Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot atau nyeri sendi
yang disertai ruam. DBD dapat berkembang menjadi demam berdarah dengue yang disertai
syok (dengue shock syndrome) yang merupakan keadaan darurat medik, dengan angka
kematian cukup tinggi.1
Anamnesis
Seorang pria berusia 18 tahun dibawa keluarganya ke RS karena penurunan kesadaran
sejak 1 jam SMRS. Berdasarkan keterangan keluarga, pasien telah mengalami demam terus
menerus sejak 5 hari yang lalu. Selama demam, pasien juga mengeluh mual dan myalgia
tanpa batuk dan pilek. 1 hari SMRS pasien tiba-tiba mimisan kira-kira sebanyak 1 sdm.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan pasien ini didapatkan S= 35oC, TD = 60 per palpasi. Nadi sangat
lemah dan cepat, fremitus taktil pada paru kanan melemah dan terdengar redup saat
diperkusi. Suara napas vesikular paru kanan juga melemah. Akral lembab dan dingin.
Pemeriksaan penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan pada darah ditemukan Hb = 16g/dL, Ht = 54%,
leukosit 4.000/ul, trombosit = 40.000/ul
Diagnosis
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka demam
dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran limfosit
plasma biru.
Demam dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia
Ruam kulit
Manifestasi pendarahan
Leukopenia
Diagnosis banding
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan
tifoid, campak, influenza, chikungunya dan leptospirosis.1
Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae.1 mempunyai 4 jenis serotipe yaitu
den-1, den-2, den-3 dan den-4 melalui perantara gigitan nyamuk Aedes aegypti. 1 Keempat
serotipe dengue terdapat di Indonesia, den-3 merupakan serotipe dominan dan banyak
berhubungan dengan kasus berat. Morfologi dan daur hidup nyamuk, Aedes aegypti dewasa
berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan ukuran nyamuk rumah, mempunyai warna
dasar yang hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian-bagian badannya terutama pada
kakinya dan dikenal dari bentuk morfologinya yang khas sebagai nyamuk yang mempunyai
gambaran lira yang putih pada punggungnya. Spesies ini seperti juga nyamuk anophelini
lainnya yang mengalami metamorfosis sempurna. Tempat perindukan utama Aedes aegypti
adalah tempat-tempat berissi ai bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk,
biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk dewasa betina mengisap darah
manusia pada siang hari yang dilakukan baik didalam rumah ataupun diluar rumah.
Penghisap darah dilakukan dari pagi sampai petang dengan dua puncak waktu yaitu setelah
matahari terbat dan sebelum matahari terbenan=m, tempat istirahat Aedes aegypty berupa
semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat dihalaman, juga
berupa benda-benda yang tergantung di dalam rumah. 2 Dalam laboratorium virus dengue
dapat bereplikasi pada hewan mamalia seperti tikus, kelinci, anjing, kelelawar dan primate.
Survei epidemiologi pada hewan ternak didapatkan antibodi terhadap virus dengue pada
hewan kuda, sapi dan babi. Penelitian pada artropoda menunjukkan virus dengue dapat
bereplikasi pada nyamuk genus aedes (stegomyia) dan Toxorhynchites.1
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan inveksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama
A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina daribejana yang berisi
air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan temapt penampungan air lainnya). Beberapa faktor
diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue yaitu:
1. Vektor:
perkembangbiakan
vektor,
kebiasaan
menggigit,
kepadatan
vektor
bahwa
infeksi
virus
dengue
menyebabkan
aktivasi
magrofag
yang
yang mengakibatakn terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma.
Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus antibodi yang juga
mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum
tulang dan destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposelular dan suspresi megakariosit.
Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk
megakariopoiesis. Kadar tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru
menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesus sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi
melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama
proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui
mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobuln dan PF4 yang
merupakan petanda degranulasi trombosit. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus
dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan
terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivsi jalur ekstrinsik.1
Ada dua perubahan patofisiologis utama terjadi pada DHF/DSS. Pertama adalah
peningkatan permeabilitas vaskular yang meningkatkan kehilangan plasma dari kompartemen
vaskular. Keadaan ini mengakibatkan hemokonsentrasi, tekanan nadi rendah, dan tanda shock
lain, bila kehilangan plasma sangat membahayakan. Perubahan kedua adalah gangguan pada
hemostatis yang mencakup perubahan vaskular, trombositopenia, dan koagulopati. 3
mekanisme yang dapat menunjang terjadinya DHF/DSS adalah peningkatan replikasi virus
dalam makrofag oleh antibodi heterotipik. Pada infeksi sekunder dengan virus dari serotipe
yang berbeda dari yang menyebabkan infeksi primer, antibodi reaktif-silang yang gagal untuk
menetralkan virus dapat meningkatkan jumlah monosit terinfeksi saat kompleks antibodi
virus dengue masuk ke dalam sel ini.3
Replikasi Virus
Kompleks virus-antibodi
Aktivasi komplemen
Komplemen
Anafilatoksin (C3a,C5a)
Histamin dalam urin
meningkat
Permeabilitas kapiler meningkat
Ht meningkat
>30% pada kasus syok
24-28 jam
Perembesan plasma
Natrium menurun
Cairan dalam rongga serosa
Hipovolemi
Syok
Anoksia
Asidosis
Meninggal
kritis selama 2-3 hari. Pada eaktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
resiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapatkan pengobatan adekuat.1
Prognosis
Kematian terjadi pada 40-50 % penderita dengan syok, tetapi dengan pengobatan penunjang
yang adekuat, dapat diturunkan, hingga kurang dari 2 %. Keberhasilan bertahan berhubungan
langsung dengan penatalaksanaan intensif dan dini.5
Komplikasi
Dengan makin umumnya infeksi dengue, peningkatan jumlah kasus DF atau penyakit sepertiDHF telah dihubungkan dengan manifestasi takumum. Manifestasi ini termasuk fenomena
sistem saraf pusat seperti kejang, spastisitas, perubahan kesadaran dan paresis transien.
Bentuk kejang halus kadang terjadi selama fase demam pada bayi. Kejang ini mungkin hanya
kejang demam sederhana, karena cairan serebrospinal ditemukan norrmal pada kasus ini.
Intoksikasi air akibat dari pemberian cairan isotonik berlebihan untuk mengatasi pasien
DHF/DSS dengan hiponatremia dapat menimbulkan ensefalopati. Pasien dengan ensefalopati
sebagai komplikasi dari koagulasi intravaskular diseminata juga telah dilaporkan.
Pasien mati dengan manifestasi neorologis telah dilaporkan di India, Indonesia,
Malaysia, Mianmar, Puerto Riko, dan Thailand. Sementara telah ada beberapa laporan
tentang isolasi virus atau anti-dengue IgM dari cairan serebrospinal, sampai kini tidak ada
bukti keterlibatan langsung virus dengue dalam kerusakan neural. Pendarahan intrakranial
dapat terjadi, dan herniasi batang otak karena edema serebral pernah ditemukan. Pada
umumnya, pasien yang telah meningal dengan tanda atau gejala neurologis belum menjadi
subjek untuk studi sutopsi. Baik studi makro dan mikroskopik adalah penting untuk
menentukan sifat dan etiologi manifestasi neurologis yang menyertai penyakit DHF/sepertiDSS fatal.
Perawatan sangat hati-hati harus dilakukan untuk mencegah komplikasi iatrogenik
dalam pengobatan DHF/DSS, untuk mengenalinya dengan cepat bila terjadi dan untuk tidak
keliru terhadap komplikasi iatrogenik yang dapat dicegah dan diatasi dengan temuan
DHF/DSS normal. Komplikasi ini termasuk sepsis, pneumonia, infeksi luka, dan hidrasi
berlebihan. Penggunaan jalur intravena terkontaminasi dapat mengakibatkan sepsis Gramnegatif yang disertai dengan demam, syok dan pendarahan berat; pneumonia dan infeksi lain
dapat menyebabkan demam dan menyulitkan pemulihan. Hidrasi berlebihan dapat
menyebabkan gagal jantung atau pernapasan, yang mungkin dianggap keliru dengan syok.
1. Demam dengue
Pasien DD dapat berobat jalan, tidak perlu dirawat. Pada fase demam pasien dianjurkan
sebagai cairan awal pengganti volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan
penyakit. Perhatian khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus
danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41. Secara umum pasien DBD derajat I danII dapat
dirawat di Puskesmas, rumah sakit kelas D, C dan pada ruang rawat sehari di rumah sakit
kelas B dan A.5
Fase Demam
Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD, bersifat simtomatik dan
suportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak
dapat diberikan oleh karena tidak mau minum, muntah atau nyeri perut yang berlebihan,
maka cairan intravena rumatan perlu diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi
perlu diperhatikan bahwa antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada 7BD.
Parasetamol direkomendasikan untuk pemberian atau dapat di sederhanakan seperti tertera
pada Tabel 1. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi,
anoreksia dan muntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis, sirup,
susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam 4-6 jam pertama.
Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan 80-100 ml/kg BB
dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi, tetap harus diberikan disamping
larutan oralit. Bila terjadi kejang demam, disamping antipiretik diberikan antikonvulsif
selama demam.5
Tabel
Dosis parasetamol 1 Menurut Kelompok Umur
Umur (Tahun)
<1
1-3
4-6
7-12
Tablet(1 tab=500mg)
1
/8
1
/8 - 1/4
1
/4 - 1/2
-1
Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah
waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam. Pemeriksaan
kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk
pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan
pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum
dijumpai perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal satu
kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit
tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak
terlalu sensitif. Untuk Puskesmas yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan
dengan menggunakan Hb. Sahli dengan estimasi nilai Ht = 3 x kadar Hb
Penggantian Volume Plasma
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase penurunan suhu
(fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar pengobatannya adalah penggantian volume
plasma yang hilang. Walaupun demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan
bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama,
sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-28
jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit, dan jumlah
volume urin. Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi
kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan
ditambah5-8%. Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan
terjadinya dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok. (2) Nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam larutan NaCl
0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat 7,46% 1-2 ml/kgBB intravena
bolus perlahan-lahan. Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi
jenis cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dankomposisi cairan yang
diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu cairan
rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), seperti tertera pada tabel 2 dibawah ini.5
Tabel 2
Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang (defisit cairan 5 8 %)
Berat Badan waktu masuk RS (kg)
<7
7 11
12 18
>18
Ada kedaruratan
Tanda syok
Muntah terus menerus
Kejang
kesadaran Menurun
Muntah Darah
Uji tourniquet (+)
Berak darah
(Rumple leede)
Jumlah trombosit
<100.000/ul
Jumlah trombosit
>100.000/ul
Rawat jalan
Tatalaksana Disesuaikan,
(lihat bagan 3,4,5)
Rawat inap
(lihat bagan 3)
Rawat jalan
Parasetamol kontrol tiap
hari sampai demam
menghilang
Lanjutkan cairan
Disesuaikan
15 20 ml/kgBB/jam
10 ml/kgBB/jam
Tambahkan koloid/plasma
Dekstran / FFP
Evaluasi ketat
Tanda vital
Koreksi asidosis
Tanda perdarahan
Evaluasi 1 jam
Syok teratasi
Ht turun
Ht tetap tinggi /
naik koloid
Tetesan 3 ml/kgBB/jam