PENDAHULUAN
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan meliputi
pemberian anestesi, penjagaan keselamatan penderita yang mengalami pembedahan, pemberian
bantuan hidup dasar, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri
menahun. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi pada suatu operasi terdapat beberapa
tahap yang harus dilaksanakan yaitu pra anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik
pasien, perencanaan anestesi, menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi.
Sedangkan tahap penatalaksanaan anestesi terdiri dari premedikasi, masa anestesi dan
pemeliharaan, tahap pemulihan serta perawatan pasca anestesi. 1,2
Efek penekanan dari obat anestesi dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi telah
dikenal sejak dahulu ketika kedalaman karakter dan kecepatan respirasi dikenal sebagai tanda
klinis yang bermanfaat terhadap kedalaman anesthesia. Induksi anestesi akan menurunkan
kapasitas sisa fungsional, hal ini terjadi mungkin karena pergeseran diafragma ke atas, apalagi
setelah pemberian pelumpuh otot. Pada anak-anak yang belum kooperatif sebaiknya dilakukan
general anestesi untuk memudahkan tindakan operatif. Berikut ini akan dibahas kasus pada anak
dengan gangguan pernafasan yang mendapatkan anestesi umum.
BAB II
1
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Tanggal
: 29 Oktober 2014
Nama
: An.M.A
Umur
: 3 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
BB
: 14 kg
Gol. Darah
:B
Alamat
: RT. 18 Sridadi, Ma.Bulian
No. RM
: 702776
Ruangan
: Kelas I
Diagnosa
: Abses Subkutan Regio Abdomen/ Expose/Malfungsio shunt
Tindakan
: Revisi VP shunt
B. HASIL KUNJUNGAN PRA ANESTESI
1. ANAMNESA
a. Keluhan Utama
Os mengeluh terdapat benjolan berisi nanah di perut sejak 1 bulan.
b. RPP
2,5 tahun yang lalu os mengeluh kepala yang semakin membesar, kemudian os
dilakukan pemasangan selang, Sejak 4 bulan setelah pemasangan selang, selang
tertarik kebawah dan os dilakukan tindakan recovery shunt, kemudian 1 bulan ini
terdapat benjolan diperut, yang awalnya berwarna merah dan lama-kelamaan keluar
nanah. Demam (-), Batuk (-), Pilek (-).
c. RPD
Riwayat Hipertensi : (-)
Riwayat Asma
: (-)
Riwayat DM
: (-)
Riwayat Batuk Lama : (-)
Riwayat Operasi
: (+)
Riwayat Penyakit lain : (-)
d. Riwayat Kebiasaan
Tidak ada
2. PEMERIKSAAN FISIK UMUM
a. Vital Sign
Kesadaran
: Compos Mentis
Tekanan Darah : mmHg (tidak diperiksa)
Nadi
: 112 x/menit
RR
: 26 x/menit
Suhu
: 36,8 C
2
b.
c.
d.
e.
f.
Kepala
Mata
THT
Leher
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
g. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
h. Genital
i. Ekstremitas
: Normocephal
: SI -/-, CA -/-, RC +/+, isokor +/+
: DBN
: Pembesaran KGB (-)
: Simetris, jejas (-)
: Vokal Fremitus +/+, krepitasi (-), nyeri tekan (-)
: Sonor (+)
: Cor
: Reg. BJ I, II, Gallop (-), Murmur (-)
Pulmo
: Vesikuler +/+, Wheezing +/+, Rhonki
+/+.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Darah Rutin
WBC
: 10,7 103/mm3 ( 3,5
RBC
: 4,76 106/mm3 ( 3,80
HGB
: 10,2 gr/dL
HCT
: 31,1 %
PLT
: 321 103/mm3
PCT
: 0,230 %
MCV
: 65 m3
MCH
: 21,4 pq
MCHC : 32,8 gr/dL
RDW
: 17,4 %
MPV
: 7,2 m3
PDW
: 13 %
Masa Pendarahan : 2
Masa Pembekuan : 3
b. Pemeriksaan Elektrolit
Na : 142,6 mmol/L
K : 4,32 mmol/L
Cl : 105,4 mmol/L
Ca : 2,66 mmol/L
10,0 )
- 5,80 )
( 11,0 16,5 )
( 35,0 - 50,0 )
(150 390 )
( 0,100 1,500)
( 80
97 )
( 26,5 - 33,5 )
( 31,5 35,0 )
( 10,0 15,0 )
( 6,5 11,0 )
( 10,0 18,0 )
( 1 - 3 menit )
( 2 6 menit )
(135-145)
(3,5-5,5)
(98-108)
(2,2-2,9)
1/2/3/4/E
5. RENCANA TINDAKAN ANESTESI
1. Diagnosa pra bedah
: Abses Subkutan regio abdomen
2. Tindakan bedah
: Expose/Malfungsio Shunt
3. Status fisik ASA: 2
4. Jenis / tindakan anestesi: General Anestesi
Pramedikasi
Ranitidin 50 mg
Ondancentrone 4 mg
Induksi
Relaksasi
Pemeliharaan
Sevoflurance 2
N2O 3
O2 3
BAB III
LAPORAN ANESTESI
Tanggal
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Gol. Darah
Ruangan
Diagnosa
Operator
Ahli Anestesi
: 29 Oktober 2014
: An.M.A
: 3 Tahun
: Laki-laki
:B
: Kelas I
: Abses subkutan regio abdomen
: dr. Apriyanto, Sp. BS
: dr. Sulistyowati, Sp. An
Berat Badan
: 26 x/menit
Suhu
: 36,8 C
: 14 Kg
b. Laboratorium
Hb
: 10,2 gr/dL
Leukosit
: 10,7 103/mm3
Ht
: 31,1 %
Eritrosit
: 4,76 106/mm3
Trombosit
: 321 103/mm3
Masa Pendarahan : 3 detik
Masa Pembekuan : 2 detik
c. Status Fisik : ASA II
2. Tindakan Anestesi
a. Metode
: General Anestesi
b. Premedikasi : Ranitidin 50 mg, ondancentrone 4 mg
3. Anestesi Umum
a. Induksi
b. Teknik Anestesi
: Sempurna
: Anestesi Balans
5
c. Teknik Khusus
d. Medikasi
30 mg
e. Cairan/Transfusi
: RL 500 cc
: Terlentang
: Oral
No. Tube : 5 tanpa balon
c.
d.
e.
f.
Penyulit Intubasi
: Tidak Ada
Penyulit Waktu Anestesi/Operasi : Lama Anestesi
: 45 menit
Jumlah Cairan
Input
: RL 500 cc
Output
: Urin : 150 cc + Perdarahan 100 cc
: 250 cc
Kebutuhan cairan pasien ini;
BB = 14 Kg
Maintenance (M)
10 kg pertama
= 4 cc/kgBB
= 4x10= 40 cc
10 kg kedua
= 2 cc/kgBB
= 2x 4= 8 cc
Total M
=40 cc+8 cc= 48 cc
Pengganti Puasa (P)
P = 9 x M Pasien puasa dari jam 03.00, operasi pukul 12.15
= 9 x 48
= 432 cc
Stress Operasi (O)
O = BB x 6 cc (Operasi Sedang)
= 14 x 6 cc
= 84 cc
Kebutuhan cairan selama operasi
Jam I
= (P) + M + O
= (432) + 48 + 84
= 348 cc
5. Pra Anestesi
Penentuan status fisik ASA : 1/2/3/4/5/E
Mallampati
:1
Persiapan:
a. Orang tua pasien telah diberikan Informed Consent
b. Puasa 4 jam sebelum operasi
6
6. Monitoring
Nadi awal = 138 x/menit, RR = 26 x/menit
Jam (WIB)
12.15
12.30
12.45
13.00
Nadi (x/menit)
138
140
144
137
RR (x/menit)
26
28
25
30
7. Ruang Pemulihan
1. Masuk Jam : 13.00 WIB
2. Keadaan Umum
: Kesadaran: CM, GCS: 15
3. Tanda vital : TD : - mmHg
Nadi : 137 x/menit
RR : 23 x/menit
4. Pernafasan : Baik
5. Scoring Alderate:
Aktifitas
:2
Pernafasan : 2
Warna Kulit : 2
Sirkulasi
:2
Kesadaran : 2
Jumlah
: 10
Instruksi Post Operasi:
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Anestesi Umum
4.1.1 Definisi
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat reversible. Anestesi umum memiliki karakteristik menyebabkan amnesia
bagi pasien yang bersifat anterogard yaitu hilang ingatan kedepan dimana pasien tidak akan bisa
ingat apa yang telah terjadi saat dia dianestesi/operasi,. Karakteristik selanjutnya adalah
reversible yang berarti anestesi umum akan menyebabkan pasien bangun kembali tanpa efek
samping.1
4.1.2 Komponen dalam Anestesi Umum
Dahulu dikenal istilah Trias Anetesia yaitu hipnosi, analgesia, dan arefleksia. Namun,
sekarang anestesi umum tidak hanya mempunyai tiga komponen itu saja. Secara umum
komponen yang ada dalam anestesi umum yaitu:1
1. Hipnosis (hilangnya kesadaran)
2. Analgesia (hilangnya nyeri)
3. Arefleksia (hilangnya refleks-refleks motorik tubuh, memungkinkan imobilisasi pasien)
4. Relaksasi otot, memudahkan prosedur pembedahan dan memfasilitasi intubasi trakeal
5. Amnesia (hilangnya memori pasien selama menjalani prosedur)
4.1.3 Keuntungan dan Kerugian Anestesia Umum
Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani di bawah anestisia umum.
Semua teknik anastesia harus dapat sewaktu-waktu dikonversikan menjadi anestesia umum.
Keuntungan anestesia umum
Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis berlangsung.
Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas dan
Sangat mempengaruhi fisiologi. Hampir semua regulasi tubuh menjadi tumpul dibawah
anestesia umum.
Memerlukan pemantauan yang lebih holostik dan rumit.
Tidak dapat mendeteksi gangguan SSP, misalnya perubahan kesadaran.
Risiko komplikasi pascabedah lebih besar.
Memerlukan persiapan pasien yang lebih lama.
Pemeriksaan keadaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku
juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak boleh
dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Sebaiknya tepat indikasi, sesuai dengan dugaan penyakit yang sedang dicurigai. Pada
usia pasien diatas 50 tahun dianjurkan pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
4. Kebugaran untuk Anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien
dalam keadaaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.
5. Klasifikasi Status Fisik
Untuk menilai kebugaran seseorang sesuai The American Society of Anesthesiologists (ASA)
yaitu:1,2
Kelas I
Kelas II
: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atas sedang, tanpa pembatasan aktivitas.
Kelas III
Kelas IV
: Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak
7. Premedikasi
Merupakan pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia, diantaranya:1
a. Meredakan kecemasan
b. Memperlancar induksi anestesi
c. Mengurangi seksresi kelenjar ludah dan bronkus
d. Meminimalkan jumlah obat-obat anestetik
e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah
f. Menciptakan amnesia
g. Mengurangi isi cairan lambung
h. Mengurangi refleks yang berlebihan
4.1.6 Induksi anestesi
Induksi anesthesia adalah tindakan yang bertujuan membuat pasien dari sadar menjadi
tidak sadar, sehinggga memungkinkan dimulainya anesthesia dan pembedahan.1,2
Persiapan pada anestesi meliputi kata STATICS
Scope
Tube
Airway
sadar,
Introducer
; mandarin atau silet dari kawat untuk memandu agar pipa trakea
mudah untuk
di masukkan
Conector
Suction
: penyedot lendir
Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi sudah terpasang jalur
vena, karena cepat dan menyenangkan. Induksi intravena hendaknya dikerjakan dengan hati-hati,
perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikkan dalam kecepatan antara
30-60 detik. Selama induksi anestesia, pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi
dan selalu diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.1
11
Anestesi intravena selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anestesi,
tambahan pada analgesia regional atau untuk membantu prosedur diagnostik misalnya tiopental,
ketamin dan profopol. Untuk anestesia intravena total biasanya menggunakan profopol.1
Anestetik Inhalasi
Obat anestetik inhalasi yang pertama kali dikenal dan digunakan untuk membantu
pembedahan ialah N2O. Kemudian menyusul eter, kloroform, etil-klorida, etilen, divinil-eter,
siklosporin, triklor-etilen, iso-propenil-vinil-eter, propenil-metil-eter, fluoroksan, etil-vinil-eter,
halotan, metoksi-fluran, enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.1
Dalam dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan untuk praktek klinik ialah
N2O, halotan, enfluran, isofluran, desfluran, dan sevofluran. Obat-obat lain ditinggalkan karena
efek samping yang tidak dikehendaki.
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh sifat fisiknya:1
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan menurunkan
ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah adalahfaktor utama yang
penting dalam menentukan kecepatan induksi dan pemulihannya.Induksi dan pemulihan
berlangsung cepat pada zat yang tidak larut dan lambat padayang larut.Kadar alveolus minimal
( KAM ) atau MAC (minimum alveolar concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam
alveolus pada tekanan satu atmosfir yangdiperlukan untuk mencegah gerakan pada 50 % pasien
yang dilakukan insisi standar.Pada umumnya immobilisasi tercapai pada 95 % pasien, jika
kadarnya dinaikkan diatas30 % nilai KAM. Dalam keadaan seimbang, tekanan parsial zat
anestetik dalam alveolisama dengan tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.1
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh:1
1. Konsentrasi inspirasi. Teoritis kalau saturasi uap anestetik di dalam jaringan sudah penuh,
makaambilan paru berhenti dan konsentrasi uap inpirasi sama dengan alveoli. Halini
dalam praktek tak pernah terjadi. Induksi makin cepat kalau konsentrasi makin tinggi,
12
asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang laring. Induksimakin cepat jika disertai oleh
N2O (efek gas kedua).
2. Ventilasi alveolar. Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin tinggi dan
sebaliknya.
3. Koefisien darah/gas. Makin tinggi angkanya, makin cepat larut dalam darah, makin
rendah konsentrasi dalam alveoli dan sebaliknya.
4. Curah jantung atau aliran darah paru
Makin tinggi curah jantung makin cepat uap diambil
5. Hubungan ventilasi perfusi
Gangguan hubungan ini memperlambat ambilan gas anestetik. Jumlah uapdalam mesin
anestesi bukan merupakan gambaran yang sebenarnya, karenasebagian uap tersebut
hilang dalam tabung sirkuit anestesi atau ke atmosfir sekitar sebelum mencapai
pernafasan.
A. Eliminasi
Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru. Sebagianlagi
dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Sisa metabolismeyang larut
dalam air dikeluarkan melalui ginjal.1
B. N2O
N2O (gas gelak,laughing gas , nitrous oxide, dinitrogen monooksida) diperolehdengan
memanaskan amonium nitrat sampai 240C. NH4NO3 --240 C ---- 2H2O + N2O.
N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan
beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam bentuk cair dalamsilinder warna biru 9000
liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau 50 atm.1
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifatanestetik
lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering digunakan untuk menguranginyeri menjelang
persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tetapidikombinasi dengan salah
satu cairan anestesi lain seperti halotan dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N 2O
dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi alveoli,sehingga terjadi pengenceran O2 dan
terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindariterjadinya hipoksia difusi, berikan O2 100% selama
5-10 menit.1
C. Halotan
13
Halotan (fluotan) bukan turunan eter, melainkan turunan etan. Baunya yang enak dan
tidak merangsang jalan napas, maka sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan
N2O. Halotan harus disimpan dalam botol gelap (coklat tua) supayatidak dirusak oleh cahaya
dan diawetkan oleh timol 0,01%.1
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan anestesinya cukup
dalam, stabil dan sebelum tindakan dierikan analgesi semprot lidokain 4% atau10% sekitar
faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja, umumnya laringoskop intubasi dapat
dikerjakan dengan mudah, karena relaksasi otot cukup baik.1
Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada napas kendalisektar 0,5-1
vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien. Halotanmenyebabkan vasodilatasi
serebral, meninggikan aliran darah otak yang sulitdikendalikan dengan teknik anestesia
hiperventilasi, sehingga tidak disukai untuk bedah otak.1
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis,depresi
miokard dan inhibisi refleks baroreseptor. Kebalikan dari N2O, halotananalgesinya lemah,
anestesinya kuat, sehingga kombinasi keduanya ideal sepanjangtidak ada indikasi kontra.
Kombinasi dengan adrenalin sering menyebabkan disritmia, sehingga penggunaan
adrenalin harus dibatasi. Adrenalin dianjurkan dengan pengenceran1:200.000 (5 g/kg).Pada
bedah sesar, halotan dibatasi maksimal 1 vol%, karena relaksasi uterusakan menimbulkan
perdarahan. Halotan menghambat pelepasan insulin, meninggikan kadar gula darah.
Kira-kira 20% halotan dimetabolisir terutama di hepar secara oksidatif menjadikomponen
bromin, klorin, dan asam trikloro asetat. Secara reduktif menjadi komponenfluorida dan produk
non-volatil yang dikeluarkan lewat urin. Metabolisme reduktif inimenyebabkan hepar kerja
keras, sehingga merupakan indikasi kontra pada penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan
dalam waktu kurang tiga bulan atau pasienkegemukan. Pasca pemberian halotan sering
menyebabkan pasien menggigil.1
D. Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer setelahada
kecuriagan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada pengguanan berulang. PadaEEG
menunjukkan
tanda-tanda
hindari penggunaannya
pada
epileptik,
pasien
apalagi
dengan
disertai
riwayat
hipokapnia,
epilepsi,
walaupun
karena
ada
itu
yang
14
beranggapan bukan indikasi kontra untuk dpakai pada kasus dengan riwayat epilepsi.
Kombinasidengan adrenalin lebih aman 3 kali dibanding halotan.1
Enfluran yang dimetabolisme hanya 2-8% oleh hepar menjadi produk non-volatil yang
dikeluarkan lewat urin. Ssisanya dikeluarkan lewat paru dalam bentuk asli.Induksi dan pulih dari
anestesia lebih cepat dibanding halotan. Vasodlatasi serebralantara halotan dan isofluran.1
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif dibanding
halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, depresilebih jarang
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibanding halotan.1
E. Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau
subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapimeninggikan aliran
darah otak dan tekanan intrakranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intrakranial ini
dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi,sehingga isofluran banyak digunakan untuk
bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemariuntuk
anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguankoroner. Isofluran
dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkanrelaksasi dan kurang responsif jika
diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapatmenyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis
pelumpuh otot dapat dikurangisampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran.1
F. Desfluran
Desfluran (suprane) merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
mirip isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengananestetik volatil lainnya,
sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6). Titik didihnya mendekati suhu ruangan
(23.5C). potensinya rendah (MAC 6.0%). Ia bersifatsimpatomimetik menyebabkan takikardia
dan hipertensi. Efek depres napasnya sepertiisofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan
napas atas, sehingga tidak digunakanuntuk induksi anestesia.1
G. Sevofluran
Sevofluran (ultane) merupakan halogenasi eter. Induksi dan pulih dari anestesilebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas,
sehingga
digemari
untuk
induksi
anestesi
inhalasi
disampinghalotan.Efek
terhadap
kardiovaskuler cukup stabil, jarang mnyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti
15
isofluran dan belum ada laporan toksik terhadaphepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran
cepat dikeluarkan oleh badan.Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi
belum ada laporanmembahayakan terhadap tubuh manusia.1
ruang hidung, sinus paranasalis dan faring yang berfungsi menyaring, menghangatkan dan
melembabkan udara yang masuk ke saluran pernapasan dan bagian bawah (lower) terdiri dari
16
laring, trakea, bronki, bronkioli, dan alveoli. Secara fisiologis sistem respirasi dibagi menjadi
bagian konduksi dari ruang hidung sampai bronkioli terminalis dan bagian respirasi terdiri dari
bronkioli respiratorius sampai alveoli. Paru kanan terdiri dari tiga lobi (atas, tengah dan bawah)
dan paru kiri dua lobi (atas dan bawah).1
kepada otak terhadap trauma frontal. Sinus-sinus paranasalis dilapisis oleh sel-sel efitel
bersilia. Sel-sel tersebut memfasilitasi pergerakan mukus daris aluran nafas atas dan
membersihkan saluran hidung utama setiap 15 menit. Ostia dari sinus maksilaris terletak
pada tepi atas yang memungkinkan terjadinya retensi mukus. Retensi mukus
memudahkan terjadinya infeksi sekunder sehingga menyebabkan sinusitis.
b. Faring
Panjang faring sekitar 12,5 cm dan dibagi menjadi tiga bagian yaitu nasofaring,
orofaring dan laringofaring. Faring dilewati oleh udara yang masuk melalui hidung ke
laring dan makanan yang masuk melalui mulut ke esofagus. Tuba eustachius kiri dan
kanan bermuara di nasofaring, menghubungkan telinga tengah dengan nasofaring. Tuba
ini berfungsi untuk menyamakan tekanan ditelinga tengah dengan telinga luar.
Ada tiga kelenjar limfe yang berada didaerah faring, disebut tonsil. Dua tonsil
palatina di orofaring dan satu tonsil faringeal/adenoid di nasofaring.
c. Laring
Laring berada dibawah faring, diantara vertebra servikal 4-6. Laring tersusun atas
beberapa tulang rawan, yang terbesar adalah tulang rawan tiroid. Struktur-struktur utama
pada laring adalah epiglotis, aritenoid dan pita suara. Bial terinfeksi, struktur-struktur
tersebut dapat mengalami edema dan meningkatkan resistensi jalan nafas secara
signifikan.
Otot-otot yang menempel pada tulang-tulang rawan dilaring dapat membuat pita
suara menjadi tegang atau kendur. Ketegangan pita suara akan mempengaruhi tinggi
rendah suara yang keluar. Ruang diantara pita suara disebut glotis. Tulang rawan lainnya
adalah epiglotis ya ng menutupi sebagian dari pintu masuk sebelah atas laring. Epiglotis
18
dan aritenoid berfungsi untuk menutupi laring ketika menelan makanan sehingga
makanan tidak masuk ke trakea. Gerakan menelan adalah koordinasi sempurna otot-otot
dan struktur dilaring. Pasien dengan penyakit neuromuskular dapat kehilangan koordinasi
tersebut. Akibatnya, risiko aspirasi meningkat dan meningkatkan pula risiko pneumonia.
19
20
c.
Alveoli
Alveoli berbentuk poligonal dan berdiameter 250m. Umumnya, orang dewasa 5x108
alveoli. Fungsi alveoli adalah untuk mendistribusikan udara cukup dekat dengan darah
sehingga bisa terjadi pertukaran gas secara pasif, yang lebih dikenal dengan istilah
difusi. Terdapat dua karakteristik dari alveoli yang mendukung terjadinya proses difusi.
Pertama, dinding alveolus terdiri atas satu lapisan sel, begitu juga dengan jaring-jaring
kapiler yang mengelilinginya, sehingga antara udara dan darah hanya dipisahkan oleh
lapisan yang ketebalannya kurang dari 1 mikron. Lapisan ini disebut sebagai membran
respirator. Kedua, ada berjuta-juta alveoli, sehingga bila dijumlahkan maka luas
permukaan alveoli sekitar 55-100 mm2. Hal ini memungkinkan terjadinya pertukaran
gas dengan cepat.
Ada dua macam sel yang membentuk dinding alveoli, yaitu sel tipe 1 dan tipe 2.
Pada keadaan normal rasio perbandingan jumlah sel tipe 1 dan sel tipe 2 adalah 1:1. Sel
tipe 1 mengisi 96% - 98% permukaan alveoli, merupakan tempat pertukaran gas utama.
Sel tipe1 memiliki sitoplasma yang tipis sehingga mendunkung difusi gas secara
optimal. Membran basal tipe 1 dan endotel kapiler bergabung sehingga jarak untuk
difusi gas berkurang. Sel tipe 2 kecil dan berbentuk kuboid, umunya ditemukan disudut
alveolus. Sel tipe 2 menempati 2% - 4% luas permukaan alveolus. Sel tipe 2 mampu
mensintesis surfaktan yang berguna untuk mengurangi tegangan permukaan alveolus
dan meregenerasi struktur alveolar yang terluka.
21
4.2.3
22
Otot-otot abdomen merupakan otot ekpirasi utama. Otot abdomen dibagi menjadi otot
abdomen transversal, abdomen oblik interna dan eksterna. Kontraksi otot-otot abdomen
akan meningkatkan tekanan intraabdomen dan organ-organ didalam abdomen akan
mendorong diafragma keatas, sehingga rongga toraks semakin sempit.
4.2.4
Pada manusia dikenal dua macam respirasi yaitu eksternal dan internal.1
Respirasi eksternal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan udara sekitarnya.
Pertukaran ini meliputi beberapa proses yaitu:1
1. Ventilasi : proses masuk udara sekitar dan pembagian udara tersebut ke alveoli.
2. Distribusi : distribusi dan percampuran molekul-molekul gas intrapulmoner.
3. Difusi : masuknya gas-gas menembus selaput alveoli-kapiler.
4. Perfusi: pengambilan gas-gas oleh aliran darah kapiler paru yang adekuat.
Respirasi internal ialah pertukaran gas-gas antara darah dan jaringan. Pertukaran ini
meliputi beberapa proses yaitu:1
1. Efisiensi kardiosirkulasi dalam menjalankan darah kaya oksigen.
2. Distribusi kapiler.
3. Difusi, perjalanan gas ke ruang interstitial dan menembus dinding sel.
4. Metabolisme sel yang melibatkan enzim.
Fungsi utama respirasi ialah pertukaran O2 dan CO2 antara darah dan udara pernapasan.
Fungsi tambahan ialah pengendalian keseimbangan asam basa, metabolisme hormon dan
23
pembuangan partikel. Paru ialah satu-satunya organ tubuh yang menerima darah dari seluruh
curah jantung.1
4.2.5
Mekanisme Pernapasan
Ventilasi adalah istilah untuk pergerakan udara dari dan keluar alveoli. Dua aspek ventilasi
adalah inhalasi dan ekshalasi, yang dijalankan oleh system saraf dan otot-otot pernafasan. Pusat
pernafasan terletak di medulla oblongata dan pons. Fungsi khususnya akan dibahas pada bagian
berikut, tetapi adalah medulla yang membangkitkan impuls untuk otot-otot pernafasan.6
Otot-otot yang dimaksud adalah diafragma dan muskuli interkostale eksterni serta interni.
Diafragma adalah otot berbentuk kubah di bawah paru-paru; ketika otot ini berkontraksi,
diafragma akan mendatar dan bergerak ke bawah. Muskuli interkostale eksterni menarik iga ke
atas dan ke sisi luar, dan muskuli interkostale interni menarik iga ke bawah dan ke dalam.
Ventilasi adalah hasil kerja otot respirasi yang menghasilkan perubahan tekanan dalam alveoli
dan pohon bronkial.
Dengan memperhatikan proses pernapasan, ada tiga penekanan penting, yaitu:6
1. Tekanan atmosfer: tekanan udara di sekitar kita. Pada permukaan laut, tekanan atmosfer
adalah 760 mmHg. Tentu saja pada ketinggian yang lebih, tekanan atmosfer menurun.
24
2. Tekanan interpleural: tekanan dalam ruangan potensial pleura antara pleura parietal dan
pleura viseral. Ruang ini lebih tepat disebut potensial daripada ruang yang nyata. Suatu
lapisan tipis cairan serosa menyebabkan dua membran pleura terpisah satu sama lain.
Tekanan intrapleural senantiasa sedikit dibawah tekanan atmosfer (sekiar 756 mmHg),
dan ini disebut tekanan negatif. Paru-paru yang elastis selalu cenderung kolaps dan
menarik pleura viseralis menjauhi pleura parietalis. Namun, cairan serosa mencegah
kedua membran pleura ini terpisah.
3. Tekanan intra pulmonal: tekanan dalam pohon bronkus dan alveoli. Tekanan ini
berfluktuasi antara di bawah dan di atas tekanan atmosfer selama masing-masing siklus
pernafasan.
Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukkan udara (inspirasi) dan
pengeluaran udara ( ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu
pernapasan dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
a. Pernapasan Dada
Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk.
Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut.
1). Fase inspirasi
Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada
mengembang.Pengembangan
rongga
dada
menyebabkan
volume
paru-paru
juga
mengembang akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan
di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk
2) Fase ekspirasi
Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula
yang dikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Rongga dada
25
yang mengecil menyebabkan volume paru-paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam
rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan udara
dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.
b. Pernapasan Perut
Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktivitas
otot-otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan
perut dapat dibedakan menjadi dua fase, yakni:
1) Fase inspirasi
Fase inspirasi merupakan kontraksi otot diafragma sehingga mengembang, akibatnya paruparu ikut mengembang.Hal tersebut menyebabkan rongga dada membesar dan tekanan
udara di dalam paru-paru lebih kecil daripada tekanan udara luar sehingga udara luar dapat
masuk ke dalam.
2) Fase ekspirasi
Fase ekspirasi merupakan fase relaksasi otot diafragma (kembali ke posisi semula)
sehingga rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paruparu lebih besar daripada
tekanan udara luar, akibatnya udara keluar dari paru-paru.
26
27
kira-kira 280 juta molekul Hb. Satu molekul Hb sanggup mengikat 4 molekul O 2 membentuk
HbO2 oksi-hemoglobin. Satu gram Hb dapat mengikat 1,34-1,39 ml O2.1
Hb adalah protein konjugasi dengan berat molekul 66,700. Bentuk Hb normal hanya HbA
(adult, dewasa) mengandung banyak 2,3 DPG (DiPhosphoGliserat) yang memudahkan O 2 lepas
dari Hb dan HbF (fetal) mengandung sedikit 2,3 DPG. HbF menghilang setelah bayi berusia 4-6
bulan.Jenis Hb lain abnormal.MyoHb adalah jenis Hb yang berada di otot lurik yang hanya
sanggup mengikat 1 molekul O2 dan melepas O2 kalau benar-benar PaO2 rendah.1
Dalam keadaan normal 100 ml darah yang meninggalkan kapiler mengangkut 200 ml O 2.
Rata-rata dewasa muda normal membutuhkan O2 setiap menitnya 225 ml. Oksigen yang masuk
ke dalam darah dari alveoli sebagian besar diikat oleh Hb dan sisanya larut dalam plasma:1
O2 + Hb <--> HbO2 (97%)
O2 + plasma <--> larut (3%)
Jika semua molekul Hb mengikat O2 secara penuh, maka saturasinya 100%.Jika
kemampuan setiap molekul Hb hanya mengikat 2 molekul O2, maka saturasinya 50%. Jumlah O 2
yang larut dalam 100 ml darah adalah 0,29 ml pada tekanan PaO 2 95 mmHg dan tunduk pada
hukum Henry.1
Konsentrasi gas = a x tekanan bagian
a = koefisien kelarutan gas dalam darah pada suhu tertentu.
Pada suhu normal a O2 = 0,003 ml/dl/mmHg
Ikatan oksigen-hemoglobin dibentuk di dalam paru-paru, yang memiliki PO 2 tinggi.
Namun, ikatan ini relative tidak stabil, dan ketika darah melewati jaringan dengan PO 2 rendah,
ikatan pecah, dan oksigen dilepas ke jaringan. Pada keadaan jaringan rendah konsentrasi O 2,
oksigen berlebih yang ada di hemoglobin akan dilepaskan. Ini berarti bahwa jaringan aktif,
seperti otot yang bekerja, menerima lebih banyak oksigen untuk menjalankan respirasi sel.
Faktor lain yang meningkatkan pelepasan oksigen dari hemoglobin adalah PCO 2 yang tinggi
(pada pH yang rendah) dan temperature yang tinggi, keduanya juga merupakan karakteristik
jaringan yang aktif.5
Dalam keadaan biasa, manusia membutuhkan sekitar 300 cc oksigen sehari (24 jam) atau
sekitar 0,5 cc tiap menit. Kebutuhan tersebut berbanding lurus dengan volume udara inspirasi
dan ekspirasi biasa, kecuali dalam keadaan tertentu saat konsentrasi oksigen udara inspirasi
berkurang atau karena hal lain, misalnya konsentrasi hemoglobin darah berkurang. Di dalam
28
proses pertukaran O2 dan CO2, oksigen yang dibutuhkan berdifusi masuk ke darah dalam kapiler
darah yang menyelubungi alveolus. Selanjutnya, sebagian besar oksigen diikat oleh zat warna
darah atau pigmen darah (hemoglobin) untuk diangkut ke sel-sel jaringan tubuh. Secara
sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin dapat diperlihatkan menurut persamaan reaksi
bolak-balik berikut ini:7
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (PO2), perbedaan kadar
O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen ke dalam arteri demikian juga
difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2 dalam udara inspirasi.Tekanan seluruh udara
lingkungan sekitar 1 atmosfer atau 760 mm Hg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160
mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan lebih tinggi daripada tekanan oksigen dalam alveolus
paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu, oksigen dapat masuk ke paru-paru
secara difusi.7
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O 2-nya 104 mm
Hg; menuju ke jantung. Dari jantung, O2 mengalir lewat arteri sistemik yang tekanan O 2-nya 104
mm Hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 -nya 0 40 mm Hg. Di jaringan, O2 ini akan
dipergunakan. Dari jaringan, CO2 akan mengalir melalui vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2
di jaringan di atas 45 mm Hg, lebih tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mmHg.
Dari jantung, CO2 mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan CO 2-nya sama, yaitu 45 mm
Hg. Dari arteri pulmonalis, CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas. Untuk lebih
jelasnya perhatikan skema berikut.
29
Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mmHg dapat mengangkut 19 cc
oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya ada sekitar 12 cc oksigen yang
bertahan dalam darah.
Karbon dioksida (CO2) adalah hasil metabolisme aerobik dalam jaringan perifer dan
produksinya bergantung jenis makanan yang dikonsumsi.Pengangkutan karbondioksida sedikit
lebih rumit.Dalam darah sebagian besar CO2 (70%) diangkut dan diubah menjadi asam karbonat
(HCO3)dengan bantuan enzim carbonic anhydrase (CA).Sebagian kecil CO2 diikat oleh Hb
dalam sel eritrosit. Sisa CO2 (23%) larut dalam plasma:1,6
CO2 + H2O <--> H+ + HCO3- (70%)
CO2 + Plasma <--> Larut (23%)
CO2 + HbNH2<--> H+ + HbNHCOO- (sisanya)
Ketika karbondioksida memasuki darah, sebagian besar berdifusi menuju sel darah
merah, yang di dalamnya terdapat enzim karbonik anhidrase. Enzim mini (yang mengandung
seng) mengatalisis reaksi karbon dioksida dan air untuk membentukasam karbonat:5
CO2 + H2O
H2CO3
H+ + HCO3-
Ion bikarbonat berdifusi keluar dari sel darah merah menuju plasma, meninggalkan ion
Hidrogen (H+) di dalam sel darah merah. Ion H+ yang banyak akan cenderung membuat sel darah
merah terlalu asam, tetapi hemoglobin bertindak sebagai dapar untuk mencegah asidosis. Untuk
mempertahankan keseimbangan ionik, ion klorida (Cl -) dari plasma klorida. CO2 berada di dalam
plasma sebagai bagian ion HCO3-. Ketika darah mencapai paru, daerah dengan PCO2 yang lebih
30
rendah, reaksi ini akan membalik, CO 2 akan kembali dibentuk dan berdifusi menuju alveoli
untuk diekshalasi.6
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH darah
menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat yang menyebabkan darah bersifat asam.
Keasaman tersebut dinetralkan oleh ion-ion natrium dan kalium dalam darah.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 cara, yakni sebagai berikut:
a. Karbondioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan
enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
b. Karbondioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin
(23% dari seluruh CO2).
c. Karbondioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses
berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai
berikut:
PO2 (mmHg)
160
104
40
100
40
PCO2 (mmHg)
0,15
40
45
40
50
31
Parameter yang sering diukur dalam uji faal paru ialah isi paru dengan beberapa
bagiannya. Isi paru ini menggambarkan fungsi statik paru. Ada dua golongan isi paru, yaitu
yang biasa disebut isi paru dan kapasitas.
a. Volume Paru1,6,8
Ada empat jenis isi paru yang masing-masing berdiri sendiri, tidak saling tercampur,
yaitu :
Volume Alun napas (tidal volume), yaitu jumlah udara yang dihisap atau dihembuskan
dalam satu siklus napas. Alun napas waktu istirahat lebih kecil daripada waktu kerja.
Makin berat kerjanya, makin besar alun napas. Tentunya sampai batas tertentu. Apabila
alun napas ini dikalikan dengan frekuensi napas semenit, akan didapat nilai napas
Normalnya, berkisar dari 2000 sampai 3000 ml (rata-rata dewasa +1500 ml).
Volume Cadangan ekspirasi(ERV, ekspiratory reserve volume), yaitu jumlah maksimal
udara yang masih dapat dihembuskan sesudah akhir ekspirasi tenang. Jumlah udara
melebihi tidal volume, yang bisa dikeluarkan dengan ekshalasi paling kuat.Pada
pernafasan tenang, ekspirasi terjadi secara pasif, tidak ada otot ekspirasi yang bekerja.
Ekspirasi hanya terjadi oleh daya lenting dinding dada dan jaringan paru semata-mata.
Posisi rongga dada dan paru pada akhir ekspirasi ini merupakan posisi istirahat. Bila
dari posisi istirahat ini dilakukan gerak ekspirasi sekuat-kuatnya sampai maksimal,
udara cadangan ekspirasi itulah yang keluar.Ekspirasi normal berkisar dari 1000 sampai
32
Kapasitas paru total (TLC, total lung capacity), IRV + TV + ERV + RV, yaitu jumlah
maksimal udara yang dapat dimuat paru pada akhir inspirasi maksimal. Dewasa +5300
ml.
Kapasitas vital (VC, vital capacity ), IRV + TV + ERV, yaitu jumlah maksimal udara
yang dapat dihembuskan dengan sekuat-kuatnya dari posisi akhir inspirasi
maksimal.Dengan kata lain, kapasitas vital adalah jumlah udara yang terlibat pada
inhalasi terdalam yang diikuti oleh ekshalasi terkuat. Jumlah rata-rata berkisar dari
3500 sampai 5000 ml (dewasa +3200 ml).
Kapasitas residu fungsional (FRC, functional residual capacity), ERV+RV, yaitu jumlah
udara yang masih tertinggal dalam paru pada posisi istirahatsetelah akhir ekspirasi
tenang. Dewasa +3300 ml.
diperkirakan berdasarkan tinggi badan dan umurnya, karena otot respirasi mereka menjadi lebih
efisien dengan latihan. Keadaan yang sama juga terjadi pada atlet yang melakukan latihan
rutin. Namun, seorang dengan emfisema, harus bekerja untuk menghembuskan napas, dan
kapasitas vital serta cadangan ekspirasi biasanya lebih rendah daripada rata-rata.
4.2.8
Pengaturan Pernapasan6
Ada dua jenis mekanisme yang mengatur pernapasan; mekanisme saraf dan mekanisme
kimiawi. Karena setiap perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan ditimbulkan oleh impuls
saraf, kita akan membahas mekanisme saraf lebih dahulu.
1. Pengaturan Saraf
Pusat pernapasan terletak di medulla oblongata dan pons, yang merupakan bagian batang
otak. Medula merupakan pusat inspirasi dan ekspirasi.6
Pusat respirasi merupakan kelompok neuron luas terletak di substansia retikuler medula
oblongata dan pons terdiri dari pusat apnestik, area pneumotaksis, area ekspiratori dan area
inspiratori. Diafragma diinervasi oleh nervus frenikus yang keluar dari akar saraf C3-5. Trauma
servikal di atas C5 akan mengganggu pernapasan spontan karena selain nervus frenikus juga
saraf interkostal terkena.1
Perangsangan nervus vagus akan menyebabkan konstriksi dan sekresi bronkus via
reseptor muskarinik. Sebaliknya perangsangan terhadap simpatis T1-4 akan menyebabkan
dilatasi bronkus via reseptor beta-2. Stimulasi reseptor adrenergik alfa-1 akan menurunkan
sekresi.1
Pusat inspirasi secara otomatis membangkitkan impuls dalam irama ritmis. Impuls ini
berjalan sepanjang saraf menuju otot respirasi untuk merangsang kontraksinya. Hasilnya adalah
inhalasi. Saat paru-paru terinflasi, beroreseptor di jaringan paru mendeteksi perengangan ini dan
membangkitkan impuls sensorik menuju medula; impuls ini mulai mendepresi pusat inspirasi. Ini
disebut refleks inflasi Hering-Bauer, yang membantu mencegah paru yang berlebihan.6
Ketika pusat inspirasi terdepresi, terjadilah penurunan impuls yang menuju otot
pernapasan, yang akan berelaksasi untuk menimbulkan ekshalasi. Kemudian pusat inspirasi aktif
kembali untuk memulai siklus pernapasan lain. Ketika dibutuhkan ekshalasi yang lebih kuat,
seperti ketika melakukan latihan, pusat inspirasi mengaktifkan pusat ekspirasi, yang
membangkitkan impuls menuju muskuli interkostale interni dan muskuli abdominis.
34
Dua pusat pernapasan di pons yang bekerja dengan pusat inspirasi menghasilkan irama
pernapasan normal. Pusat apneustik memperlama inhalasi, dan kemudian diinterupsi oleh impuls
dari pusat pneumotaksis, yang merupakan salah satu yang mempengaruhi ekshalasi. Pada
pernapasan normal, inhalasi berlangsung satu sampai dua detik, diikuti oleh ekshalasi yang
sedikit lebih lama (dua sampai tiga detik), yang menghasilkan kisaran normal frekuensi
pernapasan antara 12-20 x/menit.6
Kondisi emosi biasanya mempengaruhi respirasi; ketakutan yang tiba-tiba bisa
menyebabkan terengah-engah dan teriakan, dan kemarahan biasanya mempercepat pernapasan.
Pada situasi ini, impuls dari hipotalamus memodifikasi keluaran dari medula. Korteks serebral
mampu mengubah kecepatan atau irama pernapasan kita secara volunter untuk berbicara,
menyanyi, bernapas lebih cepat atau lambat, bahkan untuk berhenti bernapas sekitar satu sampai
dua menit. Namun, perubahan tersebut tidak bisa terus-menerus, dan medula, pada akhirnya akan
mengambil kendali.
Batuk dan bersin merupakan refleks untuk mengeluarkan iritan dari jalan napas; medula
berisi pusat bagi kedua refleks ini. Bersin dirangsang oleh bahan yang mengiritasi mukosa
hidung, dan batuk dirangsang oleh iritasi pada mukosa faring, laring atau trakea Kerja refleks
pada hakikatnya sama untuk keduanya: suatu inhalasi diikuti ekshalasi yang dimulai dengan
penutupan glotis terbuka tiba-tiba dan ekshalasi terjadi eksplosif.Batuk akan langsung
dikeluarkan lewat mulut, sementara bersin langsung dikeluarkan lewat hidung.8
Pada batuk, terdapat suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh lintasan
neuronal medula, menyebabkan efek antara lain: (1) kira-kira 2,5liter udara diinspirasi;
(2)Epiglotis menutup, dan pita suara menutup erat-erat untuk menjerat udara dalam paru;
(3)Otot-otot perut berkontraksi dengan kuat mendorong diafragma, sedangkan otot-otot ekspirasi
lainnya, seperti interkostalis internus, juga berkontraksi kuat, akibatnya tekanan dalam paru
meningkat sampai 100 mmHg atau lebih; (4)Pita suara dengan epiglottis sekonyong-konyong
terbuka lebar, sehingga udara bertekanan tinggi dalam paru meledak keluar, biasanya dengan
kecepatan 75-100 mil/jam, selanjutnya terdapat penekanan kuat pada paru yang menyebabkan
bronkus dan trakea menjadi kolaps sehingga bagian yang tidak berkartilago ini berinvaginasi ke
dalam, akibatnya udara yang meledak tersebut benar-benar mengalir melalui celah-celah bronkus
dan trakea. Udara yang mengalir dengan cepat tersebut biasanya membawa pula benda asing
apapun yang terdapat dalam bronkus atau trakea.8
35
Refleks bersin sangat mirip dengan refleks batuk kecuali bahwa refleks ini berlangsung
pada saluran hidung, bukan pada saluran napas bagian bawah.Rangsangan yang menimbulkan
refleks bersin adalah iritasi dalam saluran hidung, impuls aferen berjalan dalam nervus V menuju
medula, di mana refleks ini dicetuskan.Terjadi serangkaian reaksi mirip dengan reflek batuk;
tetapi, uvula ditekan, sehingga sejumlah besar udara dengan cepat melalui hidung, dengan
demikian membantu membersihkan saluran hidung dari benda asing.8
Refleks ekspirasi yang lain adalah menguap. Kebanyakan kita menguap ketika lelah,
tetapi stimulus untuk dan tujuan menguap tidak diketahui dengan pasti. Ada beberapa
kemungkinan, seperti kekurangan oksigen atau akumulasi karbon dioksida, tetapi yang benarbenar pasti belum diketahui. Demikian juga, kita tidak tahu kenapa menguap itu menular, tetapi
dengan melihat seseorang menguap hamper dipastikan membuat diri kita juga menguap.5
Pengaturan otot-otot bronkiolus oleh sistem saraf dan sistem setempat dilatasi simpatis
pada bronkiolus.8
Pengaturan lansung bronkiolus karena serabut saraf simpatis sifatnya relative lemah
karena beberapa serabut ini menembus masuk kebagian pusat dari paru. Namun, cabang bronkus
sangat terpapar dengan noreepinefrin dan epinefrin, yang dilepaskan kedalam darah ole
peransangan simpatis dari medulla kelenjar adrenal. Kedua hormone ini terutama epinefrin,
karena peransangannya yang lebih besar pada reseptor beta adrenergic menyebabkan dilatasi
cabang bronkus.8
Konstriksi Parasimpatis Pada Bronkiolus.8
Beberapa serabut saraf parasimpatis yang berasal dari nervus vagus menembus parenkim
paru. Saraf ini menyekresikan asetilkolin dan bila diaktivasi akan menyebabkan konstriksi ringan
sampai sedang pada bronkiolus. Bila proses penyakit seperti asma telah menyebabkan beberapa
konstriksi pada bronkiolus, maka adanya peransangan saraf parasimpatis berikutnya seringkali
memperburuk keadaan. Bila hal ini terjadi maka pemberian obat-obatan atropine, kadang-kadang
dapat merelaksasikan jalan pernafasan sehingga cukup untuk mengatasi obstruksi.
Kadang-kadang saraf parasimpatis diaktivasi oleh reflex yang berasal dari paru. Sebagian
besar diawali dengan iritasi pada membrane epitel jalan nafas itu sendiri, yang dicetuskan oleh
gas beracun, debu, asap rokok, atau infeksi bronchial. Reflex konstriktor bronkiolar juga
seringkali terjadi bila mikroemboli menumbat arteri paru yang kecil.
Faktor-faktor sekresi lokal yang sering menyebabkan konstriksi bronkiolus.8
36
Beberapa substansi yang terbentuk dalam paru itu sendiri sering kali sangat aktif
menyebabkan konstriksi bronkiolus. Dua diantaranya yang penting adalah histamine dan
substansi anafilaksis yang bereaksi lambat. Keduanya dilepaskan dalam jaringan paru oleh sel
mast selama reaksi alergi, terutama yang disebabkan serbuk sari dalam udara. Oleh karena itu,
kedua substansi tersebut memegang peranan penting sebagai penyebab obstruksi saluran nafas
yang terjadi pada asma alergika, terutama substansi anafilaksis yang bereaksi lambat.
Bahan iritan yang juga menyebabkan reflex konstriktor parasimpatis pada saluran nafas,
seperti rokok, debu, sulfur dioksida, dan beberapa elemen asam dalam kabut asap dpat memicu
reaksi non saraf setempat yang menyebabkan konstriksi obstruksi jalan nafas.
Mucous yang melapisi saluran pernafasan, dan kerja silia untuk membersihkan jalan
nafas. .8
Seluruh saluran nafas, dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap
lembab oleh lapisan mucus yang melapisi seluruh permukaan. Mucus ini disekresikan sebagian
oleh sel goblet mukosa dalam lapisan eptel saluran nafas, dan sebagian lagi oleh kelenjar
submukosa yang kecil. Selain untuk mempertahankan kelembapan permukaan, mucus juga
menangkap partikel-partikel kecil dari udara inspirasi dan menahannya agar tidak sampai ke
alveoli. Mucus itu sendiri dikeluarkan dari saluran nafas dengan cara sebagai berikut:
Seluruh permukaan saluran nafas, baik dalam hidung maupun dalam saluran nafas bagian
bawah sampai sejauh bronkiolus terminalis, dilapisi oleh epitel bersilia, dengan kira-kira 200
silia pada setiap sel epitel. Silia ini terus menerus memukul dengan kecepatan 10-20 kali perdetik
dan arah kekuatan memukulnya selalu mengarah ke faring. Dengan demikian, silia dalam paru
memeukul kea rah atas, sedangkan silia dalam hidung memukul kea rah bawah. Pukulan yang
terus menerus ini menyebabkan selubung mucus ini mengalir dengan lambat, pada kecepatan
beberapa milliliter per menit, kea rah faring. Kemudian mucus dan partikel-pertikel yang
dijeratnya ditelan atau dibatukkan keluar.
2.
Pengaturan Kimiawi 6
Pengaturan kimiawi mengacu pada efek pernapasan terhadap pH darah dan kadar oksigen
dan karbon dioksida dalam darah. Kemoreseptor yang mendeteksi perubahan dalam gas darah
dan pH terletak di korpus karotikus dan aortikus dan di dalam medula itu sendiri.
37
38
Hipoksemia ringan sampai sedang (saturasi O2 antara 85% sampai 90%) tetap dapat
terjadi pada hampir setengah pasien yang menjalani pembedahan berencana dan menetap mulai
dari beberapa detik sampai 30 menit walau sudah dilakukan penambahan FiO2.
Akibat pertama karena pengaruh anestesia adalah hilangnya tonus otot yang
menyebabkan perubahan keseimbangan antara gaya keluar (otot-otot pernapasan) dan gaya ke
dalam (jaringan elastis paru) sehingga kapasitas residu fungsional (FRC) akan turun. Peristiwa
ini akan menyebabkan penurunan komplians dan peningkatan resistensi pernafasan.
Pemberian opioid seperti morfin atau fentanyl dapat dapat mendepresi respon pusat
pernafasan terhadap hiperkarbia. Efek ini dapat dinetralisasi dengan pemberian antagonis opioid,
yaitu nalokson. Obat anastetik inhalasi juga dapat mendepresi pusat pernafasan dan
menyebabkan perubahan pada aliran darah di paru, sehingga menyebabkan mismatch
ventilasi/perfusi dan penurunan oksigenasi.
Induksi anestesi akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (fungsional residual volume),
mungkin karena pergeseran diafragma ke atas, apalagi setelah pemberian pelumpuh otot.
Menggigil pasca anestesi akan meningkatkan konsumsi O2. Pada perokok berat mukosa jalan
nafas mudah teransang produksi lendir meningkat, darahnya mengandung HbCO kira-kira 10%
dan kemampuan Hb mengikat O2 menurun sampai 25%. Nikotin akan menyebabkan takikardi
dan hipertensi.
Semua obat inhalasi anestesi meningkatkan kadar PaCO2. Anestetik inhalasi
meningkatkan ambang apnoe (kadar PaCO2 turun dimana apnoe terjadi melalui tidak adanya
rangsangan pernapasan yang digerakkan oleh CO2) dan menurunkan respon ventilasi terhadap
hipoksia. Efek terakhir yang sangat penting karena konsentrasi pada subanestetik menekan
peningkatan kompensasi normal dalam ventilasi paru yang terjadi selama hipoksia. Semua
maslah depresi pernafasan oleh obat anestesi dapat diatasi dengan ventilator mekanik selama
operasi berlangsung. Lebih jauh, depresan ventilator memberi efek terahadap anestetik inhalasi
yang diperkecil dengan rangsangan operasi dan peningkatan lamanya anestesi. Obat anestetik
inhalasi juga menekan fungsi mukosiliar saluran pernafasan. Jadi anestesi yang berlangsung lama
dapat menyebabkan penimbunan mucus dan dapat menyebabkan atelektasis serta infeksi saluran
pernafasan. Di lain pihak, obat anestetik inhalasi cenderung bersifat bronkodilator. Efek ini
sudah banyak digunakan pada pasien dengan status asamatikus. Iritasi pernafasan baik karena
batuk atau pengaruh pernafasan lainnya jarang menjadi masalah pada pemberian anestetik
39
inhalasi. Namun, hal ini relative umum dengan desfluran dan induksi mungkin lebih sulit untuk
mengerjaan dengan obat tersebut selain koefisien partisi darah: udara yang rendah. Ketajaman
enfluran dapat memperoleh ketahanan nafas yang dapat membatasi kecepatan induksi.
Penggunaan sevofluran dengan kelarutan dalam darah yang rendah, bau yang tidak menyengat,
tidak mengiritasi saluran pernafasan, dan kardivaskular yang stabil menyebabkan induksi
inhalasi berjalan dengan cepat dan mulus. Umumnya, induksi inhalasi berjalan dengan baik.
Penambahan N2O saat induksi secara nyata mengurangi kejadian eksitasi. Waktu induksi akan
menjadi lbih cepat bila sevofluran diberikan bersama N2O 66%, dimana waktu induksi hanya 45
detik pada infant dan anak yang lebih tua.
40
BAB III
ANALISA KASUS
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
Pada pasien ini datang dengan keluhan benjolan berisi nanah di perut sejak 1 bulan.
Sebelumnya 2,5 tahun yang lalu os mengeluh kepala yang semakin membesar, kemudian os
dilakukan pemasangan selang, Sejak 4 bulan setelah pemasangan selang, selang tertarik kebawah
dan os dilakukan tindakan recovery shunt, kemudian 1 bulan ini terdapat benjolan diperut,
yang awalnya berwarna merah dan lama-kelamaan keluar nanah. Demam (-), Batuk (-), Pilek (-).
Namun pada pemeriksaan fisik paru didapatkan ronkhi dan wheezing dikedua lapangan paru
anak. Selain itu juga tampak selangdi perut bagian kiri. Riwayat asma sebelumnya disangkal,
riwayat asma dalam keluarga juga disangkal.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis yaitu 10.7 10 3/mm3 yang
menandakan sedang adanya infeksi. Tatalaksana pada pasien ini adalah dengan tindakan
Expose/Malfungsio shunt. Tindakan Anestesi pada pasien ini tergolong kepada ASA II, sebab
pasien menderita penyakit sistemik yang tidak mengganggu aktifitas rutin, pada pasien ini
terdapat penyakit sistemik berupa leukositosis.
Anestesi untuk tindakan pada pasien ini menggunakan general anastesi dengan teknik
anastesi intubasi untuk mencegah aspirasi lambung. Selain itu usia pasien 3 tahun dianjurkan
untuk dilakukannya general anestesi mengingat anak seusia ini umumnya tidak kooperatif dan
sering berontak. Selain secara anatomi bentuk kepala relative lebih besar dari orang dewasa
apabila dibandingkan dengan tubuhnya, sedangkan otot leher belum berkembang sehingga
kepala tidak bisa menahan tegaknya kepala. Rongga dada berubah bentuknya sesuai dengan
perkembangan umur, dimana pada usia 2 tahun tulang iga terletek horizontal, otot pernafasan
masih lemah sehingga pernafasan seluruhnya dilakukan oleh diafragma. Laring terletak lebih
41
tinggi, pada anak rimaglotis setinggi C3-C4, sedangkan pada dewasa setinggi C5. Epiglottis
lebih panjang dan kecil, berbentuk seperti U tidak rata dan membentuk sudut 45 dengan dinding
faring sedangkan dewasa letaknya menutupi dasar lidah.
Sebelum dilakukan induksi anestesi, diberikan premedikasi dengan tujuan untuk
menghilangkan atau mengurangi rasa takut, cemas dan gelisah sehingga anak menjadi tenang,
memudahkan dan melancarkan induksi anestesi, mencegah terjadinya perubahan-perubahan
psikologis atau perilaku pasca anestesi, mengurangi sekret pada saluran nafas dan rongga mulut,
sebagai vagolitik mencegah timbulnya reflex vagal akibat obat anestesi, ransangan fisik atau
manipulasi pembedahan. Pada premedikasi ini diberikan ranitidin 50 mg dan ondancetron 4 mg
didalam Ringer laktat 500 ml, untuk mengurangi efek samping berupa mual muntah sebelum dan
sesudah induksi anestesi.
Induksi anestesi diberikan induksi inhalasi Sevoflurance 2, sulpas atropin 0.1 mg,
fentanyl 20 g , profopol 30 mg. Pada pasien ini didapatkan adanya ronkhi dan wheezing
dikedua lapangan paru.
Pemberian induksi inhalasi terlebih dahulu dengan mempertimbangkan bahwa
penangkapan gas anestesi pada paru anak/bayi lebih cepat dibandingkan orang dewasa karena
proporsi jaringan pembuluh darahnya lebih banyak, karena inilah induksi inhalasi pada anak
lebih cepat dibandingkan dewasa.
Ronkhi adalah suara napas tambahan bernada rendah sehingga bersifat sonor, terdengar
tidak mengenakkan (raspy), terjadi pada saluran napas besar seperti trakea bagian bawah dan
bronkus utama. Disebabkan karena udara melewati penyempitan berupa getaran lendir oleh
aliran udara, dapat terjadi pada inspirasi maupun ekspirasi.
Wheezing adalah suara yang terdengar kontinu, nadanya lebih tinggi dibandingkan suara
napas lainnya, sifatnya musikal, disebabkan karena adanya penyempitan saluran napas kecil
(bronkus perifer dan bronkiolus). Karena udara melewati suatu penyempitan, mengi dapat
terjadi, baik pada saat inspirasi maupun saat ekspirasi. Penyempitan jalan napas dapat
disebabkan oleh sekresi berlebihan, konstriksi otot polos, edema mukosa, tumor, maupun benda
asing.
Sebaiknya anak dengan gangguan pernafasan dengan operasi elektif dilakukan
penundaan sampai sembuh, karena anestesi pada penyakit saliran nafas dan paru-paru
mempengaruhi oksigenasi, eliminasi karbondioksida, ambilan gas inhalasi dan meningkatkan
42
insiden infeksi pasca operasi, bila terpaksa harus dilakukan operasi maka dapat dilakukan
pemberian antikolinergik. Antikolinergik atau parasimpatolitik adalah obat-obatan yang
menhambat kerja asetilkolin dengan menempati reseptor-reseptor asetilkolin. Nama lain untuk
antikolinergik adalah antiparasimpatis, antimuskarinik, atau antisapsmodik. Jaringan tubuh dan
organ utama yang dipengaruhi oleh antikolinergik adalah jantung, saluran nafas, saluran
gastrointestinal, kandung kemih, mata dan kelenjar endokrin. Dengan menghambat saraf
parasimpatis maka sistem saraf simpatis menjadi lebih dominan. Respons utama dari
antikolinergik terhadap paru adalah dilatasi bronkus dan mengurangi sekresi bronchial.
Pada pasien ini diberikan antikolinergik berupa sulfas atropine 0,1 mg. Selain itu juga
diberikan fentanyl 20 g , profopol 30 mg. Fentanyl adalah zat sintetik golongan opioid yang
digunakan untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan. Dosis
fentanyl adalah 1-2 g/kgBB, yang pada pasien ini sudah sesuai. Profopol adalah anestesi
intravena yang mempunyai efek sedasi dan menyebabkan pasien yang tidak sadar. Efek pada
sistem pernafasan dapat menurunkan frekuensi nafs dan volume tidal. Untuk dosis profopol
adalah 2-2,5 mg/kgBB, yang pada pasien ini sudah sesuai.
Setelah induksi anestesi berhasil di lakukan intubasi endotrakea untuk menjaga patensi
jalan napas, mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi, dan mencegah aspirasi dan
regurgitasi. Selain itu pada pasien ini intubasi berjalan sempurna tanpa ada faktor penyulit
berupa leher tidak pendek, gigi depan tidak menonjol, dan pada pasien ini merupakan mallampati
grade 1. Tehnik intubasi dilakukan tanpa balon dengan ukuran tube 5. Intubasi tanpa balon
dikarenakan penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawa usia 5 tahun hamper bulat,
sedangkan dewasa seperti hurup D, maka untuk bayi dan anak digunaka tanpa kaf (cuff) dan
untuk anak besar dan dewasa dengan kaf, supaya tidak bocor. Penggunaan kaf pada bayi anak
kecil dapat membuat trauma selaput lendir trakea dan selain itu jika kita ingin menggunakan pipa
trakea dengan kaf pada bayi harus menggunakan ukuran pipa trakea yang diameternya lebih
kecil dan ini membuat risiko tahanan napas lebih besar. Ukuran tube sudah sesuai dengan usia
pasien dan jarak sampai bibir untuk anak usia 3 tahun adalah 13 cm.
Pasien mengaku puasa sejak pukul 03.00 wib. Perlu untuk melakukan penggantian cairan
selama puasa, dikarenakan pasien datang ke ruangan operasi tanpa menggunakan jalur intravena.
Puasa pada anak tidak boleh terlalu lama, karena akan menyebabkan dehidrasi. Puasa susu
dianjurkan 4-6 jam sebelum operasi, tetapi kalau air bening dapat 2 jam sebelum operasi. Tujuan
43
puasa pada pasien yang akan operasi karena reflex laring yang mengalami penurunan selama
operasi. Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko
utama pada pasien-pasien yang menjalani anestesi. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua
passion yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesi harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi anestesi.
Perhitungannya meliputi:
Jumlah cairan yang diberikan sudah dapat menggantikan hilangnya cairan yang terjadi pada
pasien.
Untuk analgetik diberikan Tramadol 100 mg yang merupakan analgetik sentral dengan
afinitas rendah pada reseptor dan kelemahan analgesinya 10-20% dibanding morfin. Tramadol
dapat diberikan dengan dosis 50-100 mg dan dapat diulang 4-6 jam dengan dosis maksimal 400
mg. perhari, berdasarkan teori tersebut pemberian sudah tepat.
Ketorolak 30 mg diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek terhadap nyeri
akut, sedang, berat setelah pembedahan. Dosis awal 10 mg diikuti dengan 10-30 mg tiap 4-6 jam
bila diperlukan , serta pemberian ketoprofen suppositoria yang juga berperanan sebagai analgetik
dan antiinflamasi non steroid.
Setelah operasi selesai pasien dibawa ke Recovery Room (RR). Diruang inilah pemulihan
dari anestesi umum atau anestesi regional dilakukan. Pada saat di RR dilakukan monitoring
terhadap kesadaran, dan tanda-tanda vital pasien. pasien dapat keluar dari RR apabila sudah
mencapai skor aldrete labih dari 8. Pada pasien ini didapatkan skor aldrete 10, sehingga pasien
dapat keluar dari RR ke ruang kelas I.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Latief, S.A., Suryadi, K.A. & Dachlan, M.R. Eds. Petunjuk Praktis Anestesiologi. 2nd ed.
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Jakarta; 2009. Hal : 46-47
2. Dahlan MR, Soenarto RF. Buku ajar anestesiologi. Jakarta: Deparemen anestesiologi dan
Intensif Care FKUI; 2012 hal 291-311
3. Sadikin, Z.D. & Elysabeth. Anestetik Umum. Dalam: Farmakologi dan Terapi. G.G,
Sulistia.Ed. 5th ed. Balai Penerbit FKUI. Jakarta; 2009. hal: 122-138,139-160
4. Widiastuti, N.P. 2010. Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi. (online) (diunduh
November 2012). Diunduh dari: http://www.scribd.com/doc/28022703/ Anatomi-danFisiologi-Sistem-Respirasi.
5. Sunarto RF, Susilo C. Buku Ajar Anestiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI/RSCM: 2012.
6. Scanlon, V.C. (Komalasari R., Subekti N.B., Alfrina H., editor). Buku Ajar Anatomi dan
Fisiologi, Edisi 3. Jakarta: EGC, 2006, 315-334.
7. Setiadji, V.S., Nur, B.M., Gunawan, B. Uji Faal Paru, dalam: Cermin Dunia Kedokteran
No. 24, 1981 HAL 7-11.
8. Guyton, A.C., Hall, J.E. (Setiawan Irawati, editor). Buku Ajar fisiologi Kedokteran, Edisi
9. Jakarta: EGC, 1997, 598-612.
9. Ganong, W.F. (Andita Novrianti, dkk., editor). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 22.
Jakarta: EGC, 2008.
45
46