Anda di halaman 1dari 4

A.

Hasil dan analisis data


Sampel yang diuji kadar vitamin C-nya menggunakan instrumen HPLC pada
praktikum ini adalah tablet suplemen vitacimin. Metode yang digunakan pada pengujian ini
adalah metode fasa terbalik dimana fasa gerak yang digunakan ini bersifat relatif lebih polar
daripada fasa diamnya. Fasa gerak yang digunakan adalah campuran metanol dan asam
oksalat 0,5% dengan perbandingan 27:73 sedangkan fasa diamnya berupa silika yang
direaksikan dengan organoklorosilana.
O
Si(CH3)2R Dimana gugus R berupa gugus nonpolar, C-18 (noktadesil) karena dalam praktikum ini digunakan
O Fasa diam
Struktur
kolom jenis C-18.
Dalam preparasi larutan standar dan sampel digunakan membran PTFE (Poly Tetra

Si

Fluoro Ethylene) untuk proses pemurnian dimana larutan standar maupun sampel dipisahkan
dari pengotornya.
Sebelum pengujian sampel, terlebih dahulu dibuat kurva kalibrasi dari deret larutan
standar dengan konsentrasi 40, 60, 80, 100, dan 120 ppm. Kurva diplotkan antara konsentrasi
setiap larutan standar terhadap luas area peak yang diperkirakan sebagai peak dari vitamin C,
pada masing-masing kromatogramnya.
Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan dengan
mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada setiap konsentrasi larutan
standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena larutan standar adalah larutan vitamin
C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah yang terbesar dibanding komponen lain sebagai
hasil penguraian vitamin C atau senyawa lainnya (pengotor). Adanya penguraian ini
ditunjukkan salah satunya dari adanya lebih dari satu peak pada kromatogram. Dari penentuan
ini, diketahui bahwa vitamin C ditunjukkan oleh peak dengan waktu retensi 1,59 menit (pada
kromatogram 1, 2 dan 3) serta 1,60 menit (pada kromatogram 4 dan 5) dari kromatogram
deret larutan standar I.
Pada kromatogram sampel tampak tiga peak yang yang muncul. Peak yang memiliki
waktu retensi 1,60 menit (sama dengan peak vitamin C pada kromatogram standar) adalah
peak ke dua pada kromatogram. Peak ini ditafsirkan sebagai peak vitamin C dalam sampel.
Faktanya didukung oleh luas luas area peak yang sangat dominan, dengan proporsi luas peak
lebih dari 95% dari seluruh peak yang ada. Meski demikian, ternyata luas peak ini sangat

besar dan berada di luar rentang luas peak pada kromatogram standar. Ini karena larutan
sampel yang dibuat terlalu pekat.
Dari perhitungan diketahui bahwa konsentrasi larutan sampel adalah 211,059 ppm
sedangkan konsentrasi terbesar dari deret larutan standar adalah 120 ppm. Namun,
pembandingan luas area peak vitamin C pada sampel terhadap luas peak vitamin C pada
larutan standar dengan konsentrasi tertinggi tetap dilakukan. Untuk meningkatkan presisinya
akan lebih baik jika dilakukan pengenceran larutan sampel.
Pembahasan
Penentuan peak vitamin C pada kromatogram larutan standar ini dilakukan
dengan mengamati peak yang waktu retensinya relatif tetap atau sama pada
setiap
konsentrasi larutan standar, serta memerhatikan luas area peaknya. Karena
larutan
standar adalah larutan vitamin C maka kadar vitamin C di dalamnya adalah
yang terbesar
dibanding komponen lain sebagai hasil penguraian vitamin C atau senyawa
lainnya
(pengotor). Dari penentuan ini, dari hasil HPLC diketahui bahwa dari larutan
standart
vitamin C menunjukkan peak dengan waktu retensi rata 1,586 menit ,
sedangkan berasal dari
5 (lima) sampel yang kita periksa tampak peak yang muncul memiliki waktu
retensi rata-rata 1,589
menit (mendekati dengan peak vitamin C pada standar). Peak ini ditafsirkan
sebagai peak
vitamin C dalam sampel, dari data HPLC juga didapat standart deviasi rata rata
waktu
retensi 0,004 (derajat kesalahannya sedikit) oleh sebab itu dapat disimpulkan
sampel
yang diperiksa adalah memang benar mengandung vitamin C.
Dari pemeriksaan sampel vitamin C dengan metoda HPLC kosentrasi vitamin C
yang didapat terlihat bahwa kosentrasi vitamin C yang didapat sangat tidak
sesuai, hal ini
dapat disebabkan oleh sewaktu penimbangan vitamin C yang tidak akurat,
pengenceran
sampel yang berlebih dan tidak mengelap sisa air pengeceran yang terdapat
pada dinding
tabung, adanya gelembung pada sampel pemeriksaan yang sudah dilarutkan
atau
mungkin saja salah mencatat urutan vitamin C yang diperiksa sehingga
menyebabkan
hasil yang tidak sesuai.
V.

HASIL

ANALISIS

DATA

Dalam percobaan ini dilakukan kadar zat aditif (vitamin C, kafein, dan natrium benzoat) dalam
sampel hemaviton energi dengan menggunakan instrumen HPLC. Prinsip dasar dari HPLC
adalah perbedaan distribusi komponen pada sampel diantara fasa gerak cair dan fasa diam cair.
Dalam percobaan ini, fasa gerak yang digunakan adalah campuran antara metnol dan
aquadbidest dengan perbandingan 60 : 40. Namun, dalam preparasi sampel, fasa gerak yang
dibuat adalah campuran antara metanol dan aquabidest dengan perbandingan 70 : 30. Hal ini
dilakukan karena berharap pemisahan yang dihasilkan optimal (dapat terpisah ketiga
komponennya). Sedangkan, fasa diam yang digunakan adalah C18 yang bersifat nonpolar,
sehingga pada percobaan ini digunakan metode HPLC fasa terbalik, yaitu fasa geraknya polar
dan fasa diamnya nonpolar dengan sistem isokratik yaitu hanya menggunakan satu kondisi
perbandingan fasa gerak 60:40 (dibuat tetap), dan laju alirnya 0,75 mL/menit.
Dalam preparasi sampel, sampel yang digunakan adalah hemaviton energi sebanyak 2 Ml
yang kemudian di encerkan dengan fasa gerak sampai volumenya 10 ml yang kemudian disaring
dulu menggunakan membran PTFE supaya pengotor tidak ikut terukur dan kemudian di
degassing dengan menggunakan ultrasonic vibrator supaya campuran menjadi homogen sebelum
dilakukan pengukuran dengan instrumen HPLC.
Analisis yang dilakukan dalam percobaan ini adalah analisis kualitatif dan analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan waktu retensi sampel dengan
waktu retensi standar. Waktu retensi adalah waktu yang diperlukan sampel untuk keluar kolom,
dimana dari kromatogram deret standar, dapat dianalisis puncak yang pertama keluar (waktu
retensi kecil) adalah diduga vitamin C, puncak kedua diduga kafein, dan puncak ke tiga diduga
natrium benzoat. Hal ini didasarkan karena tingkat kepolaran dari ketiga senyawa tersebut,
dimana tingkat kepolarannya adalah vitamin C > kafein > natrium benzoat. Karena fasa diamnya
yang bersifat nonpolar, sehingga yang memiliki kepolaran rendah akan lebih lama berada di
dalam kolom, sedangkan yang memiliki kepolaran tinggi akan cepat keluar dari kolom (waktu
retensi kecil). Namun, pada saat pengukuran deret standar untuk konsentrasi rendah, masih
belum terpisah antara puncak satu dengan puncak dua. Hal ini menunjukkan bahwa pemisahan
yang dilakukan masih kurang optimal, sehingga dari waktu retensi standar, dapat diketahui
kandungan vitamin C, kafein,dan natrium benzoat sampel dilihat dari kedekatan waktu retensi
standarnya.
Sedangkan, analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung konsentrasi sampel
berdasarkan luas area puncak kromatogram dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dari
larutan deret standar. Larutan deret standar dibuat dan diukur sebanyak dua kali, yaitu deret yang
pertama dibuat dengan menggunakan pipet seukuran untuk mengambil larutan induknya,
sedangkan deret kedua menggunakan pipet ukur untuk mengambil larutan induknya. Hal ini
dilakukan karena ada sedikit kesalahan dari praktikan.
Dari pembuatan deret standar sebanyak dua kali, dapat dibandingkan konsentrasi dan kadar
dari komponen pada sampel. Untuk luas area komponen pada sampel yang berasa pada rentang
luas area deret standar, dilakukan perhitungan konsentrasi dengan menggunakan persamaan garis
y = mx + b, sedangkan jika tidak berada pada rentang luas area deret standar, dilakukan

perhitungan konsentrasi dengan menggunakan perbandingan konsentrasi dan luas area sampel
dan standar.
Dari hasil peritungan, dapat diperoleh hasil sebagai berikut :
Diduga zat
Konsentrasi (ppm)
Kadar (mg)
yang
Deret 1
Deret 2
Deret 1
Deret 2
terkandung
Vitamin C
58.2624
73.3853
43.6968
55.0389
Kafein
41.3966
37.7252
31.0475
28.2939
Natrium
220.8138
228.0471
220.8138
171.0353
benzoat

Anda mungkin juga menyukai