Anda di halaman 1dari 6

Bab I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang studi


Infrastruktur merupakan prasarana publik primer dalam mendukung kegiatan
ekonomi suatu negara, dan ketersediaan infrastruktur sangat menentukan tingkat
efisiensi dan efektivitas kegiatan ekonomi. Pembangunan infrastruktur adalah
merupakan Public Service Obligation, yaitu sesuatu yang seharusnya menjadi kewajiban
Pemerintah. Keberadaan infrastruktur sangat penting bagi pembangunan, sehingga pada
fase awal pembangunan disuatu negara hal tersebut akan dipikul sepenuhnya oleh
Pemerintah yang dibiayai dari APBN murni.
Dalam pemenuhan infrastruktur atau fasilitas publik, diperlukan investasi yang
cukup besar dan pengembalian investasi dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain
itu, manajemen operasionalnya juga membutuhkan cost yang tinggi. Permasalahan inilah
yang menjadi kendala bagi kebanyakan negara-negara berkembang dalam pemenuhan
infrastruktur.
Namun kendala keterbatasan pembiayaan dari Pemerintah tersebut dapat
diselesaikan melalui pendekatan pola kerjasama yang bersifat Public Private
Partnership yang membawa manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat dalam kerjasama
tersebut. Pendekatan baru untuk dapat mengurangi masalah ini melibatkan peran-peran
stakeholder.

Public-private

partnership

merupakan

salah

satu

cara

untuk

mengkolaborasikan peran-peran tersebut. Hal tersebut tentunya dapat diupayakan secara


komprehensif dengan memobilisasi pendekatan pembiayaan investasi dari swasta
melalui PPP, yang akan didukung oleh peraturan dan aturan yang ada. Sekalipun
nantinya swasta akan memperoleh kesempatan bekerjasama dalam pembangunan
infrastruktur yang merupakan utilitas umum perlu dikendalikan oleh Pemerintah, maka
rambu-rambu bagi penyelenggaraan kerjasama pun perlu diatur agar tidak merugikan
kedua belah pihak, serta tidak mengurangi hak-hak penguasaan Pemerintah dalam
penyelenggaraan kepentingan bagi harkat hidup orang banyak.
Public-private partnership dapat digambarkan pada sebuah spektrum dan
kemungkinan hubungan-hubungan antara public dan private actors untuk bekerjasama
dalam pembangunan. Keuntungan yang dapat diperoleh pada hubungan ini adalah
inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan pada ilmu teknologi, kemampuan pada
pengaturan efisiensi, semangat enterpreneurship, yang dikombinasikan dengan tanggung
jawab sosial, kepedulian pada lingkungan, dan pengetahuan dan budaya lokal.
Kerjasama seperti itu sudah banyak diimplementasikan di berbagai negara
berkembang, terutama di proyek-proyek infrastruktur, antara lain (Zhang, 2001): Tates
Cairn Tunnel di Hongkong, Jalan Tol di China dan Indonesia, Airport, Railway, dan
sebagainya. Di Indonesia sendiri pola kerjasama seperti ini sudah banyak diterapkan,
antara lain Power Plant Paiton dan jalan tol, yang merupakan kerjasama antara PT Jasa
Marga sebagai instansi yang ditunjuk Pemerintah sebagai regulator jalan tol di Indonesia
dengan investor. Total 31.24% dari ruas jalan tol yang sudah dioperasikan di Indonesia
ini menerapkan kerjasama Public Private Partnership (Jasa Marga, 2003).

Di satu sisi, Public Private Partnership ini dapat berjalan dan berkembang dengan
baik yang ditunjukkan dengan peningkatan nilai dan pemasukan. Hal itu terjadi terutama
di sektor-sektor jalan raya, jembatan, bandar udara, jalan kereta api, power plant dan
telekomunikasi. Sebagai contoh program Private Finance Initiative (PFI) di Inggris
(United Kingdom), dimana terdapat penghematan sebanyak 15% bila dibandingkan
dengan kontrak traditional (Zhang, 2005). Contoh lainnya adalah income yang kontinyu
didapat selama periode konsesi pada sektor jalan tol di Indonesia (Jasa Marga, 2003).
Namun di sisi lainnya, berbagai masalah/kendala terjadi selama pelaksanaan
kerjasama dengan pola ini. Salah satu masalah yang terjadi adalah kebijakan Pemerintah
yang kurang kondusif atau kekuatan oposisi Pemerintah yang terlalu mendominasi,
seperti yang terjadi Lao PDR (Pahlman, 1996). Kendala lainnya dapat berupa kondisi
politik yang tidak stabil, seperti halnya yang terjadi di Thailand (Ogunlana, 1997).
Sebenarnya masalah-masalah tersebut wajar terjadi, mengingat banyaknya resiko dan
ketidakpastian sepanjang implementasi Public Private Partnership (PPP), banyaknya
pihak-pihak/partisipan yang terlibat dalam kerjasama ini, serta tidak banyak pengalaman
yang dimiliki oleh negara atau daerah yang menggunakan pola PPP.
Di Indonesia, khususnya di Surabaya juga banyak terdapat gedung-gedung yang
merupakan fasilitas publik, yang menggunakan pola PPP dengan tipe Build Operate
Transfer (BOT) dan Build Transfer Operate (BTO). Berbagai kendala juga terjadi
selama implementasi kerjasama, antara lain investor tidak mendapat profit seperti yang
diharapkan, yang disebabkan tidak stabilnya kondisi perekonomian di Indonesia. Seperti
halnya yang terjadi di Pusat Perbelanjaan Tunjungan Center Surabaya, dimana terjadi

pemutusan kontrak oleh investor sebelumnya yang telah menjalani masa konsesi selama
20 tahun, dengan alasan tidak tercapainya tujuan investor (Dinas Perlengkapan Pemkot
Surabaya, 2005). Namun hal itu belum tercakup dalam klausul Perjanjian Kerjasama
(PKS), sehingga aturan tambahan jika hal-hal seperti tersebut diatas terjadi, belum ada
klausul yang mengatur dan memerlukan perjanjian tambahan.
Dari fenomena tersebut, maka perlu kiranya diidentifikasi faktor-faktor yang
menentukan keberhasilan pada pelaksanaan PPP. Penelitian sebelumnya (Li et all, 2005)
membahas identifikasi critical success factor pada PPP di UK, identifikasi critical
success factor pada proyek BOT (Tiong,1996), dan identifikasi critical success factor
pada pengembangan infrastruktur (Zhang,2005). Penelitian ini akan melakukan
identifikasi Critical Success Factor apa sajakah yang menentukan keberhasilan pada
pelaksanaan PPP yang berbentuk BOT/BTO pada setiap fasenya. Dari hasil identifikasi,
akan diperoleh informasi mengenai faktor-faktor penentu keberhasilan pada pelaksanaan
kontrak PPP sehingga dapat menjadi pedoman bagi kontrak PPP selanjutnya.

1.2. Permasalahan
Dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.

Permasalahan-permasalahan apa sajakah yang terjadi selama pelaksanaan PPP


pada gedung di Surabaya.

b.

Critical Success Factor apakah yang paling berpengaruh menentukan/


mempengaruhi keberhasilan PPP gedung di Surabaya.

1.3. Tujuan Penelitian


a.

Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan PPP


pada gedung di Surabaya

b.

Mendapatkan Critical Success Factor yang paling berpengaruh menentukan/


mempengaruhi keberhasilan PPP gedung di Surabaya.

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:
a.

Bagi penulis, dapat menambah wawasan tentang pola Public Private


Partnership (PPP), khususnya BOT/BTO

b. Sebagai sumbangan bagi pengembangan penelitian-penelitian selanjutnya


tentang Public Private Partnership yang membahas tentang faktor penentu
keberhasilan pada pelaksanaan PPP selanjutnya serta dapat dijadikan sebagai
salah satu faktor pendorong perubahan kebijakan baik dari Pemerintah maupun
investor demi suksesnya kerjasama tersebut.

1.5. Pembatasan Masalah


Lingkup penelitian ini meliputi:
5.1. Subyek Penelitian
Yang dimaksud dengan subyek pada penelitian ini adalah penentuan Critical
Success Factor yang paling dominan menentukan keberhasilan proyek PPP
gedung di Surabaya dari sudut pandang investor/private sector dan

pemerintah/instansi pemerintah (public sector) yang terkait dalam kerjasama


tersebut. Pemerintah dalam hal ini adalah Pemkot Surabaya, PD Pasar Surya,
dan Bank Rakyat Indonesia (BRI). Penelitian ini meninjau fase build
(implementasi), fase operate (pengoperasian), dan fase transfer (pengambilalihan/penyerahan). Persepsi responden dalam memberikan penilaian tidak
terbatas pada jenis proyek yang sedang mereka kerjakan. Penelitian ini
menjaring opini terhadap CSF PPP pada gedung di Surabaya. Studi kasus
dipilih untuk menentukan populasi dan sebagai representasi dari praktek PPP di
Surabaya

5.2. Obyek Penelitian


Yang dimaksud dengan obyek penelitian ini adalah gedung yang bersifat
commercial property (selalu menghasilkan revenue tiap tahun) di Surabaya dan
menggunakan pola Public Private Partnership.

Anda mungkin juga menyukai