PENDAHULUAN
Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta yang belum
lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest
placenta) merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang
dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage)
atau perdarahan post partum lambat (late postpartum hemorrhage) yang biasanya
terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan.
Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa oleh karena:
a). plasenta belum lepas dari dinding uterus; atau
b). plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan.
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas
sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:
a. Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta
adhesiva);
b. Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium- sampai di bawah
peritoneum (plasenta akreta-perkreta).
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah
penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah
uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
1
BAB II
STATUS PASIEN
ANAMNESIS PASIEN
Nama : NY H
Umur : 26 tahun
No RM : 05 22 35
Agama : Islam
Alamat : DS. K Terumbu, K Batee, ABDYA
ANAMNESA PENYAKIT
• Keluhan Utama : Plasenta masih tertinggal di dalam rahim
• Telaah :
Os datang ke IGD berdasarkan rujukan dari bidan dengan plasenta tidak
lahir +/- 1 jam, pasien melahir anak pertama
hari Kamis , tanggal 28 Juni 2018 pukul 16.15 WIB.
• Riwayat Penyakit Terdahulu : (-)
• RPO : (-)
RIWAYAT PERSALINAN
G1A0P1
STATUS PRESENT
Pemeriksaan Fisik
• KU : Sedang
• Kesadaran : CM
• Tanda Vital :
• TD : 110/70 mmHg
• HR : 80 x/menit
• RR : 20 x/menit
• Temp : 36,5 ºC
2
Pemeriksaan Fisik Umum
Kepala
• Rambut : Kebersihan cukup, rontok (-)
• Wajah : Pucat (-), sianosis (-), cloasma gravidarum (-)
• Mata : Conjutiva A nemis(+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
• THT : Dbn
• Mulut : Dbn
• Leher : Dbn
Thorax
• Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, retraksi (-), mammae dbn
• Palpasi : Stem fremitus kanan = kiri
• Perkus : Sonor pada semua lapangan paru
• Auskultasi :
• Pulmo : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
• Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen : Cembung, membesar asimetris, linea nigra (+), striae
albicans (+)
• Genitalia Eks : Labia mayora/minora simetris,
• Ekstremitas : Simetris (+), akral dingin (-/-), edema (-/-)
Pemeriksaan Obstetri
Pemeriksaan luar : TFU : 3 jari di atas pusat
Pemeriksaan dalam Inspekulo : Tidak dilakukan
Vaginal Touche: Tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah rutin
Hb : 9 ,4 gr/dl
Ht : 29,9 %
Eritrosit : 3,67 106/mm3
Leukosit : 15,900 103/mm3
Trombosit : 183.000 103/mm3
Golongan Darah : B+
Kimia darah
3
GDS : 107 mg/dl
Urine rutin : Tidak dilakukan
DIAGNOSA SEMENTARA
Perdarahan Post Partum e.c retensio plasenta, P1A0 post partus spontan + Anemia
ringan
RENCANA TINDAKAN
Konsul : dr Taufik Sp.OG
Tatalaksana dari IGD
Observasi KU, TTV, dan perdarahan
Oksigenasi
IVFD RL 20 gtt/I
Rawat
Follow up hari 1
Tanggal Follow up Ket.
4
Follow up hari 2
Tanggal Follow up Ket.
Follow up hari 3
Tanggal Follow up Ket.
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. Defenisi
Retensio plasenta adalah tertahan atau belum lahirnya palsenta hingga
melebihi 30 menit setelah bayi lahir . 1,
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga sebagian
masih melekat pada tempat implantsi, menyebabkan terganggunya retraksi dan
kontraksi otot uterus, sehingga sebagian pembuluh darah tetapi terbuka serta
menimbulkan perdarahan. Retensio plasenta yaitu plasenta dianggap retensi bila
belum dilahirkan dalam batas waktutertentu setelah bayi lahir (dalam waktu 30
menit setelah penatalasanaan aktif). 2,3,4
3.2 Etiologi
Etiologi dasar meliputi:
1) Faktor maternal
a) Gravida berusia lanjut
b) multiparitas
2) Faktor uterus
a) Bekas sectio caesaria, sering plasenta tertanam pada jaringan cicatrix
uterus
b) Bekas pembedahan uterus
c) Anorrali dan uterus
d) Tidak efektif kontraksi uterus
e) Pembentukan contraction ring
f) Bekas curetage uterus, yang terutama dilakukan setelah abortus
g) Bekas pengeluaran plasenta secara maual
h) Bekas ondometritis
3) Faktor plasenta
a) Plasenta previa
b) Implantasi cornual
c) Plasenta akreta
6
d) Kelainan bentuk plasenta
3.3 . Insiden
Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%–60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. Insidens perdarahan pasca persalinan
akibat retensio plasenta dilaporkan berkisar 16%–17% Di RSU H. Damanhuri
Barabai, selama 3 tahun (1997–1999) didapatkan 146 kasus rujukan perdarahan
pasca persalinan akibat retensio plasenta. Dari sejumlah kasus tersebut, terdapat
satu kasus (0,68%) berakhir dengan kematian ibu.
7
plasenta melekat erat ke tempat implantasi, akibatnya satu atau lebih kotiledon
melekat erat ke desidua basalis bahkan sampai ke miometrium, keadaan ini
disebut plasenta akreta. 1,2,3,
Walaupun plasenta yang terlalu melekat jarang dijumpai, namun memiliki
makna klinis yang cukup penting karena morbiditas dan mortalitas yang
ditimbulkan oleh perdarahan berat, perforasi usus, dan infeksi. Insiden plasenta
akreta, inkreta dan perkreta telah meningkat karena meningkatnya angka seksio
sesarea.
Penyebab retensio plasenta:
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena uterus kurang kuat
untuk melepaskan plasenta atau plasenta melekat dan tumbuh lebih dalam.
Menurut tingkat perlekatannya:
a. Plasenta adhesiva: plasenta yang melekat pada desidua endometrium
lebih dalam.
b. Plasenta inkreta: vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus
desidua endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta: vili khorialis tumbuh menembus miometrium sampai
ke serosa
d. Plasenta perkreta: vili khorialis tumbuh menembus serosa atau
peritoneum dinding rahim.
8
2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum disebabkan
adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim (akibat kesalahan
penanganan kala III) yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata). Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih
atau rektum penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.
Bila plasenta belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas sebagian maka akan terjadi perdarahan. Ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya.
9
Gambar : Metode pelepasan plasenta
- Uterus menjadi globuler, dan biasanya lebih kencang (tanda ini terlihat
lebih awal)
- Sering ada pancaran darah yang mendadak
- Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah lepas, berjalan turun
masuk ke segmen bawah uterus dan vagina, sehinnga masa plasenta
tersebut mendorong uterus ke atas
- Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina, yang menunjukkan bahwa
plasenta lepas.
Pada keadaan normal, plasenta akan lahir dalam waktu ± 6 – 15 menit
setelah anak lahir lengkap. Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari
tempat implantasinya, dipakai beberapa perasat antara lain: :1,2,3
10
plasenta lepas dari dinding uterus. Perasat ini hendaknya dilakukan secara
hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta lepas, perdarahan banyak akan
dapat terjadi.
2. Perasat Strassmann. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat. Tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa getaran pada
tali pusat yang diregangkan, berarti plasenta belum lepas dari dinding
uterus.
3. Perasat Klein. wanita yang bersalin tersebut diminta untuk mengedan. Tali
pusat tampak turun ke bawah. Bila mengedannya dihentikan dan tali pusat
masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding
uterus.
Apabila plasenta telah lepas spontan, harusnya dilihat bahwa uterus
berkontraksi baik, dengan dibantu oleh tekanan abdominal atau mengedan maka
timbul tekanan yang cukup untuk mendorong uri dilahirkan secara spontan. 20%
kelahiran uri dapat terjadi secara spontan sedangkan selebihnya memerlukan
pertolongan dengan tekanan ringan pada fundus uteri, plasenta mudah dapat
dilahirkan. Pendekatan tersebut diatas disebut penatalaksanaan fisiologis. :1,2,3
11
ringan pada korpus uteri untuk memperbaiki kontraksi uterus. Apabila kontraksi
uterus kurang baik, dapat diberikan uterotonika seperti pitosin dan metergin,
terutama pada partus lama, grandemultipara, gemelli, hidramnion, dan sebagainya.
Bila semuanya telah berjalan lancar dan baik, maka periksa luka episiotomi,
dijahit dan diperbaiki. :1,2,3
4. Perasat Crede. Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar
supaya plasenta lepas dari dinding uterus, hanya dapat digunakan bila
terpaksa misalnya terjadi perdarahan.
Managemen aktif kala III terdiri atas 3 langkah utama Yaitu: :1,2,3
12
- Selama kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang
terus-menerus, dalam tegangan yang sama dengan tangan ke uterus ke
arah bawah. Lakukan penekanan korpus uteri ke arah bawah dan
kranial sehingga plasenta terlepas dari tempat implantasinya.
13
membuat ibu merasa tidak nyaman. Minta ibu untuk menarik nafas
dalam, perlahan dan bersikap tenang
- Bila dalam 15 detik tidak timbul kontraksi lakukan penatalaksanaan
atonia uteri
- Periksa kontraksi uterus tiap 15 menit sekali pada jam pertama dan 20-
30 menit sekali pada jam kedua setelah melahirkan.
3.4. Patogenesis
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan
retraksi otot-otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah
berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan
lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal
secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil.
Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah tempat perlekatan
plasenta. 1,2,3,4.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak
dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang
ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi
jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat
di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan.
Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini
mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti. 1,2,3,4
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan
ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme
kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu: 1,2,3
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat
plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta
melekat (dari ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan
pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang
terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta
14
disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus
yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta
bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil
darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa
perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan
sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya
fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89%
plasenta lepas dalam waktu satu menit dari tempat implantasinya.
15
kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat
waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan
plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi
uterus.
16
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis
servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
3.8 Penatalaksanaan
Penanganan retensio plasenta berupa pengeluaran plasenta dilakukan
apabila plasenta belum lahir dalam 1/2-1 jam setelah bayi lahir terlebih lagi
apabila disertai perdarahan. Dapat dicoba dulu perasat menurut Crede. Tindakan
ini sekarang tidak banyak dianjurkan karena kemungkinan terjadinya inversio
uteri dan tekanan yang keras pada uterus dapat pula menyebabkan perlukaan pada
otot uterus dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Para ahli mengatakan
bahwa perasat ini dapat menimbulkan pelepasan tromboplastin atau fibrinolis
okinase yang mengakibatkan koagulopati. Akan tetapi dengan teknik yang
sempurna dan tanpa paksaan, hal tersebut dapat dihindarkan. 2,3,4
17
uterus berkontraksi baik, maka uterus di tekan ke arah jalan lahir. Gerakan jari
seperti memeras jeruk. Perasat crede tidak dilakukan jika uterus tidak berkontraksi
baik karena dapat menimbulkan inversio uteri. 2,3,4
Salah satu cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara
Brandt. Dengan salah satu tangan, penolong memegang tali pusat dekat vulva.
Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut di atas simfisis sehingga
permukaan palmar jari-jari tangan terletak di permukaan depan rahim, kira-kira
pada perbatasan segmen bawah rahim. Dengan melakukan tekanan ke arah
dorsokranial, maka badan rahim akan terangkat. Apabila plasenta telah lepas,
maka tali pusat tidak akan tertarik ke atas. Kemudian tekanan di atas simfisis di
arahkan ke arah dorsokranial, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan
pada tali pusat untuk membantu mengeluarkan plasenta. Yang selalu tidak dapat
dicegah ialah bahwa plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya, melainkan
sebagian masih ketinggalan yang harus dikeluarkan dengan tangan. 2,3,4
18
A B
Pada plasenta yang sudah lepas, akan tetapi terhalang untuk dilahirkan
karena lingkaran konstriksi (inkarserasio plasenta) tangan kiri penolong
dimasukkan ke dalam vagina dibantu oleh anestesia umum melonggarkan
konstriksi. Dengan tangan tersebut sebagai petunjuk dimasukkan cunam ovum
melalui lingkaran konstriksi untuk memegang plasenta, dan perlahan-lahan
plasenta sedikit demi sedikit ditarik ke bawah melalui tempat sempit itu. 2,3,4
19
Setelah melakukan tindakan pelepasan plasenta, dilakukan eksplorasi
kavum uteri sehingga diyakinkan tidak ada jaringan plasenta yang tertinggal.
Sebagian dokter cenderung mengusap kavum uteri dengan spons/kassa, apabila
hal ini dilakukan, perlu dipastikan bahwa spons/kassa ridak tertinggal di uterus
atau vagina. 2,3,4
20
Retensio Plasenta
Penanganan Umum:
Plasenta manual
3.9. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:2,3,4
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan
3. Sepsis
21
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki
anak selanjutnya.
3.10 Prognosis
Prognosis tergantung dari lamanya, jumlah darah yang hilang, keadaan
sebelumnya serta efektifitas terapi. Diagnosa dan penatalaksanaan yang tepat
sangat penting.
22
BAB IV
KESIMPULAN
23
DAFTAR PUSTAKA
24