganan rehabilitasi medik adalah mengatasi impairmen yang terjadi,
mencegah disabilitas serta handicap yang dapat terjadi akibat proses penyakit
yang mendasarinya.17
Tujuan program rehabilitasi pada anak dengan asma adalah untuk
memungkinkan anak untuk mempunyai kehidupan yang normal sebisa mungkin,
dengan gejala paling minimal, gangguan minimal pada rutinitas normal, dan efek
samping paling minimal dari terapi yang diterima. Program latihan dan aktivitas
fisik harus disesuaikan untuk memungkinan anak berpartisipasi sepenuhnya pada
kegiatan sekolah dan bermain dan tidak seharusnya dibatasi sebagai akibat dari
penyakit asma.18
Program rehabilitasi pada asma bertujuan untuk meningkatkan manajemen
pribadi dan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarganya, antara
lain dengan edukasi pada pasien dan keluarganya. Edukasi yang dapat diberikan
antara lain mengenai :3,18
1. Penyakit asma, perbedaan saluran napas yang normal dan pada pasien asma,
apa yang terjadi saat serangan asma
2. Peran pengobatan (pereda dan pengontrol)
3. Kemampuan untuk menggunakan inhaler, cara evaluasi tanda dan gejala, cara
mengenali serangan asma
4. Pengendalian lingkungan untuk mengidentifikasi dan menghindari faktor
pencetus
Hal yang juga harus diperhatikan adalah motivasi dan kepatuhan pada
program tatalaksana jangka panjang, karena asma yang tidak terkontrol dapat
Gambar
1.
Posisi
drainase postural
Latihan
pernapasan dan
Retraining
Latihan
pernapasan
dan
retraining
menggabungkan
pengurangan
kecepatan respiratori dan/atau volum tidal dengan teknik relaksasi, sehingga dapat
membantu mengontrol gejala asma dan direkomendasikan sebagai level 1+++.
Breathing retraining mencakup intruksi untuk pursed
Tekanan ringan pada kulit dengan tangan atau ujung jari selama 3 kali napas
Sentuhan ringan saat 3 napas berikutnya
Tangan atau ujung jari hanya sedikit menyentuh kulit dan tetap seperti itu
untuk 3 siklus mapas selanjutnya
Teknik ini merupakan teknik relaksasi dalam yang dapat meningkatkan regulasi
tonus otot.21
Pada anak usia 1-3 tahun, latihan pernapasan ini dapat diintegrasikan ke
dalam aktivitas permainan sehari-hari seperti meniup air sabun sehingga terbentuk
BAB IV
RINGKASAN
Anak ini didiagnosis sebagai asma serangan berat dan ditatalaksana di
IGD sesuai alur tatalaksana serangan asma berat. Pada saat pemeriksaan di
bangsal (hari perawatan kedua), anak masih tampak sesak dan didapatkan retraksi
epigastrial, selain itu pada auskultasi didapatkan suara ekspirium diperpanjang,
hantaran serta wheezing.
Didapatkan riwayat alergi dalam keluarga. Inducer berupa debu di dalam
rumah karena kebersihan rumah yang kurang, ventilasi rumah kurang, serta
kelembaban berlebih. Didapatkan juga trigger yang berupa udara dingin karena
tempat tinggal penderita berada di daerah perbukitan.
Telah dilakukan edukasi pada keluarga pasien tentang penyakit anak dan
saat pasien pulang, pasien diberikan obat beta agonis dan kortikosteroid oral. Tiga
hari setelah pasien pulang dari RS, pasien kontrol di poli anak RSDK. Kondisi
anak saat kontrol tampak sehat dan tidak didapatkan kelainan pada pemeriksaan
fisik. Telah dilakukan kunjungan rumah untuk menilai faktor lingkungan yang
berperan dalam risiko timbulnya serangan asma.
Prognosis pada anak ini baik ad vitam, ad sanam, dan ad fungsionam
adalah bonam, mengingat pendidikan orang tua yang cukup tinggi dan ibu pasien
sangat kooperatif untuk dapat mengisi lembar catatan harian asma anak. Dengan
demikian, diharapkan pemantauan dapat efektif dan tercipta kerjasama dokterpasien untuk evaluasi diagnosis dan tatalaksana asma pada anak ini.
Selain itu, diperlukan pula penghindaran terhadap pencetus asma pada
anak ini. Di sini diperlukan peran orang tua dan lingkungan serumah untuk dapat
bekerja sama dalam identifikasi faktor pencetus.