Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

SYOK HEMORAGIK ET CAUSA PERDARAHAN POST


PARTUM (PPP) LANJUT ET CAUSA SISA PLASENTA

Disusun Oleh:
dr. NURMUTHMAINNAH

PEMBIMBING :
dr. H. NURHADI, Sp.OG

PENDAMPING :
dr. YOSEP PRABOWO

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH INDRASARI
KABUPATEN INDRAGIRI HULU
2016

BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan postpartum (PPP) adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah
persalinan pervaginam atau lebih dari 1.000 ml setelah persalinan seksio sesarea.
Menurut waktu terjadinya, PPP dibedakan atas PPP primer yang terjadi dalam 24 jam
pertama persalinan dan PPP sekunder yang terjadi setelah 24 jam hingga 6 minggu
persalinan.1,2,3,4
Angka kematian ibu (AKI) merupakan indikator yang mencerminkan status
kesehatan ibu, terutama risiko kematian bagi ibu pada waktu hamil dan persalinan. 5
Secara global, angka kematian ibu diperkirakan 140.000 per tahun, dengan kata lain
1 kematian ibu setiap 4 menit.6,7 Data World Health Organization (WHO) 2014
menunjukkan bahwa 25% kematian ibu disebabkan oleh PPP.8,9 Indonesia sebagai
negara berkembang, memiliki AKI yang cukup tinggi yaitu 359/100.000 kelahiran. 10
Data Dinas Kesehatan Kabupatean Indragiri Hulu 2014, terdapat 17 kasus kematian
ibu, 6% diantaranya disebabkan oleh PPP.11
Intervensi yang efektif dalam upaya mengatasi PPP sangat diperlukan guna
menurunkan angka kematian ibu. Uterine balon tamponade (UBT) telah terbukti
menjadi teknik yang efektif untuk mengatasi PPP terutama di negara berkembang,
salah satunya dengan menggunakan teknik tampon Sayeba (kondom kateter
hidrostatik). Teknik tersebut dapat mengontrol PPP dengan cepat dan efektif, mudah
dan terjangkau.12,13

1
BAB II
ILUSTRASI KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Lirik
No. RM : 143057
Masuk RS : 01 Juli 2016, pukul 23.15 WIB
Tanggal Pemeriksaan : 02 Juli 2016

Anamnesis
Autoanamnesis dan alloanamnesis dengan suami dan ibu pasien
Keluhan utama
Keluar darah dari kemaluan yang semakin banyak sejak 2 jam sebelum masuk rumah
sakit (SMRS).

Riwayat penyakit sekarang


 10 hari SMRS pasien melahirkan anak kedua ditolong bidan, bayi lahir normal, jenis
kelamin laki-laki, berat 3100 gram, bayi lahir langsung menangis, ari-ari lahir lengkap.
 2 hari SMRS, nyeri perut disertai keluar darah dari kemaluan berwarna merah segar, tidak
bergumpal, darah membasahi 1-2 pembalut. Pasien tidak berobat ke dokter karena
mengira hanya perdarahan biasa setelah melahirkan. Demam (-)
 1 hari SMRS badan terasa agak lemas. Perdarahan dari kemaluan keluar merembes,
warna merah segar. Perut terasa nyeri (-). Pasien ganti pembalut kira-kira 3 kali dalam
sehari. Demam (-).
 2 jam SMRS, keluar darah dari kemaluan semakin banyak. Darah yang keluar berwarna
merah segar dan bergumpal-gumpal. Darah membasahi kira-kira 2 lembar kain sarung.
Nyeri perut (-). Pasien merasa lemas. Demam disangkal. Menurut keluarga, pasien
mengeluhkan wajah, ujung-ujung tangan dan kakinya terasa kebas. Pasien kemudian

2
dibawa ke IGD RSUD Indrasari Rengat. Saat di IGD darah yang keluar membasahi kira-
kira 2 buah underpad.
 Di ruang perawatan (4 jam setelah masuk RS), perdarahan dari jalan lahir aktif, pasien
terlihat pucat dan mengantuk, pasien hanya membuka mata sesekali jika dipanggil, tangan
dan kaki pasien dingin.

Riwayat Prenatal Care


Periksa kehamilan tujuh kali: lima kali di puskesmas, dikatakan janin sehat dan bisa
melahirkan secara normal, tekanan darah normal. 2 kali dengan dokter spesialis
kandungan, USG (+).

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat keluhan yang sama (perdarahan setelah melahirkan) pada persalinan sebelumnya
tidak ada.
 Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada.
 Riwayat asma dan penyakit jantung tidak ada.
 Riwayat operasi sebelumnya tidak ada.
 Riwayat trauma disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


-
Riwayat pernikahan
Pernikahan pertama. Tahun 2008, pasien usia 20 tahun.

Riwayat haid
Menarche : Umur 13 tahun
Lama : 7 hari
Siklus : 28 hari
Riwayat kontrasepsi
- KB Suntik tiap 3 bulan selama ±7 tahun

Riwayat obstetri
Para 2, abortus 0, hidup 2.

3
Anak pertama: lahir tahun 2009, laki-laki, psp, dibantu bidan, BBL 3200 gr.
Anak kedua : lahir tahun 2016, laki-laki, psp, dibantu bidan, BBL 3100 gr.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Somnolen
TD : 100/80 mmHg
Nadi : 120 kali/menit, cepat, lemah, reguler
Pernafasan : 28 kali/menit
Suhu : 35,5oC
Keadaan gizi :
BB : 50 kg
TB : 160 cm

Kepala-leher
Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat,
isokor , diameter 3 mm/3 mm, reflek cahaya +/+
Leher : tidak ada pelebaran JVP, tidak ada pembesaran KGB.

Thorak
Paru :
- Inspeksi : Bentuk dan gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, tidak ada
bagian yang tertinggal. Tidak ada retraksi dinding dada.
- Palpasi : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri.
- Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru.
- Auskultasi : Vesikuler kedua lapangan paru, tidak ada ronkhi dan wheezing.
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
- Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dekstra dan batas jantung kiri 2 jari
medial linea midclavicula sinistra intercostalis V.
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan bunyi jantung II normal, tidak terdapat murmur
maupun gallop.

4
Status ginekologi
Abdomen :
 Inspeksi : Perut tampak datar
 Palpasi : Fundus uteri teraba setinggi umbilikus, kontraksi baik, nyeri tekan (-).
 Auskultasi : BU (+) normal.

Genitalia :
 Inspeksi : Vulva dan uretra dalam batas normal.
Tampak darah mengalir dari introitus vagina, warna merah segar.
 Inspekulo :
- Vagina : laserasi (-), massa (-), tampak darah pada forniks posterior.
- Portio : licin, warna merah muda, laserasi (-), massa (-).
Fluksus (+) darah, OUE terbuka ±1 cm, darah terlihat mengalir dari
OUE, warna merah segar. stolcel (+).
 VT :
- Tidak dilakukan

Ekstremitas :
- Akral dingin, capillary refill time > 2 detik, tidak terdapat oedem.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal 02 Juli 2016 pukul 00 : 28 WIB
Darah rutih
Hb : 9,1 gr/dl
Hematokrit : 28,6%
Leukosit : 10.200/μl
Trombosit : 306.000/μL
MCV : 90,8 fl
MCH : 28,9 pg
MCHC : 31,8 g/dl
Tanggal 02 Juli 2016 pukul 04 : 12 WIB
Hb : 7,9 gr/dl
Hematokrit : 24,4%

5
Leukosit : 10.800/μl
Trombosit : 220.000/μL
MCV : 91,1 fl
MCH : 29,5 pg
MCHC : 32,4 g/dl

Diagnosa Kerja
P2A0H2 Post partum spontan (diluar) hari ke 11 dengan syok hemoragik et causa
PPP lanjut et causa suspek sisa plasenta dd subinvolusio uteri ec suspek metritis.

Penatalaksanaan
 Nonfarmakologis
- Patensi jalan napas
- O2 4 liter / menit nasal kanul
- IVFD RL 500 cc 2 jalur
- Pasang DC
- Pro transfusi PRC 1 lb
- Os dipuasakan
- Observasi :
Keadaan umum dan tanda vital
 Farmakologis :
- Drip oksitosin 20 IU dalam 500 cc RL 20 tpm
- Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam IV
- Infus Metronidazol 500 mg/12 jam

Rencana pemeriksaan diagnostik


 USG abdomen  bila hasil USG kesan sisa plasenta  pro kuretase.

Follow up
Tanggal 2 Juli 2016
Jam Subjektif Objektif Assessment Penatalaksanaan
08.00 Lemas, wajah, tangan dan KU : TSS P2A0H2 Post partum -patensi jalan napas
kaki kebas. keluar darah dari Kes : somnolen spontan (diluar) hari - O2 4 liter / menit nasal kanul
jalan lahir (+). Nyeri perut (-), TD : 100/80 mmHg, ke-11+ syok - Terpasang IVFD 2 RL 500 cc
demam (-). FN :120 kali/menit, hemoragik et causa 2 jalur

6
cepat, lemah, reguler. PPP lanjut et causa - Pasang DC
RR : 28 kali/menit, suspek sisa plasenta -Pro transfusi 1 lb
T : 35,5 oc dd subinvolusio uteri WBalergi, dianjurkan
ec suspek metritis. donor keluarga/fresh WB
CA +/+ -Os dipuasakan
St.ginekologis : -Observasi :
TFU setinggi - KU dan TTV
umbilikus, kontraksi -Pro USG
baik.
Perdarahan pervaginam  Farmakologis :
(+). - Drip oksitosin 20 IU
dalam 500 cc RL
Ekstremitas : akral - Inj. Cefotaxime 1 gr/12
dingin, CRT>2 detik. jam IV
- Infus Metronidazol 500
mg/12 jam IV
08.20 Lemas, wajah, tangan dan KU : TSS P2A0H2 Post partum - Dilakukan USG : tampak
kaki kebas. keluar darah dari Kes : somnolen spontan (diluar) hari gambaran massa amorf, kesan
jalan lahir (+). Nyeri perut (-), TD : 100/80 mmHg, ke-11 dengan syok sisa plasenta
demam (-). FN :120 kali/menit, hemoragik et causa - pro kuretase
cepat, lemah, reguler. PPP lanjut et causa - informed consent kepada
RR : 28 kali/menit, suspek sisa plasenta keluarga untuk kuretase,
T : 35,5 oc dd subinvolusio uteri keluarga setuju
ec suspek metritis.
CA +/+
St.ginekologis :
TFU setinggi
umbilikus, kontraksi
baik
Perdarahan pervaginam
(+).

Ekstremitas : akral
dingin, CRT>2 detik.
09.00 Lemas, wajah, tangan dan KU : TSS P2A0H2 Post partum Dilakukan kuretase dengan
kaki kebas. keluar darah dari Kes : somnolen spontan (diluar) hari narkose umum- TIVA.
jalan lahir (+). TD : 100/80 mmHg, ke-11 dengan syok Hasil kuretase :
FN :120 kali/menit, hemoragik et causa - Evakuasi darah warna dan
cepat, lemah, reguler. PPP lanjut et causa jaringan ±300 cc.
RR : 28 kali/menit, suspek sisa plasenta - Setelah evakuasi tersebut,
T : 35,5 oc dd subinvolusio uteri kontraksi uterus tidak
ec suspek metritis. baik.
CA +/+ - Dilanjutkan dengan
St.ginekologis : pemasangan tampon
TFU setinggi Sayeba.
umbilikus, kontraksi - Tindakan selesai.
tidak baik.
Perdarahan pervaginam
(+).

Ekstremitas : akral
dingin, CRT>2 detik.
09.30 Keluar darah dari jalan lahir KU : TSS P2A0H2 post - Tirah baring
WIB (-). Kes : somnolen kuretase ai sisa - O2 4 liter / menit via nasal
TD : 100/60 mmHg plasenta + post kanul

7
FN : 110 kali/menit, pemasangan tampon - tampon sayeba
cepat, reguler Sayeba ai atonia uteri dipertahankan selama 24
RR : 22 kali/menit H0 jam
T : 36,8oC - observasi KU dan TTV
- drip oksitosin dalam RL 500
St.ginekologis : cc
TFU setinggi umbilikus - Inj. Tramadol 3x500 mg iv
Kontraksi baik - Th/ lain diteruskan
Ekstremitas : akral
dingin, CRT<2 detik.

10.30 Keluar darah dari jalan lahir KU : TSS P2A0H2 post - Terpasang darah 1 lb WB
(-). Badan masih lemas, nyeri Kes : CM kuretase ai sisa - IVFD RL 1 jalur drip
perut bagian bawah, demam TD : 100/60 mmHg plasenta + post oksitosin 20 IU 30 tpm
(-). kebas pd wajah, tangan FN : 100 kali/menit, pemasangan tampon - Th/ lain diteruskan
dan kaki (-). cepat, reguler Sayeba ai atonia uteri
RR : 22 kali/menit H0
T : 36,8oC

St.ginekologis :
TFU setinggi umbilikus
Kontraksi baik
Ekstremitas : akral
dingin, CRT<2 detik.

Tanggal 03 Juli 2016


08.00 Keluar darah dari jalan lahir KU : TSS - tirah baring
(-), sakit di perut bagian bawah Kes : CM P2A0H2 post - mobilisasi bertahap
minimal. Badan mulai terasa TD : 120/80 mmHg kuretase ai sisa - Diet MB tinggi protein
segar. FN : 84 kali/menit, plasenta + post - Aff tampon sayeba
reguler pemasangan tampon - Aff infus
RR : 20 kali/menit Sayeba ai atonia uteri - Aff DC
T : 36,5oC H1 - Clindamisin 3x1
- Asmef 3x1
CA : +/+ - SF 3x1
St.ginekologis :
TFU 2 jari bawah
umbilikus
Kontraksi baik

Tanggal 04 Juli 2016


09.00 Keluar darah dari jalan lahir KU : baik P2A0H2 Post partum - Mobilisasi
WIB (-), sakit di perut bagian bawah Kes : CM spontan (diluar) hari - Diet MB tinggi protein
minimal. Lemas (-). TD : 120/80 mmHg ke-10 dengan post - Clindamisin 3x1
FN : 88 kali/menit, pemasangan tampon - Asmef 3x1
reguler Sayeba + post - SF 3x1
RR : 22 kali/menit kuretase a/i PPP
T : 36,5oC lanjut et causa sisa Boleh pulang
plasenta + atonia
CA : -/- uteri
St.ginekologis :
TFU 2 jari bawah
umbilikus

8
Kontraksi baik

Masalah pada kasus ini adalah:


1. Kenapa setelah dilakukan kuretase perdarahan tidak berhenti?
2. Apakah penanganan pasien ini dengan menggunakan teknik UBT sudah
tepat?
Masalah diatas akan dijelaskan pada bab pembahasan

9
B A B III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Perdarahan Postpartum (PPP) adalah keadaan kehilangan darah lebih besar dari
atau sama dengan 500 ml setelah bayi lahir pada persalinan pervaginam, atau
kehilangan darah sebanyak 1000 ml pada persalinan sectio sesaria. Perdarahan yang
terjadi dalam waktu 24 jam disebut PPP primer/dini, sedangkan perdarahan yang
terjadi antara 24 jam hingga 12 minggu setelah lahir dianggap sebagai PPP
sekunder/lanjut. 1,2,3,4

II. EPIDEMIOLOGI

Perdarahan post partum (PPP) bertanggung jawab untuk sekitar 25% dari
kematian ibu di seluruh dunia, mencapai angka 60% di beberapa negara. 8,9 Indonesia
sebagai negara berkembang, memiliki AKI yang cukup tinggi yaitu 359/100.000
kelahiran hidup.10 Data Dinas Kesehatan Kabupatean Indragiri Hulu 2014, terdapat
17 kasus kematian ibu, 6% diantaranya disebabkan oleh PPP.11

III. FAKTOR RISIKO

Riwayat PPP pada persalinan sebelumnya merupakan faktor risiko paling besar
untuk terjadinya perdarahan post partum. Beberapa faktor lain yang perlu kita
ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya perdarahan post partum:1,2,3,4
1. Kehamilan ganda
2. Bayi makrosomia
3. Polihidramnion
4. Abnormalitas fetus (hydrocephalus)
5. Persalinan yang memanjang
6. Persalinan dengan induksi
7. Persalinan pervaginam dengan riwayat persalinan abdominal sebelumnya.

10
IV. ETIOLOGI
Etiologi dari PPP dapat disebabkan oleh empat proses dasar yaitu Tonus,
Tissue, Trauma, dan Thrombin. Perdarahan akan terjadi jika uterus tidak dapat
berkontraksi dengan baik. Produksi faktor pembekuan ataupun trauma jalan lahir
juga dapat menyebabkan kehilangan darah dalam jumlah yang cukup besar jika tidak
teridentifikasi dengan baik.1,2,3
a. Tonus
Kegagalan kontraksi (hipotensi atau atonia uteri) otot miometrium dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak dan cepat sampai syok hipovolemik.
Overdistensi dari uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor risiko
mayor untuk atoni. Overdistensi dari uterus dapat disebabkan oleh kehamilan
ganda, bayi makrosomia, polihidramnion, atau abnormalitas fetus (seperti
hydrocephalus), struktur uterus yang abnormal, atau kehamilan dengan tumor
uterus.
Kontraksi miometrium yang buruk dapat disebabkan oleh kelelahan
akibat persalinan lama atau persalinan presipitatus atau persalinan dengan
stimulasi. Hal ini juga dapat diakibatkan inhibisi dari kontraksi dengan obat-
obatan seperti anestesi halogen, nitrat, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik,
dan nifedipin. Data terakhir memberi petunjuk bahwa grande multipara bukan
merupakan faktor risiko independen pada perdarahan post partum.

b. Tissue
Kontraksi dan retraksi uterus menyebabkan pelepasan dan ekspulsi dari
plasenta. Pelepasan dan ekspulsi yang sempurna melancarkan retraksi
berkelanjutan dan oklusi pembuluh darah optimal.
Retensi sebagian dari plasenta lebih umum terjadi jika plasenta telah
berkembang dengan lobus aksesori. Plasenta umumnya bertahan pada
kehamilan preterm terutama di bawah usia kehamilan 24 minggu, dan
perdarahan signifikan dapat terjadi. Hal ini harus dipikirkan pada setiap
persalinan preterm, baik spontan maupun diinduksi. Bekuan darah juga dapat
menyebabkan distensi uterus dan mencegah kontraksi efektif.

11
c. Trauma
Trauma dapat terjadi pada persalinan lama terutama jika pasien
memiliki disproporsi sefalopelvik relatif maupun absolut. Trauma juga dapat
terjadi setelah dilakukan manipulasi intrauterin maupun ekstrauterin, serta pada
percobaan melepas plasenta secara manual maupun dengan instrumen.
Laserasi serviks paling umum berkaitan dengan persalinan dengan
forceps. Laserasi dinding vagina paling umum terjadi pada persalinan
pervaginam, dapat terjadi spontan maupun akibat perluasan luka episiotomi.

d. Trombin
Pada periode post partum, gangguan sistem koagulasi dan platelet tidak
sering menghasilkan perdarahan berlebihan; ini menekankan efisiensi kontraksi
uterus dan retraksi dalam mencegah perdarahan. Deposisi fibri pada lokasi
plasenta dan membeku pada pembuluh darah memiliki peranan penting.
Trombositopenia mungkin berhubungan dengan penyakit yang telah ada
seperti; immune thrombocytopenic purpura, atau HELLP syndrome, plasenta
previa, disseminated intravascular coagulation (DIC) atau sepsis. Perdarahan
post partum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai apabila
penyebab lain dapat disingkirkan. Hal ini terutama apabila didapatkan riwayat
persalinan sebelumnya mengalami hal yang sama. Akan ada tendensi mudah
terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes
atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi,
rongga hidung dan lain-lain. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil
pemeriksaan faal homeostatis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu
pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia dan
terdeteksi adanya FDP (Fibrin Degradation Product) serta perpanjangan tes
protrombin dan PTT (Partial Thromboplastin Time). Predisposisi untuk
terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan,
eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis.

12
V. DIAGNOSIS DAN TATA LAKSANA
Berikut merupakan diagnosis dan tatalaksana dari perdarahan post partum: 1,2,3
a. Atonia Uteri
Diagnosis atonia uteri ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir
ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi
didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
buruk.
Penanganan atoni uteri adalah dengan melakukan pemijatan uterus,
melahirkan plasenta, dan memberi uterotonik untuk meningkatkan kontraksi
uterus sehingga perdarahan dapat berhenti. Jika perdarahan tidak berhenti,
dilakukan kompresi bimanual atau tampon kondom untuk menghentikan
perdarahan.
Obat-obat Uterotonik
Uterotonik digunakan untuk meningkatkan kontraksi uterus agar proses
setelah persalinan dapat terjadi sebagaimana mestinya. Tiga kelas dari
uterotonik yang digunakan antara lain oksitosin, ergot alkaloid, dan
prostaglandin. 1 2,3
Kompresi Bimanual Interna
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju
tangan dalam vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium
(sebagai pengganti mekanisme kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi,
pertahankan kondisi ini bila perdarahan berkurang atau berhenti, tunggu hingga
uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan tetap terjadi, dapat dilakukan
kompresi bimanual eksterna. 1,2,3

Gambar 1. Kompresi bimanual pada uterus1

13
Kompresi Bimanual Eksterna
Tekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling
mendekatkan kedua belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Bila
perdarahan berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus
dapat kembali berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi aorta
abdominalis. 1, 2,3

Gambar 2. Kompresi Bimanual eksterna pada uterus1

Kompresi Aorta Abdominalis


Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi
tersebut, genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus,
tegak lurus dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis.
Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan yang terjadi. 1,2,3

Gambar 3. Kompresi aorta abdominalis1

Tampon Kondom
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penggunaan
tampon untuk penanganan PPP antara lain adalah dengan menggunakan
metode tampon Sayeba, Rusch urologic hydrostatic balloon catheter

14
(Folley catheter) atau tamponade balon catheter, Sengstaken-Blakemore
tube, dan sebagainya.12,13
Pada tahun 2003, Sayeba Akhter dkk menemukan alternatif baru
dalam penanganan PPP yaitu dengan pemasangan kondom yang diikatkan
pada kateter. Angka keberhasilannya mencapai 100% (23 berhasil dari 23
kasus PPP). Kondom dilepas dalam 24 - 48 jam kemudian. Tampon
kondom merupakan suatu alat yang efektif untuk mengontrol perdarahan
post partum. Pada saat perdarahan post partum tidak berespon pada terapi
farmakologik, tampon kondom merupakan prosedur yang dapat
menyelamatkan jiwa. 12,13
Kondom kateter merupakan teknik yang sederhana, murah serta
efektif dalam menghentikan PPP. Selain itu, tampon kondom juga
membantu dalam mengambil keputusan intervensi operasi dan yang lebih
penting, juga memberikan waktu sampai operasi dapat dilakukan. 12,13
Cara pemasangan tampon kondom adalah secara aseptik, kondom
yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan kedalam cavum uteri,
kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebnyak 350-500cc atau sesuai
kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom
dihentikan ketika perdarahan sudah berkurang, untuk menjaga kondom agar
tetap di cavum uteri dipasang tampon kasa gulung di vagina. Kondom
kateter dilepas 24-48 jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat
kondom dapat dipertahankan lebih lama. 12,13

Gambar 4. Tampon kondom

15
Ligasi Arteri Uteri atau Arteri Iliaca Interna (Hipogastrik)
Ligasi arteri uteri merupakan prosedur yang sederhana dan secara
efektif dapat mengontrol perdarahan uterus. Arteri uteri rata-rata 90%
menyuplai darah ke uterus, sehingga ligasi pada arteri memungkinkan untuk
menghentikan perdarahan. Ligasi arteri iliaca interna secara efektif dapat
mengurangi perdarahan yang bersumber dari laserasi traktus genitalia
dengan mengurangi tekanan nadi pada sirkulasi pembuluh darah pelvis.
Sebuah studi mengindikasikan bahwa tekanan nadi berkurang 77% dengan
ligasi unilateral dan 85% dengan ligasi bilateral.1,2,3

Histerektomi
Histerektomi adalah langkah terakhir. Histerektomi merupakan
metode definitif untuk mengontrol perdarahan post partum. Prosedur ini
dilakukan untuk tujuan penyelamatan hidup pasien.1, 2,3

b. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau
lebih dari 30 menit setelah bayi lahir. Penyebab retensio ialah plasenta belum lepas
dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas namun belum dilahirkan. Hampir
sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh gangguan kontraksi
uterus.1,2,3
Tindakan yang dilakukan pada kasus retensio plasenta adalah manual plasenta.
Apabila setelah dilakukan manual plasenta ditemukan kotiledon yang tidak lengkap,
maka perlu dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual ataupun
kuretase dan pemberian uterotonika.1,2,3

c. Perlukaan Jalan Lahir


Pada umumnya robekan jalan lahir terjadi pada persalinan dengan trauma.
Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan memudahkan
robekan jalan lahir dan oleh karena itu dihindarkan memimpin persalinan pada saat
pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomi,
robekan spontan perineum, trauma forceps, atau vakum ekstraksi, atau karena versi

16
ekstraksi. Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan
perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perienum totalis (sfingter ani
terputus), robekan pada dinding vagina, forniks uteri, serviks, daerah sekitar klitoris
dan uretra dan bahkan yang terberat ruptur uteri.1,2,3
Untuk menemukan trauma pada daerah genitalia, maka pada setiap persalinan
hendaklah dilakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan serviks dengan memakai
spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan ciri warna darah merah segar
dan pulsatif sesuai denyut nadi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan penjahitan
luka jalan lahir.1,2,3

d. Gangguan Pembekuan Darah


Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.
Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP
(Immune Trombositopenia Purpura) atau sindrom HELLP(Hemolysis, elevated liver
enzyme levels, and low platelet levels) sekunder, solusio plasenta, DIC (Disseminated
Intra Coagulation) atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini
jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak
terdiagnosis.1,2,3
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya
perdarahan post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya
perdarahan post partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada
kehamilan, IUFD, emboli air ketuban dan septikemia. Ambil langkah spesifik untuk
menangani penyebab yang mendasari dan kelainan hemostatik.1,2,3

e. Inversio Uteri
Inversio uteri adalah komplikasi post partum yang langka dan mengancam
jiwa. Inversio uteri biasanya terjadi akibat kegagalan pelepasan plasenta dari uterus.
Fundus uterus masuk ke dalam kavum endometrium dan mungkin turun hingga ke
serviks ataupun melewati serviks.1,2,3
Inversio uteri biasanya diikuti dengan primiparitas, penggunaan oksitosin,
makroskomia atau insersi plasenta pada fundus. Penanganan dari inversio uteri
adalah resusitasi cairan, debridemen endometrium, dan reduksi manual uterus ke
dalam kavum abdomen dengan manuver Johnson.1,2,3

17
f. Penatalaksanaan Komplikasi
Syok merupakan komplikasi paling sering dari perdarahan post partum. Pasien
dengan perdarahan post partum memiliki 2 komponen utama penanganan: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetrik serta kemungkinan syok
hipovolemik, serta (2) identifikasi dan penanganan penyebab perdarahan.
Keberhasilan terapi PPP tergantung dari penanganan 2 komponen tersebut secara
simultan dan sistematis. Adapun Klasifikasi syok hemoragik dapat dilihat pada tabel
dibawah ini: 1,2,3,14,15

Syok Ringan Sedang Berat


terkompensasi
Jumlah < 1000 ml 1000–1500 ml 1500–2000 ml >2000 ml
perdarahan
Nadi <100 x/menit >100x/menit >120x/menit > 140x/ menit
Tekanan darah Normal Hipotensi Hipotensi Hipotensi
Ortostatik
Capillary refill Normal Lambat (+/-) lambat Lambat
time
Pernapasan Normal Sedikit Meningkat Meningkat
meningkat
Urine Output >30ml/ jam 20-30 ml/ jam 5-20 ml/jam Anuria
Status mental Normal atau Agitasi Confused Letargi
agitasi
Tabel 1 Klasifikasi syok hemoragik dan gejala klinis2,15

Penatalaksanaan syok dimulai dengan primary survey. Patensi jalan napas


dan pemberian oksigen. Pasien diposisikan trendelenberg dimana posisi kaki lebih
tinggi dari pada dada untuk meningkatkan aliran darah balik vena serta dilakukan
pemasangan kateter intravena dua jalur untuk resusitasi cairan.15
Pada syok hemoragik diperlukan pengisian kompartemen intavaskuler yang
adekuat dengan caitan kristaloid, koloid maupun darah.1,16 Larutan kristaloid biasanya
digunakan untuk resusitasi awal.1,14 Kelebihan cairan kristaloid dibanding koloid
adalah mudah didapatkan, murah dan aman digunakan. Namun larutan ini cepat
berpindah ke ekstravaskuler dan hanya 20% dari kristaloid tetap dalam sirkulasi
pasien setelah satu jam. Oleh karena itu cairan awal harus diberikan tiga kali lipat

18
dari perkiraan kehilangan darah. Dua jenis cairan kristaloid yang serring digunakan
adalah ringer laktat dan natrium 0,9%.1,14
Cairan kristaloid dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak dan waktu yang
lebih lama dua sampai empat kali dibanding koloid untuk mengisi volume intravaskuler.
Cairan kristaloid menyebabkan penurunan cardiac output dan peningkatan tekanan
hidrostatik yang dapat menyebabkan edema paru. Namun, system limfe pulmonal efektif
dalam mencegah edema paru., Penggunaan koloid juga menyebabkan edema paru karena
perpindahan molekul kedalam intravaskur kapiler dan peningkatan cardiac output.14
Indikasi mutlak transfusi darah pada kasus perdarahan obstetri jika kadar
hemoglobin 6 g/dl tanpa memandang kondisi pasien. Jika hemoglobin 6-10 g/dl
transfusi darah diperlukan jika terdapat perdarahan aktif, riwayat perdarahan
sebelumnya dan keadaan pasien.1 Tujuan transfusi darah pada kasus obstetrik sampai
kadar hemoglobin 8 g/dl.17 Komponen darah yang diberikan adalah darah segar
(whole blood).1,17 Sebanyak 500 ml darah segar yang berisi sel darah merah plasma
dan fibrinogen dapat menaikan 3-4% hematokrit. Packed red blood cell (PRC)
diberikan jika perdarahan tidak masif dan kondisi pasien stabil.1

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan keluar darah dari kemaluan yang
semakin banyak sejak ± 2 jam SMRS. Darah yang keluar berwarna merah segar dan sebagian
bergumpal-gumpal, kira-kira sebanyak 2 kain sarung dan 2 lembar underpad. Pasien partus
spontan (diluar RS) 10 hari SMRS dibantu bidan. Hasil pemeriksaan inspekulo didapatkan
fluksus (+) berupa darah merah segar yang keluar dari OUEl. Hal ini sesuai dengan kriteria
diagnosis dari PPP yaitu keluar darah lebih dari 500 ml setelah persalinan pervaginam .
Pasien mengalami perdarahan >24 jam post partum, maka kasus ini dapat digolongkan
sebagai PPP lanjut.1,2,3

19
Pasien terlihat mengantuk, dan mengeluhkan wajah, ujung-ujung tangan dan kakinya
terasa kebas. Hasil pemeriksaan fisik : tanda vital didapatkan takikardi, conjungtiva
anemis, akral teraba dingin dan CRT>2 detik. Hal ini menunjukan kondisi syok derajat
ringan akibat perdarahan pervaginam yang sedang aktif.2 Palpasi abdomen teraba
fundus uteri setinggi umbilikus dengan kontraksi baik. Tinggi fundus uteri pada 11 hari post
partum semestinya adalah kurang dari pertengahan umbilikus dan simfisis, namun tinggi
fundus uteri pasien masih setinggi umbilikus. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
jaringan sisa konsepsi di dalam uterus, uterus tidak dapat berkontraksi dengan baik sehingga
belum mengalami involusi. Diagnosis banding yang dipikirkan adalah subinvolusio uteri ec
metritis. Pada metritis didapati tanda dan gejala berupa demam, nyeri perut, lokia
yang berbau, nyeri tekan pada palpasi uterus dan leukositosis pada pemeriksaan
darah rutin. Pada pasien ini dijumpai gejala nyeri perut di awal terjadi perdarahan
serta sedikit peningkatan leukosit.2,3,8
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien dapat ditegakkan diagnosis
kerja P2A0H2 post partum spontan (di luar) 11 hari dengan syok hemoragik e.c PPP
lanjut e.c susp sisa plasenta dd subinvolusio uteri ec susp metritis. Diagnosis pasti
penyebab PPP pasien ini ditegakkan dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG).1,2
Hasil pemeriksaan USG didapatkan gambaran masa amorf intra uteri, kesan sisa
plasenta sehingga dilakukan kuretase. Hasil kuretase dievakuasi darah dan jaringan
±300 cc. Setelah dilakukan kuretase, masih terjadi perdarahan pervaginam, kontraksi
uterus tidak baik. Dilakukan massase uterus hingga kompresi bimanual interna,
kontraksi tetap tidak baik. Kontraksi yang tidak baik tersebut mungkin disebabkan
oleh perdarahan lanjut dan anemia. Untuk menghentikan perdarahan, dilakukan
pemasangan tampon Sayeba. Tampon Sayeba di aff 24 jam kemudian, perdarahan
pervaginam tidak keluar lagi. Sehingga pada kasus ini, tindakan pemasangan tampon
sayeba sudah tepat dilakukan.
Penataksanaan syok hemoragik dimulai dengan primary survey. Patensi jalan
napas, pemberian oksigen dan pemasangan infus dua jalur untuk resusitasi cairan.
Dilakukan pula pemasangan kateter urin untuk memantau produksi urin. Pada kasus
ini pasien tidak diposisikan trendelenberg dimana seharusnya kaki pasien diposisikan
lebih tinggi dari pada dada untuk meningkatkan aliran darah balik vena sambil
dilakukan resusitasi cairan.14 Produksi urin juga seharusnya dihitung untuk evaluasi

20
resusitasi cairan yang diberikan. Pilihan pertama resusitasi dengan cairan
kristaloid.1,14 Setelah pasien diresusitasi dengan cairan kristaloid 1000ml (RL)
didapatkan tekanan darah mengalami penurunan dan nadi meningkat, sehingga
resusitasi cairan dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah (whole blood) karena
adanya perdarahan aktif dan pasien dalam kondisi syok dengan hemoglobin 7,9 gr/dl.
Transfusi dilakukan sampai kadar hemoglobin 8 gr/dl.17 Saat ditransfusi pasien
mengalami alergi, sehingga dianjurkan transfusi menggunakan donor keluarga/darah
segar. Setelah transfusi, keadaan klinis pasien membaik, keluhan lemas berkurang,
conjungtiva tidak anemis, tekanan darah normal, nadi dibawah 100 x/menit, akral
hangat. Kadar hemoglobin setelah transfusi tidak diperiksa kembali, seharusnya
kadar hemoglobin setelah transfusi tetap diperiksa untuk menilai kemajuan kondisi
pasien disamping penilaian secara klinis.

Daftar Pustaka

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD, editors. Williams
Obstretics 22nd ed. United StatesAmerica: Mc Graw-Hill; 2005. p.809-15.

2. Walfish M, Neuman A, Wlody D. Maternal haemorrhage. Br J Anaesth. 2009;103(1):147-56.

3. Leduc D, Senikas V, Lalonde AB. Active Management of the Third Stage of Labour: Prevention and
Treatment of Postpartum Hemorrhage. J Obstet Gynaecol Can 2009; 31(10):980–993.

4. WHO recommendations for the prevention and treatment of postpartum haemorrhage. 2012.

5. Saifudin AB. Issues in training for essential maternal healthcare in Indonesia. Medical Journal of
Indonesia. 1997;6(3):140-8.

6. Georgiou C. Balloon tamponade in the management of postpartum haemorrhage: a review. BJOG


2009;116:748–57.

21
7. Ayadi AME, Robinson N, Geller S, Miller S. Advances in the treatment of postpartum hemorrhage.
Expert Rev. Obstet. Gynecol. 2013; 8(6):525–37.

8. Smith J. Post partum Hemorrhage. [online]. 2016. [updated 01 March 2016; cited on 10 August 2016];
Available from:http://emedicine.medscape.com.

9. Airede LR, Nnadi DC. Abstract: The use of the condom-catheter for the treatment of postpartum
haemorrhage - the Sokoto experience. Trop Doct. 2008;38(2):84-6.

10. Profil Kesehatan Provinsi Riau. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. 2012.

11. Profil Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu. Dinas Kesehatan Kabupaten Indragiri Hulu. 2014.

12. Tindell K, Garfinkel R, Abu-Haydar E, Ahn R, Burke T, Conn K, et al. Abstract : uterine balloon
tamponade for the treatment of postpartum haemorrhage in resource-poor settings: a systematic
review. BJOG. 2013;120(1):5.

13. Akhter S, Begum MR, Kabir Z, Rashid M, Laila TR, Zabeen F. Abstract: Use of a condom to control
massive postpartum hemorrhage. MedGenMed. 2003;5(3):38.

14. Tomlinson MW,  Cotton DB. Fluid Management in the Complicated Obstetric Patient. The
International Federation of Gynecology and Obstetrics [serial online] 2008 [cited 2016
august].Available from: URL: http://www.glowm.com/section_view/heading/Fluid%20Management
%20in%20the%20Complicated%20Obstetric%20Patient/item/192#sectionView.

15. DeCherney AH, Nathan L, Goodwin M, Laufer N. Current diagnosis & treatment obstetrics &
gynecology. 10th ed.United States America: Mc Graw-Hill; 2007. p.

16. Tanjung MT. Syok dalam kebidanan. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH,
editor. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Jakarta : PT Bina Pusaka Sarwono
Prawirohardjo; 2008. 401-406.

17. Jadon A, Bagai R. Blood transfusion practices in obstetric anaesthesia. Indian J Anaesth.2014;58(5):
629–36.

22

Anda mungkin juga menyukai