Dengue Fever
Disusun Oleh
Levina Septembera
11.2014.014
Dokter Pembimbing :
Dokter Penguji
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT BHAKTI YUDHA DEPOK
2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
1
: Levina Septembera
NIM
: 11-2014-014
Tanda Tangan
.......................
Dr. Pembimbing
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. GH
Tempat /tanggal lahir : 26 june 1993
Status Perkawinan : Belum Menikah
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : GG. Masjid RT 4/4-51 PAN MAS
ANAMNESIS
Diambil dari : Autoanamnesis.
tetapi tidak disertai dengan menggigil. Sakit kepala yang dirasakan pasien tidak khas.
Os juga mengaku mual tetapi tidak disertai dengan muntah.
Os mengeluh tenggorokkannya terasa sakit sejak 1 hari yang lalu, tetapi keluhan
batuk disangkal.
Os mengatakan belum BAB sejak 3 hari yang lalu dan tidak ada keluhan sakit
perut. BAK lancar tidak ada keluhan, namun os mengatakan lebih jarang BAK dari
biasanya.
Tidak ada sesak ataupun nyeri dada. Tidak ada riwayat berpergian ke luar kota.
Os juga mengaku hari kamis telah berobat ke RS. Klinik 24 jam dan diberikan
obat (pasien lupa obat apa yang diberikan) namun tidak ada perbaikan dan jumat
malam os pergi ke klinik Bahar dan diberikan obat Paracetamol 500mg 3x1,
thiamphenicol 500mg 2x1, domperidone 10mg 3x1, ranitidin 150mg 2x1, Grantasit
(Dexametasone, Glycerly, Diphenhidramine) 3x1, neurodex (B1, B6, B12) 2x1 dan
racikan (tidak ada copy an resep) serta melakukan pemeriksaan DL dengan hasil
trombosit : 151 ribu/mm3, leukosit :2.3 ribu/mm3, kemudian pasien dipersilakan untuk
pulang, tetapi keadaan tidak ada perbaikan.
Penyakit Dahulu :
(-) Cacar
(-) Malaria
(-) Disentri
(-) Difteri
(-) Hepatitis
(-) Campak
(-) Skrofula
(-) Diabetes
(+) Influenza
(-) Sifilis
(-) Alergi
(-) Tonsilitis
(-) Gonore
(-) Tumor
(-) Khorea
(+) Hipertensi
(-) Pneumonia
(-) Pleuritis
(-) Gastritis
(-) Tuberkulosis
(-) Psikosis
(-) Neurosis
Hubungan
Umur
Jenis Kelamin
Keadaan
Penyebab
Kakek
(tahun)
Tidak
Laki-laki
Kesehatan
Meninggal
meninggal
Tidak diketahui
Nenek
diketahui
Tidak
Perempuan
Meninggal
Tidak diketahui
Ayah
diketahui
Tidak
Laki-laki
sehat
Ibu
diketahui
Tidak
Perempuan
Sehat
Saudara
diketahui
Tidak
diketahui
Adakah kerabat yang menderita:
Penyakit
Alergi
Asma
Tuberculosis
Arthritis
Kencing Manis
Hipertensi
Jantung
Ginjal
Lambung
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Hubungan
Riwayat Sosial
Os mengatakan os saat ini tinggal bersama orang tua dan os adalah seorang
mahasiswa tingkat akhir jurusan teknologi informatika di Universitas Indonesia. Os
tidak memiliki hobby menaiki gunung ataupun berkemah. Namun Os mengaku
dirumah os memiliki perkarangan yang ditanami dengan tumbuh-tumbuhan serta
rumah os tidak pernah di semprot inteksida, hanya menggunakan autan. Os tidak
memiliki kebiasaan merokok, minum alkohol ataupun pemakaian obat-obatan
terlarang.
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
4
(-) Bisul
(-) Rambut
(-) Kuku
(-) Kuning/Ikterus
(-) Sianosis
(-) Ptechie
Kepala
(-) Trauma
(+) Pusing
(-) Sinkop
(-) Nyeri
(-) Radang
(-) Sekret
(-) Kuning/Ikterus
Mata
Telinga
(-) Nyeri
(-) Tinitus
(-) Sekret
Hidung
(-) Trauma
(-) Nyeri
(-) Sekret
(-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering
(-) Selaput
(-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan
Leher
(-) Benjolan
(-) Berdebar
(-) Ortopnoe
(-) Wasir
(-) Muntah
(-) Mencret
(-) Benjolan
Saluran Kemih / Alat Kelamin
(-) Disuria
(-) Stranguri
(-) Kolik
(-) Poliuria
(-) Oliguria
(-) Polakisuria
(-) Anuria
(-) Hematuria
(-) Ngompol
Katanemia
(-) Leukore
(-) Pendarahan
(-) Parestesi
(-) Ataksia
(-) Kejang
(-) Pingsan
(-) Afasia
(-) Amnesia
Ekstremitas
(-) Bengkak
(-) Deformitas
(-) Nyeri
(-) Sianosis
Berat Badan :
Berat badan rata rata (kg)
: 70 kg
: 70 kg
: 70 kg
(-)Turun
(-)Naik
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (-) di rumah (-) Rumah Bersalin
Ditolong oleh : (+) Dokter
(-) Bidan
Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi tidak diketahui
( ) Hepatitis
( ) BCG
( ) Campak
( ) DPT
( ) Polio
( ) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / hari
: 3 kali sehari
Jumlah / hari
: Tidak diketahui
Variasi / hari
: Tidak menentu
Nafsu makan
: Menurun
7
Pendidikan
(-) SD
(-) SLTP
(-) SLTA
(-) Akademi
(+) Universitas
(-) Kursus
Kesulitan
Keuangan
: Tidak ada
Pekerjaan
: Mahasiswa
Keluarga
: Tidak ada
Lain lain
: Tidak ada
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Tinggi Badan
: 170 cm
Berat Badan
: 70 kg
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Nadi
Suhu
: 36,4oC
Pernapasan
: 22 kali/menit
Keadaan gizi
: Cukup
Kesadaran
: Kompos mentis
Sianosis
: Tidak ada
Oedem umum
: Tidak ada
Habitus
: Atletikus
Cara berjalan
: Tidak diketahui
: Aktif
: 21 tahun
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku
: wajar
Alam Perasaan
: wajar
Proses Pikir
: wajar
Kulit
Warna
: Sawo matang
Effloresensi
: Tidak ada
Jaringan Parut
: pada bagian
Pigmentasi
: Tidak ada
Abdoment iliaka
dextra
Pertumbuhan rambut
: Normal
Lembab/Kering : Kering
Suhu Raba
: Afebris
Keringat
: Biasa
Turgor
Ikterus
: Tidak ada
Oedem
: Tidak ada
Lain-lain
: Normal
: Tidak ada
: Tidak teraba
Supraklavikula
: Tidak teraba
Lipat paha
: Tidak teraba
Kepala
Ekspresi wajah
: Biasa
Simetri muka
: Simetris
Rambut
: Normal
: Teraba
Mata
Exophthalamus
: Tidak ada
Kelopak
: Jernih
Konjungtiva
: Jernih
Visus
:Tidak diperiksa
Sklera
: Jernih
Lapangan penglihatan
: Normal
: Normal
Deviatio Konjugae
: Tidak ada
Nistagmus
: Tidak ada
Telinga
Tuli
: Tidak ada
Lubang
: Bersih
Penyumbatan
: Tidak ada
Serumen
: Tidak ada
Pendarahan
: Tidak ada
Cairan
: Tidak ada
Mulut
Bibir
: Tidak kering
Tonsil
: T1-T1 tenang
Langit-langit
: Tidak meradang
Bau pernapasan
: Tidak ada
Gigi geligi
: Lengkap
Trismus
: Tidak ada
Faring
: Hiperemis
Selaput lendir
: Tidak ada
Lidah
: Normal
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP)
Kelenjar Tiroid
: Tidak membesar
Kelenjar Limfe
: Tidak teraba
Thoraks
Bentuk
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Posterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Perkusi
Palpasi
Limpa
Ginjal
Undulasi
:-
Auskultasi
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis
: Teraba pulsasi
Arteri Karotis
: Teraba pulsasi
Arteri Brakhialis
: Teraba pulsasi
Arteri Radialis
: Teraba pulsasi
Arteri Femoralis
: Teraba pulsasi
Arteri Poplitea
: Teraba pulsasi
: Teraba pulsasi
: Teraba pulsasi
11
Anggota Gerak
Lengan
Kanan
Kiri
Otot
Tonus
: Normal
Normal
Massa
: Eutrofi
Eutrofi
Sendi
: Normal
Normal
Gerakan
: Normal
Normal
Kekuatan
Oedem
: Tidak ada
Tidak ada
Lain-lain
: Tidak ada
Tidak ada
Ptechie
: Tidak ada
Tidak ada
+5
+5
Kanan
Kiri
Luka
: Tidak ada
Tidak ada
Varises
: Tidak ada
Tidak ada
Tonus
: Normal
Normal
Massa
: tidak ada
tidak ada
Sendi
: Normal
Normal
Gerakan
: Normal
Normal
Kekuatan
+5
+5
Oedem
Lain-lain
: Tidak ada
Tidak ada
Ptechie
: Tidak ada
Tidak ada
Otot
Refleks
Kanan
Kiri
Refleks Tendon
+2
+2
Bisep
+2
+2
Trisep
+2
+2
Patela
+2
+2
Achiles
+2
+2
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Kremaster
12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium pada tanggal 07 Febuari 2015:
Darah Rutin :
Hemoglobin
14.4
Lekosit
2.3 ribu/mm3
Hematokrit
40
Trombosit
117 ribu/mm3
LED
10
MCV
78.9
MCH
28.5
MCHC
36.1
DIFF
Basofil
Eosinofil
Neutrophile stab
Neutrophile segmen 70
Lymphosyte
20
Monosyte
Kimia Darah
Diabetes melitus
Gula darah (s)
Glukose sewaktu
125
75
SGPT/ALAT
70
14
13
Creatinin
0.8
SEROLOGI
NS1
Negative
Tubex
Negative
PENGKAJIAN MASALAH
1. Dengue Fever
Dari anamnesis : Os mengatakan demam dari 3 hari SMRS. Demam tinggi dan
mendadak. Demam hanya turun ketika diberikan obat penurun panas, tetapi dalam
beberapa jam suhu tinggi kembali. Demam juga disertai sakit-sakit seluruh badan dan
sakit kepala, tetapi tidak disertai dengan menggigil. Sakit kepala yang dirasakan
pasien tidak khas. Os juga mengaku mual tetapi tidak disertai dengan muntah.
Dari Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
TD : 12/80 mmHg
S : 36,4oC
RR : 22x/menit
Negative
Hematologi :
Hemoglobin
14.4
Lekosit
2.3 ribu/mm3
Hematokrit
40
Trombosit
117 ribu/mm3
75
SGPT/ALAT
70
14
Dasar Diagnostik :
Gejala klasik dari demam dengue ialah :
-
Nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam berbentuk
makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit (1-2 hari) kemudian
menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul ruam merah halus pada hari
ke-6 atau ke-7 terutama di daerah kaki, telapak kaki dan tangan.
Dasar Laboratorium :
-
Leukopeni
Differential diagnosis
1. Demam Berdarah dengue
Dari anamnesis : Os mengatakan demam dari 3 hari SMRS. Demam tinggi dan
mendadak. Demam hanya turun ketika diberikan obat penurun panas, tetapi dalam
beberapa jam suhu tinggi kembali. Demam juga disertai sakit-sakit seluruh badan
dan sakit kepala, tetapi tidak disertai dengan menggigil. Sakit kepala yang
dirasakan pasien tidak khas. Os juga mengaku mual tetapi tidak disertai dengan
muntah.
Os mengaku tenggorokannya terasa sakit sejak 1 hari yang lalu, tetapi keluhan
batuk disangkal.
Dari Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
TD : 12/80 mmHg
S : 36,4oC
RR : 22x/menit
Negative
Hematologi :
Hemoglobin
14.4
Lekosit
2.3 ribu/mm3
Hematokrit
40
Trombosit117 ribu/mm3
SGOT DAN SGPT
SGOT/ASAT
75
SGPT/ALAT
70
Dasar Diagnostik :
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah
ini dipenuhi :
-
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
Dari keterangan di atas terlihat bahwa perbedaan utama antara DD dan DBD adalah
ditemukan kebocoran plasma pada DBD.
16
2. Demam Tifoid
Dari anamnesis : Os mengatakan demam dari 3 hari SMRS. Demam tinggi dan
mendadak. Demam hanya turun ketika diberikan obat penurun panas, tetapi dalam
beberapa jam suhu tinggi kembali. Demam juga disertai sakit-sakit seluruh badan
dan sakit kepala, tetapi tidak disertai dengan menggigil. Sakit kepala yang
dirasakan pasien tidak khas. Os juga mengaku mual tetapi tidak disertai dengan
muntah.
Os mengaku tenggorokannya terasa sakit sejak 1 hari yang lalu, tetapi keluhan
batuk disangkal.
Os mengatakan belum BAB sejak 3 hari yang lalu dan tidak ada keluhan sakit
perut. BAK lancar tidak ada keluhan, namun os mengatakan lebih jarang BAK
dari biasanya.
Kesadaran
: Compos mentis
TD : 12/80 mmHg
S : 36,4oC
17
RR : 22x/menit
Negative
Hematologi :
Hemoglobin
14.4
Lekosit
2.3 ribu/mm3
Hematokrit
40
Trombosit117 ribu/mm3
SGOT DAN SGPT
SGOT/ASAT
75
SGPT/ALAT
70
Demam Tifoid
Dasar
Masa inkubasi penyakit ini biasanya 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari). Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak semangat. Demam lebih dari 7
hari, biasanya mulai dengan subfebris yang makin hari makin meninggi, sehingga
pada mingguke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Demam
yang terjadi biasanya khas tinggi pada sore hingga malam hari dapat mencapai
39-40 C dan cenderung turun menjelang pagi. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur- angsur
turun dan normal pada akhir minggu ketiga.Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu
ada bentuk demam yang khas seperti di atas pada demam tifoid. Tipe deman menjadi
tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan (penggunaan antipiretik atau antibiotic
lebih awal) atau komplikasi yang terjadi lebih awal. Pada khususnya anak balita, demam tinggi
dapat menyebabkan kejang.
Gejala sistem gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,
perutkembung,
lidah
kotor,
sampai
hepato-splenomegali.
18
2. Pada minggu kedua dari masa infeksi, akan terjadi panas yang tinggi yang
terkadang disebut dengan nervous fever dan bradikardia yang disebut dengan
Sphygmo-thermic dissociation. Terkadang muncul bercak merah pada daerah di
bawah dada dan daerah perut, di mana hal ini hanya terjadi pada 1/3 dari pasien
yang menderita tipus. Pada minggu kedua ini juga bisa terjadi diare enam
hingga delapan kali perhari, dengan warna kehijauan dan bau yang khas, akan
tetapi konstipasi juga bisa terjadi. Kadang terdengar suara dari perut yang
diakibatkan oleh pergerakan gas di dalam intestin yang disebut dengan
Borborygmus. Pembesaran hati akan terjadi jika telah maemasuki minggu
kedua ini. Pada tahap inilah tes Widal dapat menunjukkan hasil yang positif.
PENATALAKSANAAN
Medika Mentosa
Simptomatik
Cairan
-
Asering 2000ml/24jam
19
Demam :
-
Ondansentron
Ranitidin
ANJURAN PEMERIKSAAN
-
Darah Rutin
Tubex
RINGKASAN (RESUME)
Seorang laki-laki 21 tahun datang dengan keluhan demam dari 3 hari SMRS.
Demam tinggi dan mendadak. Demam hanya turun ketika diberikan obat penurun
panas, tetapi dalam beberapa jam suhu tinggi kembali. Demam juga disertai
mialgia dan sakit kepala, tetapi tidak disertai dengan menggigil. Sakit kepala yang
dirasakan pasien tidak khas. Pasien mengatakan ada mual tetapi tidak disertai
dengan vomitus. Tenggorokannya terasa sakit sejak 1 hari yang lalu. Dan pasien
telah konstipasi sejak 3 hari yang lalu.
Pemeriksaan Fisik : KU sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD : 12/80
mmHg, S : 36,4oC, N : 66 x/menit = HR= ekual, reguler, isi cukup, RR :
22x/menit, faring hiperemis.
Pemeriksaan laboratorium:
Hasil Laboratorium pada tanggal 7 Februari 2015 :
Darah Rutin :
20
Hemoglobin
14.4
Lekosit
2.3 ribu/mm3
Hematokrit
40
Trombosit
117 ribu/mm3
LED
10
MCV
78.9
MCH
28.5
MCHC
36.1
DIFF
Basofil
Eosinofil
Neutrophile stab
Neutrophile segmen 70
Lymphosyte
20
Monosyte
Kimia Darah
Diabetes melitus
Gula darah (s)
Glukose sewaktu
125
75
SGPT/ALAT
70
14
Creatinin
0.8
SEROLOGI
NS1
Negative
Tubex
Negative
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungtionam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
21
TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM DENGUE DAN DEMAM BERDARAH DENGUE
Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh
arthropod borne viruses dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash,
leukopeni dan limfadenopati. Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit
demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali fatal. 3
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas
vaskuler dan bukan dari adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD)
dapat mengalami perdarahan berat walaupun tidak memenuhi kriteria WHO untuk
DBD. 1
Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan
ukuran 50 nm dan mengandung RNA rantai tunggal. 8 Hingga saat ini dikenal empat
serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-3 dan DEN-4. 2
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes
aegypty merupakan vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya
seperti Aedes albopictus, Aedes polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan
epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang diakibatkan Aedes aegypty.2
Patofisiologi
Patofisiologi yang terpenting dan menentukan derajat penyakit ialah adanya
perembesan plasma dan kelainan hemostasis yang akan bermanifestasi sebagai
peningkatan hematokrit dan trombositopenia. Adanya perembesan plasma ini
membedakan demam dengue dan demam berdarah dengue. 9,10
Hingga saat ini patofisiologi DD/DBD masih belum jelas. 3 Beberapa teori dan
hipotesis yang dikenal untuk mempelajari patofisiologi infeksi dengue ialah :
1. Teori virulensi virus
6. Teori endotoksin
2. Teori imunopatologi
7. Teori limfosit
9. Teori apoptosis. 9
5. Teori mediator
Sejak tahun 1950an, dari pengamatan epidemiologis, klinis dan laboratoris muncul
teori infeksi sekunder oleh virus lain berturutan, teori antigen antibodi dan aktivasi
komplemen, dari sini berkembang menjadi teori infection enhancing antibody
kemudian muncul peran endotoksemia dan limfosit T. 9
Mekanisme aferen dimana virus DEN melekat pada monosit melalui reseptor
Fc dan masuk dalam monosit
kompleks imun infeksi sekunder yang menghambat replikasi virus. Teori ini pula
yang mendasari bahwa infeksi virus dengue oleh serotipe berlainan akan cenderung
lebih berat. Penelitian in vitro menunjukkan jika kompleks antibodi non netralisasi
dan dengue ditambahkan dalam monosit akan terjadi opsonisasi, internalisasi dan
akhirnya sel terinfeksi sedangkan virus tetap hidup dan berkembang. Artinya antibodi
non netralisasi mempermudah monosit terinfeksi sehingga penyakit cenderung lebih
berat.1
24
25
Gambar 2. Respon imun pad ainfeksi virus dengue terhadap pencegahan infeksid an
patogenesis DBD/DSS
Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu :
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
2. Demam dengue klasik
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
26
Demam Dengue
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan dan leukopenia.
11
yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam. 4,12
-
Ruam kulit : kemerahan atau bercak bercak meraj yang menyebar dapat
terlihat pada wajah, leher dan dada selama separuh pertama periode demam
dan kemungkinan makulopapular maupun menyerupai demam skalartina yang
muncul pada hari ke 3 atau ke 4. 8 Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu
naik pertama kali (hari sakit ke 3-5) dan berlangsung 3-4 hari. 12
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofoi,
berkeringat, batuk, epistaksis dan disuria. Kelenjar limfa servikal dilaporkan
membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai Castelanis sign yang
patognomonik. Beberapa bentuk perdarahan lain dapat menyertai.1
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir
Demam tinggi
Hepatomegali
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota
gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat
lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.1,2
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4
cm dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan
penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan
hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.2
Gejala Klinis
Demam Berdarah
++
Nyeri Kepala
Dengue
+
+++
Muntah
++
Mual
++
Nyeri Otot
++
Ruam Kulit
++
Diare
Batuk
Pilek
++
Limfadenopati
Kejang
+
28
Kesadaran menurun
++
Obstipasi
++
++++
Petekie
+++
++
Hepatomegali
+++
Nyeri perut
+++
++
Trombositopenia
++++
Syok
+++
29
Diagnosis
Kriteria diagnosis WHO hanya berlaku untuk DBD, tidak untuk spektrum
infeksi dengue yang lain. WHO membuat panduan diagnosis DBD karena DBD
adalah masalah kesehatan masyarakat dengan angka kematian yang tinggi. Bila
kriteria WHO tidak terpenuhi maka yang dihadapi memang bukan DBD, mungkin DD
atau infeksi virus lainnya. Kriteria WHO sangat membantu dalam membuat diagnosis
pulang (bukan diagnosis masuk rumah sakit), sehingga catatan medis dapat dibuat
lebih tepat.2
Kriteria diagnosis DBD ialah dua atau lebih tanda klinis ditambah tanda
laboratoris yaitu trombositopeni dan hemokonsentrasi (kedua hasil laboratorium
tersebut harus ada) dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan serologi.2
30
Demam tinggi mendadak tanpa sebab jelas terus menerus selama 2-7 hari
Pembesaran hati
Syok ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi
Kriteria laboratorium :
-
Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai oleh denyut nadi yang cepat dan
lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg) atau hipotensi, suhu tubuh rendah,
kulit lembab dan penderita gelisah.
Derajat IV : Syok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah
tidak dapat diperiksa. 1,2
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang selalu
ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl biasa ditemukan
pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum atau bersamaan dengan
perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran
plasma dinilai dari peningkatan nilai hematokrit.
Penurunan nilai trombosit yang disertai atau segera disusul dengan
peningkatan nilai hematokrit sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya
terjadi pada saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa nilai
hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh perdarahan. Jumlah
31
Uji Netralisasi
Mungkin terbentuk pada kadar yang rendah atau tidak terdeteksi pasca infeksi
primer singkat
Antibodi Ig G :
-
Sekitar 20-30% pasien dengan infeksi sekunder dengue tidak menghasilkan Ig M anti
dengue pada kadar yang dapat dideteksi hingga hari ke 10 dan harus didiagnosis
peningkatan Ig G anti dengue. 1,4
Komplikasi
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok
2. kelainan Ginjal akibat syok berkepanjangan
3. Edema paru, akibat over loading cairan. 1
Penatalaksanaan
Pengobatan DBD bersifat suportif simptomatik dengan tujuan memperbaiki
sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi Intravaskuler
Diseminata (KID).1,2
34
Analgesik atau sedatif ringan mungkin perlu diberikan pada pasien yang
mengalami nyeri yang parah
Terapi elektrolit dan cairan secara oral dianjurkan untuk pasien yang
berkeringat lebih atau muntah. 1
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan resusitasi
kristaloid maka cairan koloid harus diberikan (ada 3 jenis ;dekstan, gelatin dan
hydroxy ethyl starch)sebanyak 10-30ml/kgBB. Berat molekul cairan koloid lebih
besar sehingga dapat bertahan dalam rongga vaskular lebih lama (3-8 jam) daripada
cairan kristaloid dan memiliki kapasitas mempertahankan tekanan onkotik vaskular
lebih baik.2
Tabel 3. Jenis cairan kristaloid untuk resusitasi DBD
36
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP bersifat
traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan homeostasis
sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur pengerjaannya
juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.2
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan bila
terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan suspensi
trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP)
yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah agregasi
trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula diberikan
packed red cell (PRC).2
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali dalam
intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk mencegah
terjadinya oedem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh) bila terdapat
penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi hemodilusi
sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak masih sehat. Pada
anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar hemoglobin rendah, hatihati tidak perlu diberikan transfusi. 2
Gambar 10. Keseimbangan tekanan hidrostatik dan onkotik pergerakan cairan pada
kapiler yang harus dipertahankan untuk mencegah terjadinya syok pada DBD
37
38
39
40
41
Pencegahan
-
Penyelidikan Epidemiologi
g. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
h. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
DEMAM TIFOID
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa demam, gangguan
gastrointestinal dan mungkin disertai perubahan atau gangguan kesadaran,
dengan kriteria ini maka seorang klinisasi dapat membuat diagnosis demam
tifoid. Diagnosis pasti ditegakkan melalui isolasi S.typhi dari darah. Pada dua
42
minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam darah pasien
lebih besar dari pada minggu berikutnya.
Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah
pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi. Pemeriksaan
kultur darah biasanya akan memberikan hasil positif pada minggu pertama
penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan pada 80% pasien yang tidak diobati
antibiotik. Pemeriksaan lain untuk demam tifoid adalah uji serologi Widal dan
deteksi antibodi IgM Salmonella typhi dalam serum. Uji serologi Widal, suatu
metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinasi terhadap antigen somatik
(O), flagella (H) banyak dipakai untuk membuat diagnosis demam tifoid. Banyak
senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa 1/200 atau
pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat
ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan dengan pasca imunisasi atau
infeksi pada masa lampau, sedangkan Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa
kuman Salmonella typhi (karier).5,6
1.
Gejala Klinis
Masa inkubasi penyakit ini biasanya 7-14 hari (rata-rata 3-30 hari). Selama
masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal yaitu perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak semangat. Demam lebih dari 7
hari, biasanya mulai dengan subfebris yang makin hari makin meninggi, sehingga
pada mingguke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada malam hari. Demam
yang terjadi biasanya khas tinggi pada sore hingga malam hari dapat mencapai
39-40 C dan cenderung turun menjelang pagi. Dalam minggu kedua, penderita terus
berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu badan berangsur- angsur
turun dan normal pada akhir minggu ketiga.Perlu diperhatikan bahwa tidak selalu
ada bentuk demam yang khas seperti di atas pada demam tifoid. Tipe deman menjadi
tidak beraturan, mungkin karena intervensi pengobatan (penggunaan antipiretik atau antibiotic
lebih awal) atau komplikasi yang terjadi lebih awal. Pada khususnya anak balita, demam tinggi
dapat menyebabkan kejang.
Gejala sistem gastrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah,
perutkembung,
lidah
kotor,
sampai
hepato-splenomegali.
ditutupi selaput putih dengan tepi yang kemerahan, kadang kala waktu lidah
dijulurkan lidah akan tremor ke semua tanda pada lidah yang disebut dengan
tifoid tongue. Meskipun jarang ditemukan pada anak-anak tapi cukup berarti
diagnostik. Gejala-gejala lain yang spesifik seperti mual, anoreksia. Karena
bakteri menempel pada mukosa usus dan berkembang biak dalam Peyer Patch,
sehingga di dalamnya maka tidak jarang akan muncul gejala-gejala seperti diare
atau sering diselingi dengan konstipasi.
1.
2. Pada minggu kedua dari masa infeksi, akan terjadi panas yang tinggi yang
terkadang disebut dengan nervous fever dan bradikardia yang disebut
dengan Sphygmo-thermic dissociation. Terkadang muncul bercak merah pada
daerah di bawah dada dan daerah perut, di mana hal ini hanya terjadi pada
1/3 dari pasien yang menderita tipus. Pada minggu kedua ini juga bisa terjadi
diare enam hingga delapan kali perhari, dengan warna kehijauan dan bau
yang khas, akan tetapi konstipasi juga bisa terjadi. Kadang terdengar suara
dari perut yang diakibatkan oleh pergerakan gas di dalam intestin yang
disebut dengan Borborygmus. Pembesaran hati akan terjadi jika telah
maemasuki minggu kedua ini. Pada tahap inilah tes Widal dapat
menunjukkan hasil yang positif.5,6
2.
Epidemiologi
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemik di Asia,
Afrika, Amerika Latin, Kepulauan Karibia dan Oceania, termasuk Indonesia.
Penyakit ini tergolong menular, yang dapat menyerang banyak orang melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi.
44
Insiden demam tifoid di seluruh dunia menurut data pada tahun 2002
sekitar 16 juta per tahun, sekitar 600.000 diantaranya berakhir dengan kematian.
Di Indonesia pravelensinya sekitar 91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 319 tahun dengan kejadian yang meningkat setelah usia 5 tahun. Indonesia
merupakan daerah endemik demam tifoid. Penyakit ini jarang ditemukan secara
epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu daerah, dan jarang
terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di Indonesia demam
tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens terjadi pada anak-anak.5
Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman
atau makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau
pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral
fekal = jalur oro-fekal). Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang
ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya. 6
3.
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella
typhi, dan Salmonella paratyphi dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain.
Salmonella merupakan basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora serta
tidak berkapsul. Salmonella typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi.
Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga
macam antigen tersebut. Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif
anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56C dan pada keadaan kering atau dengan
dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F)
selama 15 menit. Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup
subur pada medium yang mengandung garam empedu. Salmonella tetap dapat
hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat
bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makanan kering,
agen farmakokinetik bahan tinja.1
4.
Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam
lambung oleh asam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan
45
selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan
selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak di dalam
makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam plaque peyeri ileum
distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui
duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
hati dan limfa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan
sel-sel fagositda
kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk
ke sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan
disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Didalam hati, kuman masuk ke dalam kantung empedu berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen
usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
salmonella terjadi pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan
mengalami gejala reaksi inflmasi demam, malaise, mialgia,sakit kepala,sakit
perut, instabilitas vaskular, ganggaun mental, dan koagulasi. Didalam plak peyeri
makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan. Perdarahan saluran
cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plak peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin
salmonella typhi yang berperan pada patogenesis demam tifoid akan membantu
terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat salmonella typhi
berkembang biak. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan
penglepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang sehingga
terjadi demam dan gejala lainnya. Selain itu, bila endotoksin ini menempel di
reseptor sel endotel kapiler maka akan berakibat timbulnya komplikasi seperti
gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, pernapasan, dan gangguan organ
lainnya.5
5.
Penatalaksanaan
46
Medica mentosa
Pilihan utama: kloramfenikol 4 x 500 mg dengan 7 hari bebas demam. Bila
pasien tidak serasi/alergi dapat diberikan golongan obat lain misalnya penisilin
atau kortimoksazol.
Alternative lain:
-
Sefalosporin generasi III ; yang terbukti efektif adalah setriakson 3-4 gram
dalam dekstrosa 100 cc selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari.
Dapat pula diberikan sefotaksim 2-3 x 1 gram, sefoperazon 2 x 1 gram.
Fluorokuinolon (demam pada umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari
IV)
belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan yang lebih lanjut, tiamfenikol dapat
diberikan.
- Ampisilin, amoksisilin dan sefalosporin generasi ketiga aman untuk wanita
hamil dan fetus, kecuali bila pasien hipersensitif terhadap obat tersebut.
- Kotrimoksazol dan fluorokinolon tidak boleh diberikan pada wanita hamil.1
Non-medica mentosa
1. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali, yaitu
istirahat mutlak, berbaring terus ditempat tidur. Seminggu kemudian boleh
duduk dan selanjutnya boleh berdiri dan berjalan. Selain itu, juga sangat
penting menjaga kebersihan.
2. Diet makanan harus cukup mengandung kalori, cairan dan tinggi protein.
Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak meragsang dan
tidak banyak menimbulkan gas. Diet merupakan hal yang cukup penting
dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang
kurang dapat mempengaruhi kondisi pasien demam tifoid. Biasanya penderita
hanya diberi bubur saring, kemudian ditingkatkan menjadi bubur kasar dan
akhirnya diberikan nasi. Pemberian bubur saring bertujuan untuk menghindari
komplikasi perdarahan saluran cerna atau perforasi usus.5,6
6.
Pencegahan
Pencegahan infeksi Salmonella typhi dapat dilakukan dengan penerapan
pola hidup yang bersih dan sehat. Berbagai hal sederhana namun efektif dapat
mulai dibiasakan sejak dini oleh setiap orang untuk menjaga higientias pribadi
dan lingkungan, seperti membiasakan cuci tangan dengan sabun sebelum makan
atau menyentuh alat makan/minum, mengkonsumsi makanan dan minuman
bergizi yang sudah dimasak matang, menyimpan makanan dengan benar agar
tidak dihinggapi lalat atau terkena debu, memilih tempat makan yang bersih dan
memiliki sarana air memadai, membiasakan buang air di kamar mandi, serta
mengatur pembuangan sampah agar tidak mencemari lingkungan.
Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan Salmonella typhi, maka
setiap individu harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang
mereka konsumsi. Salmonella typhi di dalam air akan mati apabila dipanasi
setinggi 57C beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk
48
makanan, pemanasan sampai 57C beberapa menit dan secara merata dapat
mematikan kuman Salmonella typhi.
Saat ini dikenal juga tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yang
berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup dan komponen Vi dari Salmonella
typhi. Vaksin berisi kuman Salmonella typhi, S.paratyphi A, Salmonella
paratyphi B yang dimatikan (TAB vaccine) digunakan dengan cara pemberian
suntikan subkutan. Vaksin yang berisi kuman Salmonella typhi hidup yang
dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval pemberian
selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a diberikan pada
anak berumur di atas 2 tahun. Vaksin yang berisi komponen Vi dari Salmonella
typhi, diberikan secara suntikan intramuskular memberikan perlindungan 60-70%
selama 3 tahun.5,6
7.
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid memang cukup menyeramkan. Dan kalau sudah
muncul komplikasinya, kadang prognosisnya kurang bagus. Komplikasi yang
serius diantaranya adalah:
1. komplikasi intestinal (maksudnya komplikasi di daerah usus halus), yaitu:
-
Dan bila makin lemah, dapat terjadi perforasi usus (ususnya berlubang).
Kalo sudah begini, harus dilakukan operasi segera, untuk memotong usus
yang berlubang itu.
2. Komplikasi ekstra-intestinal
-
Komplikasi
tulang:
osteomielitis,
periostitis,
spondilitis,
arthritis.
-
Daftar Pustaka
50
1. World Health Organization Regional Office for South East Asia. Prevention
and Control of Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever : Comprehensive
Guidelines. New Delhi : WHO.1999
2. Soegijanto S. Demam Berdarah Dengue : Tinjauan dan Temuan Baru di Era
2003. Surabaya : Airlangga University Press 2004
3. Sutaryo. Perkembangan Patogenesis Demam Berdarah Dengue. Dalam :
Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Demam Berdarah Dengue: Naskah
Lengkap Pelatihan bagi Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit
Dalam dalam tatalaksana Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.
4. Hadinegoro SRS,Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam
Dengue/Demam Berdarah Dengue pada Anak. Naskah Lengkap Pelatihan bagi
Dokter Spesialis Anak & Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam tatalaksana
Kasus DBD. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.2004.
5. Sudoyo AW, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta:
Interna Publishing; 2009. Hal. 25-28.
6. Soedarmo SPS, Garna K, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku ajar infeksi dan
pediatri tropis. Ed 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. Hal.33845.
51