Pendahuluan
Pemerintah telah mencanangkan Visi Indonesia 2025 yaitu menjadi negara maju
pada tahun 2025. Namun Pemerintah juga sepenuhnya menyadari bahwa kualitas sumber
daya manusia (SDM) masih menjadi suatu tantangan dalam mewujudkan visi dimaksud.
Para pakar dibidang SDM menyatakan bahwa kualitas SDM secara dominan ditentukan oleh
kemudahan akses pada pendidikan dan fasilitas kesehatan yang berkualitas. Bahkan UNDP
(United Nations Development Programme) memperkenalkan Indeks Pembangunan Manusia
yang dua dari tiga indikatornya (peluang hidup, pengetahuan dan hidup layak) terkait
dengan kesehatan. Dengan mempertimbangkan tingkat urgensi dari kesehatan, maka
Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah telah melakukan beberapa upaya untuk
meningkatkan kemudahan akses pada fasilitas kesehatan. Di antaranya adalah dengan
menerbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS).
Dengan terbitnya kedua undang-undang dimaksud, Pemerintah diwajibkan untuk
memberikan lima jaminan dasar bagi seluruh masyarakat Indonesia yaitu jaminan
kesehatan, kecelakaan kerja, kematian, pensiun, dan tunjangan hari tua. Jaminan dimaksud
akan dibiayai oleh perseorangan, pemberi kerja, dan/atau Pemerintah. Dengan demikian,
Pemerintah akan mulai menerapkan kebijakan Universal Health Coverage dalam hal
pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dimana sebelumnya Pemerintah
(Pusat) hanya memberikan pelayanan kesehatan bagi Pegawai Negeri Sipil dan ABRI-Polisi.
Kebijakan ini umumnya diterapkan di negara-negara yang menganut paham welfare state
yaitu negara di Eropa Barat dan negara jajahan mereka serta beberapa negara Amerika
Latin.
Perubahan kebijakan dalam layanan kesehatan dimaksud tidak terlepas dari
himbauan World Health Assembly (WHA), pada sidang ke-58 pada tahun 2005 di Jenewa,
agar setiap negara anggota memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan kepada
seluruh masyarakat khususnya bagi yang kurang mampu. Ada pun mekanisme yang
digunakan adalah mekanisme asuransi kesehatan sosial. Hal ini pun sudah sejalan dengan
1
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa setiap
warga negara mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, dan terjangkau.
Dalam implementasi SJSN, Pemerintah akan membentuk dua Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan
akan
menyelenggarakan
program
jaminan
kesehatan
dan
BPJS
ilmu ekonomi kesehatan dan kesehatan masyarakat dengan tujuan untuk memperkecil gap
(perbedaan) antara need dan want. Dengan peraturan perundang-undangan, Pemerintah
dapat memengaruhi keputusan dokter agar mengakomodasi keinginan pasien. Selanjutnya
dengan
pendidikan
kesehatan,
Pemerintah
dapat
memengaruhi
pasien
untuk
tersedianya pelayanan kesehatan tenaga medis profesional dan rasa kecewa terhadap
pelayanan kesehatan dimaksud.
Tabel 1. Demand Terhadap Jasa Layanan Kesehatan (dalam %)
No.
Persentase penduduk
2008
2009
2010
2011
2012
1.
Mengobati sendiri
65,59
68,41
68,71
66,82
67,71
2.
34,41
31,59
31,29
33,18
32,29
Persentase penduduk
2008
2009
2010
2011
2012
1.
77,74
75,76
72,42
76,37
75,67
2.
22,26
24,24
27,58
23,63
24,33
sudah ditanggung oleh Pemerintah Pusat (dhi. Kementerian Kesehatan) dengan program
Jamkesmas dan oleh Pemerintah Daerah dengan program PJKMU. Namun belum semua
masyarakat tercakup dalam Jamkesmas dan belum semua daerah menerapkan program
PJKMU. Di samping itu penggunaan asuransi kesehatan oleh individu masih banyak yang
memakai produk asuransi dengan cakupan penyakit berat (operasi dan/atau rawat inap)
saja sedangkan untuk penyakit ringan akan langsung ditanggung individu tanpa melalui
produk asuransi. Demand terhadap layanan kesehatan akan meningkat karena BPJS akan
memasukkan masyarakat kurang mampu dari daerah yang belum menerapkan jamkesda
dan memberikan jaminan kesehatan dasar bagi individu yang hanya memakai produk
asuransi dengan cakupan penyakit berat. Sebagai ilustrasi, pada grafik berikut dijelaskan
persentase jumlah penduduk yang memiliki jaminan kesehatan dalam bentuk apapun.
Grafik 1. Persentase Cakupan Nasional Jaminan Kesehatan Tahun 2011
Belum Punya
Jamkes/Asuransi
37%
Jaminan lainnya
4%
Jamkesmas
32%
Jamkesda
15%
Askes
7%
Jamsostek
2%
Jamkes Swasta
3%
Asuransi Swasta
1%
Sumber: Dr.drg. Yulita Hendartini, M.Kes., AAK (Peneliti Pusat KP-MAK FK UGM).
Memperhatikan potensi pertambahan jumlah demand atas layanan kesehatan, maka
dapat diprediksi bahwa akan terjadi penambahan beban fiskal bagi Pemerintah khususnya
dari penerapan konsep SJSN ini. Namun demikian, tingkat keberhasilan implementasi SJSN
tidak semata-mata apakah beban fiskal akan bertambah atau berkurang. Dalam ilmu
ekonomi kesehatan dijelaskan bahwa kesehatan masyarakat akan berdampak kepada
kondisi ekonomi secara makro. Secara sederhana dapat dipahami bahwa kesehatan
seseorang yang buruk akan berdampak kepada menurunnya produktifitas orang tersebut
dan dapat menularkan kesehatan buruknya kepada orang lain. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa keberhasilan konsep SJSN harus dilihat dari faktor jumlah fiskal pada layanan
kesehatan dan produktifitas masyarakat. Di sinilah peran BPJS Kesehatan untuk
mengendalikan biaya layanan kesehatan pada tingkat yang wajar.
5
Man
2.
Money
3.
Material
4.
Method
5.
Machine
6.
Market
7.
Teknologi
8.
Time
9.
Informasi
Sumber: Makalah Dasar Ilmu Ekonomi Supply tahun 2010, FKM UNAIR.
Dari determinan-determinan supply layanan kesehatan dimaksud, man merupakan
determinan yang paling dominan dalam menentukan kondisi determinan lainnya. Hal ini
dapat dipahami karena determinan lain disediakan dan dikelola oleh determinan man.
Secara umum kondisi atau kualitas dari determinan dimaksud akan menentukan kualitas
6
pelayanan kesehatan. Dengan pertimbangan bahwa tingkat keberhasilan konsep SJSN turut
dipengaruhi oleh kinerja supplier dari pelayanan kesehatan maka BPJS Kesehatan perlu
mengendalikan semua determinan dari supply layanan kesehatan khususnya determinan
man.
Sebagaimana telah diketahui bahwa BPJS Kesehatan merupakan transformasi dari
PT Askes (Persero). Secara umum, karakter dasar PT Askes (Persero) adalah sebuah
entitas milik negara (Badan Usaha Milik Negara) yang mencari profit di bidang asuransi
kesehatan. Selama ini PT Askes (Persero) sudah menerapkan metode managed care dalam
mengendalikan biaya dan mutu layanan kesehatan sehingga dapat mengurangi biaya
pelayanan yang tidak perlu yang pada akhirnya dapat meningkatkan kelayakan dan efisiensi
pelayanan kesehatan. Dalam menerapkan pengendalian biaya layanan kesehatan, PT
Askes (Persero) memberikan batasan atas fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana
tercantum dalam Tabel 4. Sedangkan untuk mengendalikan biaya dari obat, PT Askes
(Persero) menggunakan Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) sebagai acuan standar obat
yang dijamin dan bila obat yang ditetapkan oleh dokter (man) melebihi standar dimaksud
maka pasien akan menanggung biaya dimaksud. Dengan pembatasan-pembatasan
dimaksud PT Askes (Persero) telah mengendalikan pembengkakan biaya yang berasal dari
determinan man.
Tabel 4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan pada PT Askes (Persero)
Jenis Manfaat
Manfaat Khusus
mengelola demand dan supply layanan kesehatan. Sehingga probabilitas atas keberhasilan
dari penerapan konsep SJSN cukup besar.
Tabel 5. Kinerja PT Askes (Persero) (dalam juta Rp)
Keterangan
Pendapatan Usaha
Pendapatan Lain-Lain
Laba Bersih
2008
2009
2010
2011
5.630.909
6.863.009
7.897.636
9.242.911
189.574
999.381
1.077.137
978.171
1.136.819
2.176.919
1.802.362
1.436.728
Kesimpulan
Implementasi dari kebijakan SJSN dan BPJS akan meningkatkan demand terhadap
pelayanan kesehatan khususnya dari masyarakat yang selama ini kurang mampu membeli
jasa kesehatan sehingga akan berpengaruh kepada penambahan beban fiskal. Namun,
penambahan beban fiskal akan diimbangi oleh penambahan produktivitas masyarakat yang
berdampak kepada perkembangan ekonomi makro.
Kemampuan BPJS Kesehatan dalam mengendalikan demand dan supply dari layanan
kesehatan akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dari penerapan konsep SJSN. Melihat
kinerja PT Askes (Persero) yang akan bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan dapat
disimpulkan bahwa ada potensi keberhasilan dari implementasi konsep SJSN dimaksud.