Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) sering ditemukan dalam praktek sehari-hari dan
merupakan salah satu keadaan gawat darurat di bidang gastroenterologi.
Dalam kepustakaan Barat dilaporkan angka kematian yang cukup tinggi (8-10%) dalam kurun 40
tahun terakhir, walaupun telah banyak dicapai kemajuan baik dari segi diagnostik maupun
terapeutik. Di Amerika Serikat keadaan ini menyebabkan 10.000-20.000 kematian setiap tahunnya
dengan angka kekerapan sekitar 150 per 100.000 populasi. Di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
ditemukan rata-rata 200-300 kasus perdarahan SCBA setiap tahun dengan angka kematian ratarata 26% (pada tahun 1988) di mana sebagian besar disebabkan oleh penyakit dasar sirosis hati
dengan berbagai komplikasinya.
Terdapat perbedaan populasi penyebab/sumber perdarahan SCBA di negara-negara Barat dan di
Indonesia. Di negara-negara Barat ulkus peptikum menduduki peringkat teratas (50-60%) dan
varises esofagus hanya sekitar 10%. Sementara di Indonesia (khususnya di RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo) varises esofagus menduduki peringkat pertama penyebab perdarahan SCBA .
Angka kematian pada perdarahan pertama akibat pecahnya varises esofagus sekitar 30-50%,
hampir 2/3-nya meninggal dalam waktu satu tahun.1

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
Yang termasuk dalam saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di
atas (proksimal) ligamentum Treitz, dimulai dari jejunum proksimal, duodenum,
gaster dan esofagus.1

Gambar 1. Sketsa saluran cerna bagian atas.


Duodenum dan Jejunum
Panjang duodenum adalah sekitar 25 cm, mulai dari pilorus hingga
jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum
Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma
dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan
jejunum.

Ligamentum

ini

berperan

sebagai

ligamentum

suspensorium

(penggantung). Sekitar duaperlima dari sisa usus halus adalah jejunum, dan tiga
perlima bagian akhirnya adalah ileum. Jejunum terletak di regio mid-abdominalis
sinistra, sedangkan ileum cenderung terletak di regio abdominalis dekstra sebelah
bawah. Masuknya kimus ke dalam usus halus diatur oleh sfingter pilorus,

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 2

sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna ke dalam usus besar diatur oleh
katup ileosekal.

Gambar 2. Bentuk anatomi dari duodenum dan jejunum.


Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan
serosa) dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan viseral dan
parietal, dan ruang yang terletak di antara lapisan lapisan ini disebut sebagai
rongga peritoneum. Peritoneum melipat dan meliputi hampir seluruh visera
abdomen.
Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan: lapisan luar terdiri
atas serabut serabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam terdiri atas
serabut serabut sirkular. Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltik
usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas jaringan ikat, sedangkan lapisan
mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung pembuluh darah dan
kelenjar.2
Lambung (Gaster)
Lambung terletak oblik dari kiri ke kanan menyilang di abdomen atas
tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan kosong lambung menyerupai tabung
bentuk J, dan bila penuh akan berbentuk seperti buah pir raksasa. Kapasitas

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 3

normal lambung adalah 1 sampai 2 L. Secara anatomis, lambung terbagi atas


fundus, korpus, dan antrum pilorikum atau pilorus. Sebelah kanan atas lambung
terdapat cekungan kurvatura minor dan bagian kiri bawah lambung terdapat
kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan
pemasukan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esofagus bawah,
mengalirkan makanan masuk ke dalam lambung dan mencegah refluks isi
lambung memasuki esofagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan
sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter pilorikum
terminal berelaksasi, makanan masuk ke dalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus ke dalam
lambung.

Gambar 3. Anatomi lambung (gaster).


Sfingter pilorus memiliki arti klinis yang penting karena dapat mengalami
stenosis (penyempitan pilorus yang menyumbat) sebagai penyulit penyakit ulkus
peptikum. Abnormalitas sfingter pilorus dapat pula terjadi pada bayi. Stenosis
pilorus atau pilorospasme terjadi bila serabut otot di sekelilingnya mengalami
hipertrofi atau spasme sehingga sfingter gagal berelaksasi untuk mengalirkan
makanan dari lambung ke dalam duodenum. Bayi akan memuntahkan makanan
tersebut dan tidak mencerna atau menyerapnya. Keadaan ini mungkin dapat
diperbaiki melalui operasi atau pemberian obat adrenergik yang menyebabkan
relaksasi serabut otot.

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 4

Lambung tersusun atas empat lapisan. Tunika serosa atau lapisan luar
merupakan bagian dari peritoneum viseralis. Dua lapisan peritoneum viseralis
menyatu pada kurvatura minor lambung dan duodenum kemudian terus
memanjang ke hati, membentuk omentum minus. Lipatan peritoneum yang keluar
dari satu organ menuju ke organ lain disebut sebagai ligamentum. Jadi, omentum
minus (disebut juga ligamentum hepatogastrikum atau hepatoduodenalis)
menyokong lambung sepanjang kurvatura minor sampai ke hati. Pada kurvatura
mayor, peritoneum terus ke bawah membentuk omentum majus, yang menutupi
usus halus dari depan seperti sebuah apron besar. Sakus omentum minus adalah
tempat yang sering terjadi penimbunan cairan (pseudokista pankreatikum) akibat
penyulit pankreatitis akut.3
Tidak seperti daerah saluran cerna lain, bagian muskularis tersusun atas
tiga lapis dan bukan dua lapis otot polos: lapisan longitudinal di bagian luar,
lapisan sirkular di bagian tengah, dan lapisan oblik di bagian dalam. Susunan
serabut otot yang unik ini memungkinkan berbagai macam kombinasi kontraksi
yang diperlukan untuk memecah makanan menjadi partikel partikel yang kecil,
mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan lambung, dan
mendorongnya ke arah duodenum.
Submukosa tersusun atas jaringan areolar longgar yang menghubungkan
lapisan mukosa dan lapisan muskularis. Jaringan ini memungkinkan mukosa
bergerak dengan gerakan peristaltik. Lapisan ini juga mengandung pleksus saraf,
pembuluh darah, dan saluran limfe.
Mukosa, lapisan dalam lambung, tersusun atas lipatan lipatan
longitudinal yang disebut rugae, yang memungkinkan terjadinya distensi lambung
sewaktu diisi makanan. Terdapat beberapa tipe kelenjar pada lapisan ini dan
dikategorikan menurut bagian anatomi lambung yang ditempatinya. Kelenjar
kardia berada di dekat orifisium kardia dan mensekresikan mukus. Kelenjar
fundus atau gastrik terletak di fundus dan pada hampir seluruh korpus lambung.

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 5

Kelenjar gastrik memiliki tiga tipe utama sel. Sel sel zimogenik (chief cell)
mensekresikan pepsinogen. Pepsinogen diubah menjadi pepsin dalam suasana
asam. Sel sel parietal mensekresikan asam hidroklorida (HCl) dan faktor
intrinsik. Faktor intrinsik diperlukan untuk absorpsi vitamin B 12 di dalam usus
halus. Kekurangan faktor intrinsik akan mengakibatkan terjadinya anemia
pernisiosa.

Sel sel mukus (leher) ditemukan di leher kelenjar fundus dan

mensekresikan mukus. Hormon gastrin diproduksi oleh sel G yang terletak pada
daerah pilorus lambung. Gastrin merangsang kelenjar gastrik untuk menghasilkan
asam hidroklorida dan pepsinogen. Substansi lain yang disekresi dalam lambung
adalah enzim dan berbagai elektrolit, terutama ion natrium, kalium, dan klorida.3
Persarafan lambung sepenuhnya berasal dari sistem saraf otonom. Suplai
saraf parasimpatis untuk lambung dan duodenum dihantarkan ke dan dari
abdomen melalui saraf vagus. Trunkus vagus menpercabangkan ramus gastrika,
pilorika, hepatika, dan seliaka. Pengetahuan anatomi ini sangat penting, karena
vagotomi selektif merupakan tindakan pembedahan primer yang penting dalam
mengobati ulkus duodenum. Hal ini akan dibahas dengan lebih lengkap pada
bagian selanjutnya dalam bab ini.
Persarafan simpatis melalui saraf splanchnicus major dan ganglia seliaka.
Serabut serabut aferen menghantarkan impuls nyeri yang dirangsang oleh
peregangan, kontraksi otot, serta peradangan, dan dirasakan di daerah epigastrium
abdomen. Serabut serabut eferen simpatis menghambat motilitas dan sekresi
lambung. Pleksus saraf mienterikus (Auerbach) dan submukosa (Meissner)
membentuk persarafan intrinsik dinding lambung dan mengkoordinasi aktivitas
motorik dan sekresi mukosa lambung.
Seluruh suplai darah di lambung dan pankreas (serta hati, empedu, dan
limpa) terutama berasal dari arteri seliaka atau trunkus seliakus, yang
mempercabangkan cabang cabang yang memperdarahi kurvatura minor dan
mayor. Dua cabang arteri yang penting dalam klinis

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

adalah arteria

Page 6

gastroduodenalis dan arteria pankreatikoduodenalis (retroduodenalis) yang


berjalan di sepanjang bulbus posterior duodenum. Ulkus pada dinding posterior
duodenum dapat mengerosi arteri ini dan menyebabkan terjadinya perdarahan.
Darah vena dari lambung dan duodenum, serta yang berasal dari pankreas, limpa,
dan bagian lain saluran gastrointestinal, berjalan ke hati melalui vena porta.4
Esofagus
.

Esofagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar 25


cm dan berdiameter 2 cm, yang terbentang dari hipofaring hingga kardia lambung.
Esofagus terletak di posterior jantung dan trakea, di anterior vertebra, dan
menembus hiatus diafragma tepat di anterior aorta. Esofagus terutama berfungsi
menghantarkan bahan yang dimakan dari faring ke lambung.
Pada kedua ujung esofagus terdapat otot sfingter. Otot krikofaringeus
membentuk sfingter esofagus bagian atas dan teridri atas serabut serabut otot
rangka. Bagian esofagus ini secara normal berada dalam keadaan tonik atau
kontraksi kecuali pada waktu menelan. Sfingter esofagus bagian bawah, walaupun

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 7

secara anatomis tidak nyata, bertindak sebagai sfingter dan beperan sebagai sawar
terhadap refluks isi lambung ke dalam esofagus. Dalam keadaan normal sfingter
ini menutup, kecuali bila makanan masuk ke dalam lambung atau waktu bertahak
atau muntah.
Dinding esofagus seperti juga bagian lain saluran gastrointestinal, terdiri
atas empat lapisan: mukosa, submukosa, muskularis, dan serosa (lapisan luar).
Lapisan mukosa bagian dalam terbentuk dari epitel gepeng berlapis yang berlanjut
ke faring di ujung atas; epitel lapisan ini mengalami perubahan mendadak pada
perbatasan esofagus dalam lambung (garis Z) dan menjadi epitel toraks selapis.
Mukosa esofagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap
isi lambung yang sangat asam. Lapisan submukosa mengandung sel sel sekretori
yang memproduksi mukus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu
menelan dan melindungi mukosa dari cedera akibat zat kimia. Lapisan otot
lapisan luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot yang
terdapat di 5% bagian atas esofagus adalah otot rangka, sedangkan otot di separuh
bagian bawah adalah otot polos. Bagian di antaranya terdiri dari campuran otot
rangka dan otot polos. Berbeda dengan bagian saluran cerna lainnya, tunika serosa
(lapisan luar) esofagus tidak memiliki lapisan serosa ataupun selaput peritoneum,
melainkan lapisan ini terdiri atas jaringan ikat longgar yang menghubungkan
esofagus dengan struktur struktur yang berdekatan. Tidak adanya serosa
menyebabkan semakin cepatnya penyebaran sel sel tumor (pada kasus kanker
esofagus) dan meningkatnya kemungkinan kebocoran setelah operasi.
Persarafan utama esofagus diinervasi oleh serabut serabut simpatis dan
parasimpatis dari sistem saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus
vagus, yang dianggap sebagai saraf motorik esofagus. Fungsi serabut simpatis
hingga saat ini masih kurang diketahui.
Selain persarafan ekstrinsik tersebut, terdapat jala jala serabut saraf
intramural intrinsik di antara lapisan otot sirkular dan longitudinal (pleksus

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 8

Auerbach atau mienterikus), dan tampaknya berperan dalam pengaturan peristaltik


esofagus normal. Jala jala saraf intrinsik kedua (pleksus Meissner) terdapat di
submukosa saluran gastrointestinal, tetapi agak tersebar dalam esofagus.
Fungsi sistem saraf enterik tidak bergantung pada saraf saraf ekstrinsik.
Stimulasi sistem simpatis dan parasimpatis dapat mengaktifkan atau menghambat
fungsi gastrointestinal. Ujung saraf bebas dan perivaskular juga ditemukan dalam
submukosa esofagus dan ganglia mienterikus. Ujung saraf ini dianggap berperan
sebagai mekanoreseptor, termoosmo, dan kemoreseptor dalam esofagus.
Mekanoreseptor

menerima

rangsangan

mekanis

seperti

sentuhan,

dan

kemoreseptor menerima rangsangan kimia dalam esofagus. Reseptor termo-osmo


dapat dipengaruhi oleh suhu tubuh, bau, dan perubahan tekanan osmotik.
Distribusi darah ke esofagus mengikuti pola segmental. Bagian atas
disuplai oleh cabang cabang arteria tiroidea inferior dan subklavia. Bagian
tengah disuplai oleh cabang cabang segmental aorta dan arteria bronkiales,
sedangkan bagian subdiafragmatika disuplai oleh arteria gastrika sinistra dan
frenika inferior.
Aliran darah vena juga mengikuti pola segmental. Vena esofagus daerah leher
mengalirkan darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena
esofagus masuk ke dalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta dan
vena sistemik memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran
kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuknya varises esofagus
(vena varikosa esofagus). Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan
perdarahan yang bersifat fatal. Komplikasi ini sering terjadi pada penderita sirosis
hepatis.3

2.2 DEFINISI

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 9

Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran


makanan proksimal dari ligamentum Treitz meliputi hematemesis dan atau
melena. Untuk keperluan klinik, dibedakan perdarahan varises esophagus dan
non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan
dan prognosisnya. 2
Hematemesis adalah muntah darah. Darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/gumpalan atau cairan berwarna merah cerah) atau berubah karena enzim
dan asam lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Memuntahkan sedikit darah dengan warna yang telah berubah adalah gambaran
nonspesifik dari muntah berulang dan tidak selalu menandakan perdarahan saluran
pencernaan atas yang signifikan.3
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal/ter,
dengan bau busuk, dan perdarahannya sejumlah 50-100 ml atau lebih. Melena
menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Tinja yang gelap dan padat
dengan hasil tes perdarahan samar (occult blood) positif menunjukkan perdarahan
pada usus halus dan bukan melena.2

2.3 EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia sebagian besar ( 70 80 % ) perdarahan SCBA berasal dari
pecahnya varises esophagus akibat penyakit sirosis hati. Dari 1673 kasus
perdarahan saluran cerna bagian atas di SMF penyakit dalam RSU DR. Sutomo
Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya varises esofagus, 19,2 % gastritis
esophagus, 1 % tukak peptic, 0,6% kanker lambung, dan 2,6 % karena sebabsebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta
urutan ketiga terbanyak perdarahan SCBA sama dengan RSU dr. Sutomo
Surabaya. Sedangkan laporan RS pemerintah di Ujung Pandang, tukak peptik
menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA. Di negara barat, tukak
peptik menempati urutan pertama penyebab perdarahan SCBA dengan frekuensi
sebesar

50%. Walaupun

pengelolaan

SCBA telah

berkembang

namun

mortalitasnya relatif tidak berubah, masih berkisar 8-10%. Hal ini dikarenakan

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 10

bertambahnya kasus perdarahan dengan usia lanjut dan akibat komorbiditas yang
menyertai.3

2.4 ETIOLOGI
Perdarahan saluran cerna dapat yang bermanifestasi klinis mulai dari yang
seolah ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang
mengancam hidup. Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau
hematin (hitam seperti kopi) yang merupkan indikasi adanya perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA) atau proksimal dari ligamentum Treitz. Melena (feses
berwarna hitam) biasanya berasal dari perdarahan SCBA, walaupun perdarahan
usus halus dan bagian proksimal kolon dapat juga bermanifes dalam bentuk
melena. Adapun penyebab dari perdarahan SCBA, antara lain:
1. Pecahnya varises esophagus (tersering diIndonesia lebih kurang 70-75%).
Esophagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul
akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus daerah leher mengalirkan
darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan dibawah diagfragma vena
esophagus masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan antara vena porta
dan vena sistemik memungkinkan pintas dari hati padfa kasus hipertensi porta.
Aliran kolateral melalui vena esofagus menyebabkan terbentuk varises
esophagus (vena varikosa esophagus). Vena yang melebar ini dapat pecah,
menyebabkan perdarahan yang bersifat fatal.
2. Perdarahan tukak peptik (ulkus peptikum)
Perdarahan merupakan penyulit ulkus peptikum yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit.
Walaupun ulkus disetiap tempat dapat mengalami perdarahan, namun tempat
perdarahan tersering adalah dinding posterior bulbus duodenum, karena
ditempat ini dapat terjadi erosi arteri pankreatikoduodenalis atau arteria
gastroduodenalis.
3.

Gastritis (terutama gastritis erosive akibat OAINS)

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 11

Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa


lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau local. Banyak sekali
etiologi yang dapat menyebabkan terjadinya gastritis, antara lain endotoksin
bakteri, kafein, alcohol, aspirin dan infeksi H. pylori lebih sering dianggap
sebagai penyebab gastritis akut.
4. Gastropathi hipertensi portal
5. Esofagitis
Esofagitis yang dapat menyebabkan perdarahan ialah esofagitis refluks kronis.
Esofagitis refluks kronis merupakan bentuk esofagitis yang paling sering
ditemukan secara klinis. Gangguan ini disebabkan oleh sfringter esophagus
bagian bawah yang bekerja dengan kurang baik dan refluks asam lambung
atau getah alkali usus ke dalam esophagus yang berlangsung dalam waktu
yang lama. Sekuele yang terjadi akibat refluks adalah peradangan, perdarahan,
dan pembentukan jaringan parut dan striktur.
6. Sindroma Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah berat
yang berlangsung beberapa jam atau hari, dapat ditemukan satu atau beberapa
laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak memanjang di atau sedikit
dibawah esofagogastrikum junction.
7. Keganasan
Keganasan, misalnya kanker lambung.
8. Angiodisplasia
Angiodisplasia ialah kelainan vaskular kecil, seperti yang terdapat pada
traktus intestinalis.3

2.5 PATOFISIOLOGI
Penyebab tersering dari perdarahan saluran cerna adalah pecahnya varises
esofagus. Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari sirosis hepatis.
Sirosis ini menyebabkan peningkatan tekanan pada vena porta yang biasa disebut
dengan hipertensi porta. Peningkatan tekanan pada vena porta menyebabkan
terjadinya aliran kolateral menuju vena gastrika sinistra yang pada akhirnya

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 12

tekanan vena esofagus akan meningkat pula. Peningkatan tekanan pada vena
esofagus ini menyebabkan pelebaran pada vena tersebut yang disebut varices
esofagus.
Varises esofagus ini dapat pecah dan menimbulkan perdarahan. Terjadinya
perdarahan ini bergantung pada beratnya hipertensi porta dan besarnya varises.
Darah dari pecahnya varises esofagus ini akan masuk ke lambung dan bercampur
dengan asam klorida (HCL) yang terdapat pada lambung.
Darah yang telah bercampur dengan asam clorida menyebabkan darah
berwarna kehitaman. Jika darah ini dimuntahkan maka akan bermanifestasi
sebagai hematemesis. Selain dimuntahkan, darah ini juga dapat bersama makanan
masuk ke usus dan akhirnya keluar bersama feses yang menyebabkan feses
berwarna kehitaman (melena).
Hematemesis dan melena juga dapat ditemukan pada penyakit tukak
peptik (ulcus pepticum). Mekanisme patogenik dari ulkus peptikum ialah
destruksi sawar mukosa lambung yang dapat menyebabkan cedera atau
perdarahan, dimana cedera tersebut nantinya akan menimbulkan ulkus pada
lambung.

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 13

Aspirin, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain yang merusak mukosa
lambung mengubah permeabilitas sawar kapiler, sehingga memungkinkan difusi
balik asam klorida yang mengakibatkan kerusakan jaringan, terutama pembuluh
darah. Histamin dikeluarkan, merangsang sekresi asam dan pepsin lebih lanjut dan
meningkatkan permeabilitas kapiler terhadap protein. Mukosa menjadi edema,
dan sejumlah besar protein plasma dapat hilang. Mukosa kapiler dapat rusak,
mengakibatkan terjadinya hemoragi interstisial dan perdarahan. Sama seperti
varises esofagus, darah ini akan dapat bermanifestasi sebagai hematemasis dan
atau melena.4

2.6 MANIFESTASI KLINIS

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 14

Manifestasi klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas dapat berupa
1) anemia defisiensi besi dan 2) hematemesis dan atau melena. Jadi hematemesis
dan atau melena adalah gejala klinis dari perdarahan saluran cerna bagian atas
yang didasari oleh suatu penyakit primer, misalnya varises esophagus, ulkus
peptikum, gastritis, dan lain-lain.
Perdarahan pada varises esophagus tidak nyeri, onsetnya tiba-tiba,
volumenya besar, disertai adanya bekuan darah, dan darah berwarna merah
kehitaman. Perdarahan pada ulkus peptikum seringkali menimbulkan perdarahan
dalam ukuran besar, tidak nyeri, kemungkinan perdarahan awal yang lebih kecil,
disertai darah yang mengalami perubahan (coffee ground). Perdarahan pada
gastritis biasanya merah terang dengan volume yang sedikit. Adanya penurunan
berat badan mengarahkan dugaan ke keganasan.4

2.7 DIAGNOSIS
Anamnesis
1. Identitas pasien :
Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, perkawinan, alamat,
agama, suku.
2. Keluhan utama :
Muntah darah (hematemesis) dan buang air besar berdarah (melena).
3. Riwayat penyakit sekarang :
-

Pernahkah pasien muntah darah atau ada butiran kopi?

Berapa banyak, berapa kali, dan sejak kapan pasien muntah?

Apakah muntah pertama mengandung darah atau hanya yang berikutnya?


(Pertimbangkan kemungkinan perdarahan akibat robekan Mallory-Weiss
karena robekan esofagus setelah muntah.) Berapa perkiraan jumlah darah
yang keluar?

Adakah gangguan pencernaan, nyeri dada, refluks asam, atau nyeri


abdomen? Adakah lemah, nyeri kepala, berkeringat atau mual?

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 15

Adakah kehilangan darah per rektum atau melena (yang menunjukkan


perdarahan gastrointestinal bagian atas)? Apakah darah tercampur atau
terpisah dari tinja? Apakah tampak pada kertas toilet? Berapa perkiraan
jumlah darah yang hilang? Adakah perubahan kebiasaan buang air besar?
Adakah rasa nyeri saat defekasi? Adakah lendir? Adakah diare?

Apakah ada demam? Demam biasanya tidak tinggi, tetapi suhu dapat
mencapai 103o F (39,5o C).

Apakah pasien pingsan atau pusing, khususnya saat duduk/berdiri tegak?


Rasa pusing yang dipengaruhi posisi tubuh. Penurunan kesadaran pada
hematemesis atau melena menunjukkan perdarahan yang signifikan secara
hemodinamik.

Adakah gejala yang menunjukkan anemia kronis (pucat, toleransi olahraga


menurun, lelah, angina, sesak napas)?

Adakah nyeri abdomen (pertimbangkan ulkus)?

4. Riwayat penyakit dahulu :


Riwayat perdarahan sebelumnya, dispepsia, tukak/ulcer, cepat kenyang,
anemia, penyakit hati kronis, misalnya hepatitis B atau C, sirosis
(pertimbangkan varises).
5. Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat keganasan usus, kolitis, sindrom Osler-Weber-Rendu (lesi di bibir),
hemofilia atau telangiektasia hemoragik herediter.
6. Riwayat keracunan (intoksikasi) :
Keracunan alkohol, obat bius
7. Kebiasaan :
Riwayat konsumsi alkohol berlebihan (pertimbangkan gastritis, ulkus atau
perdarahan varises).
8. Riwayat konsumsi obat :
Konsumsi aspirin dan OAINS (pertimbangkan ulkus peptikum), obat
antikoagulan misalnya warfarin, atau Fe (menyebabkan tinja berwarna hitam).

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 16

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda syok : takikardia, akral dingin dan lembab, takipnu, oliguria,


penurunan kesadaran, hipotensi ortostatik, JVP (Jugular Vein Pressure)
meningkat.

Tanda-tanda penyakit hati kronis dan sirosis : hipertensi portal (pecahnya


varises esofagus, asites, splenomegali), ikterus, edema tungkai dan sakral,
spider nevi, eritema palmarum, ginekomasti, venektasi dinding perut (caput
medusa), asteriksis (flapping tremor).

Tanda-tanda anemia : pucat, koilonikia, telangiektasia

Tanda-tanda sindrom Peutz-Jegher : bintik-bintik coklat pada kulit muka dan


mukosa pipi.

Lesi-lesi telangiektasi yang berdenyut merupakan indikasi telangiektasi


hemoragik herediter.

Koagulopati : purpura, memar, epistaksis

Tanda-tanda keganasan : limfadenopati, organomegali (hepatomegali,


splenomegali), penurunan berat badan, anoreksia, rasa lemah.

Pemeriksaan abdomen : untuk mengetahui adanya nyeri tekan, distensi,


atau massa. Adanya nyeri tekan epigastrik merupakan tanda ulkus peptikum,
dan adanya hepatosplenomegali meningkatkan kemungkinan varises.

Pemeriksaan rektal untuk massa, darah, melena, dan darah samar pada
feses.

Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap : Hb, Ht, golongan darah, jumlah eritrosit,
leukosit, trombosit, waktu perdarahan, waktu pembekuan, PT, APTT,
morfologi darah tepi, fibrinogen, dan crossmatch jika diperlukan transfusi.
Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30 %.
Pemeriksaan ureum dan kreatinin :

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 17

Perbandingan BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin serum dapat


dipakai untuk memperkirakan asal perdarahan. Nilai puncak biasanya
dicapai

dalam

24-48

jam

sejak

terjadinya

perdarahan.

Normal

perbandingannya adalah 20. Bila di atas 35, kemungkinan perdarahan


berasal dari saluran cerna bagian atas (SCBA). Di bawah 35, kemungkinan
perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB). Azotemia sering terjadi
pada perdarahan saluran cerna. Derajat azotemia tergantung pada jumlah
darah yang hilang, lamanya perdarahan, dan derajat integritas fungsi
ginjal. Azotemia terjadi tidak tergantung pada penyebab perdarahan. BUN
mempunyai kepentingan untuk menentukan prognosis. BUN sampai
setinggi 30mg/100ml mempunyai prognosis yang baik. 50 70 mg/100 ml
mempunyai mortalitas setinggi 33%. Nilai di atas 70 mg/100 ml
mengakibatkan keadaan fatal. BUN = 2,14 x nilai ureum darah.
Penentuan NH3 darah merupakan indikasi pada sirosis hepatis. Nilai yang
meninggi dapat memberi petunjuk adanya koma hepatik.
Pemeriksaan fungsi hati : AST (SGOT), ALT (SGPT), bilirubin, fosfatase
alkali, gama GT, kolinesterase, protein total, albumin, globulin, HBSAg,
AntiHBS.
Tes guaiac positif : pemeriksaan darah samar dari feses masih dapat
terdeteksi sampai seminggu atau lebih setelah terjadi perdarahan.
Pemeriksaan elektrolit : kadar Na+, Cl-, K+. K+ bisa lebih tinggi dari normal
akibat absorpsi dari darah di usus halus. Alkalosis hipokloremik pada
waktu masuk rumah sakit menunjukan adanya episode perdarahan atau
muntah-muntah yang hebat.
b.

Endoskopi
Endoskopi digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis, menentukan
sumber perdarahan, memungkinkan pengobatan endoskopik awal, informasi
prognostik (seperti identifikasi stigmata perdarahan baru). Endoskopi
dilakukan sebagai pemeriksaan darurat sewaktu perdarahan atau segera setelah
hematemesis berhenti.

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 18

c.

Pemeriksaan radiologis
-

Barium meal : dengan kontras ganda dilakukan pemeriksaan


esofagus, lambung, dan doudenum untuk melihat ada tidaknya varises di
daerah 1/3 distal esofagus, terdapat ulkus, polip atau tumor di esofagus,
lambung, doudenum.

Barium enema : untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab


perdarahan saluran cerna bagian bawah.

USG : untuk menunjang diagnosis hematemesis/melena bila


diduga penyebabnya adalah pecahnya varises esofagus karena secara tidak
langsung memberi informasi tentang ada tidaknya hepatitis kronik, sirosis
hati dengan hipertensi portal, keganasan hati, dengan cara yang non invasif
dan tak memerlukan persiapan sesudah perdarahan akut berhenti.

Arteriografi abdomen : untuk menentukan letak perdarahan,


terutama pada penderita dengan perdarahan aktif. Juga berguna untuk
mendeteksi lesi yang menyebabkan perdarahan.

EKG, foto toraks : untuk identifikasi dini adanya penyakit jantung


paru kronis, terutama pada pasien > 40 tahun.5

2.8 PENATALAKSANAAN
A. PEMERIKSAAN AWAL
Langkah awal pada semua kasus perdarahan saluran makanan adalah
menentukan

beratnya

perdarahan

dengan

memfokuskan

pada

status

hemodinamik. Pemeriksaannya meliputi : 1) tekanan darah dan nadi, 2)


perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi, 3) ada tidaknya akral dingin, 4)
kelayakan napas, 5) tingkat kesadaran, 6) produksi urin.
B. STABILISASI HEMODINAMIK

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 19

Pada kondisi hemodinamik tidak stabil, berikan infus cairan kristaloid


dan pasang monitor CVP (central venous pressure). Tujuannya untuk
memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan tetap stabil.
Penderita dengan perdarahan 500 1000 cc perlu diberi infus Dextrose
5%, Ringer laktat atau Nacl 0,9%. Pemberian transfusi darah dipertimbangkan
pada keadaan berikut ini:
1. Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak stabil (tanda tanda syok).
2. Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1
liter atau lebih.
3. Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau
hematokrit < 30 %.
4. Terdapat tanda tanda oksigenasi jaringan yang menurun.
C. PEMERIKSAAN LANJUTAN
Berdasarkan :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang : laboratorium, endoskopis, radiologis
D. MEMBEDAKAN PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS
ATAU BAWAH
Manifestasi klinik pada

Perdarahan SCBA
Hematemesis dan atau

umumnya
Aspirasi nasogastrik
Ratio ( BUN/kreatinin )
Auskultasi usus

melena
Berdarah
Meningkat > 35
Hiperaktif

Perdarahan SCBB
Hematokesia
Jernih
< 35
Normal

E. DIAGNOSIS ETIOLOGI
Menegakkan diagnosis etiologi dari perdarahan saluran cerna bagian atas
dilakukan dengan

Endoskopi gastrointestinal

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 20

Radiologis dengan barium

Radionuklir

Angiografi

F. TERAPI
1. Non-Endoskopis
Pemberian Vitamin K
Boleh diberikan dengan pertimbangan tidak merugikan dan relatif murah.
Vasopressin
Menghentikan perdarahan saluran cerna bagian atas lewat efek vasokostriksi
pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran dan tekanan vena porta
menurun. Dapat digunakan pada pasien perdarahan akut varises esofagus.
Terdapat dua bentuk sediaan yaitu, pitresin (vasopressin murni) dan preparat
pituitary gland (vasopressin dan oxcytocin). Pemberian vasopressin dengan
mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100 ml dekstrose 5%,
diberikan 0.5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 3-6
jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan per infus 0.1-0.5 U/menit.
Vasopressin dapat memberikan efek samping berupa insufisiensi koroner
mendadak, maka disarankan bersamaan preparat nitrat.
Somatostatin dan analognya (octreotide)
Dapat digunakan untuk perdarahan varises esofagus dan perdarahan
nonvarises. Pemberian diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus
250 mcg/jam selama 12-24 jam atau sampai perdarahan berhenti, sedangkan
untuk octreotide, dosis bolus 100 mcg/iv dilanjutkan per infus 25 mcg/jam
selama 8-24 jam atau sampai peradarahan berhenti.
Obat Anti sekresi asam
Bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang SCBA. Diawali bolus
omeprazol 80 mg/iv dilanjutkan per infus 8 mg/kgBB/jam selama 72 jam.

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 21

Pada perdarahan SCBA, antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 dapat


diberikan untuk penyembuhan lesi mukosa penyebab perdarahan.
Balon Tamponade
Sengstaken Blakemore tube (SB-tube) mempunyai tiga pipa serta dua
balon masing-masing untuk esofagus dan lambung. Komplikasi pemasangan
SB-tube antara lain pnemoni aspirasi, laserasi sampai perforasi.
2. Endoskopis
Terapi ini ditujukan untuk perdarahan tukak yang masih aktif atau
tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapi meliputi : 1)
Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe), 2)
Noncontact thermal (laser), dan 3) Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin,
polidokanol, alcohol, cyanoacrylate, atau pemakaian klip).
Terapi endoskopis yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan
pendukung

ialah

penyuntikan

submukosa

sekitar

titik

perdarahan

menggunakan adrenalin 1:10000 sebanyak 0.5-1 ml tiap kali suntik dengan


batas dosis 10 ml atau alkohol absolut (98%) tidak melebihi1 ml. Keberhasilan
terapi endoskopis mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan,
perdarahan ulang frekuensinya sekitar 15-20%.
Pilihan pertama untuk mengatasi varises esofagus adalah ligasi varises.
Terapi pilihan adalah hemostasis endoskopi. Ligasi varises mengurangi efek
samping dari pemakaian sklerosan, serta lebih menurunkan frekuensi
terjadinya ulserasi dan striktur. Bila ligasi sulit dilakukan, skeloterapi dapat
digunakan sebagai terapi alternatif.
3. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap
berlansung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi
endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostasis
yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial.

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 22

Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada


perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS (Transjugular Intrahepatic
Portosystemic shunt).
4. Pembedahan
Pembedahan dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan
radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam
bentuk tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk
menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.5

2.9 PROGNOSIS
Pada umumnya penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
yang disebabkan pecahnya varises esofagus mempunyai faal hati yang
buruk/terganggu

sehingga

setiap

perdarahan

baik

besar

maupun

kecil

mengakibatkan kegagalan hati yang berat. Banyak faktor yang mempengaruhi


prognosis penderita seperti faktor umur, kadar Hb, tekanan darah selama
perawatan, dan lain-lain. Hasil penelitian Hernomo menunjukan bahwa angka
kematian penderita dengan perdarahan saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh
faktor kadar Hb waktu dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati,
seperti

ikterus,

ensefalopati

dan

golongan

menurut

kriteria

Child.

Mengingat tingginya angka kematian dan sukarrnya dalam menanggulangi


perdarahan saluran cerna bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang
bersifat preventif terutama untuk mencegah terjadinya sirosis hati.6

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 23

BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan

SCBA pada

sirosis hati

(khususnya

oleh karena

pecah

varises

esofagus/varises gaster) merupakan salah satu keadaan gawat darurat, tidak jarang bersifat life
threatening yang seyogyanya mendapatkan penatalaksanaan yang cepat dan tepat untuk mencegah
komplikasi yang lebih buruk.
Tindakan resusitasi cairan dan pemberian obat-obatan dapat menghentikan perdarahan
secara spontan pada banyak kasus, namun pemberian obat-obatan vasoaktif (vasopresin,
somatostatin, atau octreotide) dapat membantu menghentikan perdarahan serta mencegah
perdarahan ulang.
Tindakan endoskopi seyogyanya dilakukan setelah keadaan hemodinamik stabil sehingga
dapat dilakukan secara seksama dan dapat dilanjutkan dengan tindakan endoskopi terapeutik bila
diperlukan.
Pada keadaan di mana terapi farmakologis gagal atau terdapat keterbatasan dalam
melakukan tindakan endoskopi (baik diagnostik maupun terapeutik), maka patut dipertimbangkan
tindakan bedah.
Pada perdarahan SCBA pada pasien sirosis hati yang bukan karena pecahnya varises
esofagus/gaster, golongan obat-obat vasoaktif dapat menjadi alternatif pilihan.
Masih banyak rumah-rumah sakit di Indonesia yang belum dilengkapi dengan fasilitas
endoskopi (diagnostik dan terapeutik) sehingga memerlukan ketajaman para dokter untuk
menentukan protokol pengobatan konservatif.3,5,6

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 24

DAFTAR PUSTAKA
1. Adi, Pangestu. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2007. Hal 289-92.
2. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. Oxford : Blackwell Science Ltd. 2006.
Hal 36-37.
3. Gleadle, Jonathan. At a Glance Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Oxford :
Blackwell Science Ltd. 2007. Hal 65.
4. Kauver, A. J. Diagnosis Medis Beorientasikan Masalah. Massachussets :
Little, Brown and Company. 1985. Hal 173-9.
5. Lindseth, Glenda N. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-Proses Penyakit
Volume 1 Edisi 6. Michigan : Elsevier Science. 2006. Hal 428.
6. Sibuea, W. Herdin, Frenkel, M. Pedoman Dasar Anamnesis dan Pemeriksaan
Jasmani. Jakarta : Sagung Seto. 2007. Hal 7, 12.

PERDARAHAN SALURAN CERNA BAGIAN ATAS

Page 25

Anda mungkin juga menyukai