Glaukoma adalah neuropati optik yang biasanya disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO)
yang (relatif) tinggi, yang ditandai oleh kelainan lapangan pandang yang khas dan atrofi papil
saraf optik. Pada keadaan ini TIO tidak harus selalu (absolut) tinggi, tetapi TIO relatif tinggi
untuk individu tersebut. Misal untuk populasi normal TIO sebesar 18mmHg masih normal,
tetapi pada individu tertentu tekanan sebesar itu sudah dapat menyebabkan glaukoma yang
disebut glaukoma normotensi atau glaukoma tekanan rendah.1
Klasifikasi galukoma
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi :
1. Glaukoma primer
Adalah galukoma yang tidak diketahui pasti penyebabnya atau idiopatik. Terbagi
menjadi :
a. Glaukoma primer sudut terbuka
Glaukoma primer sudut terbuka biasanya bersifat kronik, dan tekanan intra
okularnya bisa saja normal
b. Glaukoma primer sudut tertutup
Glaukoma primer sudut tertutup dapat bersifat akut, subakut, kronik, iris plateu.
2. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah suatu keadaan yang ditandai dengan peningkatan TIO
(Tekanan Intra Okular) tenpa adanya disfungsi trabekular Meshwork. Mekanisme
peningkatan TIO merupakan penyebab utama glaukoma sekunder. Beberapa jenis
galukoma sekunder adalah :
a. Glauoma karena lensa (lens induced glaucoma)
b. Glaukoma pada uveitis (uveitic glaucoma)
c. Glaukoma pasca trauma (traumatic glaucoma)
d. Glaukoma karena steroid (corticosteroid induced glaucoma)
3. Glaukoma kongenital
4. Glaukoma absolut
Glaukoma stadium terakhir dimana sudah terjadi kebutaan total.
Glaukoma fakoanafilaksis
Merupakan peradangan granulomatosa sebagai respon sekunder dari adanya material
lensa setelah operasi katarak atau trauma tembus. Gambaran klinik yang khas adalah
adanya uveitis anterior unilateral yang terjadi beberapa hari atau bulan setelah trauma
atau operasi. Peningkatan TIO terjadi akibat adanya obstruksi outflow humor aquous,
inflamasi trabekulitis, atauu peripheral sinekia. Terapi medika mentosa dengan anti
inflamasi dena penurunan TIO, apabila tidak ada perbaikan maka seluruh material
partikel lensa harus dikeluarkan untuk menghentikan respon anafilaktik.
Glaukoma fakomorfik
Glaukoma sekunder sudut tertutup akibat pencembungan lensa yang menimbulkan
blok pupil relatif dan mendorong iris ke depan sehingga kamera okuli anterior menjadi
dangkal. Kedua mekanisme tersebut mengakibatkan pendangkalan kamera okuli
anterior, dan peningkatan TIO. Gambaran klinik yang khas pada kasus ini adalah
adanya katarak unilateral, dengan kamera okuli anterior yang dalam pada mata
kontralateral. Penatalaksanaan pilihan pada kasus ini adalah ekstraksi katarak apabila
tidak terdapat anterior peripheral sinekia yang luas, dapat menurunkan TIO yang
bermakna.
Uveitis
Tekanan intraokular pada uveitis biasanya dibawah normal karena peradangan badan
siliar sehingga fungsinya buruk. Peninggian tekanan intraokular juga dapat terjadi pada
anyaman meshwork yang tersumbat oleh sel-sel inflamasi di bilik mata depan, dengan
edema, atau kadang terlibat dalam proses inflamasi sel-sel anyaman (trabekulitis).
Salah satu penyebab meningkatnya tekanan intraokular pada orang dengan uveitis
adalah penggunaan steroid topical. Uveitis kronik atau uveitis yang berulang
menghasilkan penurunan fungsi trabekula yang permanen, sinekia anterior perifer, dan
kadang neovaskularisasi pada sudut yang semuanya meningkatkan kemungkinan
glaukoma sekunder.4
Penatalaksanaan diarahkan terutama untuk mengendalikan uveitis bersama dengan
terapi glaukoma bila diperlukan, hindari obat yang bersifat miotik karena kemungkinan
akan terbentuk sinekia posterior. Terapi jangka panjang, termasuk operasi, sering
diperukan karena kerusakan permanen pada anyaman trabekular.4
Tumor
Melanoma traktus uvea menyebabkan glaukoma karena pergeseran ke anterior dari
badan siliar, penutupan sudut, keterlibatan langsung dari sudut bilik mata depan,
penyumbatan sudut filtrasi oleh pigmen yang berdispersi, dan sudut yang mengalami
neovaskularisasi. Tindakan enukleasi biasanya dilakukan dalam kasus ini.4
Trauma
Luka terbuka pada mata yang mengakibatkan kerusakan pada trabekulum, perdarahan
intraokular dan inflamasi yang meningkatkan resiko terhadap peningkatan tekanan intraokular
yang berkepanjangan.1
Trauma kontusi pada mata dihubungkan dengan peningkatan tekanan intraokular akut
akibat perdarahan pada ruang anterior (hyphema). Darah akan menghambat trabekulum yang
juga menjadi edematosa akibat trauma.4
Efek jangka panjang dari trauma kontusi pada tekanan intraokular diakibatkan oleh
cedera pada sudut ruangan anterior langsung. Laserasi atau ruptur kontusional pada segmen
anterior dihubungkan dengan hilangnya ruang anterior. Jika ruangan anterior tidak terbentuk
lagi segera setelah onset cedera (baik secara spontan oleh inkarserasi iris atau secara
pembedahan) akan terbentuk sinekia anterior perifer yang menghasilkan penutupan sudut yang
irreversible.4
Luka tembus apapun pada mata juga dapat menyebabkan inflamasi pada mata yang pada
akhirnya dapat menyebabkan glaukoma uveitis. Selain itu, terdapat beberapa mekanisme lain
terbentuknya glaukoma setelah luka tembus pada mata, yaitu ruang anterior yang menjadi
dangkal, perdarahan intraokular, cedera pada lensa, dan pertumbuhan jaringan
fibrosa/epitelial.5
Trauma tumpul pada mata dapat menyebabkan apeks kornea tertekuk dan sering kali
mengakibatkan peregangan pada limbus. Kornea perifer terdorong kedepan dan pangkal iris
berotasi kebelakang. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan mengakibatkan
iridodialisis, sobeknya trabekulum, angle recession, siklodialisis, zonulolisis yang dapat
menyebabkan terbukanya pembuluh darah dan hifema.6
Trauma kimia juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Trauma awal
menyebabkan sklera menyusut yang mengakibatkan peningkatan intraokular transien dalam 10
menit pertama. Kemudian, penyusutan badan silia menyebabkan penurunan tekanan
intraokular. Dalam 1-2 jam kemudian, inflamasi trabekular menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular yang lebih lanjut.5
Glaukoma Akibat Steroid
Hipertensi okular yang diinduksi steroid tampaknya disebabkan oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran keluar aqueous. Mekanisme terjadinya hal ini belum diketahui secara
pasti namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa glukokortikoid merangsang terjadinya
perubahan pada anyaman trabekular dan menyatakan adanya predisposisi genetik.9
Steroid mempengaruhi beberapa fungsi seluler anyaman trabekular dengan menginduksi
perubahan mikrostruktural, meningkatkan deposisi dari materi ekstraselular, dan menghambat
aktivitas protease dan fagositik.5,9
Perubahan morfologikal meliputi penebalan trabekular, penurunan ruang intertrabekular,
penebalan jaringan jukstakanalikular, dan peningkatan deposisi dari materi ekstraselular seperti
glikosaminoglikan, elastin, dan fibronectin. Perubahan-perubahan yang diinduksi steroid ini
dapat menyebabkan peningkatan akumulasi serta penurunan pembersihan dari debris pada
anyaman trabekular. Pada akhirnya hal ini mengakibatkan penurunan aliran keluar aquous yang
berperan dalam hipertensi okular.9
Peningkatan produksi endogen dari glukokortikoid seperti pada sindrom Cushing juga
dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Salah satu hipotesis menyatakan bahwa
glukokortikoid melindungi membran lisosomal dan menghambat pelepasan hidrolase yang
bertanggung jawab terhadap depolimerisasi dari glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan yang
terakumulasi pada jalur aliran keluar aquous dapat menahan air dan mempersempit ruang
trabekular sehingga meningkatkan resistensi aliran keluar.5,10
Terapi paling efektif pada glaukoma akibat steroid adalah menghentikan pemakaian
steroid itu sendiri. Tekanan intraokular akan kembali turun ke normal dalam beberapa hari
hingga minggu meskipun terkadang membutuhkan waktu beberapa bulan sampai tahun.2
Diagnosis
Untuk dapat menegakkan diagnosis glaukoma tentu saja diperlukan evaluasi secara
menyeluruh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
dengan memberikan perhatian yang lebih pada berbagai faktor resiko yang
mengarahkan pada diagnosis serta terapi yang diberikan.
Anamnesis
Masalah utama dalam mendeteksi glaucoma adalah pada tahap awal, kerusakan
terjadi pada tepi lapangan pandang dan lambat laun meluas ke bagian tengah. sehingga
penderita tidak menyadarinya, penderita akan merasa terganggu jika kerusakan sudah
mengenai lapangan pandang sentral dan pada saat itu penyakit sudah terlanjur parah. Proses
kerusakan saraf optik berjalan secara perlahan sampai akhirnya terjadi kebutaan total dan
pada akhirnya penderita menjadi benar-benar buta. Sewaktu pasien menyadari ada pengecilan
lapangan pandang, biasanya telah terjadi pencekungan glaukomatosa yang bermakna. Mata
tidak merah atau tidak terdapat keluhan, yang mengakibatkan terdapat gangguan susunan
anatomis dan fungsi tanpa disadari oleh penderita.2
Glaukoma memiliki hubungan dengan beberapa penyakit sistemik. Beberapa aspek
riwayat penyakit pasien yang didapatkan pada pemeriksaan rutin berhubungan secara langsung
atau tidak langsung terhadap glaukoma dan tatalaksananya. Sebagai contoh, diabetes melitus
merupakan faktor resiko dari beberapa bentuk glaukoma seperti glaukoma sudut terbuka
primer, glaukoma neovaskular, dan glaukoma blokade pupil pseudophakik.2
Anemia sel sabit juga salah satu contoh penyakit sistemik yang berhubungan dengan
glaukoma. Iskemia retina yang disebabkan oleh anemia sel sabit dapat menyebabkan
neovaskularisasi segmen anterior dan glaukoma neovaskular. Glaukoma sekunder juga dapat
terjadi akibat hifema traumatik yang sering terjadi pada pasien anemia sel sabit. Pilihan terapi
pada keadaan ini juga terbatas karena obat-obatan standar untuk glaukoma akut seperti
acetazolamide dan manitol dikontraindikasikan pada keadaan ini karena dapat menyebabkan
asidosis dan hemokonsentrasi.2
Berbagai penyakit kardiovaskular seperti hipertensi, aterosklerosis, gagal jantung,
hiperkoagulasi, dan hiperkolestrolemia dapat menurunkan suplai darah pada nervus optikus
sehingga meningkatkan kemungkinan kerusakan akibat glaukoma. Terapi penyakit jantung
dengan agen adrenergik bloker dapat menutupi glaukoma dengan menurunkan tekanan
intraokular dan juga dapat menurunkan respon terapi glaukoma dengan bloker topikal.2
Beberapa bentuk dari artritis dihubungkan dengan uveitis, yang dapat menyebabkan
glaukoma sekunder melalui beberapa mekanisme. Inflamasi okular sering terjadi pada
ankylosing spondilitis dan artritis rematoid juvenil pauciartikular. Sarcoidosis dapat
menyebabkan iritis granulomatosa, menyebabkan formasi sinekia, dan glaukoma sekunder
sudut tertutup. Terapi kortikosteroid sistemik dari artritis dan keadaan inflamasi lain juga dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular. Oleh karena itu, anamnesis yang menyeluruh
mengenai penyakit sistemik merupakan bagian yang penting dari pemeriksaan glaukoma.2
Beberapa bentuk glaukoma sekunder memiliki riwayat penyakit okular. Penurunan visus
yang mendadak, tiba-tiba dan menetap setelah oklusi vena retina sentral dapat mendahului
glaukoma neovaskular. Pandangan kabur setelah aktivitas berat dapat merupakan gejala dari
glaukoma pigmen (akibat pelepasan tiba-tiba pigmen ke humor akuos). Beberapa pasien
dengan glaukoma sudut tertutup mengeluh nyeri kepala hebat saat serangan.2
Riwayat keluarga juga faktor penting dalam glaukoma. Riwayat keluarga dengan
glaukoma yang positif merupakan faktor resiko untuk glaukoma sudut terbuka primer. Resiko
glaukoma sudut terbuka lebih besar jika pada keluarga derajat pertamaada yang menderita
glaukoma.2
Rasio cawan-diskus merupakan cara yang baik untuk merekam ukuran diskus optikus
pada pasien glaukoma. Rasio cawan-diskus merupakan perbandingan ukuran ukuran cawan
dengan diameter diskus. Adanya penurunan lapangan pandang atau peningkatan tekanan
intraokular yang disertai dengan rasio cawan-diskus lebih dari 0.5 atau asimetris yang
signifikan antara kedua mata dapat dicurigai sebagai atrofi glaukomatosa.4
Penilaian klinis terhadap diskus optikus dapat dilakukan dengan oftalmoskopi direk
maupun dengan lensa 78-diopter atau lensa kontak kornea spesial yang memberikan gambaran
tiga dimensi.4
Bukti klinis lain dari kerusakan saraf pada glaukoma adalah atrofi dari lapisan saraf
retina, yang mendahului perkembangan dari perubahan diskus optikus. Hal ini dapat dilihat
dengan oftalmoskopi atau fotografi fundus, yang keduanya menggunakan cahaya red-free,
optical coherence tomography, scanning laser polarimetry, atau scanning laser tomography.4
1. Pemeriksaan lapang pandang
Pemeriksaan lapangan pandang secara teratur berperan penting dalam diagnosis dan
tindak lanjut glaukoma. Penurunan lapangan pandang akibat glaukoma itu sendiri tidak.
spesifik karena gangguan ini terjadi akibat defek berkas serat saraf yang dapat dijumpai pada
semua penyakit nervus opticus; namun, pola kelainan lapangan pandang, sifat progresivitas,
dan hubungannya dengan kelainan-kelainan diskus optikus merupakan ciri khas penyakit
ini.2,4 Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama mengenai 300 lapangan
pandang bagian sentral. Perubahan paling dini adalah semakin nyatanya bintik buta.
Daerah-daerah penurunan lapangan pandang yang lebih parah di dalam daerah Bjerrum
dikenal sebagai skotoma Seidel. Lapangan pandang perifer ternporal dan 50-100 sentral baru
terpengaruh pada stadium lanjut penyakit. Ketajaman penglihatan sentral bukan merupakan
petunjuk perkembangan penyakit yang dapat diandalkan.7
Salah satu cara untuk memeriksa lapangan pandang pada glaukoma dengan baik adalah
dengan perimeter. Alat ini berbentuk setengah bola dengan jari-jari 30 cm, dan pada pusat
parabola ini mata penderita diletakkan untuk diperiksa. Mata berfiksasi pada bagan sentral
parabola perimeter. Obyek digeser perlahan-lahan dari tepi ke arah titik tengah. Dicari batas-
batas pada seluruh lapangan pada saat mana benda mulai terlihat.5
Batas lapang pandangan perifer 90 derajat temporal, 70 derajat inferior, 60 derajat nasal,
dan 50 derajat superior. Dikenal perimetri:
- Perimeter kinetik yang disebutjuga perimeter isoptik dan topografik, dimana pemeriksaan
dilakukan dengan objek digerakkan dari daerah tidak terlihat menjadi terlihat oleh pasien.
- Perimeter statik atau perimeter profil dan perimeter curve differential threshold, di mana
pemeriksaan dengan tidak menggerak-kan objek akan tetapi dengan menaikkan intensitas
objek sehingga terlihat oleh pasien.5,7
2. Tonometri
Tonometri adalah suatu tindakan untuk melakukan pemeriksaan tekanan intraokular
dengan alat yang disebut tonometer. Ketebalan kornea berpengaruh terhadap keakuratan
pengukuran. Tekanan intraokular mata yang korneanya tebal, akan ditaksir terlalu tinggi yang
korneanya tipis, ditaksir terlalu rendah. Kesulitan ini dapat diatasi dengan tonometer kontur
dinamik Pascal.. Rentang tekanan intraokular normal adalah 10-21 mm Hg.1,5
Pada usia lanjut, rerata tekanan intraokularnya lebih tinggi sehingga batas atasnya adalah
24 mmHg. Peningkatan tekanan intraokular semata tidak selalu diartikan bahwa pasien
mengidap glaukoma untuk menegakkan diagnosis diperlukan bukti-bukti lain seperti adanya
diskus optikus glaukomatosa atau kelainan lapangan pandang. Apabila tekanan intraokuiar
terus-menerus meninggi sementara diskus optikus dan lapangan pandang normal (hipertensi
okular), pasien dapat diobservasi secara berkala sebagai tersangka glaukoma.1
Cara mengukur tekanan bola mata tersebut dikenal ada 4 macam, antara lain yaitu:
a. Tonometer digital
Dasar pemeriksaannya adalah dengan merasakan reaksi lenturan bola mata bola
(balotement) dilakukan penekanan bergantian dengan kedua jari tangan. Tekanan bola mata
dengan cara digital dinyatakan dengan tanda 1, N+2, N+3, dan sebaliknya N -1 dan
seterusnya. Dengan cara ini pemeriksaan adalah sangat subjektif dan memerlu-an
pengalaman yang banyak, sehingga kurang dapat dipercaya.5
b. Tonometer Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan alat yang praktis sederhana. Pengukuran tekanan
bola mata dinilai secara tidak langsung yaitu dengan teknik melihat daya tekan alat pada
komea. Bila suatu beban tertentu memberikan kecekungan pada komea maka akan terlihat
perubahan pada skala schiotz. Makin rendah tekanan bola maata makin mudah bola mata
ditekan, yahg.pada skala akan terlihat angka skala yang lebih besar. Hal ini juga berlaku
sebaliknya.5
c. Tonometer aplanasi goldman
Alat ini mengukur tekanan bola mata dengan memberikan tekanan yang akan
membuat rata permukaan kornea dalam ukuran tertentu dan kecil. Alat ini sangat baik karena
membuat sedikit sekali perubahan pada permukaan kornea atau bungkus bola mata. Alat ini
merupakan alat yang paling sering digunakan.5,8
Gambar 8. Uji Tonometer Aplanasi
3. Gonioskopi
Sudut bilik mata depan dibentuk oleh pertemuan kornea perifer dengan iris, yang di
antaranya terdapat anyaman trabekular. Konfigurasi .sudut ini yakni lebar (terbuka), sempit,
atau tertutup memberi dampak penting pada aliran keluar aqueous humor. sudut bilik mata
depan sebaiknya ditentukan dengan gonioskopi, yang memungkinkan visualisasi langsung
struktur-struktur sudut. Apabila keseluruhan anyaman trabekular, taji sklera, dan processus iris
dapat terlihat, sudut dinyatakan terbuka. Apabila hanya garis Schwalbe atau sebagian kecil dari
anyaman trabekular yang dapat terlihat, sudut dinyatakan sempit. Apabila garis Schwalbe tidak
terlihat, sudut dinyatakan tertutup.1
Hal yang tidak kalah penting yaitu melakukan pemeriksaan mata kontra-lateral, yang
biasanya ditemukan gambaran sudut tertutup laten. Dimana mata yang mengalami glaukoma
akut menunjukkan adanya kontak perifer irido-korneal komplit.8
Mata miopia yang besar memiliki sudut lebar, dan mata hiperopia kecil memiliki sudut
sempit. Pembesaran lensa seiring dengan usia mempersempit sudut ini dan berperan pada
beberapa kasus glaukoma sudut tertutup.1
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meletakkan lensa sudut (gonio-lens) di dataran depan
kornea setelah diberikan lokal anestetikum. Lensa ini dapat dipergunakan untuk melihat
sekeliling sudut bilik mata dengan memutarnya 360 derajat.5
Etiologi
Glaukoma terjadi apabila terdapat ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengaliran humor akueus. Pada sebagian besar kasus, tidak terdapat penyakit mata lain
(glaukoma primer). Sedangkan pada kasus lainnya, peningkatan tekanan intraokular, terjadi
sebagai manifestasi penyakit mata lain (glaukoma sekunder).3,9
Patofisiologi
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik (neuropati optik) yang
biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada papil saraf optik. Iskemia
tersendiri pada papil saraf optik juga penting. Hilangnya akson menyebabkan defek lapangan
pandang dan hilangnya ketajaman penglihatan jika lapangan pandang sentral terkena.1,2,10
Ada dua teori utama mengenai mekanisme kerusakan serabut saraf oleh peningkatan
tekanan intraokular yaitu teori mekanik dan teori vaskular : 7,9
Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan kerusakan mekanik pada akson saraf
optik dan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina, iris dan korpus siliar
juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin sehingga
terjadi penurunan penglihatan.
Peningkatan tekanan intraokular menyebabkan iskemia akson saraf akibat
berkurangnya aliran darah pada papil saraf optik. Diskus optikus menjadi atrofi disertai
pembesaran cekungan optikus.
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses
degeneratif di jaringan trabekular berupa penebalan lamella trabekula yang mengurangi
ukuran pori dan berkurangnya jumlah sel trabekula pembatas. Juga termasuk pengendapan
bahan ekstrasel di dalam jalinan dan di bawah lapisan endotel kanalis Schlemm. Hal ini
berbeda dengan proses penuaan normal. Akibatnya adalah penurunan drainase humor akueous
yang menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler.2,7
Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf optik yang
merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf
optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf
optik. 5
A. Manifestasi Klinis
1. Gejala Subjektif
Gejala klinik pada pasien glaukoma bervariasi tergantung pada jenis glaukoma yang
diderita, gejala-gejala tersebut antara lain :
a. Glaukoma sudut terbuka, berupa defek lapangan pandang secara bertahap dan ada
beberapa pasien kadang tanpa keluhan sampai mereka tiba-tiba kehilangan
penglihatan
b. Glaukoma sudut sempit berupa defek lapangan pandang, mual dan muntah, tidak ada
refleks pupil, mata merah, nyeri pada mata dan wajah, serta bisa terjadi edema pada
wajah.
c. Glaukoma kongenital, berupa perkabutan di daerah frontal dari mata, pembesaran
pada satu atau kedua mata, mata merah, fotophobia serta lakrimasi
2. Gejala Objektif
a. Peninggian tekanan intraokuler
b. Defek lapangan pandang
c. Iskemik papil saraf opt
Mata normal Glaukoma Glaukoma tahap lanjut
Penatalaksanaan
1. Penanganan Non Bedah
Pengobatan non bedah menggunakan obat-obatan yang berfungsi menurunkan produksi
maupun sekresi dari humor akueous.2,5,7,9,10
Obat-obatan topikal
Apraklonidin (larutan 0,5% tiga kali sehari dan 1% sebelum dan sesudah terapi laser) adalah
suatu agonis alfa adrenergik yang baru berfungsi menurunkan produksi humor akueous tanpa
efek pada aliran keluar. Obat ini tidak sesuai untuk terapi jangka panjang karena bersifat
takifilaksis (hilangnya efek terapi dengan berjalannya waktu) dan tingginya reaksi alergi.
Epinefrin dan dipiferon juga memiliki efek yang serupa.
Dorzolamid hydrochloride larutan 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga kali sehari
adalah penghambat anhidrase topical yang terutama efektif bila diberikan sebagai tambahan,
walaupun tidak seefektif penghambat anhidrase karbonat sistemik. Dorzolamide juga tersedia
berasama timolol dalam larutan yang sama.
Obat-obatan sistemik
Trabekuloplasti laser
Trabekuloplasti laser digunakan dalam terapi awal glaukoma sudut terbuka primer.
Jenis tindakan ini yaitu penggunaan laser untuk menimbulkan luka bakar melalui suatu
geniolensa ke jalinan trabekular sehingga dapat mempermudah aliran keluar humor akueous
karena efek luka bakar tersebut. Teknik ini dapat menurunkan tekanan okular 6-8 mmHg
selama dua tahun.
Trabekulektomi
Komplikasi
Kontrol tekanan intraokular yang jelek akan menyebabkan semakin rusaknya nervus optik dan
semakin menurunnya visus sampai terjadi kebutaan.9
Prognosis
Apabila terdeteksi dini, sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani dengan baik secara
medis. Tanpa pengobatan, glakoma dapat berkembang secara perlahan sehingga akhirnya
menimbulkan kebutaan total. Apabila obat tetes antiglaukoma dapat mengontrol tekanan
intaokular pada mata yang belum mengalami kerusakan glaumatosa luas, prognosis akan baik
(walaupun penurunan lapangan pandang dapat terus berlanjut).2,9
Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan pada mata yang ditandai dengan kenaikan tekanan
intraokuli, penurunan visus, penyempitan lapang pandang, dan atropi nervus optikus.
Penyebab glaukoma tidak diketahui secara pasti, bisa juga karena trauma/benturan, atau
karena penyakit mata lain seperti katarak yang sudah pecah (katarak hipermatur), uveitis dan
pengaruh obat-obatan. Glaukoma diterapi dengan menurunkan tekanan int ra
okular. Terapi diharapkan menuju stabilisasi saraf optik dan lapangan pandang tiap
individu. Terapi glaukoma paling banyak menggunakan obat tetes mata (obat topikal).
Obat oral juga digunakan untuk menurunkan TIO. Karena kerusakan saraf dari glaukoma
ireversibel, pemberian medikasi pada glaukoma tidak akan mengembalikan penglihatan pada
keadaan normal.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi.
Tatalaksana pada glaukoma meliputi non-bedah dan bedah. Komplikasi glakoma adalah
kerusakan saraf mata dan bisa menyebabkan kebutaan. Glaukoma merupakan penyakit yang
tidak dapat diobati, namun dapat dicegah dan diperlambat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Retno E, Tatang TG. Galukoma. Dalam Suhardjo SU, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata.
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2012. h.111-43.
2. Vaughan, Daniel G, MD, Asbury, Taylor, MD, dan Riordan-Eva, Paul, FRCS, FRCOphth.
Editor; Diana Susanto. Oftalmologi Umum. EGC. Jakarta. 2009. hal; 12 dan 212-229.
3. Khurana, A.K. Comprehensive Opthalmology. 4th edition. New Age International (P)
limited. New Delhi. 2007. Hal 205-208
4. Barbara C, Marsh, Louis B, Cantor. The speath Gonioscopic Grading System. Last
updated june 2005. Available from :
http://www.glaucomatoday.com/art/0505/clinstrat.pdf.
5. Ilyas HS. Pemeriksaan Anatomi dan Fisiologi Mata serta Kelainan pada Pemeriksaan
Mata.. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.47-51
6. Ilyas HS. Tajam Penglihatan dan Kelainan Refraksi Penglihatan Warna. Ilmu Penyakit
Mata. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. h.65-70
7. James B, Chew C, Bron A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Lecture Notes:
Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2005. h.18; 30-3
8. Amra AA. Penatalaksanaan Glaukoma Akut. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara; 2007.
9. Kooner KS. Primary Open Angle Glaucoma. In : Clinical Pathway of Glaucoma.
NewYork : Thieme; 2000.
10. Morrison JC, Pollack IP. Primary Open Angle Glaucoma. In : Glaucoma Science and
Practice. NewYork : Thieme; 2003.