Pbl16 GIT2 s12
Pbl16 GIT2 s12
Chastine Faustina
Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta. Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510.
Telephone : ( 021 ) 5694-2061 (hunting). Fax : (021) 563-17321.
Email: chrisceltine@yahoo.com
Abstrak
Saluran cerna merupakan sistem organ tubuh manusia yang panjangnya
hampir mencapai 10 meter, terpanjang diantara seluruh organ tubuh manusia. Ia
memiliki peranan yang penting karena merupakan tempat utama masuknya nutrisi
yang diperlukan tubuh untuk bertumbuh, berkembang, dan bertahan hidup. Karena
itu, penting bagi kita untuk menjaganya. Salah satu gangguan yang dianggap
berbahaya dan perlu ditangani dengan segera adalah obstruksi, terutama apabila
diderita oleh bayi. Obstruksi sendiri menurut definisinya adalah sumbatan, yang bisa
menghalangi jalannya proses makanan di dalam saluran cerna. Obstruksi dapat
disebabkan dan menyebabkan peningkatan motilitas peristaltik usus yang merupakan
fasilitator jalannya makanan di sepanjang saluran cerna. Obstruksi saluran cerna pada
awal terjadinya tidak memperlihatkan gejala yang nyata. Tetapi, apabila tidak segera
ditangani, maka akan menyebabkan sakit pada perut yang luar biasa, tidak jarang
disertai muntah, dan bahkan BAB yang disertai darah.
Kata kunci: saluran cerna, obstruksi, ileus, hiperperistaltik
Abstract
Gastrointestinal tract is the organ systems of the human body which has
approximately 10 meters in length, the longest among all organs of the human body.
It has an important role because it is the main point of entry of nutrients that the body
needs to grow, thrive, and survive.Therefore, it is important for us to maintain its
health. One of the disorders that are considered dangerous and need to be dealt with
immediately is obstruction, especially when suffered by babies.Obstruction itself by
definition is a blockage, which can impede the course of the process of food in the
gastrointestinal tract.Obstruction can be caused and causes an increase in intestinal
peristaltic motility which is the facilitator course meal along the gastrointestinal
tract.Gastrointestinal obstruction at onset did not show obvious symptoms.However, if
1
not treated immediately, it will cause pain in the stomach extraordinary, often
accompanied by vomiting, and even bowel with blood.
Keywords: gastrointestinal tract, obstruction, ileus, hiperperistaltic
Pendahuluan
Dalam skenario telah dibahas bahwa seorang anak berusia 5 bulan dibawa ke
UGD dengan keluhan BAB berwarna merah kehitaman dengan konsistensi kental
seperti jel berlendir sejak 1 jam yang lalu. Ia memiliki kondisi yang sangat rewel dan
tidak dapat ditenangkan, perutnya kembung dan muntah beberapa kali setiap diberi
makan. Pada pemeriksaan fisik abdomen, tampak distensi abdomen, teraba adanya
massa abdomen seperti sosis, dan bising usus meningkat. Seperti yang telah kita
pelajari gejala-gejala yang dialami oleh anak tersebut merupakan sebagian dari gejala
obstruksi saluran cerna yang dapat terjadi pada bayi dan anak dibawah 5 tahun.Maka
dari itu, makalah ini akan membahas tentang beberapa jenis obstruksi saluran cerna,
berupa intususepsi, volvulus, dan Divertikulum Meckel
Intususepsi
Intussusepsi atau invaginasi merupakan suatu kelainan berupa obstruksi usus,
dimana suatu bagian usus masuk ke dalam lumen usus disekitarnya, terutama bagian
distal.
Menurut definisinya, dapat dijelaskan sebagai keadaan masuknya segmen usus
(Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya
usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi memasuki usus bagian distal,
tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd (Bailey,90). Kompresi
pembuluh darah dari mesenterium menyebabkan obstruksi limfatik dan vaskuler
dengan odem sekunder. Lumen usus intususepien tersumbat oleh usus intususeptum
yang akan menyebabkan usus bagian proksimalnya berdilatasi dan kolik. Bagian usus
yang mengawali intussuseptum disebut lead-point. Invaginasi dapat menyebabkan
obstruksi usus baik partiil maupun total.
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik
berlebihan, biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa.
Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai
kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp,
Hemangioma (Schrock, 88). Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama adanya
2
tumor yang menyebabkannya (Dunphy, 80). Perbandingan kejadian antara pria dan
wanita adalah : 3 : 2.
Invaginasi atau intususepsi merupakan keadaan gawat darurat, dimana bila
tidak ditangani segera dan tepat akan menimbulkan komplikasi lebih lanjut. Hampir
70% kasus invaginasi umumnya terjadi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun,
paling sering dijumpai pada ileosekal.
Klasifikasi
Intususepsi dibedakan dalam 4 tipe :
Epidemiologi
Angka kejadian intususepsi (invaginasi) dewasa sangat jarang , menurut angka
yang pernah dilaporkan adalah 0,08% dari semua kasus pembedahan lewat abdomen
dan 3% dari kejadian obstruksi usus , angka lain melaporkan 1% dari semua kasus
obstruksi usus, 5% dari semua kasus invaginasi (anak-anak dan dewasa), sedangkan
angka-angka yang menggambarkan angka kejadian berdasarkan jenis kelamin dan
umur belum pernah dilaporkan, sedangkan segmen usus yang telibat yang pernah
dilaporkan Anderson 281 pasien terjadi pada usus halus ( Jejunum, Ileum ) 7 pasien
ileocolica, 12 pasien cecocolica dan 36 colocolica dari 336 kasus yang ia laporkan .
Desai pada 667 pasien menggambarkan 53% pada duodenum,jejunum atau ileum,
14% lead pointnya pada ileoseccal, 16% kolon dan 5% termasuk appendik veriformis.
Insidensi tertinggi dari inttususepsiterdapat pada usia dibawah 2 tahun (Ellis
1990). Orloof mendapatkan 69% dari1814 kasus pada anak-anak terjadi pada usia
kurang dari 1 tahun (Cohn 1976). Pada bayi dan anak-anak intususepsi merupakan
penyebab kira-kira 80-90% dari kasus obstruksi. Pada orang dewasa intususepsi lebih
jarang terjadi dan diperkirakan menjadi penyebab kira-kira 5% dari kasus obstruksi
(Ellis, 1990).
Etiologi
Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat
tradisional berupa pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga
berperan pada timbulnya invaginasi. Infeksi rotavirus yang menyerang saluran
pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga dicurigai sebagai salah satu
penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut di bagian
bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 9 bulan,
hampir 70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari
wanita kemungkinan karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi menjadi
suatu iskemik terjadi oleh karena penekanan dan penjepitan pembuluh-pembuluh
darah segmen intususeptum usus atau mesenterial. Bagian usus yang paling awal
mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus yang berlebih
dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul
perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar anus sebagai
suatu agar-agar jeli darah (red currant jelly stool).
4
Pada anak dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma,
polip, hemangioma dan divertikel Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti
spasmolitik pada diare non spesifik. Pada umur 4-9 bulan terjadi perubahan diet
makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai penyebab
invaginasi
Invaginasi pada anak-anak umur kurang dari 1 tahun, tidak dijumpai kelinan
yang jelas sebagai penyebabnya, sehingga digolongkan sebagai invantile idiophatic
intususeption.
Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen
usus, yaitu suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang
pernah dilaporkan ada perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak
intususepsi pada usus halus adalah neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckels,
polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah bersifat ganas
(adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensiny labih rendah seperti
tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan abdomen
sebelumnya, inflamasi pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada
penderita AIDS , pernah juga dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak
dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan idiopatik. Oleh karenannya banyak kasus
pada orang dewasa harus ditangani dengan anggapan terdapat keganasan. Insidensi
tumor ganas lebih tinggi pada kasus yang hanya mengenai kolon saja
Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada
dewasa pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu
satu bagian usus yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau
kurang bebas dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral
keanal sehingga bagian yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau
proksimal, keadaan lainnya karena suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan
khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut retrograd intususepsi pada pasien pasca
gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang masuk kesegmen usus lainnya
akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan mengakibatkan aliran
darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis dinding usus
Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai
intususeptum. Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada
5
intususeptum ditimbulkan oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari
intususepien, dan juga karena terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan
dan tertariknya mesenterium. Edema dan pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan
dapt sedemikian besarnya sehingga menghambat reduksi. Adanya bendungan
menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah ke dalam lumen. Ulserasi pada
dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak jarang terjadi gangren.
Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps. Pembengkakan
ddari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang pula
lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi (Tumen 1964).
Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil
maupun total dan strangulasi (Boyd, 1956). Hiperperistaltik usus bagian proksimal
yang lebih mobil menyebabkan usus tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus
bagian distal yang menerima (intussucipient) ini kemudian berkontraksi, terjadi
edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali normal sehingga terjadi
invaginasi.
Manifestasi Klinik
Adanya paralitik usus akan menyebabkan kesulitan membedakan antara
gastroenteritis dan intususepsi. Pada intusespsi. Pada intususepsi peristaltik
meningkat, evakuasi feses awal dimana kolonya kosong, maka tidak akan ada b.a.b
darah. Pada awalnya akan ditemukan diare beberapa banyak dan berulang kali.
Adanya darah lendir relatif merupakan gejala yang lambat timbulnya. Kongesti
mukosa pada intususepsi, akan mengawali terjadinya b.a.b darah-lendir. B.a.b. darah
tidak ditemukan pada fase awal, karena pada awalnya intususeptum tidak mengalami
pendarahan. Dengan berjalannya waktu, menyebabkan kongesti lebih lanjut dan
berakibat terjadinya gangren.
Pada pasien intusepsi sering diawali adanya riwayat infeksi saluran pernafasan
atas (yang mungkin merupakan asal muasal dari mikro organisme penyebab
pembesaran plaque Peyeri). Nyeri kolik mungkin akan menyebabkan anak menjerit
dan pucat, kedua tungkai dingkat dengan tangan memegang perut. Bila anaknya terus
bergerak selama episode serangan nyeri, merupakan bukti tidak adanya, begitu ada
inflamasi pada peritonium, maka anak akan tinggal berbaring tidak bergerak. Diantara
serangan kolik bayi akan pucat dan lethargik. Tanda lanjut, seperti dehidrasi, obstruksi
usus atau kolaps sirkulasi menunjukan adanya progresifitas intususepsi.
Kunci dari diagnosis klinis mengarah pada kecurigaan intususepsi bila : pucat, bayi
lethargik dengan muntah dan kolik, diagnosis dikonfirmasi dengan adanya massa di
intra abdomen.
Tanda-tanda dari intususepsi
Tanda Persentase
Abdominal mass 70%
Rectal blood 53%
Tenderness 40%
Dehydration (greater than 5%) 15%
Rectal mass 10%
Peritonitis 5%
Shock 5%
Pendekatan secara menyeluruh sebagai berikut :
Anak harus diperiksa untuk mencari tanda-tanda dehidrasi atau insufisiensi
sirkulasi, bukti-bukti adanya infeksi saluran nafas atas. Pemeriksaan abdomen harus
dilakukan pada saat episode nyerinya reda; kolik pada intususepsi ahir hanya
berlangsung beberapa menit saja, jadi pemeriksaan abdomen dapat dilakukan pada
saat nyerinya sudah reda. Adanya konstipasi harus dicari dengan palpasi dimana
ditemukan feses yang keras di kolon kiri dan sigmoid. Pemeriksaan abdomen
dilakukan untuk mencari adanya nyeri tekan dan defans muskuler, keadaan ini
menunjukan adanya peritonitis.
Appendisitis jarang ditemukan pada insidens kelompok umur dimana
intususepsi sering terjadi, tetapi kita tidak boleh kehilangan kewaspadaan
terhadapnya, dimana nyeri nya tidak atmpak sebagai nyeri kolik.Bila palpasi pada
intususepsi teraba massa, ini menegakkan diagnosis. Massa nya berbentuk sosis dan
biasanya terletak sebelum otot rektus abdominis kanan di bagian abdomen kanan,
tetapi mungkin saja terletak menyilang garis tengah di atas umbilikus. Fossa iliaca
kanan sering teraba kosong. Massa abdomen mungkin saja sulit diraba, hal sering
terjadi bila disertai adanya distensi abdomen atau adanya nyeri tekan. Dan hampir
kebanyakan terletak di medial abdomen, agak ke tengah dari surface marking
7
Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika
circularis usus) DAH
Colon In loop berfungsi sebagai :
Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi
Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan
kejadian < 24 jam
Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium
keluar bersama feses dan udara
Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,
meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat
memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup
sehingga diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi
dianjurkan untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha
reduksi. Pada intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hatihati. Jika ditemukan kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan
dan reseksi segera dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada
yang perlu dilakukan selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit Ellis, 1990).
Tumor benigna harus diangkat secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai
keganasan, reseksi yang cukup harus dikerjakan.
1. Pre-operatif
Penanganan intususepsi pada dewasa secara umum sama seperti penangan
pada kasus obstruksi usus lainnya yaitu perbaikan keadaan umum seperti rehidrasi
dan koreksi elektrolit bila sudah terjadi defisit elektrolit
2. Durante Operatif
Penanganan secara khusus adalah melalui pembedahan laparotomi, karena
kausa terbanya intususepsi pada dewasa adalah suatu keadaan neoplasma maka
tindakan yang dianjurkan adalah reseksi anastosmose segmen usus yang terlibat
dengan memastikan lead pointnya, baik itu neoplasma yang bersifat jinak maupun
yang ganas.
Tindakan manual reduksi tidak dianjurkan karena risiko:
1. Ruptur dinding usus selama manipulasi
2. Kemungkinan iskemik sampai nekrosis pasca operasi
3. Kemungkinan rekurensi kejadian intususepsi
4. Ileus yang berkepanjangan akibat ganguan otilitas
5. Pembengkakan segmen usus yang terlibat
Batas reseksi pada umumnya adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang
terlibat, pendapat lainnya pada sisi proksimal minimum 30 cm dari lesi, kemudian
dilakukan anastosmose end to end atau side to side.
Pada kasus-kasus tertentu seperti pada penderita AIDS, lesi/lead pointnya
tidak ditemukan maka tindakan reduksi dapat dianjurkan, begitu juga pada kasus
retrograd intususepsi pasca gastrojejunostomi tindakan reduksi dapat dibenarkan,
keadaan lainya seperti intususepsi pada usus halus yang kausanya pasti lesi jinak
tindakan reduksi dapat dibenarkan juga, tetapi pada pasien intususepsi tanpa riwayat
pembedahan abdomen sebelumnya sebaiknya dilakukan reseksi anastosmose .
3. Pasca Operasi
Hindari Dehidrasi
12
13
Daftar Pustaka
1.
14
2.
3.
4.
5.
15