Anda di halaman 1dari 74

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa
Indonesia baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. (Depkes RI.2007).
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM). Peran gizi dalam pembangunan kualitas SDM telah dibuktikan dari
berbagai penelitian. Gizi kurang pada balita tidak hanya menimbulkan gangguan
pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas di masa
dewasa. (Supariasa, 2001).
Masalah gizi adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tidak
terpenuhinya kebutuhan akan gizi yang diperoleh dari makanan. Balita merupakan
salah satu kelompok rentan kurang gizi karena berada dalam proses tumbuh
kembang yang cepat sehingga kebutuhan zat-zat gizinya relatif lebih tinggi dari
kelompok lain, selain itu mereka rawan terpapar berbagai infeksi. Gizi kurang pada
balita akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual,
serta dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian balita. (Faradewi, 2011).
UNICEF (1998) mengemukakan bahwa faktor -faktor yang mempengaruhi
gizi kurang dibagi menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Dimana
penyebab langsung yaitu makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi.
Sedangkan untuk penyebab tidak langsung yaitu tidak cukupnya persedian pangan,
pola asuh anak yang tidak memadai, pelayanan kesehatan dan gizi, dan kurangnya
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.
Secara nasional, prevalensi berat-kurang

(BB/U) pada

tahun

2013

adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi
kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4
%) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan

terutama

pada

prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010,
dan 5,7 persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9
persen dari 2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu
15,5 persen maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan
sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai 2015. (Riskesdas 2013).
Diantara 33 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat berada pada urutan ke-18
prevalensi gizi buruk-kurang menurut BB/U. Namun prevalensi gizi-buruk-kurang
menurut TB/U Sumatera Barat berada pada urutan ke-17 di Indonesia. (Riskesdas
2013).

Berdasarkan data dinas kesehatan Sumatra Barat tahun 2012, daerah yang
paling bermasalah dengan gizi yaitu Solok Selatan, Mentawai, dan Pesisir Selatan.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan april tahun 2012 anak gizi
kurang mencapai 17 % dari 44.538 orang balita.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2013,
status gizi balita di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan indeks BB/U yaitu, gizi
sangat kurang 1,6%, gizi kurang 7,6%, gizi normal 89,5%, dan gizi lebih 1,1%.
Berdasarkan indeks TB/U yaitu, sangat pendek 5,3%, pendek 12,3%, dan normal
82,4%. Berdasarkan indeks BB/TB yaitu, sangat kurus 0,9%, kurus 4,3%, normal
91,3%, dan gemuk 3,5%.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2013,
status gizi balita di Kabupaten Pesisir Selatan berdasarkan indeks BB/U yaitu, gizi
sangat kurang 1,2%, gizi kurang 7,1%, gizi normal 90,6%, dan gizi lebih 1,1%.
Berdasarkan indeks TB/U yaitu, sangat pendek 2,9%, pendek 11,8%, dan normal
85,3%. Berdasarkan indeks BB/TB yaitu, sangat kurus 0,3%, kurus 2,9%, normal
94,4%, dan gemuk 2,4%.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pesisir Selatan tahun 2012 balita
dengan status gizi sangat kurang terjadi kenaikan sebesar 2,46%, gizi kurang terjadi
penurunan sebesar 2,57%. Angka gizi kurang di Pesisir Selatan yaitu 17% belum
mencapai target MDGs yaitu 15% (UNICEF, 1998).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Pesisir Selatan tahun 2012, status
gizi balita di Kecamatan Bayang berdasarkan indeks BB/U yaitu status gizi, gizi
sangat kurang 1,7 %, gizi kurang 8,6%, gizi baik 88,6%, gizi lebih 1,0%.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Usia 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskemas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2014.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Faktor-Faktor Apa Sajakah yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita
Usia 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak Kecamatan Bayang,
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi
makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan
dengan status gizi balita usia 6-59 bulan di Wilayah Kerja puskesmas Koto Berapak,
Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.
2. Tujuan Khusus

a.

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah


Diketahuinya distribusi status gizi balita usia 6-59 bulan berdasarkan BB/U,
BB/TB, TB/U di Wilayah Kerja puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang,

b.

Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.


Diketahuinya distribusi konsumsi makanan balita di Wilayah Kerja puskesmas

c.

Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.


Diketahuinya distribusi penyakit infeksi di Wilayah Kerja puskesmas Koto

d.

Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014


Diketahuinya distribusi tingkat ketersediaan pangan di Wilayah

Kerja

puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan


e.

tahun 2014.
Diketahuinya distribusi pola asuh di Wilayah Kerja puskesmas Koto Berapak,

f.

Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014


Diketahuinya distribusi sistim, jenis, dan fasilitas pelayanan kesehatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten

g.

Pesisir Selatan tahun 2014.


Diketahuinya distribusi kadarzi di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak,

h.

Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.


Diketahuinya hubungan antara konsumsi makanan, penyakit

infeksi,

ketersediaan pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan kadarzi dengan


status gizi balita usia 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak,
Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat memperluas wawasan dan ilmu peneliti serta sebagai sarana
dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama proses pembelajaran
sehingga peneliti mampu mengembangkan potensi diri dalam penelitian
selanjutnya dan bekal untuk menempuh dunia kerja yang luas.
2.

3.

Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi status gizi dan faktor-faktor yang menjadi
penyebab masalah gizi pada balita dan cara pencegahannya.
Bagi Dinas Kesehatan
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan perencanaan
program gizi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita
di wilayah kerja.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan
dengan status gizi balita usia 6-59 bulan di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir
Selatan tahun 2014. Populasi penelitian ini adalah balita usia 6-59 bulan.
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan

Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014. Data dianalisis secara univariat
dan bivariat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan pustaka
I.
Status Gizi
a. Balita
Pada usia balita, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan,
untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimum, diperlukan
berbagai faktor misalnya makanan harus disesuaikan dengan keperluan anak
yang sedang tumbuh. Penyakit infeksi akut maupun kronis menghambat
pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pencegahan penyakit
menular merupakan hal yang penting, disamping diperlukan bimbingan,
pembinaan dan perasaan aman dan kasih sayang dari ayah dan ibu yang hidup
rukun, bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang sehat.

Bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai balita merupakan salah
satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita
dimulai dari dua sampai lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan
yaitu 6-59 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah,
pertambahan berat badan menurun terutama diawal balita. Hal ini terjadi
karena balita menggunakan banyak energi untuk bergerak. (staf pengajar ilmu
b.

kesehatan anak fakultas kedokteran UI, 2002 : 155)


Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk untuk variabel
tertentu. Dibedakan menjadi malnutrition dan kurang energi protein.
Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, gizi kurang, dan
gizi lebih.
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang
dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,
penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat zat yang tidak digunakan
untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ
organ serta menghasilkan energi.
Kata gizi mempunyai pengertian lebih luas disamping untuk kesehatan,
gizi dikaitkan dengan status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi,
ketersediaan pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan dan gizi.
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tingkat
kesehatan yang biasanya sering disebut status gizi. Jika tubuh seseorang
berada dalam kondisi status kesehatan gizi yang optimum yang mana jaringan
jenuh dengan semua zat gizi maka disebut dengan status gizi yang optimum.
Dan terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan tubuh yang optimum.
Jika konsumsi makanan yang mempunyai nilai gizi tidak seimbang dengan
kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan yang berakibat dengan status
gizi seseorang seperti malnutrition yang mencakup kelebihan nutrisi/gizi lebih
(overnutrition) dan kekurangan gizi atau gizi kurang (undernutrition). Penyakitpenyakit akibat kelebihan atau kekurangan zat gizi dan yang telah menjadi
kesehatan masyarakat.
Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor
primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas ataupun
kualitas yang disebabkan, kebiasaan makan yang salah, penyakit infeksi,
ketersediaan pangan yang tidak mencukupi, pola asuh yang tidak baik, dan
pelayanan kesehatan dan gizi yang kurang memadai. Faktor sekunder meliputi
semua faktor yang menyebabkan zat zat gizi tidak sampai di sel sel tubuh.

c.

Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi 2 yaitu pengukuran secara
langsung dan tidak langsung, secara langsung yaitu pengukuran antropometri,
pengukuran secara biokimia, pengukuran klinis dan pengukuran biofisik.
Sedangkan secara tidak langsung yaitu survei konsumsi yaitu statistik vital dan
faktor ekologi.
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam bsar, jumlah, ukuran,
dan

fungsi

tingkat

sel

yang

dikur

dalam

ukuran

berat.

Sedangkan

perkembangan berkaitan dengan bertambahnya kemampuan yang diakibatkan


kematangan sistem saraf pusat khususnya diotak. Perkembangan tidak dapat
diukur secara antropometri tetapi karena pertumbuhan dan perkembangan
mencakup dua peristiwa saling berkaitan dan sulit dipisahkan sehingga
perkembangan searah dengan pertumbuhannya.
Unicef dan Jonsson membuat model interaksi tumbuh kembang anak
dengan melihat penyebab dasar, sebab tidak langsung dan sebab langsung.
Sebab langsung adalah kecukupan dan keadaan kesehatan. Penyebab tidak
langsung adalah ketahanan makanan keluarga, asuhan bagi ibu dan anak,
pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan dan penyebab yang
paling mendasar dari tumbuh kembang anak masalah struktur politik dan
d.

ideologi serta struktur ekonomi yang dilandasi potensi sumber daya.


Ukuran Antropometri Gizi
a. Linear
Ukuran yang berhubungan dengan panjang. Contoh ukuran linear
adalah panjang badan, lingkar dada, dan lingkar kepala. Ukuran linear yang
rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan
energi dan protein yang diderita waktu lampau. Ukuran linear yang paling
sering digunakan adalah tinggi badan dan panjang badan.
b. Pertumbuhan masa jaringan
Bentuk dan ukuran dan massa jaringan adalah massa tubuh. Contoh
ukuran masaa jaringan adalah berat badan, lingkar lengan atas ( LILA ) dan
tebal lemak bawah kulit. apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan
keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita
pada waktu pengukuran dilakukan. Ukuran massa jaringan adalah berat
badan.
Cara pengukuran status gizi pada balita yang paling sering digunakan
adalah antropometri gizi. WHO 20005 mengklasifikasikan status gizi
menggunakan Z-score yaitu suatu angka BB, PB, atau TB terhadap standar
deviasinya menurut usia dan jenis kelaminnya.
Umur memegang peranan penting dalam penentuan status guizi.
Penentuan umur yang salah tentunya akan menyebabkan kesalahan dalam
menginterpretasikan status gizi. Penimbangan berat badan yang akurat tidak

memiliki arti apabila tidak diserta dengan penentuan umur yang tepat.
berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks berat badan menurut umur
digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi karena lebih
menggambarkan status gizi seseorang.
e.

Klasifikasi Status Gizi


Menurut WHO Antro 2005 kategori dan ambang batas status gizi anak
berdasarkan indeks :
Indeks

Berat badan menurut umur


(BB/U)
anak umur 0-60 bulan
Panjang badan menurut
umur
(PB/U) atau Tinggi menurut
umur (TB/U)
Anak umur 0-60 bulan
Berat badan menurut panjang
badan (BB/PB) atau berat
badan menurut tinggi badan
(BB/TB) Anak umur 0-60 bln
Indeks massa tubuh menurut
umur (IMT/U)
Anak umur 0-60 bulan

Kategori status

Ambang batas (z-Score)

gizi
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi

<-3 SD
3 SD sampai dengan -2SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2SD
-3SD
-3SD sampai dengan <2SD
-2SD sampai dengan 2SD
>2SD

Sangat kurus

<-3SD

Kurus
Normal

-3SD sampai dengan <-2SD


-2SD sampai dengan 2SD

Gemuk

>2SD

Sangat kurus

<-3SD

Kurus
-3SD sampai dengan <-2SD
Normal
-2SD sampai dengan 2SD
Gemuk
>2SD
Indeks massa tubuh menurut
Sangat kurus
<-3SD
umur (IMT/U)
Kurus
-3SD sampai dengan <-2SD
Anak umur 5-18 th
Normal
-2SD sampai dengan 1SD
Gemuk
>1SD sampai dengan 2SD
Obesitas
>2SD
Sumber : ( Keputusan Menkes RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010, WHO Antro 2005 ).
f.

Pola Konsumsi Makanan


Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi.Ditentukan
oleh kualitas serta kuantitas hidangan yang mempunyai semua zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh
yang berdasarkan dari kualitas dan kuantitasnya maka akan menghasilkan
kesehatan yang baik untuk tubuh. Tingkat kesehatan dilihat dari gizi yang
sesuai.Tingkat kesehatan gizi merupakan defiesiensi dari hasil kosumsi juga
terjadi pada orang sehat.Gejala-gejalanya bisa berupa berat badan yang
kurang dari ideal, dan penyediaan zat gizi tidak mencukupi.

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi dapat dibagi dalam


beberapa golongan:
a. Penyakti gizi lebih (obesitas)
Penyakit gizi lebih berhubungan dengan kelebihan energi yang
dikonsumsi sehari-hari.Ada tiga zat gizi sebagai penghasil energi utama
adalah karbohidrat, lemak dan protein. Yang mana jika kelebihan zat ini
akan dirubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh dibawah kulit. Jika
dibiarkan menumpuk lemak bisa berakibat dengan sistem kerja jantung,
akibat flag-flag lemak yang menempel pada dinding jantung.
b. Penyakit gizi kurang (malnutrition dan undernutrition)
Penyakit gizi kurang mencakup semua konsumsi makanan yang tidak
seimbang dan tidak mencukupi asupan kebutuhan tubuh .Gejala subyektif
yang terutama diderita adalah perasaan lapar atau yang juga bisa disebut
gizi lapar (undernutrition).
Penyakit malnutrition yang sering terjadi biasanya seperti KEP
(kekurangan energi protein) yang biasanya terjadi pada anak berusia balita.
c. Penyakit metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism)
Merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua kepada anak
secara genetik, bermanifestasi sebagai kelainan dalam proses metabolisme
zat gizi tertentu.
d. Penyakit keracunan makanan
Keracunan makanan biasanya terlihat gejala-gejala yang terjadi pada
saluran pencernaan seperti mulas, rasa sakit diperut, mual dan muntah,
serta diare. Sering juga terjadi gejala-gejala yang berhubungan dengan
syaraf, karena banyaknya racun makanan.
e. Penyimpangan positif
Positif deviance dipakai untuk menhjelaskan

suatu

keadaan

penyimpangan positif yang berhubungan dengan kesehatan,pertumbuhan


dan perkembangan anak-anak tertentu dengan anak-anak lain didalam
lingkungan masyarakat atau keluarga yang sama.Secara khusus,pengertian
positive deviance dapat dipakai untuk menjelaskan factor-faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi yang baik dari anak-anak
yang hidup di lingkungan (kumuh),di mana sebagian besar anak lainnya
menderita gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi
mengalami gizi kurang.
1) Asupan Zat Gizi
Menurut Andersen (1973) status gizi dipengaruhi oleh dua hal
utama,yakni

makanan

yang

dikonsumsi

dan

derajat

kesehatan.Konsumsi makanan dipengaruhi pola konsumsi keluarga


dan pola distribusi makanan antar anggota keluarga.Asupan gizi
berpengaruh terhadap status gizi seseorang.Asupan zat gizi yang

kurang dari makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan salah


2)

satu penyebab langsung timbul masalah gizi.


Asupan Energi
Kecukupan energi adalah sejumlah energi dari makanan untuk
mengimbangi energi dari makanan untuk mengimbangi energy yang
digunakan bagi perorangan dengan ukuran komposisi tubuh serta
kegiatan jasmani yang dapat menjamin kesehatan dalam jangka
panjang,serta

tetap

terpeliharanya

segala

kegiatan

yang

dilakukan.Bahan utama penghasil zat gizi adalah makanan pokok


seperti serealia.
Energi dibutuhkan individu untuk memenuhi kebutuhan energy
basal,menunjang proses pertumbuhan dan untuk aktivitas seharihari.Energi dapat diperoleh dari karbohidrat,lemak,dan protein yang
ada didalam bahan makanan.Balita yang kekurangan atau kehilangan
protein dalam jangka lama akan menyebabkan status gizi yang
3)

menurun dan berlanjut menjadi gizi buruk.


Asupan Protein
Fungsi protein bagi tubuh adalah untuk pertumbuhan dan
pemeliharaan jaringan tubuh.Protein sebagai zat pembangun yaitu
merupakan bahan jaringan baru.Bahan makanan hewani merupakan
sumber protein yang baik,dalam jumlah maupun mutu,tetapi hanya
merupakan

18,4

konsumsi

protein

rata-rata

penduduk

Indonesia.Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya dalam protein


adalah kacang-kacangan,dengan kontribusinya rata-rata terhadap
konsumsi protein hanya 9,9 %.Kekurangan protein banyak terdapat
pada masyarakat social ekonomi rendah.Kekurangan protein murni
pada stdium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak
dibawah lima tahun
Tabel 2.1
Angka Kecukupan Gizi 2012
Kecukupan Energi Dan Protein Yang Dianjurkan Untuk
Balita Indonesia,2012
Kelompok

TB
(cm)

BB
(kg)

Umur
Bayi/Anak
0 - < 6 bl
61
6
6 - <12 bl
71
9
1-3 th
91
13
4-6 th
112
19
Sumber Widya Karya Pangan dan Gizi.Jakarta

Energi
(kkal)

Protein
(g)

550
700
1050
1550

12
16
20
28

Cara mengukur pola konsumsi makanan berdasarkan jenis data yang diperoleh dapat
dilakukan dengan cara yaitu sebagai berikut :

1. Metode kualitatif
a. Metode frekuensi makanan ( food frequensi )
b. Metode dietary history
c. Metode telepon
d. Metode pendaftaran makanan
2. Metode kuantitatif
a. Metode recall 24 jam
b. Perkiraan makanan ( estimated food records )
c. Penimbangan makanan ( food weighing )
d. Metode food account
e. Metode inventaris ( inventary method )
f. Pencacatan ( household food record )
3. Metode kualitatif dan kuantitatif
a. Metode recall 24 jam
b. Metode riwayat makanan ( dietary history )
c. SQ FFQ
Berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna yaitu :
1. Tingkat nasional yaitu FBS
2. Tingkat rumah tangga
a. pencatatan ( food accound )
b. Metode pendaftaran ( food list )
c. Metode inventaris ( inventory method )
d. Pencacatan makanan rumah tangga ( household food record )
3. Tingkat individu atau perorangan
a. Metode recall 24 jam
b. Metode estimated food records
c. Metode penimbangan makanan
d. Metode dietary history
e. Metode frequensi makanan ( food frequency )
g. Penyakit Infeksi
Proses terjadinya penyakit infeksi disebabkan adanya interaksi antara
agent ( faktor penyebab ), manusia ( pejamu/host ), dan faktor lingkungan.
Proses interaksi ini disebabakan agent atau penyebab penyakit kontak dengan
manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan.
a. Faktor Agent
Agent sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup
atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.
Agent berupa unsur hidup yang terdiri dari :
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Virus
Bakteri
Jamur
Parasit
Protozoa
Metazoa

Agent berupa unsur mati berupa :


1)
Fisika : sinar radioaktif
2) Kimia : karbon monoksida, obat obatan, pestisida. Hg, Cadmiun, Arsen
3) Fisik : benturan atau tekanan
Unsur pokok kehidupan :
1) Air

10

2) Udara
b. Faktor Pejamu
Pejamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga
menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit. Faktor ini disebut faktor
intrinsik. Faktor pejamu dan agent dapat diumpakan sebagai tanah dan
benih. Tumbuhnya benih tergantung keadaan tanah yang dianalogikan
dengan timbulnya penyakit yang tergantung keadaan pejamu.
Faktor pejamu yang merupakan faktor resiko timbulnya penyakit
adalah sebagai berikut:
1) Genetik. Misalnya penyakitnya herediter seperti hemophilia, sickle cell
2)

anemia dan gangguan glukosa 6 fosfotase.


Umur. Misalnya usia lanjut untuk terkena karsinoma, penyalit jantung,

dll.
3) Jenis kelamin. Misalnya penyakit kelenjer gondok, kolosistitis, reumatoid
artritis, diabetes melitus, penyakit jantung dan hipertensi.
4) Keadaan fisiologis. Kehamilan dan persalinan memudahkan terjadinya
berbagai penyakit seperti keracunana kehamilan, anemia, dan psikosis
pasca partum.
5) Kekebalan. Orang orang yang tidak mempunyai kekebalan terhadapa
suatu penyakit akan terkena suatu penyakit.
c. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya
penyakit. faktor ini disebut faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan berupa
lingkungan fisik, biologis, sosial ekonomi.
Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan oleh makanan.
Makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan
makanan yang baik tetapi karena sakit siare atau demam dapat menderita
kurang gizi. Demikian pada naka yang makannya tidak cukup baik maka
daya tahan tubuh akan melenmah dan mudah terserang penyakit.
Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama sama
merupakan penyebab kurang gizi.
h.

Pola Asuh
Pola pengasuhan anak adalah aktivitas yang berhubungan pemenuhan
pangan, pemeliharaan fisik dan perhatian terhadap anak, pengasuhan anak
meliputi aktivitas perawatan terkait gizi atau persiapan makanan dan menyusui,
pencegahan dan pengobatab penyakit dan memandikan anak, membersihkan
rumah.

11

Pola asuh makan sebagai praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan


oleh ibu kepada anak dengan cara dan situasi makan selain pola asuh makan,
pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu juga turut mempengaruhi status
kesehatan anak balita, pada akhirnya akan mempengaruhi status anak balita
secara langsung.
Analisis pola asuh yang dpaat dikaji adalah pemebrian ASI pada anak
balita. Berdasarkan Susenas 1995 dan 2003 secara nasional pemebrian Asi
terutama pada bayidibawah satu tahun menurun dari 46,5 % tahun 1995
menjadi 31,1 % pada tahun 2003.
Pola pengasuhan anak yang kurang memadai, sehingga setiap keluarga
dan masyarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian dukungan
terhadap anak agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan normal fisik,
mental dan sosial.
i.

Pelayanan Kesehatan dan Hygien Sanitasi Lingkungan


Adalah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan air bersih yang
terjangkau oleh seluruh keluarga. Faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat
pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan,
pengetahuan dan keterampilan keluarga kemungkinan keluarga akan makin
banyak memanfaatkan pelayanan yang ada.

j.

Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi)


Keluarga sadar gizi adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang,
yang mengerti dan memahami pentingnya fungsi serta manfaat gizi (Depkes,
2004. hlm. 6).
Keluarga sadar gizi (kadarzi) adalah suatu keluarga yang mampu
mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya
(Suparmanto,2006: 4).
Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) diharapkan mampu mengatasi masalah
gizi diatas. Keluarga dikatakan sadar gizi apabila sudah mempraktikkan
perilaku gizi yang baik. Perilaku gizi tersebut antara lain :
a. Menimbang berat badan secara teratur. Perilaku ini berhubungan dengan
penimbangan berat badan balita setiap bulan, dicatat dalam kartu KMS
(Kartu Menuju Sehat) atau buku KIA.
b. Memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai umur
6 bulan. Perilaku ini berhubungan dengan pemberian ASI saja kepada bayi
yang berumur 0-6 bulan, tidak diberi makanan dan minuman lainnya.
c. Makan beraneka ragam. Perilaku ini berhubungan dengan pemberian balita
konsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah setiap hari.

12

d. Menggunakan

garam

beryodium.

Perilaku

ini

berhubungan

dengan

penggunakan garam beryodium oleh keluarga untuk memasak setiap


harinya.
e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran. Perilaku ini berhubungan dengan
beberapa hal, yaitu : a. Bayi usia 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A biru
pada bulan Februari atau Agustus, b. Anak balita usia 12-15 bulan mendapat
kapsul vitamin A merah setiap bulan Feburari dan Agustus, c. Ibu hamil
mendapat TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan, dan d. Ibu nifas
mendapat dua kapsul A merah : satu kapsul diminum setelah melahirkan dan
satu kapsul lagi diminum pada hari berikutnya paling lambat pada hari ke-28.
B. Kerangka Teori
Dampak
Gizi Kurang
Penyebab langsung

Makanan tidak
penyakit
Seimbang

infeksi

Penyebab tidak lansung


Tidak
Pola asuh
Sanitasi dan
cukup
anak
air
ketersedia
tidak
bersih/pelaya
an pangan
memadai
nan
Kurang pendidikan, pengetahuan dan keterlampilan
kesehatan
dasar tidak
memadai

Keluarga pemberdayaan
pok
wanita dan keluarga, kurang
pemanfaatan SDM

Pokok masalah di masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan


Akar masalah
Krisis ekonomi,
politik dan
sosial
Ketersediaan
Penyebab
gizi kurang ( disesuikan dari bagan UNICEF (1998) the state of the
pangan
worlds children 1998. Oxford Univ. Press)
C. Kerangka Konsep

Konsumsi
makanan

Status Gizi
Balita

Pola asuh
Penyakit infeksi
Pelayanan
kesehatan dan
gizi
KADARZI

13

D. Matrik Definisi Operational


SKALA
VARIABEL
Status Gizi

DEFINISI

CARA UKUR

ALAT UKUR

suatu ukuran

Antropometri

Dacin

mengenai

-BB/U
-TB/U
kondisi tubuh
-BB/TB
seseorang
yang

HASIL UKUR

untuk

mengukur tinggi
badan

UKUR
Ordinal

alat Indeks BB/U


Gizi Buruk
: < -3 SD*

Gizi

Kurang : > -3 Sd

Form umur

dapat dilihat

s/d < -2 SD

dari makanan

Gizi Baik :

yang

> -2 SD s/d < +2

dikonsumsi

SD

dan

penggunaan

Gizi

Lebih : > +2 SD

zat-zat gizi di

TB/U

dalam

< -3 SD Sangat

tubuhdengan

Pendek
- 3 s/d <-2 SD

3 indikator

Pendek
- 2 s/d +2 SD

BB/U, TB/U,
BB/TB

Normal
> +2 SD Tinggi
BB/TB
< -3 SD Sangat
Kurus
- 3 s/d <-2 SD
Kurus
- 2 s/d +2 SD
Normal
> +2 SD Gemuk

14

Rujukan

SK

Menkes no tahun
2010
Konsumsi

Informasi

Makanan

tentang jenis
dan

Wawancara

jumlah

Food recall 2 x Tingkat


24 jam
Formulir FFQ

konsumsi Ordinal

makanan
dikategorikan

makanan

menjadi :

yang

- Zat gizi makro


1. Cukup 80%

dikonsumsi

AKG
2. Kurang < 80%

oleh
responden

AKG
Zat gizi mikro

100%

1.Cukup
AKG

2.Kurang < 100%


AKG
Rujukan : PGRS
Kuesioner

2013
Ya
:

Penyakit

Pernah atau Wawancara

pernah Ordinal

infeksi

tidaknya

menderita penyakit

balita

infeksi

mengalami

terakhir).

gejala

(6

bulan

Tidak

tidak

penyakit

pernah

menderita

infeksi (diare,

penyakit infeksi (6

pertusis,

bulan terakhir).

difteri, ISPA,
disentri,
DBD,
cacingan,TB
C,

polio,

Hepatitis

B,

campak,

dll)

dalam 6 bln
terakhir

15

Ketersediaa

Kemampuan

n Pangan

keluarga

Wawancara

Kuesioner
FFQ

dikategorikan

makanan

menjadi :
1.

Rendah
< median
2. Tinggi

mencukupi
kebutuhan
sehari-hari
asuh Perilaku

Wawancara

kuesioner

Pola

asuh

dalam

terhadap

melakukan

Kategori :

tindakan

median

pangan

ibu

Ordinal

pangan

menyediakan
untuk

Pola

Ketersediaan

yg

ibu Ordinal
anak

1. Baik :
Nilai Tengah
2. Tidak baik :
< Nilai tengah

berkaitan
dengan
masalah gizi
dan
perawatan
Pelayanan

kesehatan
Pemanfaatan

Kesehatan.

dan

KADARZI

Wawancara

Kuesioner

jenis

Baik :

Ordinal

Nilai Tengah

pelayanan

Kurang :

kesehatan

<Nilai Tengah

suatu

Wawancara

Kuesioner

Baik

gerakan yang

Tengah

terkait

Kurang

dengan

Tengah

program
kesehatan
keluarga dan
gizi (KKG),
yang
merupakan
bagian dari
usaha
perbaikan
Gizi Keluarga

16

Nilai
:

<Nilai

Ordinal

(UPGK)

E. Hipotesa
1. Ada hubungan konsumsi makanan dengan status gizi balita.
2. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita.
3.
4.
5.
6.

Ada hubungan ketersediaan pangan dengan status gizi balita.


Ada hubungan pola asuh dengan status gizi balita.
Ada hubungan pelayanan kesehatan dan gizi dengan status gizi balita.
Ada hubungan KADARZI dengan status

BAB III
METODE PENELITIAN

17

A.

Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian survei dengan pendekatan cross sectional .
Dimana variable independennya adalah konsumsi makan, penyakit infeksi,
ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan, pola asuh dan variable dependennya
adalah status gizi di ukur dalam waktu yang bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan pada balita yang berumur 6-59 bulan di
Wilayah Kerja PUSKESMAS Koto Berapak, Kecamatan Bhayang Kabupaten
Pesisir Selatan yang di lakukan pada tanggal 29 Oktober tahun 2014.
C. Populasi dan Sampel
a.

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak
balita usia 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan
Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Dan responden adalah ibu dari balita usia
6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang,
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

b. Sampel
Pengambilan sampel dihitung dengan menggunakan rumus finit.
n=

Z 21 / 2 P(1 P) N
d 2 ( N 1) Z 21 / 2 P(1 P )

Keterangan :
n = Besar Sampel
Z = 1,96 pada derajat kepercayaan 95%
P = Proporsi (50%)
d = Presisi (7%)
N = Populasi
Dari perhitungan di dapat jumlah sampel yaitu 69 orang . Pengambilan sampel
penelitian secara simple random sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan peneliti yaitu:
1. Bersedia menjadi responden
2. Keluarga yang memiliki balita
3. Bisa berkomunikasi dengan baik
D. Jenis dan Cara pengumpulan Data
1.

Data Primer

18

Yang termasuk kedalam data primer status gizi, konsumsi makanan,


penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan.
Data primer didapat dengan wawancara langsung dengan responden dan
menggunakan kuesioner untuk mengetahui konsumsi makanan, penyakit
infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh,dan
Kabupaten

Pesisir

Selatan.

Untuk

pelayanan kesehatan di

mengetahui

konsumsi

makanan

masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan dilakukan dengan menggunakan


format food recall, sedangkan untuk mengetahui status gizi diketahui dengan
pengukuran antropometri BB/U, TB/U, dan BB/TB.
2.

Data Sekunder
Yang termasuk ke dalam data sekunder dalam penelitian ini adalah
data-data yang dikumpulkan dari Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, dan Riskesdas Sumbar 2010. Selain itu juga dari Dinas
Kesehatan setempat, Posyandu dan Puskesmas, yang mencakup profil
daerah, sarana dan prasarana dan program gizi yang ada di daerah tersebut.

E. Teknik Pengolahan Data


Data yang dikumpul dicek kembali apakah ada kesalahan. Kemudian data
di analisis sesuai dengan tujuan penelitian. Sebelum melakukan analisis data
terlebih dahulu diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Langkahlangkah pengolahan data tersebut adalah seabagai berikut :
1. Pemeriksaan data ( Editing )
Data yang telah didapat dari setiap lembaran kuisioner tentang status gizi,
konsumsi makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh dan
pelayan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan
Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014. Dilakukan pengecekan
kembali terhadap isi kuisioner untuk memastikan data yang diperoleh adalah
data yang benar terisi secara lengkap, relevan dan dapat dibaca dengan baik.
2. Mengkode Data (coding)
Setelah data diperiksa kelengkapannya, dan kuisioner telah lengkap, lalu
dilakukan

pemberian

nomor

atau

kode

pada

setiap

jawaban

untuk

memudahkan pengolahan data. Kode yang diberikan sesuai dengan kriteria


teori dari setiap aspek yang mengacu kepada:
a) Variabel status gizi dikategorikan
Kurang : -3 SD < -2 SD
Baik

: - 2 SD sd 2 SD

b) Variabel konsumsi makanan diberi nilai 1 bila anak mengkonsumsi makanan


dan diberi nilai 0 bila anak tidak mengkonsumsi makanan yang diberikan dan
dikategorikan sebagai berikut :

19

Ya
: Apabila anak mengkonsumsi makanan yang diberikan.
Tidak
: Apabila anak tidak mengkonsumsi makanan yang diberikan.
c) Variabel penyakit infeksi diberi nilai 1 bila anak menderita penyakit infeksi
dan diberi nilai 0 bial tidak sakit dan dikategorikan sebagai berikut :
Pernah
: Apabila anak menderita salah satu penyakit infeksi
Tidak pernah
: Tidak ada menderita penyakit
d) Variabel ketersediaan pangan diberi nilai 1 bila ibu mempunyai ketersedian
bahan pangan dan diberi nilai 0 bila ibu tidak memiliki ketersediaan pangan
dan dikategorikan sebagai berikut :
Ya
: Apabila ibu memiliki ketersediaan pangan
Tidak
: Apabila ibu tidak memiliki persediaan pangan
e) Variabel pola asuh diberi nilai 1 bila ibu memberikan pola asuh terhadap
balita nya dan diberi nilai 0 bila ibu tidak memberikan pola asuh terhadap
balita nya dan dikategorikan sebagai berikut :
Ya
: Memberikan pola asuh terhadap balita nya
Tidak
: Tidak memberikan pola asuh terhadap balita nya
f) Variabel pelayanan kesehatan diberi nilai 1 bila anak mendapatkan
pelayanan kesehatan dan diberi nilai 0 bila anak tidak mendapatkan
pelayanan kesehatan dan dikategorikan sebagai berikut :
Ya
: Mendapatkan pelayanan kesehatan
Tidak
: Tidak mendapatkan pelayanan kesehatan
3. Memasukan Data (Entry data)
Memproses data agar dapat dianalisa, memproses data telah dilakukan
dengan cara mengentri data dari format pengumpulan data dari format
pengumpulan data ke master tabel. Data dengan status gizi, konsumsi
makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayan
kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang,
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014, yang telah diberi kode dimasukkan ke
dalam master tabel. Semua data telah di entrikan.
4. Membersihkan data (cleaning)
Data dari status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi, ketersediaan
pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto
Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014, yang
telah dimasukkan kedalam master tabel di cek kembali. Hasilnya tidak
ditemukan kesalahan dalam entri data.
5. Mentabulasikan Data (Tabulating)
Setelah semua data status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi,
ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Berapak

Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2014, terkumpul kemudian dilakukan pentabulasian dengan membuat


master tabel distribusi frekuensi antar masing-masing variabel.
6. Memproses data (Processing)

20

Setelah data status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi,


ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan
tahun 2014, telah dipastikan bersih dari kesalahan, lalu data diolah dan
dilanjutkan dengan analisis univariat dan bivariat.
F.

Analisis data
Proses analisis data dapat di lakukan dengan dua tahap yaitu: analisis data
univariat dan analisis data bivariat.
1.

Analisis Univariat
Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari
jenis data nya. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi
frekuensi variable yang diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
anak balita umur 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak,
Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

2.

Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan independen
data yang disajikan dalam bentuk tabel silang. Pengolahan dilakukan secara
komputerisasi dengan uji chi squere, korelasi, uji statistik lainnya yang
memenuhi syarat dengan kemaknaan yang digunakan = 0.05 dan derajat
kepercayaan 95%.
Jika p value 0.05 berati Ho di tolak dan Ha diterima ini berarti ada
hubungan yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel
independen, tapi jika p value > 0.05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel dependen dan variabel independen.

21

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi (Geografis, Demografis, Sarana Prasarana
kesehatan, Program Kesehatan, dll)
1. Letak Geografis Nagari
Nagari Talaok merupakan salah satu nagari yang teletak di Kecamatan
Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Luas Nagari Talaok 1200 Ha dengan
ketinggian dipermukaan laut 10 M. Nagari Talaok berbatasan dengan :
Sebelah Barat
: Nagari Aur Begalung
Sebelah Timur
: Nagari Gurun Panjang
Sebelah Selatan
: Nagari Kapeh Panji
Sebelah Utara
: Nagari Koto Berapak
Nagari Talaok terdiri dari 2 kampung yaitu :
a. Kampung Talaok
b. Kampung Lubuk Pasing
2. Gambaran Demografis Daerah
Jumlah penduduk Nagari Talaok secara keseluruhan 2.810 jiwa dengan
jumlah penduduk laki-laki 1.388 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 1.422
jiwa yang terdiri dari 753 kepala keluarga dengan rincihan sebagai berikut :
Tabel 4.1
Jumlah penduduk Nagari Talaok
No
Kategori
1 Jumlah total penduduk
2 Jumlah penduduk laki-laki
3 Jumlah penduduk perempuan
Jumlah KK

Jumlah
2.810 orang
1.388 orang
1.422 orang
753 KK

Pekerjaan penduduk talaok pada umumnya petani, namun ada juga yang
berprofesi lain yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.2
Pekerjaan Penduduk Talaok
No
Jenis Pekerjaan
1 Petani
2 Buruh tani

22

Jumlah jiwa
2.819 orang
382 orang

3
4
5
6
7
8
9
10

Buruh/swasta/karyawan
PNS/TNI/POLRI
Pengrajin
Pedagang
Peternak
Nelayan
Montir
Dokter

80 orang
164 orang
11 orang
161 orang
100 orang
190 orang
9 orang
1 orang

3. Sarana dan Prasaranan


Tabel 4.2
Sarana dan Prasarana Pemerintahan
No
1
2
3
4
5

Uraian
Kantor Wali Nagari
Kantor BMN
Computer
Laptop
Mesin TIK

Jumlah
1
1
1
2
1

Tabel 4.3
Sarana Pendidikan
No
1
2
3
4
5
6

Uraian
SD/MI
TK
MAK
TPA
PAUD
Jumlah

Julmlah
3
2
1
3
1
6

7
8
9

Perpustakaan
MTSN
STAI MA
SMK

1
1
1

Tabel 4.4
Sarana Peribadatan
No
1
2

Uraian
Masjid
Mushalla/Surau

Jumlah
3
2

Tabel 4.5
Sarana Olahraga
No
1

Uraian
Jumlah
Lapangan Bulu 1

Tangkis
Lapangan Bola 1
Volly

23

Lapangan

Takraw
Tabel 4.6
Sarana dan Prasarana Kesehatan
No
1
2
3

Uraian
Poskesri
Posyandu
Bidan

Jumlah
1
1
1

B. Karakteristik RT dan Sampel (Jumlah ART, Pendidikan ortu, pekerjaan ortu,


umur sampel, jenis kelamin, BBL)
1. Jumlah Anggota Keluarga
Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata setiap kepala keluarga
memiliki lima anggota keluarga. Dengan anggota keluarga minimal sebanyak tiga
orang anggota keluarga. Dan maksimal anggota keluarga sebanyak 8 orang
anggota keluarga
2. Umur Orang Tua
Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata umur ayah adalah 36
tahun. Dengan umur minimal ayah yaitu 22 tahun. Dan umur maksimal ayah
yaitu 53 tahun. Sedangkan untuk umur ibu rata-rata umurnya adalah 32 tahun.
Dengan umur minimal 17 tahun, dan umur maksimal 46 tahun.
3. Pendidikan Orang Tua
Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata pendidikan terakhir ayah
adalah SLTP (Sekolah Menengah Pertama). Dengan pendidikan minimum yaitu
SD (Sekolah Dasar) dan pendidikan maksimum ayah yaitu

PK (Perguruan

Tinggi). Sedangkan untuk rata-rata pendidikan terakhir ibu adalah SLTA (Sekolah
Menengah Atas). Dengan pendidikan minimum yaitu SD (Sekolah Dasar) dan
pendidikan maksimum ayah yaitu PK (Perguruan Tinggi).
4. Pekerjaan Orang Tua
Dari semua sampel yang telah terpilih hampir setengah dari sampel
yang kepala keluarganya bekerja sebagai petani/nelayan. Selain itu banyak juga
kepala keluarganya yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta. Sedangkan
untuk ibu hampir semua ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.
5. Umur Sampel
Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata balita yang terpilih
sebagai sampel berumur 32 bulan. Dengan umur minimal sampel yaitu 6 bulan
dan umur maksimal sampel 59 bulan.
6. Jenis Kelamin Sampel

24

Dari semua sampel yang telah terpilih 33 sampel berjenis kelamin lakilaki, dan 36 sampel berjenis kelamin perempuan.
7. Berat Badan Lahir
Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata berat badab lahir balita
yaitu 3.2 kg. Dengan berat badan lahir minimum 1.7 kg dan berat badan lahir
maksimum 4.2 kg.
C. Hasil analisis univariat
Dari penelitian yang telah dilakukan di wilayah puskesmas koto barapak
kecamatan baying kabupaten pesisir selatan, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Distribusi status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U, BB/PB
a. Berat badan menurut umur
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan Berat
Badan Menurut Umur Pada Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kanagarian
Talaok Kecamatan Bayang Tahun 2014
Status gizi BB/U
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi normal
Gizi lebih
Total

n
6
10
51
2
69

%
8.7
14.5
73.9
2.9
100.0

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status gizi
normal paling banyak dengan persentase 73,9 %. Balita dengan status gizi
kurang lebih banyak dibandingkan status gizi buruk dengan rata-rata status gizi
berat badan menurut umur 2,71.
b. Tinggi badan menurut umur
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan Tinggi
Badan Menurut Umur Pada Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kanagarian
Talaok Kecamatan Bayang Tahun 2014
Status gizi TB/U
Sangat pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total

n
10
18
40
1
69

%
14.5
26.1
58.0
1.4
100.0

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status
gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur paling banyak pada keadaan

25

normal dengan persentase 58 %. Balita pendek lebih banyak dibandingkan


balita sangat pendek dan terdapat satu orang balita dengan status gizi tinggi
dengan rata-rata status gizi tinggi badan menurut umur 2,46.
c. Tinggi badan menurut berat badan
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan Tinggi
Badan Menurut Berat Badan Pada Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak
Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Status gizi TB/PB
Sangat kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total

n
4
3
61
1
69

%
5.8
4.3
88.4
1.4
100.0

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status
gizi berdasarkan tinggi badan menurut berat badan paling banyak pada
keadaan normal dengan persentase 88,4 %. Balita sangat kurus lebih banyak
dibandingkan balita kurus dan terdapat satu orang balita dengan status gizi
gemuk dengan rata-rata status gizi tinggi badan menurut berat badan 2,86.
2. Distribusi konsumsi makanan balita
a. Konsumsi energi
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Konsumsi Energi Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Energi
Kurang
Cukup
Total

n
17
52
69

%
60.9
39.1
100.0

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi energi balita
yang kurang lebih banyak daripada konsumsi energi cukup dengan persentase
konsumsi energi kurang 60,9 % dan konsumsi energi cukup 27 %. Rata-rata yang
didapatkan 0,39.
b. Konsumsi protein
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Konsumsi Protein Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Protein
Kurang
Cukup

n
17
52

26

%
24.6
75.4

Total

69

100.0

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi protein balita
yang cukup lebih banyak daripada konsumsi energi kurang dengan persentase
konsumsi protein cukup 75,4 % dan konsumsi protein kurang 17 %. Rata-rata yang
didapatkan 0,75.

c. Konsumsi lemak
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Lemak
Kurang
Cukup
Total

n
44
25
69

%
63.8
36.2
100.0

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi lemak balita
yang kurang lebih banyak daripada konsumsi lemak cukup dengan persentase
konsumsi lemak kurang 63,8 % dan konsumsi lemak cukup 36,2 %. Rata-rata yang
didapatkan 0,36.
d. Konsumsi kabohidrat
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Konsumsi Karbohidrat Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Konsumsi
Karbohidrat
Kurang
Cukup
Total

41
28
69

59.4
40.6
100.0

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi karbohidrat balita
yang kurang lebih banyak daripada konsumsi karbohidrat cukup dengan
persentase konsumsi karbohidrat kurang 59,4 % dan konsumsi karbohidrat cukup
40,6 %. Rata-rata yang didapatkan 0,41.
e. Konsumsi Vitamin A
Tabel 4.8

27

Distribusi Frekuensi Konsumsi Vitamin A Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Konsumsi Vitamin

6
63
69

8.7
91.3
100.0

A
Kurang
Cukup
Total

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Vitamin A balita
yang cukup lebih banyak daripada konsumsi Vitamin A kurang dengan persentase
konsumsi Vitamin A cukup 91,3 % dan konsumsi Vitamin A kurang 8,7 %. Rata-rata
yang didapatkan 0,91.
f. Konsumsi Fe
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Konsumsi Fe Balita Pada Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Konsumsi Fe
Kurang
Cukup
Total

n
58
11
69

%
84.1
15.9
100.0

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Fe balita yang
kurang lebih banyak daripada konsumsi Fe cukup dengan persentase konsumsi Fe
kurang 84,1 % dan konsumsi Fe cukup 15,9 %. Rata-rata yang didapatkan 0,16.
g. Konsumsi Zink
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Konsumsi Zink Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Fe
Kurang
Cukup
Total

n
53
16
69

%
76.8
23.2
100.0

Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Zink balita yang
kurang lebih banyak daripada konsumsi Zink cukup dengan persentase konsumsi
Zink kurang 76,8 % dan konsumsi Zink cukup 23,2 %. Rata-rata yang didapatkan
0,23.

28

h. Konsumsi Kalsium
Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Konsumsi Kalsium Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Kalsium
Kurang
Cukup
Total

54
15
69

78.3
21.7
100.0

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Kalsium balita
yang kurang lebih banyak daripada konsumsi Kalsium cukup dengan persentase
konsumsi Kalsium kurang 78,3 % dan konsumsi Kalsium cukup 21,7 %. Rata-rata
yang didapatkan 0,22.
3. Pola Makan Balita
a. Pola Makanan Pokok
Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Pola Makanan Pokok Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Protein
Hewani
Tidak baik
Baik
Total

22
47
69

31.9
68.1
100.0

Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa pola makanan pokok balita
yang baik lebih banyak daripada pola makanan pokok tidak baik

dengan

persentase pola makanan pokok baik 68,1 % dan pola makanan pokok tidak baik
31,9 %. Rata-rata yang didapatkan 0,68.

b. Pola Protein Hewani


Tabel 4.13

29

Distribusi Frekuensi Pola Protein Hewani Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Protein
Hewani
Tidak baik
Baik
Total

16
52
69

23.2
76.8
100.0

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi protein
hewani balita yang baik lebih banyak daripada pola konsumsi protein hewani tidak
baik dengan persentase pola konsumsi protein hewani baik 76,8 % dan pola
konsumsi protein hewani tidak baik 23,2 %. Rata-rata yang didapatkan 0,77.
c. Pola Protein Nabati
Tabel 4.14
Distribusi Frekuensi Pola Protein Nabati Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Protein
Nabati
Tidak baik
Baik
total

42
27
69

60.9
39.1
100.0

Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi protein
nabati balita yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi protein nabati
baik dengan persentase pola konsumsi protein nabati tidak baik 60,9 % dan pola
konsumsi protein nabati baik 39,1 %. Rata-rata yang didapatkan 0,39.

d. Pola Sayur
Tabel 4.15
Distribusi Frekuensi Pola Sayur Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Sayur
Tidak baik

n
37

30

%
53.6

Baik
total

32
69

46.4
100.0

Berdasarkan tabel 4.15 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi sayur balita
yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi sayur baik dengan persentase
pola konsumsi sayur tidak baik 53,6 % dan pola konsumsi sayur baik 46,4 %. Ratarata yang didapatkan 0,46.
d. Pola Buah
Tabel 4.16
Distribusi Frekuensi Pola Buah Balita Pada Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Buah
Tidak baik
Baik
total

n
35
34
69

%
50.7
49.3
100.0

Berdasarkan tabel 4.16 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi buah balita
yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi buah baik dengan persentase
pola konsumsi buah tidak baik 50,7 % dan pola konsumsi buah baik 49,3 %. Ratarata yang didapatkan 0,49
4. Distribusi penyakit infeksi
Tabel 4.17
Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Infeksi
Ya

n
8

%
11.6

terinfeksi
Tidak

61

88.4

terinfeksi
Total

69

100.0

Berdasarkan tabel 4.17 di atas dapat diketahui bahwa balita yang tidak terinfeksi
penyakit lebih banyak daripada balita yang terinfeksi penyakit dengan persentase
balita yang tidak terinfeksi 88,4% dan balita terinfeksi 11,6%.Rata-rata yang
didapatkan 0,88
5. Distribusi tingkat ketersediaan pangan
Tabel 4.18

31

Distribusi Frekuensi Ketersediaan Pangan Pada Balita Umur 6-59 Bulan di


Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Ketersediaan
Pangan
Rendah
Tinggi
Total

27
42
69

39.1
60.9
100.0

Berdasarkan tabel 4.18 Diketahui distribusi frekuensi tingkat ketersediaan pangan


yang dikategorikan tinggi lebih banyak daripada ketersediaan pangan rendah dengan
persentase rendah 39,1% dan tinggi 60,9%.Rata-rata yang didapatkan 0,61.
6. Distribusi pola asuh
Tabel 4.19
Distribusi Frekuensi Pola Asuh Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Pola asuh
Tidak baik
Baik
total

n
30
39
69

%
43.5
56.5
100.0

Berdasarkan tabel 4.19 Diketahui distribusi frekuensi pola asuh baik lebih banyak
daripada pola asuh tidak baik dengan persentase baik 56,5% dan tidak baik 43,5%.
Rata-rata yang didapatkan 0,57.

7. Distribusi system,jenis dan fasilitas pelayanan kesehatan


a. Rumah Sakit
Tabel 4.20
Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Rumah Sakit Pada Balita Umur
6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Rumah sakit
Ya
Tidak
Total

N
12
57
69

%
17.4
82.6
100.0

Berdasarkan tabel 4.20 Diketahui distribusi frekuensi pelayanan kesehatan


rumah sakit lebih banyak tidak dimanfaatkan dengan persentase 82,6%.

32

b. Puskesmas
Tabel 4.21
Distribusi frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Puskesmas
Ya
Tidak
Total

n
17
52
69

%
24.6
75.4
100.0

Berdasarkan tabel 4.21 Diketahui distribusi frekuensi pelayanan kesehatan


puskesmas lebih banyak tidak manfaatkan dengan persentase 75,4 %.
c. Posyandu
Tabel 4.22
Distribusi frekuensi pemanfaatan posyandu Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Posyandu

n
65
3
69

Ya
Tidak
total

%
94.2
4.3
100.0

Berdasarkan tabel 4.22 Diketahui distribusi frekuensi pemanfaatan


posyandu lebih banyak dimanfaatkan dengan persentase 94,2%.
d. Pelayanan Bidan
Tabel 4.23
Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Bidan Pada
Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan
Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Bidan

N
48
20
69

Ya
Tidak
Total

%
69.6
29.0
100.0

Berdasarkan tabel 4.23 Diketahui distribusi frekuensi pelayanan kesehatan bidan


banyak dimanfaatkan dengan persentase 69,6%.
e. Pelayanan Kesehatan lainnya
Tabel 4.24
Distribusi frekuensi pemanfaatan pelayanan kesehatan lainnya pada wilayah kerja
puskesmas koto barapak kecamatan bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Pelayanan

33

Kesehatan lainnya
Tidak
Ada, dukun
Total

54
15
69

78.3
21.7
100.0

Berdasarkan tabel 4.24 Diketahui distribusi frekuensi pelayanan lainnya yang


dikategorikan lebih banyak tidak dimanfaatkan seperti dukun, dengan persentase
78,3%.
8. Distribusi Kadarzi
Tabel 4.25
Distribusi Frekuensi KADARZI Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
KADARZI
Tidak

n
26

%
37.7

baik
Baik
Total

43
69

62.3
100.0

Berdasarkan tabel 4.25 Diketahui distribusi Kadarzi yang baik lebih banyak
dibandingkan kadarzi tidak baik dengan persentase kadarzi baik 62,3% dan kadarzi
tidak baik 37,7%. Rata-rata yang didapatkan 0,62.
D. Hasil Analisis Bivariat
Melihat hubungan variable independen dengan dependen maka digunakan
analisa bivariat sebagai berikut :
1. Hubungan ketersediaan pangan dengan konsumsi makanan Balita Umur 6-59 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
a. Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Makanan Pada Balita
Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan
Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Tabel 4.26
Hubungan Ketersediaan Pangan dengan Konsumsi Energi Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi energi
Ketersediaan
pangan
Tidak baik

Kurang

Total

Cukup

15

55,6

12

44,4

34

27

100

P value

Baik

27

64,3

15

35,7

42

100

Total

42

60,9

27

39,1

69

100

0,637
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi energi kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (64,3%) dibandingkan
dengan yang tidak baik (55,6%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,637
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi energi balita.

Tabel 4.27
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Protein Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi protein
Ketersediaan
pangan

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

18,5

22

81,5

27

100

Baik

12

28,6

30

71,4

42

100

Total

17

24,6

52

75,4

69

100

P value

0,510

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi protein kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (28,6%) dibandingkan
dengan yang tidak baik (18,5%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,510
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi protein balita.

Tabel 4.28
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Karbohidrat Pada Balita Umur
6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Ketersediaan

Konsumsi Karbohidrat

35

Total

P value

pangan

Kurang

Cukup

55,6

27

100

13

31,0

42

100

28

40,6

69

100

Tidak baik

12

44,4

15

Baik

29

69,0

Total

41

59,4

0,075
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi karbohidrat
kurang, lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (69,0%)
dibandingkan dengan yang tidak baik (44,4%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui
p value 0,075 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara
ketersediaan pangan dengan konsumsi karbohidrat balita.
Tabel 4.29
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Lemak Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi lemak
Ketersediaan
pangan

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

16

59,3

11

40,7

27

100

Baik

28

66,7

14

33,3

42

100

Total

44

63,8

25

36,2

69

100

P value

0,713
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi lemak kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (66,7%) dibandingkan
dengan yang tidak baik (59,3%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,713
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi lemak balita.
Tabel 4.30
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Fe Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Ketersediaan
pangan

Konsumsi Fe
Kurang
n

Total

Cukup
n

36

P value
%

Tidak baik

22

81,5

18,5

27

100

Baik

36

85,7

14,3

42

100

Total

58

84,1

11

15,9

69

100

0,895
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Fe kurang, lebih
banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (85,7%) dibandingkan dengan
yang tidak baik (81,5%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,895
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi Fe balita.
Tabel.31
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Vitamin A Pada Balita Umur 659 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Vitamin A
Ketersediaan
pangan

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

11,1

24

88,9

27

100

Baik

7,1

39

92.9

42

100

Total

8,7

63

91,3

69

100

P value

0,672

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi vitamin A kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang tidak baik (11,1%) dibandingkan
dengan yang baik (7,1%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,672
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi vitamin A balita.
Tabel 4.32
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Zink Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi Zink
Ketersediaan
pangan
Tidak baik

Kurang

Total

Cukup

19

70,4

29,6

37

27

100

P value

0,469

Baik

34

81,0

19,0

42

100

Total

53

76,8

16

23,2

69

100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Zink kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (81,0%) dibandingkan
dengan yang tidak baik (70,4%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,469
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi Zink balita.
Tabel 4.33
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Ca Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi Ca
Ketersediaan
pangan

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

18

66,7

33,3

27

100

Baik

36

85,7

14,3

42

100

Total

54

78,3

15

21,7

69

100

P value

0,116

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Ca kurang, lebih
banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (85,7%) dibandingkan dengan
yang tidak baik (66,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,116 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan dengan
konsumsi Zink balita.
2. Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Makanan Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Tabel 4.34
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Energi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Pola Asuh

Konsumsi Energi
Kurang

Cukup

38

Total
n

P value
%

Tidak baik

16

53,3

14

46,7

30

100

Baik

26

66,7

13

33,3

39

100

Total

42

60,9

27

39,1

69

100

0,381

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi energi kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh yang baik (66,7%) dibandingkan dengan yang
tidak baik (53,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,381 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi energi
balita.
Tabel 4.35
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Protein Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Protein
Pola Asuh

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

12

40,0

18

60,0

30

100

Baik

12,8

34

87,2

39

100

Total

17

24,6

52

75,4

69

100

P value

0,021

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi protein kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh yang tidak baik (40,0%) dibandingkan dengan
yang yang baik (12,8%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,021
(p<0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi
protein balita.
Tabel 4.36
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Karbohidrat Pada Balita Umur 6-59 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Karbohidrat
Pola Asuh

Tidak baik

Kurang

Total

Cukup

16

53,3

14

46,7

39

30

100

P value

0,512

Baik

25

64,1

14

35,9

39

100

Total

41

69,4

28

40,6

69

100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi karbohidrat


kurang, lebih banyak terdapat pada pola asuh yang baik (64,1%) dibandingkan dengan
yang tidak baik (53,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,512
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan
konsumsi karbohidrat balita.
Tabel 4.37
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Lemak Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Lemak
Pola Asuh

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

22

73,3

26,7

30

100

Baik

22

56,4

17

43,6

39

100

Total

44

63,8

25

36,2

69

100

P value

0,231

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi lemak kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh tidak baik (73,3%) dibandingkan dengan yang
tidak baik (56,4%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,231 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi lemak
balita.
Tabel 4.38
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Fe Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Fe
Pola Asuh

Tidak baik

Kurang

Total

Cukup

25

83,3

16,7

40

30

100

P value

1,000

Baik

33

84,6

15,4

39

100

Total

58

84,1

11

15,9

69

100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Fe kurang, lebih
banyak terdapat pada pola asuh baik (84,6%) dibandingkan dengan yang tidak baik
(83,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Fe balita.

Tabel 4.39
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Vitamin A Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Vitamin A
Pola Asuh

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

10,0

27

90,0

30

100

Baik

7,7

36

92,3

39

100

Total

8,7

63

91,3

69

100

P value

1,000

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi vitamin A kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh tidak baik (10,0%) dibandingkan dengan yang
baik (7,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya
tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi vitamin A
balita.
Tabel 4.40
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Zink Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Zink
Pola Asuh

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

23

76,7

23,3

30

100

Baik

30

76,9

23,1

39

100

41

P value

1,000

Total

53

76,8

16

23,2

69

100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Zink kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh baik (76,9%) dibandingkan dengan yang tidak
baik (76,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya
tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Zink balita.
Tabel 4.41
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Ca Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Ca
Pola Asuh

Kurang

Total

Cukup

Tidak baik

20

66.7

10

33,3

30

100

Baik

34

87,2

12,8

39

100

Total

54

78,3

15

21,7

69

100

P value

0,080

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Ca kurang, lebih
banyak terdapat pada pola asuh baik (87,2%) dibandingkan dengan yang tidak baik
(66,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,080 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Ca balita.
3. Hubungan Pola Asuh dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Tabel 4.42
Hubungan Pola Asuh dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Penyakit Infeksi

Total

Terinfeksi

Tidak
Terinfeksi

Tidak baik

13,3

26

Baik

10,3

35

Pola Asuh

42

86,7

30

100

89,7

39

100

P value

0,720

Total

11,6

61

88,4

69

100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang terinfeksi, lebih banyak
terdapat pada pola asuh yang tidak baik (13,3%) dibandingkan dengan yang baik
(10,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,720 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan penyakit infeksi pada balita.
4. Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Tabel 4.43
Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 659 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Penyakit Infeksi

Total

Terinfeksi

Tidak
Terinfeksi

Tidak baik

7,7

24

Baik

14,0

Total

11,6

Kadarzi

92,3

26

100

37

86,0

43

100

61

88,4

69

100

P value

0,701

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang terinfeksi, lebih banyak
terdapat keluarga sadar gizi yang baik (14,0%) dibandingkan dengan yang tidak baik
(7,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,701 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara kadarzi dengan penyakit infeksi pada balita.

43

5. Hubungan Konsumsi Makanan dengan Status Gizi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Tabel 4.44
Hubungan Konsumsi Energi Dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U

Konsumsi
Energi

Buruk

Kurang

Normal

Lebih

Total

Kurang

9,5

10

23,8

27

64,3

2,4

42

100

Cukup

7,4

25

88,9

3,7

27

100

Total

8,7

10

14,5

51

73,9

2,9

69

100

P
value

0,047

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi energy yang kurang (9,5%) dibandingkan
dengan yang cukup (7,4%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat
pada jumlah konsumsi energi yang kurang (23,8%) dibandingkan dengan yang cukup
(0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,047 (p<0,05), artinya ada
hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi dengan status gizi balita.
Tabel 4.45
Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U

Konsumsi
Protein

Buruk

Kurang

Normal

Lebih

Total

Kurang

5,9

29,4

10

58,8

5,9

17

100

Cukup

9,6

9,6

41

78,8

1,9

52

100

Total

8,7

10

14,5

51

73,9

2,9

69

100

P
value

0,168

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (9,6%) dibandingkan
dengan yang kurang (5,4%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (29,4%) dibandingkan dengan
yang cukup (9,6 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,168 (p>0,05),

44

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi protein dengan
status gizi balita.
Tabel 4.46
Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U

Konsumsi
n

Buruk
%

Kurang

Cukup
Total

Karbohidrat

Total

Kurang
n
%

Normal
n
%

Lebih
n
%

9,8

10

24,4

26

63,4

2,4

41

100

7,1

25

89,3

3,6

28

100

8,7

10

14,5

51

73,9

2,9

69

100

P
value

0,036

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (9,8%) dibandingkan
dengan yang cukup (7,1%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat
pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (24,4%) dibandingkan dengan yang
cukup (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,036 (p<0,05), artinya
ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi karbohidrat dengan status gizi
balita.
Tabel 4.47
Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U

Konsumsi
Lemak

Buruk

Kurang

Normal

Lebih

Total

Kurang

6,8

10

22,7

30

68,2

2,3

44

100

Cukup

12,0

21

84,0

4,0

25

100

Total

8,7

10

14,5

51

73,9

2,9

69

100

P
value

0,076

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (12,0%) dibandingkan
dengan yang kurang (6,8 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (22,7 %) dibandingkan dengan

45

yang cukup (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,076 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi karbohidrat
dengan status gizi balita.
Tabel 4.48
Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan BB/U
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Kategori BB/U

Konsumsi
Buruk

Fe

Kurang

Normal

Lebih

Total

Kurang

10,3

10

17,2

40

6,9

3,4

58

100

Cukup

11

100

11

100

Total

8,7

10

14,5

51

73,9

2,9

69

100

P
value

0,202

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (10,3%) dibandingkan dengan
yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat pada
jumlah konsumsi Fe yang kurang (17,2 %) dibandingkan dengan yang cukup (0
%).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,202 (p>0,05), artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe dengan status gizi balita.

Tabel 4.49
Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi

Kategori BB/U

46

Total

Vitamin A

Buruk

Kurang

Normal

Lebih

value

Kurang

16,7

66,7

16,7

100

Cukup

7,9

10

15,9

47

74,6

1,8

63

100

Total

8,7

10

14,5

51

73,9

2,9

69

100

0,123

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Vitamin A yang kurang (16,7 %) dibandingkan
dengan yang cukup (7,9 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi Vitamin A yang cukup (15,9 %) dibandingkan dengan
yang kurang (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,123 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Vitamin A dengan
status gizi balita
Tabel 4.50
Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U

Konsumsi
Zink

Buruk

Kurang

Normal

Lebih

Total

Kurang

9,4

10

18,9

36

67,9

3.8

53

100

Cukup

6,3

15

93,8

16

100

Total

8,7

10

14,5

51

73,9

2,9

69

100

P
value

0,280

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Zink yang kurang (9,4 %) dibandingkan
dengan yang cukup (6,3 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi Zink yang kurang (18,9 %) dibandingkan dengan yang
cukup (0 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,280 (p>0,05), artinya
tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Zink dengan status gizi
balita.
Tabel 4.51
Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014

47

Kategori BB/U

Konsumsi
Buruk

Ca

Kurang

Normal

Lebih

Total

Kurang

11,1

16,7

38

70,4

1,6

54

100

Cukup

6,7

13

86,7

6,7

15

100

Total

8,7

10

14,5

51

73,9

2,9

69

100

P
value

0,280

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (11,1 %) dibandingkan dengan
yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat pada
jumlah konsumsi Ca yang kurang (16,7 %) dibandingkan dengan yang cukup (6,7 %).
Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,280 (p>0,05), artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status gizi balita.
Tabel 4.51
Hubungan Konsumsi energi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi
Energi

Sangat
pendek

Pendek

Normal

Tinggi

Total

Kurang

16,7

12

28,6

22

52,4

2,4

42

100

Cukup

11,1

22,2

18

66,7

27

100

Total

10

14,5

18

26,1

50

58,0

1,4

69

100

P
value

0,609

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sanat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (16,7%)
dibandingkan dengan yang cukup (11,1%). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (28,6 %) dibandingkan
dengan yang cukup (22,2 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,609
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi
dengan status gizi balita.
Tabel 4.52

48

Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi
Protein

Sangat
pendek

Pendek

Normal

Tinggi

Total

Kurang

23,5

17,6

10

58,8

17

100

Cukup

11,5

15

28,8

30

57,7

1,9

52

100

Total

10

14,5

18

26,1

40

58,0

1,4

69

100

P
value

0,529

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (23,5 %)
dibandingkan dengan yang cukup (11,5%). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (28,8%) dibandingkan
dengan yang kurang (17,6 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,529
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi protein
dengan status gizi balita.

Tabel 4.53
Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Karbohidrat

Kategori TB/U
Sangat
pendek

Pendek

Normal

49

Total
Tinggi

P
value

Kurang

17.1

12

23,8

22

53,7

41

100

Cukup

10,7

64,3

18

64,3

3,6

28

100

Total

10

14,5

18

26,1

40

5,8

1,4

69

100

0,450

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (17,1 %)
dibandingkan dengan yang cukup (10,7 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (64,3 %) dibandingkan
dengan yang kurang (23,8 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,450
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi
karbohidrat dengan status gizi balita.
Tabel 4.54
Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi

Total

Sangat
pendek

Pendek

Normal

Tinggi

Kurang

11,4

12

27,3

27

25,2

44

100

Cukup

20,0

24,0

13

52,0

25

100

Total

10

14,5

18

26,1

40

58,0

1,4

69

100

Lemak

P
value

0,409

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (20 %)
dibandingkan dengan yang kurang (11,4 %). Dan balita dengan status gizi pendek
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (27,3 %)
dibandingkan dengan yang cukup (24 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p
value 0,409 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah
konsumsi lemak dengan status gizi balita.

Tabel 4.55
Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan TB/U
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014

50

Kategori TB/U
Konsumsi
Fe

Sangat
pendek

Pendek

Normal

Tinggi

Total

Kurang

10

17,2

14

24,1

34

58,6

58

100

Cukup

36,4

54,5

9,1

11

100

Total

10

14,5

18

26,1

40

58,0

1,4

69

100

P
value

0,052

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (17,2 %)
dibandingkan dengan yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (36,4 %) dibandingkan
dengan yang kurang (24,1%). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,052
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe
dengan status gizi balita.

Tabel 4.56
Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi
Vitamin A

Kurang

Sangat
pendek

Pendek

Normal

Tinggi

Total

16,3

50,0

33,3

100

51

P
value
0,523

Cukup

14,7

15

23,8

38

60,3

1,6

63

100

Total

10

14,5

18

26,1

40

58,0

1,4

69

100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang kurang (16,3 %)
dibandingkan dengan yang cukup (14,7 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang kurang (50%) dibandingkan
dengan yang cukup (23,8 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,523
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi vitamin
A dengan status gizi balita.
Tabel 4.57
Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi

Total

Sangat
pendek

Pendek

Normal

Tinggi

Kurang

7,7

13

24,5

30

56,6

1,9

53

100

Cukup

2,3

31,3

10

62,5

16

100

Total

10

14,5

18

26,1

40

58,0

1,4

69

100

Zink

P
value

0,667

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink

yang kurang (7,7 %)

dibandingkan dengan yang cukup (2,3 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink yang cukup (31,3 %) dibandingkan
dengan yang kurang (24,5 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,667
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi zink
dengan status gizi balita.
Tabel 4.59
Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Ca

Kategori TB/U
Sangat
pendek

Pendek

Normal

52

Total
Tinggi

P
value

Kurang

10

18,5

14

25,9

30

55,6

54

100

Cukup

26,7

10

66,7

6,7

15

100

Total

10

14,5

18

26,1

40

58,0

1,4

69

100

0,085

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca

yang kurang (18,5 %)

dibandingkan dengan yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang cukup (26,7 %) dibandingkan dengan
yang kurang (25,9 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,085 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status
gizi balita.
Tabel 4.60
Hubungan Konsumsi energi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
Konsumsi
Energi

Sangat
Kurus

Kurus

Normal

Gemuk

Total

Kurang

7,1

4,8

36

85,7

2,4

42

100

Cukup

3,7

3,7

25

92,6

27

100

Total

5,8

4,3

61

88,4

1,4

69

100

P
value

0,775

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (7,1%) dibandingkan
dengan yang cukup (3,7%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat
pada jumlah konsumsi energi yang kurang (4,8 %) dibandingkan dengan yang cukup
(3,7 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,775 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi dengan status gizi
balita.
Tabel 4.61
Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Kategori BB/TB
Total
P
value
Sangat
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus

53

Protein

Kurang

11,8

5,9

13

76,5

5,9

17

100

Cukup

3,8

3,8

48

92,3

52

100

Total

5,8

4,3

61

88,4

1,4

69

100

0,177

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (11,8%)
dibandingkan dengan protein yang cukup (3,8%). Dan balita dengan status gizi kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (5,9 %) dibandingkan
dengan protein yang cukup (3,8 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value
0,177 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi
protein dengan status gizi balita.

Tabel 4.62
Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Karbohidrat
n

Kurang

7,3

4,9

35

85,4

2,4

41

100

Cukup

3,6

3,6

26

92,9

28

100

Total

5.8

4,3

61

88,4

1,4

69

100

0,739

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (7,3%)
dibandingkan dengan karbohidrat yang cukup (3,6%). Dan balita dengan status gizi
kurus lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (4,9 %)

54

dibandingkan dengan karbohidrat yang cukup (3,6 %). Berdasarkan uji statistik dapat
diketaui p value 0,739 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara
jumlah konsumsi karbohidrat dengan status gizi balita.
Tabel 4.63
Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Lemak
n

Kurang

6,8

4,5

38

86,4

2,3

44

100

Cukup

4,0

4,0

23

92,0

25

100

Total

5,8

4,3

61

88,4

1,4

69

100

0,836

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (6,8%) dibandingkan
dengan lemak yang cukup (4,0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (4,5 %) dibandingkan dengan
karbohidrat yang cukup (4,0 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,739
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi lemak
dengan status gizi balita.
Tabel 4.64
Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Fe
n

Kurang

6,9

2,5

50

86,2

1,7

58

100

Cukup

11

100

11

100

Total

5,8

4,3

61

88,4

1,4

69

100

0,633

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (6,9%) dibandingkan
dengan Fe yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat

55

pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (2,5 %) dibandingkan dengan Fe yang cukup (0
%). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,633 (p>0,05), artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe dengan status gizi balita.
Tabel 4.65
Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Vitamin A
n

Kurang

100

100

Cukup

6,3

4,8

55

87,3

1,6

63

100

Total

5,8

4,3

61

88,4

1,4

69

100

0,835

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang cukup (6,3%)
dibandingkan dengan vitamin A yang kurang (0%). Dan balita dengan status gizi kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A

yang cukup (4,8 %)

dibandingkan dengan vitamin A yang kurang (0 %). Berdasarkan uji statistik dapat
diketaui p value 0,835 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara
jumlah konsumsi vitamin A dengan status gizi balita.
Tabel 4.66
Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Zink
n

Kurang

7,5

3,8

46

86,8

1,9

53

100

Cukup

6,3

15

93,8

16

100

Total

5,8

4,3

61

88.4

1,4

69

100

0,626

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink yang kurang (7,5%) dibandingkan
dengan zink yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak

56

terdapat pada jumlah konsumsi zink yang cukup (6,3 %) dibandingkan dengan zink
yang kurang (3,8 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,626 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi zink dengan
status gizi balita.
Tabel 4.67
Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Ca
n

Kurang

7,4

5,6

47

87,0

54

100

Cukup

14

93,3

6,7

15

100

Total

5,8

4,3

61

88,4

1,4

69

100

0,133

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (7,4%) dibandingkan
dengan zink yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (5,6 %) dibandingkan dengan Ca
yang cukup (0 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,133 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status
gizi balita.
6. Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/U

di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan

Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014


Tabel 4.68
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U

Penyakit
Infeksi
Terinfeksi

Buruk

Kurang

Normal

Lebih

Total

25,0

12.5

62.5

100

57

P
value
0,360

Tidak
terinfeksi

6,6

14.8

46

75.4

3.3

61

100

Total

8,7

10

14.5

51

73,9

2.9

69

100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (25,0 %) dibandingkan dengan balita yang
tidak terinfeksi (6,6 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat
pada balita yang tidak terinfeksi (14,8 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi
(12,5 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,360 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi balita.

Tabel 4.69
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
P
Penyakit
Total
Sangat
value
Pendek
Normal
Tinggi
pendek
Infeksi
n

Terinfeksi

37,5

25

37,5

100

Tidak
terinfeksi

11,5

16

26,2

37

60,7

1,6

61

100

Total

10

14.5

18

26.1

40

58,0

1,4

69

100

0,521

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat pendek lebih
banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (37,5 %) dibandingkan dengan balita yang
tidak terinfeksi (11,5 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih banyak terdapat
pada balita yang tidak terinfeksi (26,2 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi
(25 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,521 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi balita.
Tabel 4.70

58

Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
Penyakit

Sangat
kurus

Infeksi

Kurus

Normal

Gemuk

Total

Terinfeksi

12,5

87,5

100

Tidak
terinfeksi

4,9

4,9

54

88,5

1,6

61

100

Total

4,3

61

88,4

1,4

69

100

5,8

P
value

0,747

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus lebih
banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (12,5 %) dibandingkan dengan balita yang
tidak terinfeksi (4,9 %). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat pada
balita yang tidak terinfeksi (4,9 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi (0 %).
Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,747 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi
balita.
7. Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Penyakit Infeksi
pada Balita Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Tabel 4.71
Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Rumah Sakit Dengan Penyakit Infeksi Pada
Balita Balita Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan
Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Penyakit infeksi
Pemanfaatan
Rumah Sakit

Total

Terinfeksi

Tidak
terinfeksi

Ya

16,7

10

Tidak

10,5

Total

11,6

83,3

12

100

51

89,5

57

100

61

88,4

69

100

59

P value

0,621

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak
memanfaatkan pelayanan rumah sakit (83,3 %) dibandingkan dengan balita yang
terinfeksi (16,7 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan rumah
sakit dengan penyakit infeksi.
Tabel 4.72
Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Dengan Penyakit Infeksi Pada
Balita Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Penyakit infeksi
Pemanfaatan
Puskesmas

Total

Terinfeksi

Tidak
terinfeksi

Ya

17,6

14

Tidak

9,6

Total

11,6

82,4

17

100

47

90,4

52

100

61

88,4

69

100

P value

0,397

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak
memanfaatkan pelayanan puskesmas (82,4 %) dibandingkan dengan balita yang
terinfeksi (17,6 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan
puskesmas dengan penyakit infeksi.
Tabel 4.73
Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Bidan dengan Penyakit Infeksi Pada Balita
Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Penyakit infeksi
Pemanfaatan
Bidan

Terinfeksi

Total

Tidak
terinfeksi

Ya

12,5

42

87,5

48

100

Tidak

10,0

18

90,0

20

100

Total

11,8

60

88,2

69

100

60

P value

1,000

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak
memanfaatkan pelayanan bidan (87,5 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi
(12,5 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan rumah sakit dengan
penyakit infeksi.

BAB V
RENCANA INTERVENSI
A. Identifikasi Masalah
Masalah yang didapati dilapangan yaitu tingginya masalah pada :
1. Status gizi
a. Status gizi BB/U
b. Status gizi TB/U
c. Status gizi BB/TB
2. Konsumsi
a.Konsumsi Karbohidrat
b Konsumsi Lemak
c. Konsumsi Fe
d. Konsumsi Zink
e. Konsumsi Ca
f. Konsumsi Vitamin A
3. Pola makan
a. Pola Makan nabati
b. Pola makan sayur
c. Pola makan buah
4. Penyakit infeksi
5. Ketersediaan Pangan
6. Pola Asuh
Tabel 5.1
Indentifikasi masalah univariat
No
1
2
3

Urutan masalah
Konsumsi fe kurang
Konsumsi kalsium kurang
Konsumsi zink kurang

Frekuensi
58
54
53

61

Persen (%)
84,1
78,3
76,8

4
5
6

Konsumsi lemak kurang


44
Konsumsi energi kurang
42
Pola konsumsi protein nabati tidak 42

63,8
60,9
60,9

7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

baik
Konsumsi karbohidrat kurang
Pola konsumsi sayur
Pola konsumsi buah
Pola asuh tidak baik
Ketersediaan pangan tidak baik
Kadarzi tidak baik
Pola makanan pokok tidak baik
Status gizi pendek (TB/U)
Konsumsi protein hewani kurang
Pola konsumsi protein hewani tidak

41
37
35
30
27
26
22
18
17
16

59,4
53,6
50,7
43,5
39,1
37,7
31,9
2
24,6
23,2

17
18
19
20
21

baik
Status gizi sangat pendek (TB/U)
Status gizi kurang (BB/U)
Terinfeksi
Status gizi buruk (BB/U)
Konsumsi vitamin a kurang

10
10
8
6
6

14,5
14,5
11,6
8,7
8,7

Masalah pada bivariat


1. Adanya hubungan pola asuh dengan konsumsi protein
2. Adanya hubungan konsumsi energi dengan status gizi BB/U
3. Adanya hubungan konsumsi karbohidrat dengan status gizi BB/U
B. Prioritas Masalah
Prioritas masalah di wilayah puskesmas koto barapak kecamtan bayang
kanagarian talaok menggunakan metode pembobotan dengan kriteria :
1. Beratnya masalah
2. Kemudahan dalam penanggulangannya
3. Tersedianya sumber daya (dana, tenaga, alat)
4. Tingkat resiko penularan penyakit dalam lokasi maupun secara global yang
menjadi prioritas dalam pencegahannya.
Dengan pembobotan yang dipakai 1-5. Satu adalah masalah kurang serius
hingga pembobotan lima masalah paling serius.
Kemudahan : satu adalah paling sulit, lima adalah paling mudah
Tersedianya sumber daya : satu adalah sulit tersedia, lima adalah mudah
tersedia
Risiko : 1 adalah risiko paling kecil, lima adalah risiko paling besar

Tabel 5.2
Pembobotan pemilihan prioritas masalah

62

No

Masalah

Beratnya

Kemudahan

Tersedianya

Tingkata

masalah

penanggulanga

sumber

risiko

Total

Konsumsi

fe 4

daya
4

15

4,9

kurang
Konsumsi kalsium 5

17

5,6

kurang
Konsumsi

zink 4

15

4,9

kurang
Konsumsi

lemak 3

15

4,9

kurang
Konsumsi energi 5

17

5,6

kurang
Pola
konsumsi 4

15

4,9

17

5,6

kurang
Pola
konsumsi 5

17

5,6

sayur
Pola

konsumsi 5

17

5,6

10

buah
Pola asuh tidak 3

12

3,9

11

baik
Ketersediaan

10

3,3

12
13

pangan tidak baik


Kadarzi tidak baik 2
Pola
makanan 4

2
4

3
4

3
4

10
16

3,3
5,3

14

pokok tidak baik


Status
gizi 5

12

3,9

15

pendek (TB/U)
Konsumsi protein 2

14

4,6

16

hewani kurang
Pola
konsumsi 4

16

5,3

protein
7

nabati

tidak baik
Konsumsi
karbohidrat

protein

hewani

17

tidak baik
Status gizi sangat 5

12

3,9

18

pendek (TB/U)
Status gizi kurang 5

17

5,6

19
20

(BB/U)
Terinfeksi
3
Status gizi buruk 5

2
2

1
1

4
5

10
13

3,3
4,3

63

21

(BB/U)
Konsumsi vitamin 4

14

4,6

301

100

a kurang
Total
Berdasarkan pembobotan diketahui bahwa persentase variabel yang paling
dominan bermasalah adalah :
1. Status Gizi Kurang
2. Konsumsi kalsium
3. Konsumsi energi
4. Konsumsi karbohidrat
5. Pola konsumsi sayur
6. Pola konsumsi buah
C. Penyebab Masalah
Penyebab masalah dari masalah yang ada seperti Status Gizi Kurang adalah
konsumsi energi dan konsumsi karbohidrat yang kurang.
D. Alternatif dan Prioritas Intervensi
1. Alternatif
a. Melakukan penyuluhan kepada orangtua khususnya ibu balita mengenai materi
tentang makanan yang dapat menambah status gizi anak.
b. Melakukan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusi mengenai ASI
Eksklusif dan manfaat ASI bagi anak.
c. Melakukan demo masak disela-sela

penyuluhan

untuk

menambah

keterarampilan ibu dalam menyiapkan makanan yang dapat membuat anak


2.

tertarik untuk makan.


Prioritas Intervensi

E. Plan of Action
KEG
IATA
N

TUJU
AN

S
A
S
A
R
A
N

W
A
K
T
U

T
E
M
P
A
T

B
I
A
Y
A

P.J
A
W
A
B

Pen
yulu
han
den
gan
mat
eri
pent
ingn
ya
zat
gizi

Peni
ngk
atan
peril
aku
mak
an
mak
ana
n
sum
ber

Ib
uib
u
b
ali
ta

H
a
ri
k
e

M
e
sj
id

R
p
2
0
0
.
0
0
0

Fi
tri

P
K
L
t

64

mikr
o
dan
mak
ro
dala
m
pert
umb
uha
n
balit
a.

zat
gizi
mikr
o
dan
mak
ro

Pen
yulu
han
tent
ang
ASI
eksl
usif.

Untu
k
men
ingk
atka
n
pen
geta
hua
n
akan
pent
ingn
ya
ASI
eksl
usif
bagi
balit
a.

Ib
uib
u
b
ali
ta

Untu
k
men
ingk
atka

Ib
uib
u
b

Pen
yulu
han
tent
ang

gl

F
e
b
r
u
a
ri
2
0
1
5
H
a
ri
k
e

M
e
sj
id

R
p
2
0
0
.
0
0
0

M
et
a

M
e
sj
id

R
p
4
0
0

Le
st
ar
i
d

P
K
L
t
gl

F
e
b
r
u
a
ri
2
0
1
5
H
a
ri
k
e

65

pent
ingn
ya
faria
si
mak
ana
n
(say
ur
dan
bua
h)
disel
ingi
den
gan
dem
o
mas
ak.

n
pen
geta
hua
n
dan
kete
ram
pila
n
ibu
untu
k
men
yaaji
kan
mak
ana
n
yan
g
berf
arias
i
untu
balit
a.

ali
ta

.
0
0
0

P
K
L
t
gl

a
n
Ig
a

F
e
b
r
u
a
ri
2
0
1
5

F. HIPOPOC TABEL
TABEL HIPOPOC
PENYULUHAN ZAT GIZI MAKRO DAN MIKRO DAN PENGARUHNYA
KEPADA PERTUMBUHAN BALITA
N
o

Kegiat
an

Inpu
t

Proses

Out
put

Perispa
n
melipu
ti
memp
ersiapk
an
sasara
n,

Ibu
yan
g
me
mpu
nyai
balit
a,
Peny

Mahasi
swa
mempe
rsiapka
n
tempat
,waktu
dan
media

Sas
ara
n
siap
me
neri
ma
mat
eri

66

Out
co
me

tempat
,
penyul
uh,
sarana
dan
prasar
ana,
materi

Pelaks
anaan
melipu
ti
penyul
uhan
dilakuk
an
denga
n
metod
e
ceram
ah dan
diskusi
yang
akan
dibant
u
denga
n
media
seperti
leafet,
brosur,
poster,
lembar
balik
dan
fipcha

uluh
,
med
ia
sepe
rti
leaf
et,
bros
ur,
post
er,
lem
bar
balik
dan
fipc
hart
,
tem
pat,
mat
eri

yang
akan
diguna
kan.
Mengu
ndang
atau
mengaj
ak
sasara
n agar
siap
datang
ke
penyul
uhan.
Mahasi
swa
memul
ai
kegiata
n
penyul
uhan,
mencai
rkan
suasan
a agar
kegiata
n
penyul
uhan
dapat
berjala
n
lancar.
Menjela
skan
materi,
mengaj
ak
berdisk
usi
santai
dan
menga
dakan

67

dan
me
ngik
uti
kegi
ata
n

Sas
ara
n
me
nge
rti
tent
ang
mat
eri
yan
g
dib
erik
an
dan
ada
nya
per
uba
han
peri
laku
seb
esa
r
50
%

Stat
us
gizi
dan
kon
su
msi
bali
ta
me
nin
gka
t
me
nja
di
baik

bebera
pa kuis.

rt.

Evalua
si
melipu
ti
evalua
si
proses
denga
n
menan
yakan
kembal
i
pemah
aman
audien
s
selama
kegiat
an,
menge
valuasi
output
dan
outco
me
yang
dihara
pkan

Mahasi
swa
membe
rikan
pertany
aan
tentan
g
pemah
aman
dari
sasara
n.
Memba
ndingk
an
peruba
han
yang
terjadi.

Has
il
eval
uasi
100
%
baik

TABEL HIPOPOC
PENYULUHAN ASI EKSLUSIF
N
o

Kegiat
an

Inpu
t

Proses

Out
put

Perisp
an

Ibu
yan

Mahasi
swa

Sas
ara

68

Outco
me

melipu
ti
memp
ersiap
kan
sasara
n,
tempa
t,
penyul
uh,
sarana
dan
prasar
ana,
materi

Pelaks
anaan
melipu
ti
penyul
uhan
dilaku
kan
denga
n
metod
e
ceram
ah
dan
diskusi
yang
akan
dibant
u
denga
n
media

g
me
mpu
nyai
balit
a,
Pen
yulu
h,
med
ia
sep
erti
leaf
et,
bros
ur,
post
er,
lem\
bar
bali
k
dan
fipc
hart
,
tem
pat,
mat
eri

memp
ersiapk
an
tempat
,waktu
dan
media
yang
akan
diguna
kan.
Mengu
ndang
atau
menga
jak
sasara
n agar
siap
datang
ke
penyul
uhan.
Mahasi
swa
memul
ai
kegiat
an
penyul
uhan,
mencai
rkan
suasan
a agar
kegiat
an
penyul
uhan
dapat
berjala
n
lancar.
Menjel
askan
materi,
menga

69

n
sia
p
me
neri
ma
mat
eri
dan
me
ngi
kuti
keg
iata
n

Sas
ara
n
me
nge
rti
ten
tan
g
mat
eri
yan
g
dib
erik
an
dan
ada
nya
per
uba
han
peri

Meni
ngkat
nya
kejadi
an
ibuibu
yang
mem
berik
an
ASI
ekslu
sif

sepert
i
leafet
,
brosur
,
poster
,
lemba
r balik
dan
fipcha
rt.
3

jak
berdisk
usi
santai
dan
menga
dakan
bebera
pa
kuis.

Evalua
si
melipu
ti
evalua
si
proses
denga
n
mena
nyaka
n
kemba
li
pema
hama
n
sasara
n
selam
a
kegiat
an,
meng
evalua
si
output
dan
outco
me
yang
dihara
pkan

Mahasi
swa
memb
erikan
pertan
yaan
tentan
g
pemah
aman
dari
sasara
n.
Memb
anding
kan
peruba
han
yang
terjadi.

70

lak
u

Has
il
eva
lua
si
bai
k

G. TABEL HIPOPOC
H. MAKANAN BERVARIASI

N
o

Kegiat
an

Perisp
an
melipu
ti
memp
ersiap
kan
sasara
n,
tempa
t,
penyul
uh,
sarana
dan
prasar
ana,
materi

Pelaks
anaan
melipu
ti
penyul
uhan

Inpu
t

Proses

Ibu
yan
g
me
mpu
nyai
balit
a,
Pen
yulu
h,
med
ia
sep
erti
leaf
et,
bros
ur,
post
er,
lem
bar
bali
k
dan
fipc
hart
,
tem
pat,
mat

Mahasi
swa
memp
ersiapk
an
tempat
,waktu
dan
media
yang
akan
diguna
kan.
Mengu
ndang
atau
menga
jak
sasara
n agar
siap
datang
ke
penyul
uhan.
Mahasi
swa
memul
ai
kegiata
n

71

Out
put

Sas
ara
n
sia
p
me
neri
ma
mat
eri
dan
me
ngi
kuti
keg
iata
n

Sas
ara
n
me
nge
rti

Outc
ome

Balita
mend
apatk
an
maka
nan
yang
berva
riasi

dilaku
kan
denga
n
metod
e
ceram
ah dan
diskusi
yang
akan
dibant
u
denga
n
media
seperti
leafet,
brosur
,
poster
,
lemba
r balik
dan
fipcha
rt.
Diselin
gi
denga
n
demo
mema
sak
untuk
makan
an
bervar
iasi

eri,
kom
por,
pera
lata
n
mas
ak

penyul
uhan,
mencai
rkan
suasan
a agar
kegiata
n
penyul
uhan
dapat
berjala
n
lancar.
Menjel
askan
materi,
menga
jak
berdisk
usi
santai
dan
menga
dakan
bebera
pa
kuis.
Demo
memas
ak
bagai
mana
memv
ariasik
an
makan
an
untuk
anak
balita

Evalua
si
melipu

Mahasi
swa
memb

72

ten
tan
g
mat
eri
yan
g
dib
erik
an
dan
ada
nya
per
uba
han
peri
lak
u
seb
esa
r
50
%.
Sas
ara
n
ma
mp
u
me
mb
uat
ma
kan
an
ber
vari
asi
unt
uk
ana
kny
a
Has
il
eva

ti
evalua
si
proses
denga
n
menan
yakan
kemba
li
pemah
aman
audien
s
selam
a
kegiat
an,
meng
evalua
si
output
dan
outco
me
yang
dihara
pkan

erikan
pertan
yaan
tentan
g
pemah
aman
dari
sasara
n.
Memba
ndingk
an
peruba
han
yang
terjadi.

I. Indikator Evaluasi

73

lua
si
100
%
bai
k

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran

74

Anda mungkin juga menyukai