Anda di halaman 1dari 4

KIMIA E 2015 PANCASILA

TUGAS PENDIDIKAN PANCASILA


Disusun oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

Annisa Widyastuti
Rofiatun Nur Rokhima
Barid Lingga N. S.
Naila Aliya Marhama
Ajeng Ayu Pratiwi

(14307141044)
(14307141048)
(14307144006)
(14307144009)
(14307144014)

Surga Korupsi, 756 Koruptor Cuma Divonis 2-5 Tahun

Terdakwa kasus suap pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan
lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Siti Hartati Murdaya usai menjalani sidang
pembacaan vonis atau putusan oleh Majelis Hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor), Jakarta, Senin (4/2). TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia boleh dijuluki surga bagi para koruptor. Pasalnya,
hukuman di negeri ini kerap kali amat ringan. Berdasarkan data lembaga anti-korupsi
Indonesia Corruption Watch, ada 756 pelaku korupsi yang dijatuhi vonis super ringan, yakni
cuma 2 sampai 5 tahun penjara. Itu data tiga tahun terakhir.
Vonis ringan itu, kata peneliti Divisi Hukum ICW, Tama Satya Langkun, itu tidak
menghasilkan efek jera. Sudah hukuman ringan, para terpidana kasus korupsi juga kerap kali
mendapatkan "bonus" remisi atau potongan hukuman.

KIMIA E 2015 PANCASILA


Dari 756 terpidana korupsi, menurut Tama, hanya enam orang yang divonis di atas lima
tahun. Salah satunya adalah Zulkarnaen Djabar yang terbelit korupsi pengadaan Al-Quran
dan Laboratorium Komputer di Kementerian Agama. Djabar divonis 15 tahun penjara. Selain
itu juga ada nama Angelina Sondakh yang dihukum 12 tahun oleh Mahkamah Agung.
Harapan kami Peraturan Presiden 99 Tahun 2012 yang mengatur persyaratan remisi itu
betul-betul dijalankan. Jadi ketat, tidak sembarangan orang bisa mendapatkan remisi," kata
Tama, seperti dikutip PortalKBR.com.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengklaim sudah menuntut terdakwa kasus korupsi
dengan ancaman penjara rata-rata selama 10 tahun. Juru bicara KPK, Johan Budi,
mengatakan dalam sejumlah kasus KPK justru mengenakan pasal pencucian uang bagi
terdakwa. Menurutnya, berat atau ringan hukuman tergantung penilaian hakim.
"Tuntutan kita rata-rata kan cukup tinggi, tetapi memang tergantung dari hakim, bagaimana
menilai bukti-bukti yang disampaikan oleh Jaksa. (Artinya KPK sudah maksimal melakukan
tuntutan?) Kami berusaha untuk semaksimal mungkin ya, sekarang tuntutannya di atas 10
tahun," kata Johan kepada KBR68H.)
ICW, menurut Tama kepada Tempo, mencatat ada 12 noda hitam pemberantasan korupsi
2013. Dosa itu antara lain banyaknya jumlah koruptor yang masih buron, adanya vonis bebas
bagi koruptor buron, pemberian remisi bagi koruptor, kasus korupsi besar belum tuntas,
eksekusi perdata yang tak selesai, tunggakan uang pengganti korupsi, dan Ketua Mahkamah
Konstitusi jadi tersangka korupsi.
Beberapa koruptor yang dihukum di bawah lima tahun antara lan Hartatai Murdaya.
Pengusaha ini divonis 2 tahun 8 bulan karena menyuap Bupati Buol. M. Nazaruddin,
terpidana kasus Wisma Atlet SEA Games juga sempat divonis 4 tahun penjara. Lalu,
Mahkamah Agung mengubahnya menjadi hukuman 7 tahun.

KIMIA E 2015 PANCASILA


Curi Sandal Polisi Seharga Rp 30 Ribu, Pelajar Terancam 5 Tahun Bui

Mahfudz Jufri - detikNews


Palu - AAL (15), pelajar Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 3 Palu, di Jalan Tanjung
Santigi, Palu Selatan, Sulawesi Tengah, tentu tidak pernah menyangka karena mencuri sandal
jepit seharga Rp 30 ribu ia harus berhadapan dengan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palu,
Sulawesi Tengah. AAL didakwa mencuri sepasang sandal jepit bermerek milik Brigadir Polisi
Satu Ahmad Rusdi Harahap dari kos-kosannya pada November 2010 lalu.
Hakim Tunggal PN Palu Rommel F Tampubolon yang menyidangkan kasus ini, Selasa 20
Desember sudah mendengarkan dakwaan jaksa. AAL didakwa Jaksa Naseh melakukan tindak
pidana sebagaimana pasal 362 KUHP Pidana tentang pencurian dan dituntut 5 tahun penjara.
Terdakwa AAL didampingi Penasihat Hukum Elvis Dj Katuwu yang sampai akhir
persidangan terus berkata tak habis pikir lantaran kasus ini bisa sampai ke pengadilan.
"Masih banyak kasus-kasus besar yang harus kita prioritaskan. Ini kasus kenakalan anak-anak
biasa. Pelakunya pun di bawah umur. Semestinya sejak awal kasus ini berakhir dengan jalan
lebih bijak ketimbang membawanya ke pengadilan," kata Elvis.
Dari paparan dakwaan Jaksa Naseh, kisah ini bermula pada November 2010 ketika AAL
bersama temannya lewat di Jalan Zebra di depan kost Brigadir Polisi Satu Ahmad Rusdi
Harahap melihat ada sandal jepit, ia kemudian mengambilnya. Suatu waktu pada Mei 2011,
Polisi itu kemudian memanggil AAL dan temannya. Menurut Ahmad, polisi itu, kawankawannya juga kehilangan sandal. AAL dan temannya pun diinterogasi sampai kemudian
AAL mengembalikan sandal itu.
Tim penasihat hukumnya menganggap aneh bila kasus ini terus berlanjut ke pengadilan dan
hanya melibatkan AAL, padahal AAL hanya mengakui mencuri sepasang sandal.
Persidangan kasus ini berlangsung tertutup karena AAL berstatus di bawah umur. Sebanyak
10 orang penasihat hukum mendampingi AAL lantaran menganggap kasus ini penting
menjadi bahan pelajaran hukum bagi masyarakat umum.
"Kasus kecil diseriusi, tapi kasus-kasus besar jarang sampai ke pengadilan," sahut Elvis.
Akhirnya, hanya untuk kasus pencurian sandal seharga Rp 30 ribu saja, AAL terancam 5
tahun penjara.
Tanggapan:

KIMIA E 2015 PANCASILA


Dari kedua kutipan berita tersebut maka dapat dilihat bahwa tindakan-tindakan
tersebut sangat bertentangan dengan sila ke-5 yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Penegakan hukum di Indonesia sangat terlihat tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Sungguh miris dan sangat tidak adil. Koruptor yang telah mencuri uang negara bermilyarmilyar hanya dihukum selama 2-5 tahun. Sedangkan kasus yang hanya mencuri sandal jepit
seharga Rp. 30.000 harus diancam hukuman 5 tahun penjara. Sebaiknya semua harus
berbenah diri dan mulai menyadari bahwa hukum dibuat tidak hanya untuk satu dua orang,
tapi berlaku untuk seluruh masyarakat Indonesia tanpa memandang jabatan, garis keturunan,
ataupun kekayaan.
Kasus AAL ini seakan menjadi cambukan bagi kita masyarakat Indonesia. Dan ini
hanya sebuah contoh kecil kasus yang diangkat ke media massa. Mungkin saja ada kasuskasus serupa yang tidak tercium media massa. Kasus ini seakan mempertegas opini public
tentang uang bisa membeli segalanya, tak terkecuali hukum. Benarkah orang kecil tak
berdaya dimata hukum? Bukankah dalam Pancasila tercantum jelas Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia? Adalah tugas kita bersama dalam melaksanakan hukum di
Indonesia. Seharusnya hukum tidak membeda-bedakan jabatan ataupun kaya-miskin.Hukum
itu tidak selamanya sama porsinya, tetapi tidak merugikan salah satu pihak. Seharusnya
hukum tidak bisa dibeli meskipun dengan milyaran uang. Indonesia merupakan Negara
hukum dimana setiap orang memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, dan sudah
seharusnya ditegakkan secara tegas. Belajar dari kasus ini, diharapkan para perangkat
penegak hukum dan kita semua di Indonesia mampu membenahi sistem hukum di Indonesia
umtuk arah Indonesia yang lebih baik.
Membenahi kondisi hukum di Indonesia yang sudah carut marut seperti saat ini
bukanlah hal yang mudah. Para penegak hukum sudah disusupi oknum-oknum yang merusak
tatanan hukum di Indonesia demi kepentingan pribadi dan kelompok mereka. Kita sebagai
generasi muda mengemban amanah untuk memperbaiki kondisi Bangsa Indonesia saat ini.
Dimulai dari hal paling kecil, dimulai dari diri sendiri menegakkan keadilan bagi Indonesia
yang lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai