Anda di halaman 1dari 23

PERSENTASI KASUS

RETENSIO PLASENTA

Disusun Oleh :
dr. Karen Permata Sari

Pendamping IGD :
dr. Cecep Awaludin

RS ANNISA CIKARANG
2020

1
BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Kp Pelakuan RT 2/2, Karangrahayu
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Jawa
Masuk RS : 25-11-2019

II. ANAMNESIS
Keluhan Utama : perdarahan dari jalan lahir post partum 2 jam dibidan.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien rujukan dari bidan dengan perdarahan post partum susp sisa plasenta
Pasien datang ke RS Annisa dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir kurang lebih
2 jam post partum dibidan. Pasien baru melahirkan anak keduanya di bidan pada
pukul 03.55 WIB. Terdapat robekan pada jalan lahir tetapi sudah dijahit. Pada pukul
05.30 WIB pasien mengalami perdarahan dari jalan lahir disertai dengan gumpalan.
Anak kedua pasien adalah bayi laki-laki lahir secara spontan per vaginam dengan
berat 3100 gram, lengkap dan cukup bulan.
Pasien keluhan lemas, mual, pusing dan sakit di daerah perut bagian bawah
setelah melahirkan anak yang kedua disangkal. Pasien dirujuk untuk kuretase elektif.
Anak pertama pasien lahir per vaginam dengan ekstraksi vakum pada tahun 2016
dengan BBL 3100 gram.

Riwayat Penyakit Dahulu


• Riwayat DM (-)
• Hipertensi (-)
• BSC (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

2
• Tidak ada anggota keluarga pasien dengan keluhan keluhan seperti yang pasien
rasakan
Riwayat Pengobatan
• Tatalaksana dari bidan :
o Oxytocin 2 amp IM
o RL + Oxytocin drips 2 amp
o Misoprostol 3 tab per rektal
o Metergin 1 tab per oral

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran/GCS : compos mentis / E4V5M6.
Tekanan Darah : 110/70
Nadi : 84 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,7 oC
BB : 55 kg
Status Lokalis
• Kepala :
- Normochepal, rambut hitam
Mata :
- Eksopthalmus (-), Endopthalmus (-/-)
- Konjungtiva anemis (-/-), Hiperemis (-/-)
- Skleras ikterik (-/-)
Telinga :
- Normotia
- Lubang telinga : normal, secret (-/-).
- Nyeri tekan (-/-).
- Peradangan pada telinga (-)
- Pendengaran : normal.
Hidung :

3
- Simetris, deviasi septum (-/-).
- Napas cuping hidung (-/-).
- Perdarahan (-/-), secret (-/-).
- Penciuman normal.
Mulut :
- Simetris.
- Bibir : sianosis (-)
- Gusi : hiperemis (-), perdarahan (-).
- Lidah: glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah berselaput (-), kemerahan di
pinggir (-), tremor (-), lidah kotor (-)
- Gigi : caries (-)
- Mukosa : terdapat beberapa sariawan
• Leher :
- Pembesaran KGB (-).
- Trakea : di tengah, tidak deviasi
• Thorax
Pulmo :
Inspeksi : statis & dinamis, bentuk dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : fremitus taktil dan fremitus vokal kanan sama dengan kiri, nyeri
tekan (-), edema (-), krepitasi (-).
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikular (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor :
Inspeksi : DBN
Palpasi : Iktus cordis teraba ICS V linea midklavikula sinistra
Perkusi : batas kanan jantung : ICS IV linea parasternal dextra.
batas kiri jantung : ICS IV linea midklavikula sinistra.
Auskultasi : murmur (-), gallop (-).

• Abdomen
TFU 2 jari di bawah pusat. Kontraksi baik.
• Extremitas :
Ekstremitas atas :
Akral hangat : -/-, Edema: -/-
4
Ekstremitas bawah :
Akral hangat : -/-, Edema: +/+
• Pemeriksaan dalam :
TFU : 2 jari di bawah pusat
PD : pendarahan aktif ± 500 cc, sisa plasenta (+), laserasi perineum grade II di
dinding sebelah kanan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Darah Rutin
Tanggal Leukosit Hb HCT Trombosit
[10^3/ µL] g/dL [%] [10^3/ µL]
3/12/2018 27,0 6,6 25,0 248.000
GDS 181
CT 4’00”
BT 2’00”

V. RESUME
Perempuan 26 tahun datang dengan perdarahan dari jalan lahir kurang lebih 2 jam
post partum dibidan. Perdarahan dari jalan lahir disertai gumpalan. Terdapat robekan
pada jalan lahir tetapi sudah dijahit. TFU : 2 jari di bawah pusat. Pemeriksaan dalam :
pendarahan aktif ± 500 cc, sisa plasenta (+), laserasi perineum grade II di dinding
sebelah kanan.

VI. DAFTAR MASALAH


- P2A0 dengan perdarahan post partum susp sisa plasenta

VII. PENGKAJIAN
1. Sisa Plasenta
Atas dasar : pendarahan aktif karena plasenta masih ada di dalam rahim
Assesment : Sisa plasenta

5
Planning :
 Treatment :
Non farmakologis
• Observasi TTV
• Pro Kuretase jam 14.00 WIB
Farmakologis
• IVFD RL 20 tpm
• Anbacim inj 1 gr IV (pre operasi)
• Puasakan
• Pasang tampon bulat
• Cytotec 1 tab / rektal
• Cefixime 2 x 100 mg
• Asam Mefenamat 3 x 500 mg
• Invitek 2 x 1
• Invitek 1 tab / rektal

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perdarahan Postpartum


2.1.1 Definisi Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah partus (persalinan) 1,


sebanyak 500 ml pada persalinan per vaginam atau lebih dari 1000 ml pada seksio sesarea.2

Persalinan terbagi dalam tiga tahap/kala. Kala 1 dimulai dari awal kontraksi uterus
hingga pembukaan serviks penuh (10 cm) sehingga memungkinkan kepala janin lewat.
Kemudian pada kala 2 terjadi kelahiran bayi lengkap dengan usaha dorongan secara aktif dari
ibu, dilanjutkan dengan kala 3 yang berakhir dengan pengeluaran plasenta. 3Perdarahan
postpartum biasanya terjadi setelah kala 3 persalinan.4

2.1.2 Klasifikasi Perdarahan Postpartum

Klasifikasi perdarahan postpartum berdasarkan waktu terjadinya5:

1. Perdarahan Postpartum Primer (Early Hemorrhagic Postpartum)


Perdarahan postpartum primer adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama
setelah persalinan per vaginam.
2. Perdarahan Postpartum Sekunder (Late Hemorrhagic Postpartum)
Perdarahan postpartum sekunder adalah perdarahan yang terjadi lewat dari 24 jam
pertama hingga 12 minggu setelah persalinan.
2.1.2.1 Perdarahan Postpartum Primer

Perdarahan postpartum primer disebabkan oleh 4T, yaitu atonia uteri (Tonus), retensio
plasenta dan bekuan darah (Tissue), lesi/robekan jalan lahir (Trauma), dan gangguan
pembekuan darah (Thrombin).5

a. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan keadaan dimana otot uterus (miometrium) gagal berkontraksi
pada tahap ke-3 persalinan, yaitu setelah bayi dilahirkan, sehingga perdarahan dari tempat
perlekatan arteri dan vena spiral plasenta terus terbuka. Kondisi bahwa 1/5 dari curah jantung

7
ibu hamil yaitu sekitar 1000ml/menit memasuki sirkulasi uteroplasenta saat persalinan
membuat perdarahan postpartum karena atonia uteri ini dapat menghilangkan banyak darah
ibu dalam waktu singkat. Hal ini yang membuat atonia uteri menjadi penyebab paling sering
kematian ibu oleh perdarahan postpartum yaitu sekitar 75-90%.6

Penyebab pasti disfungsi kontraksi pada uterus ini masih belum diketahui secara pasti.
Tetapi pada banyak wanita hamil, atonia uteri paling tidak dapat diantisipasi dengan baik
pada kehamilan lanjut. Terdapat beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan atonia
uteri. Paritas tinggi sudah lama diketahui sebagai salah satunya, dimana insiden perdarahan
postpartum meningkat dari 0,3 pada paritas rendah menjadi 1,9 pada paritas tinggi, dan 2,4
pada paritas 7 kali atau lebih.4

Uterus yang terdistensi berlebihan juga cenderung hipotonia setelah persalinan oleh
karena itu ibu hamil dengan janin besar, janin multipel, atau polihidramnion memiliki risiko
tinggi. Abnormalitas proses persalinan (distosia) juga cenderung atonia. Sama seperti induksi
persalinan dengan prostaglandin atau oksitoksin juga sering disertai atonia.4

b. Retensio Plasenta

Pada kala tiga persalinan, miometrium berkontraksi mengikuti penyusutan rongga


uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian terlepas
dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke dalam
vagina.22

Tanda-tanda lepasnya plasenta yaitu22 :

1) Perubahan bentuk dan tinggi fundus

Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk
bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan
plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau
alpukat dan fungud berada di atas pusat.

2) Tali pusat memanjang


Tali pusat akan menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
3) Semburan darah mendadak dan singkat

8
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan membantu mendorong plasenta
keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacental pooling)
dalam ruang di antara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebih kapasitas
tampunya maka darah tersembut keluar dari tepi plasenta yang terlepas.

Dikatakan retensio plasenta jika plasenta belum lahir dalam setengah jam (30 menit)
setelah anak lahir. Beberapa penyebab hal ini terjadi, yaitu7:

1) Fungsional
a) Kontraksi uterus kurang kuat
b) Tempat insersinya di segmen bawah tuba, bentuk plasenta membranasea atau
anularis dan ukuran plasenta yang kecil.

Retensio plasenta dikarenakan penyebab di atas disebut plasenta adhesiva.

2) Patologi-Anatomi4
a) Plasenta Akreta yaitu implantasi yang melekatterlalu erat secara abnormal ke
dinding uterus akibat ketiadaan total atau parsial desidua basalis dan
perkembangan yang tidak sempurna dari lapisan Nitabuch atau fibrinoid
sehingga vili plasenta melekat ke miometrium.
b) Plasenta Inkreta yaitu vili plasenta menembus ke dalam miometrium.
c) Plasenta Perkreta yaitu vili plasenta menembus seluruh miometrium hingga ke
serosa atau perimetrium.

Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan
menimbulkan perdarahan.8Tetapi jika sebagian plasenta sudah lepas dan belum lahir, akan
timbul perdarahan yang banyak diperparah oleh keadaan plasenta yang masih melekat pada
dinding uterus tersebut juga mengganggu kontraksi uterus.6

c. Robekan Jalan Lahir

Proses persalinan selalu terkait dengan trauma jalan lahir termasuk uterus, serviks,
vagina, dan perineum. Cedera yang didapat saat persalinan dapat berkisar dari robekan
mukosa minor hingga laserasi yang menyebabkan perdarahan yang mengancam
jiwa.4Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum
spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis (sfingter ani terputus), robekan pada

9
dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris dan uretra serta bahkan yang
paling berat yaitu ruptur uteri.8

Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik semakin memudahkan


terjadinya robekan jalan lahir.8Penyebab traumatik pada persalinan menyebabkan sekitar 20%
dari kasus perdarahan postpartum.6

Robekan perineum dibagi atas 4 tingkat, yaitu22 :

1) Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
2) Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan oto perinei transversalis,
tetapi tidak mengenai sfingter ani
3) Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
4) Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum

d. Gangguan Pembekuan Darah

Kelainan pembekuan darah kongenital dan didapat berperan signifikan pada kejadian
perdarahan postpartum primer tetapi jarang terjadi hanya sekitar 3%.Penyakit von Willebrand
merupakan contoh penyakit koagulopati yang penting yang dapat meningkatkan risiko
perdarahan postpartum.6Gangguan pembekuan darah baru dicurigai sebagai kausal apabila
penyebab yang lain telah disingkirkan dan disertai adanya riwayat pernah mengalami hal
yang sama pada persalinan sebelumnya.8

2.1.2.2 Perdarahan Postpartum Sekunder

Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi uterus, dan retensi sisa
plasenta.6

a. Infeksi Uterus

Endometritis merupakan penyebab paling sering dari perdarahan postpartum


sekunder. Insidennya berkisar antara 0,9-3,9% pada persalinan pervaginam dan meningkat
12-51% pada persalinan melalui seksio caesarea. Selain rute jalan lahir, faktor risiko lain
yang berperan yaitu durasi persalinan, vaginosis bakterialis, pengeluaran plasenta secara
manual, trauma jaringan lunak, status sosioekonomi yang rendah, dan anemia dalam
kehamilan. Kondisi anemia mengurangi sistem imunitas tubuh terhadap penyakit infeksi.

10
Anemia terutama yang disebabkan oleh defisiensi zat besi dapat mempengaruhi imunitas
humoral, selular dan aktivitas sitokin-sitokin yang mempunyai peranan penting dalam
mekanisme imunogenik.9

b. Retensi Sisa Plasenta

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat
menimbulkan perdarhan postpartum dini atau perdarahan postpartum lambat (biasanya terjadi
dalam 6-10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta
ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik.
Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu
perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. 22 Biasanya
bagian plasenta yang tertinggal mengalami nekrosis tanpa deposit fibrin dan pada akhirnya
membentuk polip plasenta. Apabila serpihan polip plasenta tersebut terlepas dari
miometrium, perdarahan dapat terjadi.4

2.1.3 Faktor Risiko Perdarahan Postpartum


2.1.3.1 Umur

Umur yang dimaksud adalah umur ibu saat melahirkan yangmerupakan faktor risiko
independen perdarahan postpartum.11Pada umur di kurang dari 20 tahun, rahim dan panggul
belum tumbuh hingga ukuran dewasa, fungsi reproduksi pun belum sempurna sehingga
memungkinkan terjadi persalinan lama dan laserasi perineum. Sedangkan umur 35 tahun atau
lebih diperkirakan sudah terjadi kemunduran progresif dari kondisi otot uterus yang
mempengaruhi kekuatan kontraksi pada saat dan setelah persalinan.

Hal ini menyebabkan perpanjangan pada semua tahapan persalinan akibat kekuatan
kontraksi yang tidak adekuat. Hal ini dapat berujung pada persalinan lama yang kemudian
menyebabkan timbulnya kelelahan pada otot uterus yang menjadikan kontraksi makin lemah
atau bahkan hilang sama sekali sehingga terjadi atonia uteri yang menimbulkan
perdarahan.12,13

Beberapa penelitian menyatakan, dibandingkan dengan ibu yang lebih muda dengan
usia 20-34 tahun, mereka yang berumur 35 tahun atau lebih memiliki risiko terkait kehamilan
dan persalinan bagi ibu dan bayi, dan risiko tersebut meningkat seiring meningkatnya umur.
Risiko terbesar terdapat pada ibu berumur 40 tahun atau lebih, terutama ibu yang melahirkan
pertama kali, risiko menjadi lebih signifikan.14

11
2.1.3.2 Paritas

Paritas adalah jumlah persalinan seorang wanita yang melahirkan janin berumur sama
atau lebih dari 24 minggu, tanpa memperhatikan apakah janin lahir hidup atau mati. 15
Beberapa tingkatan paritas, sebagai berikut :

a. Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan.


b. Primipara adalah seorang wanita yang sudah pernah melahirkan janin sebanyak 1
kali.
c. Multipara adalah seorang wanita yang sudah melahirkan sebanyak lebih dari 1
kalo.
d. Grandemultipara adalah seorang wanita yang sudah melahirkan sebanyak sama
atau lebih dari 5 kali.
e. Grandemultipara hebat adalah seorang wanita yang sudah melahirkan sebanyak
sama atau lebih dari 7 kali.

Paritas merupakan salah satu faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya perdarahan
postpartum. WHO mendefinikan paritas tinggi sebagai jumlah persalinan yang melahirkan
janin dengan usia gestasi sama atau lebih dari 20 minggu sebanyak 5 kali atau lebih.
Sedangkan Paritas rendah merupakan persalinan setelah mengandung sedikitnya selama 20
minggu kurang dari 5 kali.16

Pada primipara, kejadian perdarahan postpartum yang meningkat dapat disebabkan


ketidaksiapan wanita dalam menghadapi persalinan sehingga wanita hamil tidak mampu
menangani komplikasi yang terjadi selama persalinan dan nifas terlebih jika umur ibu belum
mencukupi umur optimal ibu melahirkan yaitu kurang dari 20 tahun. Komplikasi yang terjadi
pada masa persalinan dan nifas adalah perdarahan dan infeksi.17

Sedangkan semakin sering wanita melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus
cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan. Hal ini disebabkan karena pada
wanita dengan paritas tinggi cenderung mengalami atonia uteri saat persalinan. Atonia uteri
ini terjadi karena kondisi miometrium dan tonus ototnya sudah tidak baik lagi sehingga
menimbulkan kegagalan kompresi pembuluh darah pada tempat implantasi plasenta setelah
kala III yang akibatnya terjadi perdarahan postpartum.13

Multiparitas juga dapat mengakibatkan retensio plasenta yaitu plasenta yang sukar
dilepaskan bahkan dengan pertolongan aktif kala III. Hal ini disebabkan oleh adhesi yang

12
kuat antara uterus dan plasenta sehingga meningkatkan risiko tertinggalnya sebagian plasenta
di dalam uterus. Hal ini yang akan mengakibatkan perdarahan postpartum primer atau
sekunder.8

Berdasarkan penelitian oleh Sutanto dkk (1973), dari 267 kasus perdarahan
postpartum sebanyak 11,8% diantaranya adalah wanita primipara, dan 18,5% wanita
multipara. Wanita yang melahirkan sebanyak 5-7 kali, sebanyak 20,9 % diantaranya
mengalami perdarahan postpartum. Hal ini menunjukkan bahwasanya makin tinggi paritas,
makin tinggi pula risiko terjadinya perdarahan postpartum pada wanita hamil.18

2.1.3.3 Jarak Kelahiran

Menurut WHO, jarak kelahiran (Birth-to-Pregnancy) adalah lamanya waktu antara


kelahiran hidup sebelumnya hingga awal kehamilan berikutnya yang ditandai dengan hari
pertama menstruasi terakhir.19-21 Jarak kelahiran dikatakan dekat jika < 6 bulan dan dikatakan
jauh jika > 5 tahun.21

Jarak kelahiran yang < 6 bulan berhubungan secara signifikan dengan peningkatan
risiko keluaran kehamilan yang buruk. Sedangkan jarak kelahiran yang jauh secara
independen berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya pre-eklampsia dan distosia
persalinan.21 Menurut Moir dan Meyerscough (1972), disebutkan jarak kelahiran sebagai
faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka
waktu yang singkat akan mengakibatkan ibu hanya mempunyai sedikit waktu untuk
mengembalikan kondisi rahimnya ke kondisi sebelumnya12dan kontraksi uterus menjadi
kurang baik.10Jarak kelahiran yang dekat juga berhubungan dengan anemia dalam kehamilan
yang merupakan penyebab kematian ibu terbanyak di Nigeria yang juga merupakan salah
satu faktor terjadinya perdarahan postpartum.21

Menurut Ahmad Rofiq (2008) proporsi kematian terbanyak terjadi pada ibu dengan 1-
3 anak dengan jarak antar kelahirannya kurang dari 2 tahun. 12Interval kelahiran <6 bulan
berhubungan erat dengan meningkatnya risiko kematian ibu sebanyak 2,5 kali lebih besar
(95% CI, 1,2-5,4), 1,7 kali lebih berisiko perdarahan trimester ke-3 (1,4-2,2) dan juga
ketuban pecah dini (1,5-1,9).19

Oleh karena itu, WHO merekomendasikan interval minimum antara kelahiran hidup
sebelumnya dengan usaha untuk hamil lagi sedikitnya 24 bulan. Dasar dari rekomendasi ini
adalah keyakinan bahwa menunggu 24 bulan sebelum mencoba hamil lagi akan dapat

13
membantu menghindarkan jarak kelahiran dengan risiko kesehatan maternal, perinatal,
neonatal dan bayi yang buruk. Sebagai tambahan, rekomendasi ini juga sejalan dengan
rekomendasi oleh WHO/UNICEF terkait menyusui bayi minimal 2 tahun.22

2.1.3.4 Riwayat Persalinan Sebelumnya

Riwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan
persalinan berikutnya. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin,
eklampsia dan preeklampsia, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi
dan pernah mengalamai perdarahan antepartum dan postpartum.10

Menurut Sulistiowati (2001) terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat persalinan
buruk sebelumnya dengan perdarahan pasca persalinan dan menemukan OR 2,4 kali pada ibu
yang memiliki riwayat persalinan buruk dibanding dengan ibu yang tidak memiliki riwayat. 10

2.1.4 Pencegahan

Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh
perdarahan postpartum dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri dan retensio
plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga. 21

Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga, yaitu21 :

1) Persalinan kala tiga yang lebih singkat


2) Mengurangi jumlah kehilangan darah
3) Mengurangi kejadian retensio plasenta

Manajemen aktif kala tiga, yaitu22 :

1) Menyuntikkan Oksitosin
 Memeriksa fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal
 Suntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3
atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu untuk memastikan bahwa ujung
jarum tidak mengenai pembuluh darah.
2) Melakukan penegangan tali pusat terkendali
 Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau
menggulung tali pusat

14
 Meletakkan tangan kiri di atas simfisis menahan bagian bawah uterus, sementara
tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan
jarak 5-10 cm dari vulva.
 Saat uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara
tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorsokranial.
3) Mengeluarkan plasenta
 Jika dengan peneganggan tali pusat terkendali tali pusat terlihat bertambah
panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit
sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai
dengan kurva jalan lahir sehingga plasenta tampak pada vulva.
 Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali
klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva
 Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit,
maka,
 Suntikkan ulang oksitosin 10 IU IM
 Periksa kandung kemih, lakukan kateterisasi bila penuh
 Tunggu 30 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual
4) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan tindakan melahirkan plasenta dengan
hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan
dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
5) Masase uterus

Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok
fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi
uterus baik (fundus teraba keras).

6) Memeriksa kemungkinan adanya perdarahan postpartum


 Kelengkapan plasenta dan ketuban
 Kontraksi uterus
 Perlukaan jalan lahir
2.1.5 Gejala Klinis

15
Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume
total tanpa mengalami gejala-gejala klinik yang nyata. Gejala klinik baru tampak apabila
kehilangan darah telah mencapai 20%.12

Perdarahan tidak hanya terjadi pada mereka yang memiliki faktor risiko tapi pada
setiap persalinan kemungkinan terjadi perdarahan selalu ada. Jika perdarahan terus berlanjut
akan menimbulkan tanda-tanda syok dengan gambaran klinisnya berupa perdarahan terus-
menerus dan keadaan pasien secara berangsur-angsur menjadi jelek. Denyut nadi menjadi
cepat dan lemah, tekanan darah menurun, pasien berubah pucat dan ekstrimita dingin, serta
nafas menjadi sesak dan terengah-engah.12

Tabel 2.1 Tanda dan gejala berdasarkan jumlah kehilangan darah pada perdarahan
postpartum5

Kehilangan Darah Tekanan Darah


Tanda dan Gejala
Ml % Sistolik (mmHg)
Palpitasi, pusing,
500-1000 10-15 Normal
takikardia
Lemah, berkeringat,
1000-1500 15-25 90-100
takikardia
Gelisah, pucat,
1500-2000 25-35 70-80
oliguria
Kolaps, sesak nafas,
2000-3000 35-45 50-70
anuria

2.1.6 Diagnosis

Berdasarkan definisi dari perdarahan postpartum yaitu perdarahan yang terjadi segera
setelah partus (persalinan)1,sebanyak 500 ml pada persalinan per vaginam atau lebih dari
1000 ml pada seksio sesarea.23 Cara yang paling tepat untuk menentukan apakah seseorang
mengalami perdarahan postpartum adalah dengan menghitung kehilangan darah yang terjadi.
Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara mengukur atau memperkirakan jumlah darah yang
hilang saat persalinan.11

Sangat sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah seringkali
bercampur dengan cairan ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk, kain atau sarung.

16
Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan jumlah sarung
karena ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah
atau basah oleh darah. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah
melalui penampakan gejala dan tekanan darah.22

Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum23 :

a. Nilai tekanan darah dan gejala kehilangan darah lainnya


b. Palpasi uterus : nilai kontraksi uterus dan tinggi fundusuteri
c. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak
d. Lakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
 Sisa plasenta dan selaput ketuban
 Robekan rahim
e. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina, danvarises yang pecah.
f. Pemeriksaan laboratorium : Cek Hb, Ht, bleeding time
Diagnosis perdarahan postpartum dapat digolongkan berdasarkan tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Diagnosis perdarahan postpartum22

No Gejala dan tanda yg Kemungkinan


Gejala dan tanda yang selalu ada
. terkadang ada Diagnosis
- Syok
- Bekuan darah pada
- Uterus tidak berkontraksi dan
serviks atau posisi
1. lembek -Atonia uteri
telentang akan
-Perdarahan segera setelah anak lahir
menghambat aliran
darah ke luat
- Perdarahan segera - Pucat
2. - Uterus kontraksi dan keras - Lemah - Robekan jalan lahir
- Plasenta lengkap - Menggigil
3. - Plasenta belum lahir setelah 30 - tali pusat putus - Retensio plasenta
menit akibattraksi
- Perdarahan segera berlebihan
- Uterus kontaksi baik - Inversio uteri
akibattarikan
- Perdarahan

17
lanjutan
- Perdarahan segera
- Uterus berkontraksi
- Plasenta atau sebagian selaput - Sisa plasenta atau
4. tetapi tinggi fundus
(mengandung pembuluh darah) tidak ketuban
tidak berkurang
lengkap
- Uterus tidak teraba
- Lumen vagina terisi massa
- Tampak tali pusat (jika plasenta - Syok neurogenik
5. - Inversio uteri
belum lahir) - Pucat dan limbung
- Perdarahan segera
- Nyeri sedikit atau berat
- Sub-involusi uterus - Endometritis
- Nyeri tekan perut bawah - Anemia - Sisa plasenta
6.
- Perdarahan - Demam (terinfeksi atau
- Lokhia mukopurulen dan berbau tidak)
- Syok
- Perdarahan segera (perdarahan
- Denyut nadi cepat - Robekan dinding
7. intraabdominal dan atau vagina)
- Nyeri tekan perut uterus (ruptura uteri)
- Nyeri perut berat
-

2.1.7 Tatalaksana
1. Atonia Uteri

Bagan pengelolaan atonia uteri.21

18
Masase fundus uteri segera setelah
plasenta lahir (maksimal 15 detik)

Uterus kontraksi? Ya Evaluasi rutin

Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput


ketuban
Kompresi Bimanual Interna maks 5 menit
Pertahankan KBI selama 1-2
menit
Uterus kontraksi? Ya
Keluarkan tangan secara hati-
Tidak
hati

Ajarkan Keluarga melakukan Kompresi Bimanual Lakukan pengawasan kala IV


Eksterna
Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hati
Suntikkan Methyl Ergometrin 0,2 mg IM
Pasang infus RL + 20 IU Oksitosin guyur
Lakukan lagi KBI

Uterus kontraksi? Ya Pengawasan Kala IV

Rujuk, siapkan laparotomi


Lanjutkan pemberian infus + 20 IU Oksitosin
minimal 500cc/jam hingga mencapai tempat
rujukan
Selama perjalanan, lakukan kompresi aorta
abdominalis atau kompresi bimanual
eksterna

Ligasi Arteri uterina dan/atau hipogastrika

Perdarahan Berhenti Pertahankan uterus

Histerektomi

19
2. Retensio Plasenta

Melalui pemeriksaan tinggi fundus dan peregangan tali pusat, dapat diketahui apakah
plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka kita dapat melakukan
plasenta manual.22

3. Robekan Jalan Lahir

a. Robekan perineum Tingkat I22


 Penjahitan dengan catgutyang dijahitkan secara jelujur atau dengan cara
jahitan angka delapan
b. Robekan perineum Tingkat II22
 Ratakan pinggir laserasi terlebih dahulu
 Dijahit dengan catgut secara terputus-putus atau jelujur, dimulai dari puncak
robekan
c. Robekan perineum Tingkat III22
 Jahit mulai dari dinding depan rektum, kemudia fascia perirektal atau fasia
perirektal dan fascia septum rektovaginal
 Dijahit dengan catgut kromik
 Ujung otot sfingter ani dijepit dengan klem secara lurus, kemudian dijahit 2-3
jahitan catgut kromik sehingga bertemu lagi
 Selanjutnya robekan dijahit selapis demi selapis
d. Robekan perineum Tingkat IV22
 Rujuk ke rumah sakit kabupaten/kota

4. Sisa Plasenta

Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila
penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah lahir. Apabila kelahiran
plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk
memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat
bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah

20
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim.22

Pengelolaan sisa plasenta pada umumnya dilakukan dengan kuretase. Kuretase harus
dilakukan di rumah sakit oleh dokter dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis
dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa
plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.22

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, WA, 2007. Kamus Kedokteran Dorland. Ed 31. Jakarta: EGC. 92
2. Smith J.R., dan Brennan B.G. Postpartum Hemorrhage. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview#showall. Diakses pada 16
Februari 2016
3. Burd I., 2012. The Three Stages of Labor. Diunduh dari
http://umm.edu/health/medical/pregnancy/labor-and-delivery/the-three-stages-of-
labor. Diakses 11 Juli 2014
4. Cunningham F.G, Leveno K.J., Bloom S.L., Hauth., Rouse D.J., Spong C.Y., 2009.
Obstetri Williams. Ed 23. Jakarta: EGC. Hal 795
5. Coker A. and Oliver R., 2006. Definitions and classifications. Dalam (B-Lynch C,
Keith L, Lalonde A, Karoshi M, editors) A Textbook of Postpartum Hemorrhage.
United Kingdom: Sapiens Publishing.130(Khan dan El-Refaey, 2006).
6. Sulaiman S., Martaadisoebrata D., dan Wirakusumah F.F., 2003. Ilmu Kesehatan
Reproduksi : Obstetri Patologi. Ed 2. Jakarta: EGC. Hal 175(Karkata, 2010)
7. Kavle J.A., Stoltzfus Rebecca J., Witter Frank, Tielsch James M., Khalfan Sabra S.,
Caulfield Laura E., 2008. Association Between Anaemia During Pregnancy and
Blood Loss at and after Delivery among Women with Vaginal Births in Pemba Island,
Zanzibar, Tanzania. Journal of Health, Population and Nutrition. 26(2): 232-240
8. Eriza N., 2013. Hubungan Perdarahan Postpartum dengan Paritas di RSUP Dr. M.
Djamil Padang Periode 1 Januari 2010-31 Desember 2012. Skipsi, Universitas
Andalas.
9. Cameron M.J., dan Robson S.C., 2006. Vital Statistics : An Overview. Dalam (B-
Lynch C, Keith L, Lalonde A, Karoshi M, editors) A Textbook of Postpartum
Hemorrhage. United Kingdom: Sapiens Publishing. 17
10. Widianti E.Ydan Setyaningsih A., 2014. Hubungan Jarak Kelahiran dengan Kejadian
Perdarahan Postpartum Primer di BPS Hermin Sigit Ampel Boyolali. Jurnal
Kebidanan. 6 : 22-32
11. Endriani S.D, Rosidi A., dan Andarsari W., 2012. Hubungan Umur, Paritas, dan Berat
Bayi Lahir dengan Kejadian Laserasi Perineum di Bidan Praktek Swasta Hj. Sri
Wahyuni, S.SiT Semarang Tahun 2012. Diunduh dari http://www.jurnal.unimus.ac.id.
Diakses pada 22 Oktober 201
12. (CIHI, 2011).

22
13. Borton C., 2014. Gravidity and Parity Definitions (and their Implications in Risk
Assessment). Diunduh dari www.patient.co.uk/doctor/gravidity-and-parity-
definitions-and-their-implications-in-riskassessment. Diakses pada 26 Oktober 2014
14. Al-Farsi Y., Brooks D.R., Werler M.M., Cabral H.J., Al-Shafei M., dan Wallenburg
H.C., 2011. Effect of High Parity on Occurance of Anemia in Pregnancy. Bio Med
Central Pregnancy Childbirth. 11(7)
15. Manuaba, IBG, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
16. Sutanto A., Sudardi, Kartodimedjo D., 1973. Paritas dan Perdarahan Postpartum
Khususnya Perdarahan Kala III dan IV. Berkala Ilmu Kedokteran Gadjah Mada. 5 :
25-29
17. Conde-Agudelo A. Dan Belizan J.M., 2000. Maternal Morbidity and Mortality
Associated with Interpregnancy Interval: Cross-Sectional Study. British Medical
Journal. 321(7271): 1255-1259
18. World Health Organization, 2005. Report of a WHO Technical Consultation on Birth
Spacing. Geneva. Diunduh dari
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/birth_spacing.pdf. Diakses
pada 15 Maret 2015
19. Eleje G.U., Ezebialu I.U., dan Eke N.O., 2011. Inter-Pregnancy Interval (IPI) : Why is
The Ideal?. Afrimedic Journal. 2(1): 36-38
20. World Health Organization, 2012. WHO Recommendations for The Prevention and
Treatment of Postpartum Hemorrhage. Geneva. Diunduh dari
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/75411/1/9789241548502_eng.pdf. Diakses
pada 31 Maret 2015
21. Departemen Kesehatan RI. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal.
22. Wuryanti, A. 2010. Hubungan Anemia dalam Kehamilan dengan Perdarahan
Postpartum karena Atonia Uteri di RSUD Wonogiri. Skripsi. Universitas Sebelas
Maret.

23

Anda mungkin juga menyukai