Disusun oleh :
Nama
: E. A Lintang Wardyani
NIM
: H0713059
Kelas
: Agroteknologi 4A
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Jurnal tentang hibridisasi interploidi pada zona sympatrik mengenai pembetukan
Epidendrum fulgens yang disilangkan dengan E. puniceoluteum hybrids saya pilih
karena menurut saya, metode hibridisasi tergolong salah satu teknik dalam Sitogenetika.
Meskipun dalam jurnal ini terdapat salah satu metode yang sekiranya masih terlalu
tinggi ilmunya untuk diterapkan namun sangat menarik untuk di pelajari. Jurnal yang
saya review mencakup atau menyinggung beberapa metode yang dapat digunakan untuk
menganalisa kromosom suatu tanaman. Bahan yang digunakan adalah berupa spesimen
liar; E. fulgens, E. puniceoluteum dan hybrid-hybrid nya. Analisis analisis yang
dilakukan pada penelitian ini adalah Analisis Meiosis mencakup viabilitas polen, dan
perkecambahan pada tabung polen, dan analisis tabung polen. Analisis Mitosis
mencakup penyimpanan dan sebelum perlakuan, perhitungan kromosom dan analisa
karyotipe, chromosome banding, penyelidikan DNA, FISH, GISH, kemudian final
penelitian dilakukan analisis dan pengeditan.
Yang menarik dari jurnal ini adalah setelah dikemukakan hasil penelitiannya,
penulis juga membahas dengan menyajikan beberapa perbandingan penelitian lain yang
hampir serupa.
Judul
Penulis
Lembaga penulis
RINGKASAN JURNAL
A. Pendahuluan
Hibridisasi interspesifik sering dikutip sebagai penyebab luasnya variasi
kromosom dan morfologi pada tumbuhan dan spesies yang kompleks, khususnya
dalam area persebaran yang luas. Penggabungan dua genom yang berbeda kedalam
inti sel yang unik, disebabkan oleh hibridisasi, dapat menetapkan suatu perubahan
yang dinamis pada genom, transkriptom (jumlah total semua molekul mRNA yang
mengekspresi dari gen suatu organisme), dan fenotip dari hibrid baru, apa yang bisa
didapat spesies tetua setelah penyilangan spesies hibrid.
Hibridisasi dapat secara berulang diamati pada anggrek Epidendrum L.,
genus Orchidaceae yang paling banyak ditemukan di wilayah Neotropikal. Spesies
Epidendrum ini memiliki kecocokan reproduksi interspesifik yang tinggi, penyebaran
penyerbuk yang luas serta periode berbunga sering. Epidendrum memiliki variasi
kromosom yang luas antara 2n = 24 hingga 2n = 240. Perubahan dalam jumlah
kromosom dan ketidak konsekuensi genetik dapat menjadi hambatan reproduksi
yang berupa perkawinan dalam satu spesies dan membentuk zigot hibrida yang
diserbukkan dengan bantuan polinator.
Epidendrum fulgens dan E. puniceoluteum memiliki kombinasi warna bunga
yang berbeda. Perbedaan jumlah kromosom dan tingkat ploidi antara keduanya
membuat zona simpatrik lebih sulit karena tingkat kesuburan hibrid menurun seiring
perbedaan jumlah kromosom tetua nya meningkat. Perilaku kromosom pada inti sel
hibrid baru dapat dianalisis melalui teknik karakterisasi seperti chromosome banding
dan hibridisasi in situ dengan lokalisasi langsung sekuens DNA pada kromosomkromosom, dapat melalui GISH (genomic in situ hybridization)
Yang dapat menjadi faktor keberhasilan GISH adalah yang pertama, jumlah
dari pembeda genom yang muncul di antara tetua (genom yang lebih terkait semakin
sulit untuk dibedakan pada kromosom hibrid. Kedua, umur hibrid (hibrid yang lebih
tua mengalami pergantian genom yang sempurna namun berbeda dari sekuens
tetuanya). Perbedaan nya menjadi drastis, ditandai dengan genom hibridnya tidak
cocok dengan tetuanya.
B. Metodologi Penelitian
Bahan dan metode penelitian ini menggunakan spesies liar yaitu E. fulgens
dan E. puniceoluteum serta spesies spesies hibrid nya. Masing masing tersebut
termasuk dalam genus Epidendrum dan Orchidaceae. Yang ingin diamati pada
penelitian ini adalah hibridisasi interspesifik pada kedua tanaman tersebut dan
memperhatikan evolusi yang signifikan berupa penyusunan kembali kromosom dan
berperan dalam hambatan reproduksi yang berupa perkawinan dalam satu spesies
dan membentuk zigot hibrida, misalnya normalisasi meiosis, kesuburan serbuk sari
dan pertumbuhan tabung serbuk sari.
Agar tujuan penelitian ini dapat dicapai, diterapkan beberapat metode yaitu :
1. Analisis meiosis meliputi tetua dan individu hibridanya untuk memeriksa
normalitas meiosis. 2. Analisis pollinium untuk mengetahui viabilitas polen dan
pertumbuhan tabung polen. 3. Analisis karyotipe berpedoman pada jumlah
kromosom, chromosome banding, dan hibridisasi in situ, guna menaksir ketetapan
karyotipe berdasarkan zona persebaran yang luas dan keterkaitan karyotipe tetua x
hibrida serta analisis GISH untuk menjelaskan kontribusi setiap tetua dalam
pembentukan spesies hibrida dan kemungkinan yang menyebabkan variasi genom
antar hibrid.
C. Pembahasan
Analisis meiosis dari tetua E. fulgens dan E. puniceoluteum ditemunkan
bahwa tingkat normalitas meiosis tinggi dengan rata-rata 99,60% dan 96,06%,
masing-masing - dengan kromosom pasangan secara bivalen dan diikuti pembelahan
meiosis membentuk empat sel yang sama. Jumlah kromosom pada kedua spesies: n =
12 di E. fulgens dan n = 28 di E. puniceoluteum. Beberapa kelainan yang diamati
pada tetua, yaitu kromosom berpasangan pada profase I / metafase I dan / atau
pemisahan awal pada metafase I di E. fulgens (0,37% dan 0,31%, masing-masing)
dan kromosom berpasangan di profase I / metafase I dan jembatan anafase I di E.
puniceoluteum (0,58% dan 0,48%, masing-masing). Analisis meiosis menemukan
kelainan kompleks dan sulit untuk diklasifikasikan karena kromosom pada fase
metafase terlihat menggumpal / mencuat dan dengan kromosom yang tak
berpasangan.
Polen yang memiliki tingkat ke viabilitasan yang tinggi di tunjukkan dengan
warna ungu terang. Keadaan morfologi polen juga dapat menentukan viabilitas suatu
polen (apakah normal atau mengerut). Putik menunjukkan pertumbuhan tabung
polen hanya 12 hari setelah penyerbukan manual, kecuali yang melibatkan E. fulgens
dan bunga hibrida. Tabung polen yang tumbuh dapat diamati pada semua
persilangan, dengan tabung polen mencapai ke ovula, tetapi dengan intensitas
berbeda.
Selain menghitung jumlah kromosom melalui meiosis, itu juga ditentukan
melalui mitosis, dengan 2n = 24 di E. fulgens dan 2n = 56 di E. puniceoluteum.
Nomor kromosom hibrida yang didefinisikan di sini untuk pertama kalinya dan
disajikan variasi aneuploid dari 2n = 38 dan 2n = 40
Pemitaan CMA/DAPI menyatakan bermacam-macam variabel, dengan
DAPI+ pita berubah ubah. Epidendrum fulgens memiliki delapan (kadang sampai
10) sambungan. Pita-pita DAPI+ dan dua pita CMA+, sedangkan E. puniceoluteum
memiliki empat pita DAPI+ (dua sambungan dan dua sub sambungan) dna tiga pita
CMA+. Diantara hibrid-hibrid, dua (satu sambungan dan satu sub sambungan) dan
tiga (satu sambungandan dua sub sambungan) pita pita DAPI+ diamati pada individu
individu dengan 2n = 38 dan 2n = 40, berturut turut.