PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dan
merupakan salah satu keadaan gawat darurat di bidang gastroenterologi.
Dalam kepustakaan Barat dilaporkan angka kematian yang cukup tinggi (8-10%) dalam kurun 40
tahun terakhir, walaupun telah banyak dicapai kemajuan baik dari segi diagnostik maupun
terapeutik. Di Amerika Serikat keadaan ini menyebabkan 10.000-20.000 kematian setiap tahunnya
dengan angka kekerapan sekitar 150 per 100.000 populasi. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
ditemukan rata-rata 200-300 kasus perdarahan SCBA setiap tahun dengan angka kematian ratarata 26% (pada tahun 1988) di mana sebagian besar disebabkan oleh penyakit dasar sirosis hati
dengan berbagai komplikasinya.
Terdapat perbedaan populasi penyebab/sumber perdarahan SCBA di negara-negara Barat dan di
Indonesia. Di negara-negara Barat ulkus peptikum menduduki peringkat teratas (50-60%) dan
varises esofagus hanya sekitar 10%. Sementara di Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo) varises esofagus menduduki peringkat pertama penyebab perdarahan SCBA .
Angka kematian pada perdarahan pertama akibat pecahnya varises esofagus sekitar 30-50%,
hampir 2/3-nya meninggal dalam waktu satu tahun.1
Page 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
Yang termasuk dalam saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di
atas (proksimal) ligamentum Treitz, dimulai dari jejunum proksimal, duodenum,
gaster dan esofagus.1
Ligamentum
ini
berperan
sebagai
ligamentum
suspensorium
(penggantung). Sekitar duaperlima dari sisa usus halus adalah jejunum, dan tiga
perlima bagian akhirnya adalah ileum. Jejunum terletak di regio mid-abdominalis
sinistra, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis dekstra sebelah
bawah. Masuknya kimus ke dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorus,
Page 2
sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna ke dalam usus besar diatur oleh
katup ileosekal.
Page 3
Page 4
Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus
memanjang ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar
dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi, omentum
minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis)
menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura
mayor, peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi
usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah
tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat
penyulit pankreatitis akut.3
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas
tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar,
lapisan sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan
serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi
yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan
lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa
bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf,
pembuluh darah, dan saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan lipatan
longitudinal yang disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung
sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan
dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar
kardia berada di dekat orifisium kardia dan mensekresikan mukus. Kelenjar
fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung.
Page 5
Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel sel zimogenik (chief cell)
mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana
asam. Sel sel parietal mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor
intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus
halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia
pernisiosa.
mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan
asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung
adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium, dan klorida.3
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai
saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari
abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus menpercabangkan ramus gastrika,
pilorika, hepatika, dan seliaka. Pengetahuan anatomi ini sangat penting, karena
vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam
mengobati ulkus duodenum. Hal ini akan dibahas dengan lebih lengkap pada
bagian selanjutnya dalam bab ini.
Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.
Serabut serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium
abdomen. Serabut serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi
lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas
motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang cabang yang memperdarahi kurvatura minor dan
mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis
adalah arteria
Page 6
Page 7
secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan beperan sebagai sawar
terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter
ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak
atau muntah.
Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri
atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (lapisan luar).
Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut
ke faring di ujung atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada
perbatasan esofagus dalam lambung (garis Z) dan menjadi epitel toraks selapis.
Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap
isi lambung yang sangat asam. Lapisan submukosa mengandung sel sel sekretori
yang memproduksi mukus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu
menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot
lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang
terdapat di 5% bagian atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh
bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri dari campuran otot
rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa
(lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum,
melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan
esofagus dengan struktur struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa
menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel sel tumor (pada kasus kanker
esofagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah operasi.
Persarafan utama esofagus diinervasi oleh serabut serabut simpatis dan
parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus
vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatis
hingga saat ini masih kurang diketahui.
Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala jala serabut saraf
intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus
Page 8
menerima
rangsangan
mekanis
seperti
sentuhan,
dan
2.2 DEFINISI
Page 9
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia sebagian besar ( 70 80 % ) perdarahan SCBA berasal dari
pecahnya varises esophagus akibat penyakit sirosis hati. Dari 1673 kasus
perdarahan saluran cerna bagian atas di SMF penyakit dalam RSU DR. Sutomo
Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya varises esofagus, 19,2 % gastritis
esophagus, 1 % tukak peptic, 0,6% kanker lambung, dan 2,6 % karena sebabsebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta
urutan ketiga terbanyak perdarahan SCBA sama dengan RSU dr. Sutomo
Surabaya. Sedangkan laporan RS pemerintah di Ujung Pandang, tukak peptik
menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA. Di negara barat, tukak
peptik menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi
sebesar
50%. Walaupun
pengelolaan
SCBA telah
berkembang
namun
mortalitasnya relatif tidak berubah, masih berkisar 8-10%. Hal ini dikarenakan
Page 10
bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang
menyertai.3
2.4 ETIOLOGI
Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang
mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau
hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses
berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan
usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk
melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:
1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).
Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul
akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan
darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena
esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta
dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus hipertensi porta.
Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises
esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah,
menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.
2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)
Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit.
Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat
perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena
ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria
gastroduodenalis.
3.
Page 11
2.5 PATOFISIOLOGI
Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya varises
esofagus. Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis.
Sirosis ini menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta yang biasa disebut
dengan hipertensi porta. Peningkatan tekanan pada vena porta menyebabkan
terjadinya aliran kolateral menuju vena gastrika sinistra yang pada akhirnya
Page 12
tekanan vena esofagus akan meningkat pula. Peningkatan tekanan pada vena
esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena tersebut yang disebut varices
esofagus.
Varises esofagus ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan. Terjadinya
perdarahan ini bergantung pada beratnya hipertensi porta dan besarnya varises.
Darah dari pecahnya varises esofagus ini akan masuk ke lambung dan bercampur
dengan asam klorida (HCL) yang terdapat pada lambung.
Darah yang telah bercampur dengan asam clorida menyebabkan darah
berwarna kehitaman. Jika darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi
sebagai hematemesis. Selain dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan
masuk ke usus dan akhirnya keluar bersama feses yang menyebabkan feses
berwarna kehitaman (melena).
Hematemesis dan melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak
peptik (ulcus pepticum). Mekanisme patogenik dari ulkus peptikum ialah
destruksi sawar mukosa lambung yang dapat menyebabkan cedera atau
perdarahan, dimana cedera tersebut nantinya akan menimbulkan ulkus pada
lambung.
Page 13
Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa
lambung mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga memungkinkan difusi
balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh
darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan
meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema,
dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,
mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sama seperti
varises esofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan
atau melena.4
Page 14
Manifestasi klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa
1) anemia defisiensi besi dan 2) hematemesis dan atau melena. Jadi hematemesis
dan atau melena adalah gejala klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas
yang didasari oleh suatu penyakit primer, misalnya varises esophagus, ulkus
peptikum, gastritis, dan lain-lain.
Perdarahan pada varises esophagus tidak nyeri, onsetnya tiba-tiba,
volumenya besar, disertai adanya bekuan darah, dan darah berwarna merah
kehitaman. Perdarahan pada ulkus peptikum seringkali menimbulkan perdarahan
dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan perdarahan awal yang lebih kecil,
disertai darah yang mengalami perubahan (coffee ground). Perdarahan pada
gastritis biasanya merah terang dengan volume yang sedikit. Adanya penurunan
berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan.4
2.7 DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perkawinan, alamat,
agama, suku.
2. Keluhan utama :
Muntah darah (hematemesis) dan buang air besar berdarah (melena).
3. Riwayat penyakit sekarang :
-
Page 15
Apakah ada demam? Demam biasanya tidak tinggi, tetapi suhu dapat
mencapai 103o F (39,5o C).
Page 16
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar pada
feses.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, golongan darah, jumlah eritrosit,
leukosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, PT, APTT,
morfologi darah tepi, fibrinogen, dan crossmatch jika diperlukan transfusi.
Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30 %.
Pemeriksaan ureum dan kreatinin :
Page 17
dalam
24-48
jam
sejak
terjadinya
perdarahan.
Normal
Endoskopi
Endoskopi digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan
sumber perdarahan, memungkinkan pengobatan endoskopik awal, informasi
prognostik (seperti identifikasi stigmata perdarahan baru). Endoskopi
dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah
hematemesis berhenti.
Page 18
c.
Pemeriksaan radiologis
-
2.8 PENATALAKSANAAN
A. PEMERIKSAAN AWAL
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah
menentukan
beratnya
perdarahan
dengan
memfokuskan
pada
status
Page 19
Perdarahan SCBA
Hematemesis dan atau
umumnya
Aspirasi nasogastrik
Ratio ( BUN/kreatinin )
Auskultasi usus
melena
Berdarah
Meningkat > 35
Hiperaktif
Perdarahan SCBB
Hematokesia
Jernih
< 35
Normal
E. DIAGNOSIS ETIOLOGI
Menegakkan diagnosis etiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas
dilakukan dengan
Endoskopi gastrointestinal
Page 20
Radionuklir
Angiografi
F. TERAPI
1. Non-Endoskopis
Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.
Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek vasokostriksi
pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena porta
menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus.
Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat
pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit.
Vasopressin dapat memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner
mendadak, maka disarankan bersamaan preparat nitrat.
Somatostatin dan analognya (octreotide)
Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan
nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus
250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan
untuk octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam
selama 8-24 jam atau sampai peradarahan berhenti.
Obat Anti sekresi asam
Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus
omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam.
Page 21
ialah
penyuntikan
submukosa
sekitar
titik
perdarahan
Page 22
2.9 PROGNOSIS
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/terganggu
sehingga
setiap
perdarahan
baik
besar
maupun
kecil
ikterus,
ensefalopati
dan
golongan
menurut
kriteria
Child.
Page 23
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan
SCBA pada
sirosis hati
(khususnya
oleh karena
pecah
varises
esofagus/varises gaster) merupakan salah satu keadaan gawat darurat, tidak jarang bersifat life
threatening yang seyogyanya mendapatkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk mencegah
komplikasi yang lebih buruk.
Tindakan resusitasi cairan dan pemberian obat-obatan dapat menghentikan perdarahan
secara spontan pada banyak kasus, namun pemberian obat-obatan vasoaktif (vasopresin,
somatostatin, atau octreotide) dapat membantu menghentikan perdarahan serta mencegah
perdarahan ulang.
Tindakan endoskopi seyogyanya dilakukan setelah keadaan hemodinamik stabil sehingga
dapat dilakukan secara seksama dan dapat dilanjutkan dengan tindakan endoskopi terapeutik bila
diperlukan.
Pada keadaan di mana terapi farmakologis gagal atau terdapat keterbatasan dalam
melakukan tindakan endoskopi (baik diagnostik maupun terapeutik), maka patut dipertimbangkan
tindakan bedah.
Pada perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati yang bukan karena pecahnya varises
esofagus/gaster, golongan obat-obat vasoaktif dapat menjadi alternatif pilihan.
Masih banyak rumah-rumah sakit di Indonesia yang belum dilengkapi dengan fasilitas
endoskopi (diagnostik dan terapeutik) sehingga memerlukan ketajaman para dokter untuk
menentukan protokol pengobatan konservatif.3,5,6
Page 24
DAFTAR PUSTAKA
1. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Hal 289-92.
2. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Oxford : Blackwell Science Ltd. 2006.
Hal 36-37.
3. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Oxford :
Blackwell Science Ltd. 2007. Hal 65.
4. Kauver, A. J. Diagnosis Medis Beorientasikan Masalah. Massachussets :
Little, Brown and Company. 1985. Hal 173-9.
5. Lindseth, Glenda N. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit
Volume 1 Edisi 6. Michigan : Elsevier Science. 2006. Hal 428.
6. Sibuea, W. Herdin, Frenkel, M. Pedoman Dasar Anamnesis dan Pemeriksaan
Jasmani. Jakarta : Sagung Seto. 2007. Hal 7, 12.
Page 25