PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa
Indonesia baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. (Depkes RI.2007).
Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas Sumber Daya
Manusia (SDM). Peran gizi dalam pembangunan kualitas SDM telah dibuktikan dari
berbagai penelitian. Gizi kurang pada balita tidak hanya menimbulkan gangguan
pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas di masa
dewasa. (Supariasa, 2001).
Masalah gizi adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tidak
terpenuhinya kebutuhan akan gizi yang diperoleh dari makanan. Balita merupakan
salah satu kelompok rentan kurang gizi karena berada dalam proses tumbuh
kembang yang cepat sehingga kebutuhan zat-zat gizinya relatif lebih tinggi dari
kelompok lain, selain itu mereka rawan terpapar berbagai infeksi. Gizi kurang pada
balita akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual,
serta dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian balita. (Faradewi, 2011).
UNICEF (1998) mengemukakan bahwa faktor -faktor yang mempengaruhi
gizi kurang dibagi menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Dimana
penyebab langsung yaitu makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi.
Sedangkan untuk penyebab tidak langsung yaitu tidak cukupnya persedian pangan,
pola asuh anak yang tidak memadai, pelayanan kesehatan dan gizi, dan kurangnya
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.
Secara nasional, prevalensi berat-kurang
(BB/U) pada
tahun
2013
adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi
kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4
%) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan
terutama
pada
prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010,
dan 5,7 persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9
persen dari 2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu
15,5 persen maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan
sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai 2015. (Riskesdas 2013).
Diantara 33 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat berada pada urutan ke-18
prevalensi gizi buruk-kurang menurut BB/U. Namun prevalensi gizi-buruk-kurang
menurut TB/U Sumatera Barat berada pada urutan ke-17 di Indonesia. (Riskesdas
2013).
Berdasarkan data dinas kesehatan Sumatra Barat tahun 2012, daerah yang
paling bermasalah dengan gizi yaitu Solok Selatan, Mentawai, dan Pesisir Selatan.
Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan april tahun 2012 anak gizi
kurang mencapai 17 % dari 44.538 orang balita.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2013,
status gizi balita di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan indeks BB/U yaitu, gizi
sangat kurang 1,6%, gizi kurang 7,6%, gizi normal 89,5%, dan gizi lebih 1,1%.
Berdasarkan indeks TB/U yaitu, sangat pendek 5,3%, pendek 12,3%, dan normal
82,4%. Berdasarkan indeks BB/TB yaitu, sangat kurus 0,9%, kurus 4,3%, normal
91,3%, dan gemuk 3,5%.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2013,
status gizi balita di Kabupaten Pesisir Selatan berdasarkan indeks BB/U yaitu, gizi
sangat kurang 1,2%, gizi kurang 7,1%, gizi normal 90,6%, dan gizi lebih 1,1%.
Berdasarkan indeks TB/U yaitu, sangat pendek 2,9%, pendek 11,8%, dan normal
85,3%. Berdasarkan indeks BB/TB yaitu, sangat kurus 0,3%, kurus 2,9%, normal
94,4%, dan gemuk 2,4%.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pesisir Selatan tahun 2012 balita
dengan status gizi sangat kurang terjadi kenaikan sebesar 2,46%, gizi kurang terjadi
penurunan sebesar 2,57%. Angka gizi kurang di Pesisir Selatan yaitu 17% belum
mencapai target MDGs yaitu 15% (UNICEF, 1998).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Pesisir Selatan tahun 2012, status
gizi balita di Kecamatan Bayang berdasarkan indeks BB/U yaitu status gizi, gizi
sangat kurang 1,7 %, gizi kurang 8,6%, gizi baik 88,6%, gizi lebih 1,0%.
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Usia 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskemas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten
Pesisir Selatan tahun 2014.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Faktor-Faktor Apa Sajakah yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita
Usia 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak Kecamatan Bayang,
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi
makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan
dengan status gizi balita usia 6-59 bulan di Wilayah Kerja puskesmas Koto Berapak,
Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.
2. Tujuan Khusus
a.
b.
c.
d.
Kerja
tahun 2014.
Diketahuinya distribusi pola asuh di Wilayah Kerja puskesmas Koto Berapak,
f.
g.
h.
infeksi,
3.
Bagi Masyarakat
Dapat memberikan informasi status gizi dan faktor-faktor yang menjadi
penyebab masalah gizi pada balita dan cara pencegahannya.
Bagi Dinas Kesehatan
Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan perencanaan
program gizi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita
di wilayah kerja.
Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014. Data dianalisis secara univariat
dan bivariat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan pustaka
I.
Status Gizi
a. Balita
Pada usia balita, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan,
untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimum, diperlukan
berbagai faktor misalnya makanan harus disesuaikan dengan keperluan anak
yang sedang tumbuh. Penyakit infeksi akut maupun kronis menghambat
pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pencegahan penyakit
menular merupakan hal yang penting, disamping diperlukan bimbingan,
pembinaan dan perasaan aman dan kasih sayang dari ayah dan ibu yang hidup
rukun, bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang sehat.
Bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai balita merupakan salah
satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita
dimulai dari dua sampai lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan
yaitu 6-59 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah,
pertambahan berat badan menurun terutama diawal balita. Hal ini terjadi
karena balita menggunakan banyak energi untuk bergerak. (staf pengajar ilmu
b.
c.
fungsi
tingkat
sel
yang
dikur
dalam
ukuran
berat.
Sedangkan
memiliki arti apabila tidak diserta dengan penentuan umur yang tepat.
berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks berat badan menurut umur
digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi karena lebih
menggambarkan status gizi seseorang.
e.
Kategori status
gizi
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi baik
Gizi lebih
Sangat Pendek
Pendek
Normal
Tinggi
<-3 SD
3 SD sampai dengan -2SD
-2 SD sampai dengan 2 SD
>2SD
-3SD
-3SD sampai dengan <2SD
-2SD sampai dengan 2SD
>2SD
Sangat kurus
<-3SD
Kurus
Normal
Gemuk
>2SD
Sangat kurus
<-3SD
Kurus
-3SD sampai dengan <-2SD
Normal
-2SD sampai dengan 2SD
Gemuk
>2SD
Indeks massa tubuh menurut
Sangat kurus
<-3SD
umur (IMT/U)
Kurus
-3SD sampai dengan <-2SD
Anak umur 5-18 th
Normal
-2SD sampai dengan 1SD
Gemuk
>1SD sampai dengan 2SD
Obesitas
>2SD
Sumber : ( Keputusan Menkes RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010, WHO Antro 2005 ).
f.
suatu
keadaan
makanan
yang
dikonsumsi
dan
derajat
tetap
terpeliharanya
segala
kegiatan
yang
18,4
konsumsi
protein
rata-rata
penduduk
TB
(cm)
BB
(kg)
Umur
Bayi/Anak
0 - < 6 bl
61
6
6 - <12 bl
71
9
1-3 th
91
13
4-6 th
112
19
Sumber Widya Karya Pangan dan Gizi.Jakarta
Energi
(kkal)
Protein
(g)
550
700
1050
1550
12
16
20
28
Cara mengukur pola konsumsi makanan berdasarkan jenis data yang diperoleh dapat
dilakukan dengan cara yaitu sebagai berikut :
1. Metode kualitatif
a. Metode frekuensi makanan ( food frequensi )
b. Metode dietary history
c. Metode telepon
d. Metode pendaftaran makanan
2. Metode kuantitatif
a. Metode recall 24 jam
b. Perkiraan makanan ( estimated food records )
c. Penimbangan makanan ( food weighing )
d. Metode food account
e. Metode inventaris ( inventary method )
f. Pencacatan ( household food record )
3. Metode kualitatif dan kuantitatif
a. Metode recall 24 jam
b. Metode riwayat makanan ( dietary history )
c. SQ FFQ
Berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna yaitu :
1. Tingkat nasional yaitu FBS
2. Tingkat rumah tangga
a. pencatatan ( food accound )
b. Metode pendaftaran ( food list )
c. Metode inventaris ( inventory method )
d. Pencacatan makanan rumah tangga ( household food record )
3. Tingkat individu atau perorangan
a. Metode recall 24 jam
b. Metode estimated food records
c. Metode penimbangan makanan
d. Metode dietary history
e. Metode frequensi makanan ( food frequency )
g. Penyakit Infeksi
Proses terjadinya penyakit infeksi disebabkan adanya interaksi antara
agent ( faktor penyebab ), manusia ( pejamu/host ), dan faktor lingkungan.
Proses interaksi ini disebabakan agent atau penyebab penyakit kontak dengan
manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan.
a. Faktor Agent
Agent sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup
atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.
Agent berupa unsur hidup yang terdiri dari :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
Virus
Bakteri
Jamur
Parasit
Protozoa
Metazoa
10
2) Udara
b. Faktor Pejamu
Pejamu adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga
menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit. Faktor ini disebut faktor
intrinsik. Faktor pejamu dan agent dapat diumpakan sebagai tanah dan
benih. Tumbuhnya benih tergantung keadaan tanah yang dianalogikan
dengan timbulnya penyakit yang tergantung keadaan pejamu.
Faktor pejamu yang merupakan faktor resiko timbulnya penyakit
adalah sebagai berikut:
1) Genetik. Misalnya penyakitnya herediter seperti hemophilia, sickle cell
2)
dll.
3) Jenis kelamin. Misalnya penyakit kelenjer gondok, kolosistitis, reumatoid
artritis, diabetes melitus, penyakit jantung dan hipertensi.
4) Keadaan fisiologis. Kehamilan dan persalinan memudahkan terjadinya
berbagai penyakit seperti keracunana kehamilan, anemia, dan psikosis
pasca partum.
5) Kekebalan. Orang orang yang tidak mempunyai kekebalan terhadapa
suatu penyakit akan terkena suatu penyakit.
c. Faktor Lingkungan
Lingkungan merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya
penyakit. faktor ini disebut faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan berupa
lingkungan fisik, biologis, sosial ekonomi.
Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan oleh makanan.
Makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan
makanan yang baik tetapi karena sakit siare atau demam dapat menderita
kurang gizi. Demikian pada naka yang makannya tidak cukup baik maka
daya tahan tubuh akan melenmah dan mudah terserang penyakit.
Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama sama
merupakan penyebab kurang gizi.
h.
Pola Asuh
Pola pengasuhan anak adalah aktivitas yang berhubungan pemenuhan
pangan, pemeliharaan fisik dan perhatian terhadap anak, pengasuhan anak
meliputi aktivitas perawatan terkait gizi atau persiapan makanan dan menyusui,
pencegahan dan pengobatab penyakit dan memandikan anak, membersihkan
rumah.
11
j.
12
d. Menggunakan
garam
beryodium.
Perilaku
ini
berhubungan
dengan
Makanan tidak
penyakit
Seimbang
infeksi
Keluarga pemberdayaan
pok
wanita dan keluarga, kurang
pemanfaatan SDM
Konsumsi
makanan
Status Gizi
Balita
Pola asuh
Penyakit infeksi
Pelayanan
kesehatan dan
gizi
KADARZI
13
DEFINISI
CARA UKUR
ALAT UKUR
suatu ukuran
Antropometri
Dacin
mengenai
-BB/U
-TB/U
kondisi tubuh
-BB/TB
seseorang
yang
HASIL UKUR
untuk
mengukur tinggi
badan
UKUR
Ordinal
Gizi
Kurang : > -3 Sd
Form umur
dapat dilihat
s/d < -2 SD
dari makanan
Gizi Baik :
yang
dikonsumsi
SD
dan
penggunaan
Gizi
Lebih : > +2 SD
zat-zat gizi di
TB/U
dalam
< -3 SD Sangat
tubuhdengan
Pendek
- 3 s/d <-2 SD
3 indikator
Pendek
- 2 s/d +2 SD
BB/U, TB/U,
BB/TB
Normal
> +2 SD Tinggi
BB/TB
< -3 SD Sangat
Kurus
- 3 s/d <-2 SD
Kurus
- 2 s/d +2 SD
Normal
> +2 SD Gemuk
14
Rujukan
SK
Menkes no tahun
2010
Konsumsi
Informasi
Makanan
tentang jenis
dan
Wawancara
jumlah
konsumsi Ordinal
makanan
dikategorikan
makanan
menjadi :
yang
dikonsumsi
AKG
2. Kurang < 80%
oleh
responden
AKG
Zat gizi mikro
100%
1.Cukup
AKG
2013
Ya
:
Penyakit
pernah Ordinal
infeksi
tidaknya
menderita penyakit
balita
infeksi
mengalami
terakhir).
gejala
(6
bulan
Tidak
tidak
penyakit
pernah
menderita
infeksi (diare,
penyakit infeksi (6
pertusis,
bulan terakhir).
difteri, ISPA,
disentri,
DBD,
cacingan,TB
C,
polio,
Hepatitis
B,
campak,
dll)
dalam 6 bln
terakhir
15
Ketersediaa
Kemampuan
n Pangan
keluarga
Wawancara
Kuesioner
FFQ
dikategorikan
makanan
menjadi :
1.
Rendah
< median
2. Tinggi
mencukupi
kebutuhan
sehari-hari
asuh Perilaku
Wawancara
kuesioner
Pola
asuh
dalam
terhadap
melakukan
Kategori :
tindakan
median
pangan
ibu
Ordinal
pangan
menyediakan
untuk
Pola
Ketersediaan
yg
ibu Ordinal
anak
1. Baik :
Nilai Tengah
2. Tidak baik :
< Nilai tengah
berkaitan
dengan
masalah gizi
dan
perawatan
Pelayanan
kesehatan
Pemanfaatan
Kesehatan.
dan
KADARZI
Wawancara
Kuesioner
jenis
Baik :
Ordinal
Nilai Tengah
pelayanan
Kurang :
kesehatan
<Nilai Tengah
suatu
Wawancara
Kuesioner
Baik
gerakan yang
Tengah
terkait
Kurang
dengan
Tengah
program
kesehatan
keluarga dan
gizi (KKG),
yang
merupakan
bagian dari
usaha
perbaikan
Gizi Keluarga
16
Nilai
:
<Nilai
Ordinal
(UPGK)
E. Hipotesa
1. Ada hubungan konsumsi makanan dengan status gizi balita.
2. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita.
3.
4.
5.
6.
BAB III
METODE PENELITIAN
17
A.
Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian survei dengan pendekatan cross sectional .
Dimana variable independennya adalah konsumsi makan, penyakit infeksi,
ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan, pola asuh dan variable dependennya
adalah status gizi di ukur dalam waktu yang bersamaan.
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak
balita usia 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan
Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Dan responden adalah ibu dari balita usia
6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang,
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.
b. Sampel
Pengambilan sampel dihitung dengan menggunakan rumus finit.
n=
Z 21 / 2 P(1 P) N
d 2 ( N 1) Z 21 / 2 P(1 P )
Keterangan :
n = Besar Sampel
Z = 1,96 pada derajat kepercayaan 95%
P = Proporsi (50%)
d = Presisi (7%)
N = Populasi
Dari perhitungan di dapat jumlah sampel yaitu 69 orang . Pengambilan sampel
penelitian secara simple random sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan kriteria
yang telah ditetapkan peneliti yaitu:
1. Bersedia menjadi responden
2. Keluarga yang memiliki balita
3. Bisa berkomunikasi dengan baik
D. Jenis dan Cara pengumpulan Data
1.
Data Primer
18
Pesisir
Selatan.
Untuk
pelayanan kesehatan di
mengetahui
konsumsi
makanan
Data Sekunder
Yang termasuk ke dalam data sekunder dalam penelitian ini adalah
data-data yang dikumpulkan dari Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kota/Kabupaten, dan Riskesdas Sumbar 2010. Selain itu juga dari Dinas
Kesehatan setempat, Posyandu dan Puskesmas, yang mencakup profil
daerah, sarana dan prasarana dan program gizi yang ada di daerah tersebut.
pemberian
nomor
atau
kode
pada
setiap
jawaban
untuk
: - 2 SD sd 2 SD
19
Ya
: Apabila anak mengkonsumsi makanan yang diberikan.
Tidak
: Apabila anak tidak mengkonsumsi makanan yang diberikan.
c) Variabel penyakit infeksi diberi nilai 1 bila anak menderita penyakit infeksi
dan diberi nilai 0 bial tidak sakit dan dikategorikan sebagai berikut :
Pernah
: Apabila anak menderita salah satu penyakit infeksi
Tidak pernah
: Tidak ada menderita penyakit
d) Variabel ketersediaan pangan diberi nilai 1 bila ibu mempunyai ketersedian
bahan pangan dan diberi nilai 0 bila ibu tidak memiliki ketersediaan pangan
dan dikategorikan sebagai berikut :
Ya
: Apabila ibu memiliki ketersediaan pangan
Tidak
: Apabila ibu tidak memiliki persediaan pangan
e) Variabel pola asuh diberi nilai 1 bila ibu memberikan pola asuh terhadap
balita nya dan diberi nilai 0 bila ibu tidak memberikan pola asuh terhadap
balita nya dan dikategorikan sebagai berikut :
Ya
: Memberikan pola asuh terhadap balita nya
Tidak
: Tidak memberikan pola asuh terhadap balita nya
f) Variabel pelayanan kesehatan diberi nilai 1 bila anak mendapatkan
pelayanan kesehatan dan diberi nilai 0 bila anak tidak mendapatkan
pelayanan kesehatan dan dikategorikan sebagai berikut :
Ya
: Mendapatkan pelayanan kesehatan
Tidak
: Tidak mendapatkan pelayanan kesehatan
3. Memasukan Data (Entry data)
Memproses data agar dapat dianalisa, memproses data telah dilakukan
dengan cara mengentri data dari format pengumpulan data dari format
pengumpulan data ke master tabel. Data dengan status gizi, konsumsi
makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayan
kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang,
Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014, yang telah diberi kode dimasukkan ke
dalam master tabel. Semua data telah di entrikan.
4. Membersihkan data (cleaning)
Data dari status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi, ketersediaan
pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto
Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014, yang
telah dimasukkan kedalam master tabel di cek kembali. Hasilnya tidak
ditemukan kesalahan dalam entri data.
5. Mentabulasikan Data (Tabulating)
Setelah semua data status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi,
ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Berapak
20
Analisis data
Proses analisis data dapat di lakukan dengan dua tahap yaitu: analisis data
univariat dan analisis data bivariat.
1.
Analisis Univariat
Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari
jenis data nya. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi
frekuensi variable yang diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
anak balita umur 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak,
Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.
2.
Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan independen
data yang disajikan dalam bentuk tabel silang. Pengolahan dilakukan secara
komputerisasi dengan uji chi squere, korelasi, uji statistik lainnya yang
memenuhi syarat dengan kemaknaan yang digunakan = 0.05 dan derajat
kepercayaan 95%.
Jika p value 0.05 berati Ho di tolak dan Ha diterima ini berarti ada
hubungan yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel
independen, tapi jika p value > 0.05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna
antara variabel dependen dan variabel independen.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi (Geografis, Demografis, Sarana Prasarana
kesehatan, Program Kesehatan, dll)
1. Letak Geografis Nagari
Nagari Talaok merupakan salah satu nagari yang teletak di Kecamatan
Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Luas Nagari Talaok 1200 Ha dengan
ketinggian dipermukaan laut 10 M. Nagari Talaok berbatasan dengan :
Sebelah Barat
: Nagari Aur Begalung
Sebelah Timur
: Nagari Gurun Panjang
Sebelah Selatan
: Nagari Kapeh Panji
Sebelah Utara
: Nagari Koto Berapak
Nagari Talaok terdiri dari 2 kampung yaitu :
a. Kampung Talaok
b. Kampung Lubuk Pasing
2. Gambaran Demografis Daerah
Jumlah penduduk Nagari Talaok secara keseluruhan 2.810 jiwa dengan
jumlah penduduk laki-laki 1.388 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 1.422
jiwa yang terdiri dari 753 kepala keluarga dengan rincihan sebagai berikut :
Tabel 4.1
Jumlah penduduk Nagari Talaok
No
Kategori
1 Jumlah total penduduk
2 Jumlah penduduk laki-laki
3 Jumlah penduduk perempuan
Jumlah KK
Jumlah
2.810 orang
1.388 orang
1.422 orang
753 KK
Pekerjaan penduduk talaok pada umumnya petani, namun ada juga yang
berprofesi lain yaitu sebagai berikut :
Tabel 4.2
Pekerjaan Penduduk Talaok
No
Jenis Pekerjaan
1 Petani
2 Buruh tani
22
Jumlah jiwa
2.819 orang
382 orang
3
4
5
6
7
8
9
10
Buruh/swasta/karyawan
PNS/TNI/POLRI
Pengrajin
Pedagang
Peternak
Nelayan
Montir
Dokter
80 orang
164 orang
11 orang
161 orang
100 orang
190 orang
9 orang
1 orang
Uraian
Kantor Wali Nagari
Kantor BMN
Computer
Laptop
Mesin TIK
Jumlah
1
1
1
2
1
Tabel 4.3
Sarana Pendidikan
No
1
2
3
4
5
6
Uraian
SD/MI
TK
MAK
TPA
PAUD
Jumlah
Julmlah
3
2
1
3
1
6
7
8
9
Perpustakaan
MTSN
STAI MA
SMK
1
1
1
Tabel 4.4
Sarana Peribadatan
No
1
2
Uraian
Masjid
Mushalla/Surau
Jumlah
3
2
Tabel 4.5
Sarana Olahraga
No
1
Uraian
Jumlah
Lapangan Bulu 1
Tangkis
Lapangan Bola 1
Volly
23
Lapangan
Takraw
Tabel 4.6
Sarana dan Prasarana Kesehatan
No
1
2
3
Uraian
Poskesri
Posyandu
Bidan
Jumlah
1
1
1
PK (Perguruan
Tinggi). Sedangkan untuk rata-rata pendidikan terakhir ibu adalah SLTA (Sekolah
Menengah Atas). Dengan pendidikan minimum yaitu SD (Sekolah Dasar) dan
pendidikan maksimum ayah yaitu PK (Perguruan Tinggi).
4. Pekerjaan Orang Tua
Dari semua sampel yang telah terpilih hampir setengah dari sampel
yang kepala keluarganya bekerja sebagai petani/nelayan. Selain itu banyak juga
kepala keluarganya yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta. Sedangkan
untuk ibu hampir semua ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.
5. Umur Sampel
Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata balita yang terpilih
sebagai sampel berumur 32 bulan. Dengan umur minimal sampel yaitu 6 bulan
dan umur maksimal sampel 59 bulan.
6. Jenis Kelamin Sampel
24
Dari semua sampel yang telah terpilih 33 sampel berjenis kelamin lakilaki, dan 36 sampel berjenis kelamin perempuan.
7. Berat Badan Lahir
Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata berat badab lahir balita
yaitu 3.2 kg. Dengan berat badan lahir minimum 1.7 kg dan berat badan lahir
maksimum 4.2 kg.
C. Hasil analisis univariat
Dari penelitian yang telah dilakukan di wilayah puskesmas koto barapak
kecamatan baying kabupaten pesisir selatan, didapatkan hasil sebagai berikut :
1. Distribusi status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U, BB/PB
a. Berat badan menurut umur
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan Berat
Badan Menurut Umur Pada Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kanagarian
Talaok Kecamatan Bayang Tahun 2014
Status gizi BB/U
Gizi buruk
Gizi kurang
Gizi normal
Gizi lebih
Total
n
6
10
51
2
69
%
8.7
14.5
73.9
2.9
100.0
Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status gizi
normal paling banyak dengan persentase 73,9 %. Balita dengan status gizi
kurang lebih banyak dibandingkan status gizi buruk dengan rata-rata status gizi
berat badan menurut umur 2,71.
b. Tinggi badan menurut umur
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan Tinggi
Badan Menurut Umur Pada Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kanagarian
Talaok Kecamatan Bayang Tahun 2014
Status gizi TB/U
Sangat pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
n
10
18
40
1
69
%
14.5
26.1
58.0
1.4
100.0
Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status
gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur paling banyak pada keadaan
25
n
4
3
61
1
69
%
5.8
4.3
88.4
1.4
100.0
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status
gizi berdasarkan tinggi badan menurut berat badan paling banyak pada
keadaan normal dengan persentase 88,4 %. Balita sangat kurus lebih banyak
dibandingkan balita kurus dan terdapat satu orang balita dengan status gizi
gemuk dengan rata-rata status gizi tinggi badan menurut berat badan 2,86.
2. Distribusi konsumsi makanan balita
a. Konsumsi energi
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Konsumsi Energi Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Energi
Kurang
Cukup
Total
n
17
52
69
%
60.9
39.1
100.0
Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi energi balita
yang kurang lebih banyak daripada konsumsi energi cukup dengan persentase
konsumsi energi kurang 60,9 % dan konsumsi energi cukup 27 %. Rata-rata yang
didapatkan 0,39.
b. Konsumsi protein
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Konsumsi Protein Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Protein
Kurang
Cukup
n
17
52
26
%
24.6
75.4
Total
69
100.0
Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi protein balita
yang cukup lebih banyak daripada konsumsi energi kurang dengan persentase
konsumsi protein cukup 75,4 % dan konsumsi protein kurang 17 %. Rata-rata yang
didapatkan 0,75.
c. Konsumsi lemak
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Lemak
Kurang
Cukup
Total
n
44
25
69
%
63.8
36.2
100.0
Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi lemak balita
yang kurang lebih banyak daripada konsumsi lemak cukup dengan persentase
konsumsi lemak kurang 63,8 % dan konsumsi lemak cukup 36,2 %. Rata-rata yang
didapatkan 0,36.
d. Konsumsi kabohidrat
Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Konsumsi Karbohidrat Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Konsumsi
Karbohidrat
Kurang
Cukup
Total
41
28
69
59.4
40.6
100.0
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi karbohidrat balita
yang kurang lebih banyak daripada konsumsi karbohidrat cukup dengan
persentase konsumsi karbohidrat kurang 59,4 % dan konsumsi karbohidrat cukup
40,6 %. Rata-rata yang didapatkan 0,41.
e. Konsumsi Vitamin A
Tabel 4.8
27
Distribusi Frekuensi Konsumsi Vitamin A Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Konsumsi Vitamin
6
63
69
8.7
91.3
100.0
A
Kurang
Cukup
Total
Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Vitamin A balita
yang cukup lebih banyak daripada konsumsi Vitamin A kurang dengan persentase
konsumsi Vitamin A cukup 91,3 % dan konsumsi Vitamin A kurang 8,7 %. Rata-rata
yang didapatkan 0,91.
f. Konsumsi Fe
Tabel 4.9
Distribusi Frekuensi Konsumsi Fe Balita Pada Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Konsumsi Fe
Kurang
Cukup
Total
n
58
11
69
%
84.1
15.9
100.0
Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Fe balita yang
kurang lebih banyak daripada konsumsi Fe cukup dengan persentase konsumsi Fe
kurang 84,1 % dan konsumsi Fe cukup 15,9 %. Rata-rata yang didapatkan 0,16.
g. Konsumsi Zink
Tabel 4.10
Distribusi Frekuensi Konsumsi Zink Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Fe
Kurang
Cukup
Total
n
53
16
69
%
76.8
23.2
100.0
Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Zink balita yang
kurang lebih banyak daripada konsumsi Zink cukup dengan persentase konsumsi
Zink kurang 76,8 % dan konsumsi Zink cukup 23,2 %. Rata-rata yang didapatkan
0,23.
28
h. Konsumsi Kalsium
Tabel 4.11
Distribusi Frekuensi Konsumsi Kalsium Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Kalsium
Kurang
Cukup
Total
54
15
69
78.3
21.7
100.0
Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Kalsium balita
yang kurang lebih banyak daripada konsumsi Kalsium cukup dengan persentase
konsumsi Kalsium kurang 78,3 % dan konsumsi Kalsium cukup 21,7 %. Rata-rata
yang didapatkan 0,22.
3. Pola Makan Balita
a. Pola Makanan Pokok
Tabel 4.12
Distribusi Frekuensi Pola Makanan Pokok Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Protein
Hewani
Tidak baik
Baik
Total
22
47
69
31.9
68.1
100.0
Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa pola makanan pokok balita
yang baik lebih banyak daripada pola makanan pokok tidak baik
dengan
persentase pola makanan pokok baik 68,1 % dan pola makanan pokok tidak baik
31,9 %. Rata-rata yang didapatkan 0,68.
29
Distribusi Frekuensi Pola Protein Hewani Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah
Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Protein
Hewani
Tidak baik
Baik
Total
16
52
69
23.2
76.8
100.0
Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi protein
hewani balita yang baik lebih banyak daripada pola konsumsi protein hewani tidak
baik dengan persentase pola konsumsi protein hewani baik 76,8 % dan pola
konsumsi protein hewani tidak baik 23,2 %. Rata-rata yang didapatkan 0,77.
c. Pola Protein Nabati
Tabel 4.14
Distribusi Frekuensi Pola Protein Nabati Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Protein
Nabati
Tidak baik
Baik
total
42
27
69
60.9
39.1
100.0
Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi protein
nabati balita yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi protein nabati
baik dengan persentase pola konsumsi protein nabati tidak baik 60,9 % dan pola
konsumsi protein nabati baik 39,1 %. Rata-rata yang didapatkan 0,39.
d. Pola Sayur
Tabel 4.15
Distribusi Frekuensi Pola Sayur Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Sayur
Tidak baik
n
37
30
%
53.6
Baik
total
32
69
46.4
100.0
Berdasarkan tabel 4.15 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi sayur balita
yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi sayur baik dengan persentase
pola konsumsi sayur tidak baik 53,6 % dan pola konsumsi sayur baik 46,4 %. Ratarata yang didapatkan 0,46.
d. Pola Buah
Tabel 4.16
Distribusi Frekuensi Pola Buah Balita Pada Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Buah
Tidak baik
Baik
total
n
35
34
69
%
50.7
49.3
100.0
Berdasarkan tabel 4.16 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi buah balita
yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi buah baik dengan persentase
pola konsumsi buah tidak baik 50,7 % dan pola konsumsi buah baik 49,3 %. Ratarata yang didapatkan 0,49
4. Distribusi penyakit infeksi
Tabel 4.17
Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Infeksi
Ya
n
8
%
11.6
terinfeksi
Tidak
61
88.4
terinfeksi
Total
69
100.0
Berdasarkan tabel 4.17 di atas dapat diketahui bahwa balita yang tidak terinfeksi
penyakit lebih banyak daripada balita yang terinfeksi penyakit dengan persentase
balita yang tidak terinfeksi 88,4% dan balita terinfeksi 11,6%.Rata-rata yang
didapatkan 0,88
5. Distribusi tingkat ketersediaan pangan
Tabel 4.18
31
27
42
69
39.1
60.9
100.0
n
30
39
69
%
43.5
56.5
100.0
Berdasarkan tabel 4.19 Diketahui distribusi frekuensi pola asuh baik lebih banyak
daripada pola asuh tidak baik dengan persentase baik 56,5% dan tidak baik 43,5%.
Rata-rata yang didapatkan 0,57.
N
12
57
69
%
17.4
82.6
100.0
32
b. Puskesmas
Tabel 4.21
Distribusi frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Puskesmas
Ya
Tidak
Total
n
17
52
69
%
24.6
75.4
100.0
n
65
3
69
Ya
Tidak
total
%
94.2
4.3
100.0
N
48
20
69
Ya
Tidak
Total
%
69.6
29.0
100.0
33
Kesehatan lainnya
Tidak
Ada, dukun
Total
54
15
69
78.3
21.7
100.0
n
26
%
37.7
baik
Baik
Total
43
69
62.3
100.0
Berdasarkan tabel 4.25 Diketahui distribusi Kadarzi yang baik lebih banyak
dibandingkan kadarzi tidak baik dengan persentase kadarzi baik 62,3% dan kadarzi
tidak baik 37,7%. Rata-rata yang didapatkan 0,62.
D. Hasil Analisis Bivariat
Melihat hubungan variable independen dengan dependen maka digunakan
analisa bivariat sebagai berikut :
1. Hubungan ketersediaan pangan dengan konsumsi makanan Balita Umur 6-59 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
a. Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Makanan Pada Balita
Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan
Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Tabel 4.26
Hubungan Ketersediaan Pangan dengan Konsumsi Energi Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi energi
Ketersediaan
pangan
Tidak baik
Kurang
Total
Cukup
15
55,6
12
44,4
34
27
100
P value
Baik
27
64,3
15
35,7
42
100
Total
42
60,9
27
39,1
69
100
0,637
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi energi kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (64,3%) dibandingkan
dengan yang tidak baik (55,6%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,637
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi energi balita.
Tabel 4.27
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Protein Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi protein
Ketersediaan
pangan
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
18,5
22
81,5
27
100
Baik
12
28,6
30
71,4
42
100
Total
17
24,6
52
75,4
69
100
P value
0,510
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi protein kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (28,6%) dibandingkan
dengan yang tidak baik (18,5%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,510
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi protein balita.
Tabel 4.28
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Karbohidrat Pada Balita Umur
6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Ketersediaan
Konsumsi Karbohidrat
35
Total
P value
pangan
Kurang
Cukup
55,6
27
100
13
31,0
42
100
28
40,6
69
100
Tidak baik
12
44,4
15
Baik
29
69,0
Total
41
59,4
0,075
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi karbohidrat
kurang, lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (69,0%)
dibandingkan dengan yang tidak baik (44,4%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui
p value 0,075 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara
ketersediaan pangan dengan konsumsi karbohidrat balita.
Tabel 4.29
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Lemak Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi lemak
Ketersediaan
pangan
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
16
59,3
11
40,7
27
100
Baik
28
66,7
14
33,3
42
100
Total
44
63,8
25
36,2
69
100
P value
0,713
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi lemak kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (66,7%) dibandingkan
dengan yang tidak baik (59,3%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,713
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi lemak balita.
Tabel 4.30
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Fe Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Ketersediaan
pangan
Konsumsi Fe
Kurang
n
Total
Cukup
n
36
P value
%
Tidak baik
22
81,5
18,5
27
100
Baik
36
85,7
14,3
42
100
Total
58
84,1
11
15,9
69
100
0,895
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Fe kurang, lebih
banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (85,7%) dibandingkan dengan
yang tidak baik (81,5%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,895
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi Fe balita.
Tabel.31
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Vitamin A Pada Balita Umur 659 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi Vitamin A
Ketersediaan
pangan
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
11,1
24
88,9
27
100
Baik
7,1
39
92.9
42
100
Total
8,7
63
91,3
69
100
P value
0,672
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi vitamin A kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang tidak baik (11,1%) dibandingkan
dengan yang baik (7,1%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,672
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi vitamin A balita.
Tabel 4.32
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Zink Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi Zink
Ketersediaan
pangan
Tidak baik
Kurang
Total
Cukup
19
70,4
29,6
37
27
100
P value
0,469
Baik
34
81,0
19,0
42
100
Total
53
76,8
16
23,2
69
100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Zink kurang,
lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (81,0%) dibandingkan
dengan yang tidak baik (70,4%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,469
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan
dengan konsumsi Zink balita.
Tabel 4.33
Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Ca Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi Ca
Ketersediaan
pangan
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
18
66,7
33,3
27
100
Baik
36
85,7
14,3
42
100
Total
54
78,3
15
21,7
69
100
P value
0,116
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Ca kurang, lebih
banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (85,7%) dibandingkan dengan
yang tidak baik (66,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,116 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan dengan
konsumsi Zink balita.
2. Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Makanan Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Tabel 4.34
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Energi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Pola Asuh
Konsumsi Energi
Kurang
Cukup
38
Total
n
P value
%
Tidak baik
16
53,3
14
46,7
30
100
Baik
26
66,7
13
33,3
39
100
Total
42
60,9
27
39,1
69
100
0,381
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi energi kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh yang baik (66,7%) dibandingkan dengan yang
tidak baik (53,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,381 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi energi
balita.
Tabel 4.35
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Protein Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Protein
Pola Asuh
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
12
40,0
18
60,0
30
100
Baik
12,8
34
87,2
39
100
Total
17
24,6
52
75,4
69
100
P value
0,021
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi protein kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh yang tidak baik (40,0%) dibandingkan dengan
yang yang baik (12,8%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,021
(p<0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi
protein balita.
Tabel 4.36
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Karbohidrat Pada Balita Umur 6-59 Bulan
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Karbohidrat
Pola Asuh
Tidak baik
Kurang
Total
Cukup
16
53,3
14
46,7
39
30
100
P value
0,512
Baik
25
64,1
14
35,9
39
100
Total
41
69,4
28
40,6
69
100
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
22
73,3
26,7
30
100
Baik
22
56,4
17
43,6
39
100
Total
44
63,8
25
36,2
69
100
P value
0,231
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi lemak kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh tidak baik (73,3%) dibandingkan dengan yang
tidak baik (56,4%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,231 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi lemak
balita.
Tabel 4.38
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Fe Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Fe
Pola Asuh
Tidak baik
Kurang
Total
Cukup
25
83,3
16,7
40
30
100
P value
1,000
Baik
33
84,6
15,4
39
100
Total
58
84,1
11
15,9
69
100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Fe kurang, lebih
banyak terdapat pada pola asuh baik (84,6%) dibandingkan dengan yang tidak baik
(83,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Fe balita.
Tabel 4.39
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Vitamin A Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Vitamin A
Pola Asuh
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
10,0
27
90,0
30
100
Baik
7,7
36
92,3
39
100
Total
8,7
63
91,3
69
100
P value
1,000
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi vitamin A kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh tidak baik (10,0%) dibandingkan dengan yang
baik (7,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya
tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi vitamin A
balita.
Tabel 4.40
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Zink Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Zink
Pola Asuh
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
23
76,7
23,3
30
100
Baik
30
76,9
23,1
39
100
41
P value
1,000
Total
53
76,8
16
23,2
69
100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Zink kurang,
lebih banyak terdapat pada pola asuh baik (76,9%) dibandingkan dengan yang tidak
baik (76,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya
tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Zink balita.
Tabel 4.41
Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Ca Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Konsumsi Ca
Pola Asuh
Kurang
Total
Cukup
Tidak baik
20
66.7
10
33,3
30
100
Baik
34
87,2
12,8
39
100
Total
54
78,3
15
21,7
69
100
P value
0,080
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Ca kurang, lebih
banyak terdapat pada pola asuh baik (87,2%) dibandingkan dengan yang tidak baik
(66,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,080 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Ca balita.
3. Hubungan Pola Asuh dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Tabel 4.42
Hubungan Pola Asuh dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Penyakit Infeksi
Total
Terinfeksi
Tidak
Terinfeksi
Tidak baik
13,3
26
Baik
10,3
35
Pola Asuh
42
86,7
30
100
89,7
39
100
P value
0,720
Total
11,6
61
88,4
69
100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang terinfeksi, lebih banyak
terdapat pada pola asuh yang tidak baik (13,3%) dibandingkan dengan yang baik
(10,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,720 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan penyakit infeksi pada balita.
4. Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59
Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Tabel 4.43
Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 659 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Penyakit Infeksi
Total
Terinfeksi
Tidak
Terinfeksi
Tidak baik
7,7
24
Baik
14,0
Total
11,6
Kadarzi
92,3
26
100
37
86,0
43
100
61
88,4
69
100
P value
0,701
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang terinfeksi, lebih banyak
terdapat keluarga sadar gizi yang baik (14,0%) dibandingkan dengan yang tidak baik
(7,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,701 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara kadarzi dengan penyakit infeksi pada balita.
43
5. Hubungan Konsumsi Makanan dengan Status Gizi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Tabel 4.44
Hubungan Konsumsi Energi Dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U
Konsumsi
Energi
Buruk
Kurang
Normal
Lebih
Total
Kurang
9,5
10
23,8
27
64,3
2,4
42
100
Cukup
7,4
25
88,9
3,7
27
100
Total
8,7
10
14,5
51
73,9
2,9
69
100
P
value
0,047
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi energy yang kurang (9,5%) dibandingkan
dengan yang cukup (7,4%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat
pada jumlah konsumsi energi yang kurang (23,8%) dibandingkan dengan yang cukup
(0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,047 (p<0,05), artinya ada
hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi dengan status gizi balita.
Tabel 4.45
Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U
Konsumsi
Protein
Buruk
Kurang
Normal
Lebih
Total
Kurang
5,9
29,4
10
58,8
5,9
17
100
Cukup
9,6
9,6
41
78,8
1,9
52
100
Total
8,7
10
14,5
51
73,9
2,9
69
100
P
value
0,168
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (9,6%) dibandingkan
dengan yang kurang (5,4%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (29,4%) dibandingkan dengan
yang cukup (9,6 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,168 (p>0,05),
44
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi protein dengan
status gizi balita.
Tabel 4.46
Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U
Konsumsi
n
Buruk
%
Kurang
Cukup
Total
Karbohidrat
Total
Kurang
n
%
Normal
n
%
Lebih
n
%
9,8
10
24,4
26
63,4
2,4
41
100
7,1
25
89,3
3,6
28
100
8,7
10
14,5
51
73,9
2,9
69
100
P
value
0,036
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (9,8%) dibandingkan
dengan yang cukup (7,1%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat
pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (24,4%) dibandingkan dengan yang
cukup (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,036 (p<0,05), artinya
ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi karbohidrat dengan status gizi
balita.
Tabel 4.47
Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U
Konsumsi
Lemak
Buruk
Kurang
Normal
Lebih
Total
Kurang
6,8
10
22,7
30
68,2
2,3
44
100
Cukup
12,0
21
84,0
4,0
25
100
Total
8,7
10
14,5
51
73,9
2,9
69
100
P
value
0,076
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (12,0%) dibandingkan
dengan yang kurang (6,8 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (22,7 %) dibandingkan dengan
45
yang cukup (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,076 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi karbohidrat
dengan status gizi balita.
Tabel 4.48
Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan BB/U
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
Kategori BB/U
Konsumsi
Buruk
Fe
Kurang
Normal
Lebih
Total
Kurang
10,3
10
17,2
40
6,9
3,4
58
100
Cukup
11
100
11
100
Total
8,7
10
14,5
51
73,9
2,9
69
100
P
value
0,202
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (10,3%) dibandingkan dengan
yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat pada
jumlah konsumsi Fe yang kurang (17,2 %) dibandingkan dengan yang cukup (0
%).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,202 (p>0,05), artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe dengan status gizi balita.
Tabel 4.49
Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Kategori BB/U
46
Total
Vitamin A
Buruk
Kurang
Normal
Lebih
value
Kurang
16,7
66,7
16,7
100
Cukup
7,9
10
15,9
47
74,6
1,8
63
100
Total
8,7
10
14,5
51
73,9
2,9
69
100
0,123
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Vitamin A yang kurang (16,7 %) dibandingkan
dengan yang cukup (7,9 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi Vitamin A yang cukup (15,9 %) dibandingkan dengan
yang kurang (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,123 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Vitamin A dengan
status gizi balita
Tabel 4.50
Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/U
Konsumsi
Zink
Buruk
Kurang
Normal
Lebih
Total
Kurang
9,4
10
18,9
36
67,9
3.8
53
100
Cukup
6,3
15
93,8
16
100
Total
8,7
10
14,5
51
73,9
2,9
69
100
P
value
0,280
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Zink yang kurang (9,4 %) dibandingkan
dengan yang cukup (6,3 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi Zink yang kurang (18,9 %) dibandingkan dengan yang
cukup (0 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,280 (p>0,05), artinya
tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Zink dengan status gizi
balita.
Tabel 4.51
Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
47
Kategori BB/U
Konsumsi
Buruk
Ca
Kurang
Normal
Lebih
Total
Kurang
11,1
16,7
38
70,4
1,6
54
100
Cukup
6,7
13
86,7
6,7
15
100
Total
8,7
10
14,5
51
73,9
2,9
69
100
P
value
0,280
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (11,1 %) dibandingkan dengan
yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat pada
jumlah konsumsi Ca yang kurang (16,7 %) dibandingkan dengan yang cukup (6,7 %).
Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,280 (p>0,05), artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status gizi balita.
Tabel 4.51
Hubungan Konsumsi energi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi
Energi
Sangat
pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
Kurang
16,7
12
28,6
22
52,4
2,4
42
100
Cukup
11,1
22,2
18
66,7
27
100
Total
10
14,5
18
26,1
50
58,0
1,4
69
100
P
value
0,609
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sanat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (16,7%)
dibandingkan dengan yang cukup (11,1%). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (28,6 %) dibandingkan
dengan yang cukup (22,2 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,609
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi
dengan status gizi balita.
Tabel 4.52
48
Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi
Protein
Sangat
pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
Kurang
23,5
17,6
10
58,8
17
100
Cukup
11,5
15
28,8
30
57,7
1,9
52
100
Total
10
14,5
18
26,1
40
58,0
1,4
69
100
P
value
0,529
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (23,5 %)
dibandingkan dengan yang cukup (11,5%). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (28,8%) dibandingkan
dengan yang kurang (17,6 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,529
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi protein
dengan status gizi balita.
Tabel 4.53
Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Karbohidrat
Kategori TB/U
Sangat
pendek
Pendek
Normal
49
Total
Tinggi
P
value
Kurang
17.1
12
23,8
22
53,7
41
100
Cukup
10,7
64,3
18
64,3
3,6
28
100
Total
10
14,5
18
26,1
40
5,8
1,4
69
100
0,450
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (17,1 %)
dibandingkan dengan yang cukup (10,7 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (64,3 %) dibandingkan
dengan yang kurang (23,8 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,450
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi
karbohidrat dengan status gizi balita.
Tabel 4.54
Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi
Total
Sangat
pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Kurang
11,4
12
27,3
27
25,2
44
100
Cukup
20,0
24,0
13
52,0
25
100
Total
10
14,5
18
26,1
40
58,0
1,4
69
100
Lemak
P
value
0,409
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (20 %)
dibandingkan dengan yang kurang (11,4 %). Dan balita dengan status gizi pendek
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (27,3 %)
dibandingkan dengan yang cukup (24 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p
value 0,409 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah
konsumsi lemak dengan status gizi balita.
Tabel 4.55
Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan TB/U
di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok
Tahun 2014
50
Kategori TB/U
Konsumsi
Fe
Sangat
pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
Kurang
10
17,2
14
24,1
34
58,6
58
100
Cukup
36,4
54,5
9,1
11
100
Total
10
14,5
18
26,1
40
58,0
1,4
69
100
P
value
0,052
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (17,2 %)
dibandingkan dengan yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (36,4 %) dibandingkan
dengan yang kurang (24,1%). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,052
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe
dengan status gizi balita.
Tabel 4.56
Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi
Vitamin A
Kurang
Sangat
pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Total
16,3
50,0
33,3
100
51
P
value
0,523
Cukup
14,7
15
23,8
38
60,3
1,6
63
100
Total
10
14,5
18
26,1
40
58,0
1,4
69
100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang kurang (16,3 %)
dibandingkan dengan yang cukup (14,7 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang kurang (50%) dibandingkan
dengan yang cukup (23,8 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,523
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi vitamin
A dengan status gizi balita.
Tabel 4.57
Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
Konsumsi
Total
Sangat
pendek
Pendek
Normal
Tinggi
Kurang
7,7
13
24,5
30
56,6
1,9
53
100
Cukup
2,3
31,3
10
62,5
16
100
Total
10
14,5
18
26,1
40
58,0
1,4
69
100
Zink
P
value
0,667
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink
dibandingkan dengan yang cukup (2,3 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink yang cukup (31,3 %) dibandingkan
dengan yang kurang (24,5 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,667
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi zink
dengan status gizi balita.
Tabel 4.59
Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Ca
Kategori TB/U
Sangat
pendek
Pendek
Normal
52
Total
Tinggi
P
value
Kurang
10
18,5
14
25,9
30
55,6
54
100
Cukup
26,7
10
66,7
6,7
15
100
Total
10
14,5
18
26,1
40
58,0
1,4
69
100
0,085
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat
pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca
dibandingkan dengan yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih
banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang cukup (26,7 %) dibandingkan dengan
yang kurang (25,9 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,085 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status
gizi balita.
Tabel 4.60
Hubungan Konsumsi energi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
Konsumsi
Energi
Sangat
Kurus
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Kurang
7,1
4,8
36
85,7
2,4
42
100
Cukup
3,7
3,7
25
92,6
27
100
Total
5,8
4,3
61
88,4
1,4
69
100
P
value
0,775
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (7,1%) dibandingkan
dengan yang cukup (3,7%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat
pada jumlah konsumsi energi yang kurang (4,8 %) dibandingkan dengan yang cukup
(3,7 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,775 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi dengan status gizi
balita.
Tabel 4.61
Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Konsumsi
Kategori BB/TB
Total
P
value
Sangat
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
53
Protein
Kurang
11,8
5,9
13
76,5
5,9
17
100
Cukup
3,8
3,8
48
92,3
52
100
Total
5,8
4,3
61
88,4
1,4
69
100
0,177
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (11,8%)
dibandingkan dengan protein yang cukup (3,8%). Dan balita dengan status gizi kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (5,9 %) dibandingkan
dengan protein yang cukup (3,8 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value
0,177 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi
protein dengan status gizi balita.
Tabel 4.62
Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Karbohidrat
n
Kurang
7,3
4,9
35
85,4
2,4
41
100
Cukup
3,6
3,6
26
92,9
28
100
Total
5.8
4,3
61
88,4
1,4
69
100
0,739
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (7,3%)
dibandingkan dengan karbohidrat yang cukup (3,6%). Dan balita dengan status gizi
kurus lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (4,9 %)
54
dibandingkan dengan karbohidrat yang cukup (3,6 %). Berdasarkan uji statistik dapat
diketaui p value 0,739 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara
jumlah konsumsi karbohidrat dengan status gizi balita.
Tabel 4.63
Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Lemak
n
Kurang
6,8
4,5
38
86,4
2,3
44
100
Cukup
4,0
4,0
23
92,0
25
100
Total
5,8
4,3
61
88,4
1,4
69
100
0,836
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (6,8%) dibandingkan
dengan lemak yang cukup (4,0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (4,5 %) dibandingkan dengan
karbohidrat yang cukup (4,0 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,739
(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi lemak
dengan status gizi balita.
Tabel 4.64
Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Fe
n
Kurang
6,9
2,5
50
86,2
1,7
58
100
Cukup
11
100
11
100
Total
5,8
4,3
61
88,4
1,4
69
100
0,633
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (6,9%) dibandingkan
dengan Fe yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat
55
pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (2,5 %) dibandingkan dengan Fe yang cukup (0
%). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,633 (p>0,05), artinya tidak ada
hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe dengan status gizi balita.
Tabel 4.65
Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Vitamin A
n
Kurang
100
100
Cukup
6,3
4,8
55
87,3
1,6
63
100
Total
5,8
4,3
61
88,4
1,4
69
100
0,835
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang cukup (6,3%)
dibandingkan dengan vitamin A yang kurang (0%). Dan balita dengan status gizi kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A
dibandingkan dengan vitamin A yang kurang (0 %). Berdasarkan uji statistik dapat
diketaui p value 0,835 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara
jumlah konsumsi vitamin A dengan status gizi balita.
Tabel 4.66
Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Zink
n
Kurang
7,5
3,8
46
86,8
1,9
53
100
Cukup
6,3
15
93,8
16
100
Total
5,8
4,3
61
88.4
1,4
69
100
0,626
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink yang kurang (7,5%) dibandingkan
dengan zink yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak
56
terdapat pada jumlah konsumsi zink yang cukup (6,3 %) dibandingkan dengan zink
yang kurang (3,8 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,626 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi zink dengan
status gizi balita.
Tabel 4.67
Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
P
Konsumsi
Total
Sangat
value
Kurus
Normal
Gemuk
Kurus
Ca
n
Kurang
7,4
5,6
47
87,0
54
100
Cukup
14
93,3
6,7
15
100
Total
5,8
4,3
61
88,4
1,4
69
100
0,133
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus
lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (7,4%) dibandingkan
dengan zink yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak
terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (5,6 %) dibandingkan dengan Ca
yang cukup (0 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,133 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status
gizi balita.
6. Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/U
Penyakit
Infeksi
Terinfeksi
Buruk
Kurang
Normal
Lebih
Total
25,0
12.5
62.5
100
57
P
value
0,360
Tidak
terinfeksi
6,6
14.8
46
75.4
3.3
61
100
Total
8,7
10
14.5
51
73,9
2.9
69
100
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih
banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (25,0 %) dibandingkan dengan balita yang
tidak terinfeksi (6,6 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat
pada balita yang tidak terinfeksi (14,8 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi
(12,5 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,360 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi balita.
Tabel 4.69
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan
TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian
Talaok Tahun 2014
Kategori TB/U
P
Penyakit
Total
Sangat
value
Pendek
Normal
Tinggi
pendek
Infeksi
n
Terinfeksi
37,5
25
37,5
100
Tidak
terinfeksi
11,5
16
26,2
37
60,7
1,6
61
100
Total
10
14.5
18
26.1
40
58,0
1,4
69
100
0,521
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat pendek lebih
banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (37,5 %) dibandingkan dengan balita yang
tidak terinfeksi (11,5 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih banyak terdapat
pada balita yang tidak terinfeksi (26,2 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi
(25 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,521 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi balita.
Tabel 4.70
58
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Balita Umur 6-59 Bulan
Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Kategori BB/TB
Penyakit
Sangat
kurus
Infeksi
Kurus
Normal
Gemuk
Total
Terinfeksi
12,5
87,5
100
Tidak
terinfeksi
4,9
4,9
54
88,5
1,6
61
100
Total
4,3
61
88,4
1,4
69
100
5,8
P
value
0,747
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus lebih
banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (12,5 %) dibandingkan dengan balita yang
tidak terinfeksi (4,9 %). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat pada
balita yang tidak terinfeksi (4,9 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi (0 %).
Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,747 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi
balita.
7. Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Penyakit Infeksi
pada Balita Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja
Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun
2014
Tabel 4.71
Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Rumah Sakit Dengan Penyakit Infeksi Pada
Balita Balita Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan
Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014
Penyakit infeksi
Pemanfaatan
Rumah Sakit
Total
Terinfeksi
Tidak
terinfeksi
Ya
16,7
10
Tidak
10,5
Total
11,6
83,3
12
100
51
89,5
57
100
61
88,4
69
100
59
P value
0,621
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak
memanfaatkan pelayanan rumah sakit (83,3 %) dibandingkan dengan balita yang
terinfeksi (16,7 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan rumah
sakit dengan penyakit infeksi.
Tabel 4.72
Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Dengan Penyakit Infeksi Pada
Balita Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Penyakit infeksi
Pemanfaatan
Puskesmas
Total
Terinfeksi
Tidak
terinfeksi
Ya
17,6
14
Tidak
9,6
Total
11,6
82,4
17
100
47
90,4
52
100
61
88,4
69
100
P value
0,397
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak
memanfaatkan pelayanan puskesmas (82,4 %) dibandingkan dengan balita yang
terinfeksi (17,6 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05),
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan
puskesmas dengan penyakit infeksi.
Tabel 4.73
Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Bidan dengan Penyakit Infeksi Pada Balita
Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang
Kanagarian Talaok Tahun 2014
Penyakit infeksi
Pemanfaatan
Bidan
Terinfeksi
Total
Tidak
terinfeksi
Ya
12,5
42
87,5
48
100
Tidak
10,0
18
90,0
20
100
Total
11,8
60
88,2
69
100
60
P value
1,000
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak
memanfaatkan pelayanan bidan (87,5 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi
(12,5 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05), artinya tidak
ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan rumah sakit dengan
penyakit infeksi.
BAB V
RENCANA INTERVENSI
A. Identifikasi Masalah
Masalah yang didapati dilapangan yaitu tingginya masalah pada :
1. Status gizi
a. Status gizi BB/U
b. Status gizi TB/U
c. Status gizi BB/TB
2. Konsumsi
a.Konsumsi Karbohidrat
b Konsumsi Lemak
c. Konsumsi Fe
d. Konsumsi Zink
e. Konsumsi Ca
f. Konsumsi Vitamin A
3. Pola makan
a. Pola Makan nabati
b. Pola makan sayur
c. Pola makan buah
4. Penyakit infeksi
5. Ketersediaan Pangan
6. Pola Asuh
Tabel 5.1
Indentifikasi masalah univariat
No
1
2
3
Urutan masalah
Konsumsi fe kurang
Konsumsi kalsium kurang
Konsumsi zink kurang
Frekuensi
58
54
53
61
Persen (%)
84,1
78,3
76,8
4
5
6
63,8
60,9
60,9
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
baik
Konsumsi karbohidrat kurang
Pola konsumsi sayur
Pola konsumsi buah
Pola asuh tidak baik
Ketersediaan pangan tidak baik
Kadarzi tidak baik
Pola makanan pokok tidak baik
Status gizi pendek (TB/U)
Konsumsi protein hewani kurang
Pola konsumsi protein hewani tidak
41
37
35
30
27
26
22
18
17
16
59,4
53,6
50,7
43,5
39,1
37,7
31,9
2
24,6
23,2
17
18
19
20
21
baik
Status gizi sangat pendek (TB/U)
Status gizi kurang (BB/U)
Terinfeksi
Status gizi buruk (BB/U)
Konsumsi vitamin a kurang
10
10
8
6
6
14,5
14,5
11,6
8,7
8,7
Tabel 5.2
Pembobotan pemilihan prioritas masalah
62
No
Masalah
Beratnya
Kemudahan
Tersedianya
Tingkata
masalah
penanggulanga
sumber
risiko
Total
Konsumsi
fe 4
daya
4
15
4,9
kurang
Konsumsi kalsium 5
17
5,6
kurang
Konsumsi
zink 4
15
4,9
kurang
Konsumsi
lemak 3
15
4,9
kurang
Konsumsi energi 5
17
5,6
kurang
Pola
konsumsi 4
15
4,9
17
5,6
kurang
Pola
konsumsi 5
17
5,6
sayur
Pola
konsumsi 5
17
5,6
10
buah
Pola asuh tidak 3
12
3,9
11
baik
Ketersediaan
10
3,3
12
13
2
4
3
4
3
4
10
16
3,3
5,3
14
12
3,9
15
pendek (TB/U)
Konsumsi protein 2
14
4,6
16
hewani kurang
Pola
konsumsi 4
16
5,3
protein
7
nabati
tidak baik
Konsumsi
karbohidrat
protein
hewani
17
tidak baik
Status gizi sangat 5
12
3,9
18
pendek (TB/U)
Status gizi kurang 5
17
5,6
19
20
(BB/U)
Terinfeksi
3
Status gizi buruk 5
2
2
1
1
4
5
10
13
3,3
4,3
63
21
(BB/U)
Konsumsi vitamin 4
14
4,6
301
100
a kurang
Total
Berdasarkan pembobotan diketahui bahwa persentase variabel yang paling
dominan bermasalah adalah :
1. Status Gizi Kurang
2. Konsumsi kalsium
3. Konsumsi energi
4. Konsumsi karbohidrat
5. Pola konsumsi sayur
6. Pola konsumsi buah
C. Penyebab Masalah
Penyebab masalah dari masalah yang ada seperti Status Gizi Kurang adalah
konsumsi energi dan konsumsi karbohidrat yang kurang.
D. Alternatif dan Prioritas Intervensi
1. Alternatif
a. Melakukan penyuluhan kepada orangtua khususnya ibu balita mengenai materi
tentang makanan yang dapat menambah status gizi anak.
b. Melakukan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusi mengenai ASI
Eksklusif dan manfaat ASI bagi anak.
c. Melakukan demo masak disela-sela
penyuluhan
untuk
menambah
E. Plan of Action
KEG
IATA
N
TUJU
AN
S
A
S
A
R
A
N
W
A
K
T
U
T
E
M
P
A
T
B
I
A
Y
A
P.J
A
W
A
B
Pen
yulu
han
den
gan
mat
eri
pent
ingn
ya
zat
gizi
Peni
ngk
atan
peril
aku
mak
an
mak
ana
n
sum
ber
Ib
uib
u
b
ali
ta
H
a
ri
k
e
M
e
sj
id
R
p
2
0
0
.
0
0
0
Fi
tri
P
K
L
t
64
mikr
o
dan
mak
ro
dala
m
pert
umb
uha
n
balit
a.
zat
gizi
mikr
o
dan
mak
ro
Pen
yulu
han
tent
ang
ASI
eksl
usif.
Untu
k
men
ingk
atka
n
pen
geta
hua
n
akan
pent
ingn
ya
ASI
eksl
usif
bagi
balit
a.
Ib
uib
u
b
ali
ta
Untu
k
men
ingk
atka
Ib
uib
u
b
Pen
yulu
han
tent
ang
gl
F
e
b
r
u
a
ri
2
0
1
5
H
a
ri
k
e
M
e
sj
id
R
p
2
0
0
.
0
0
0
M
et
a
M
e
sj
id
R
p
4
0
0
Le
st
ar
i
d
P
K
L
t
gl
F
e
b
r
u
a
ri
2
0
1
5
H
a
ri
k
e
65
pent
ingn
ya
faria
si
mak
ana
n
(say
ur
dan
bua
h)
disel
ingi
den
gan
dem
o
mas
ak.
n
pen
geta
hua
n
dan
kete
ram
pila
n
ibu
untu
k
men
yaaji
kan
mak
ana
n
yan
g
berf
arias
i
untu
balit
a.
ali
ta
.
0
0
0
P
K
L
t
gl
a
n
Ig
a
F
e
b
r
u
a
ri
2
0
1
5
F. HIPOPOC TABEL
TABEL HIPOPOC
PENYULUHAN ZAT GIZI MAKRO DAN MIKRO DAN PENGARUHNYA
KEPADA PERTUMBUHAN BALITA
N
o
Kegiat
an
Inpu
t
Proses
Out
put
Perispa
n
melipu
ti
memp
ersiapk
an
sasara
n,
Ibu
yan
g
me
mpu
nyai
balit
a,
Peny
Mahasi
swa
mempe
rsiapka
n
tempat
,waktu
dan
media
Sas
ara
n
siap
me
neri
ma
mat
eri
66
Out
co
me
tempat
,
penyul
uh,
sarana
dan
prasar
ana,
materi
Pelaks
anaan
melipu
ti
penyul
uhan
dilakuk
an
denga
n
metod
e
ceram
ah dan
diskusi
yang
akan
dibant
u
denga
n
media
seperti
leafet,
brosur,
poster,
lembar
balik
dan
fipcha
uluh
,
med
ia
sepe
rti
leaf
et,
bros
ur,
post
er,
lem
bar
balik
dan
fipc
hart
,
tem
pat,
mat
eri
yang
akan
diguna
kan.
Mengu
ndang
atau
mengaj
ak
sasara
n agar
siap
datang
ke
penyul
uhan.
Mahasi
swa
memul
ai
kegiata
n
penyul
uhan,
mencai
rkan
suasan
a agar
kegiata
n
penyul
uhan
dapat
berjala
n
lancar.
Menjela
skan
materi,
mengaj
ak
berdisk
usi
santai
dan
menga
dakan
67
dan
me
ngik
uti
kegi
ata
n
Sas
ara
n
me
nge
rti
tent
ang
mat
eri
yan
g
dib
erik
an
dan
ada
nya
per
uba
han
peri
laku
seb
esa
r
50
%
Stat
us
gizi
dan
kon
su
msi
bali
ta
me
nin
gka
t
me
nja
di
baik
bebera
pa kuis.
rt.
Evalua
si
melipu
ti
evalua
si
proses
denga
n
menan
yakan
kembal
i
pemah
aman
audien
s
selama
kegiat
an,
menge
valuasi
output
dan
outco
me
yang
dihara
pkan
Mahasi
swa
membe
rikan
pertany
aan
tentan
g
pemah
aman
dari
sasara
n.
Memba
ndingk
an
peruba
han
yang
terjadi.
Has
il
eval
uasi
100
%
baik
TABEL HIPOPOC
PENYULUHAN ASI EKSLUSIF
N
o
Kegiat
an
Inpu
t
Proses
Out
put
Perisp
an
Ibu
yan
Mahasi
swa
Sas
ara
68
Outco
me
melipu
ti
memp
ersiap
kan
sasara
n,
tempa
t,
penyul
uh,
sarana
dan
prasar
ana,
materi
Pelaks
anaan
melipu
ti
penyul
uhan
dilaku
kan
denga
n
metod
e
ceram
ah
dan
diskusi
yang
akan
dibant
u
denga
n
media
g
me
mpu
nyai
balit
a,
Pen
yulu
h,
med
ia
sep
erti
leaf
et,
bros
ur,
post
er,
lem\
bar
bali
k
dan
fipc
hart
,
tem
pat,
mat
eri
memp
ersiapk
an
tempat
,waktu
dan
media
yang
akan
diguna
kan.
Mengu
ndang
atau
menga
jak
sasara
n agar
siap
datang
ke
penyul
uhan.
Mahasi
swa
memul
ai
kegiat
an
penyul
uhan,
mencai
rkan
suasan
a agar
kegiat
an
penyul
uhan
dapat
berjala
n
lancar.
Menjel
askan
materi,
menga
69
n
sia
p
me
neri
ma
mat
eri
dan
me
ngi
kuti
keg
iata
n
Sas
ara
n
me
nge
rti
ten
tan
g
mat
eri
yan
g
dib
erik
an
dan
ada
nya
per
uba
han
peri
Meni
ngkat
nya
kejadi
an
ibuibu
yang
mem
berik
an
ASI
ekslu
sif
sepert
i
leafet
,
brosur
,
poster
,
lemba
r balik
dan
fipcha
rt.
3
jak
berdisk
usi
santai
dan
menga
dakan
bebera
pa
kuis.
Evalua
si
melipu
ti
evalua
si
proses
denga
n
mena
nyaka
n
kemba
li
pema
hama
n
sasara
n
selam
a
kegiat
an,
meng
evalua
si
output
dan
outco
me
yang
dihara
pkan
Mahasi
swa
memb
erikan
pertan
yaan
tentan
g
pemah
aman
dari
sasara
n.
Memb
anding
kan
peruba
han
yang
terjadi.
70
lak
u
Has
il
eva
lua
si
bai
k
G. TABEL HIPOPOC
H. MAKANAN BERVARIASI
N
o
Kegiat
an
Perisp
an
melipu
ti
memp
ersiap
kan
sasara
n,
tempa
t,
penyul
uh,
sarana
dan
prasar
ana,
materi
Pelaks
anaan
melipu
ti
penyul
uhan
Inpu
t
Proses
Ibu
yan
g
me
mpu
nyai
balit
a,
Pen
yulu
h,
med
ia
sep
erti
leaf
et,
bros
ur,
post
er,
lem
bar
bali
k
dan
fipc
hart
,
tem
pat,
mat
Mahasi
swa
memp
ersiapk
an
tempat
,waktu
dan
media
yang
akan
diguna
kan.
Mengu
ndang
atau
menga
jak
sasara
n agar
siap
datang
ke
penyul
uhan.
Mahasi
swa
memul
ai
kegiata
n
71
Out
put
Sas
ara
n
sia
p
me
neri
ma
mat
eri
dan
me
ngi
kuti
keg
iata
n
Sas
ara
n
me
nge
rti
Outc
ome
Balita
mend
apatk
an
maka
nan
yang
berva
riasi
dilaku
kan
denga
n
metod
e
ceram
ah dan
diskusi
yang
akan
dibant
u
denga
n
media
seperti
leafet,
brosur
,
poster
,
lemba
r balik
dan
fipcha
rt.
Diselin
gi
denga
n
demo
mema
sak
untuk
makan
an
bervar
iasi
eri,
kom
por,
pera
lata
n
mas
ak
penyul
uhan,
mencai
rkan
suasan
a agar
kegiata
n
penyul
uhan
dapat
berjala
n
lancar.
Menjel
askan
materi,
menga
jak
berdisk
usi
santai
dan
menga
dakan
bebera
pa
kuis.
Demo
memas
ak
bagai
mana
memv
ariasik
an
makan
an
untuk
anak
balita
Evalua
si
melipu
Mahasi
swa
memb
72
ten
tan
g
mat
eri
yan
g
dib
erik
an
dan
ada
nya
per
uba
han
peri
lak
u
seb
esa
r
50
%.
Sas
ara
n
ma
mp
u
me
mb
uat
ma
kan
an
ber
vari
asi
unt
uk
ana
kny
a
Has
il
eva
ti
evalua
si
proses
denga
n
menan
yakan
kemba
li
pemah
aman
audien
s
selam
a
kegiat
an,
meng
evalua
si
output
dan
outco
me
yang
dihara
pkan
erikan
pertan
yaan
tentan
g
pemah
aman
dari
sasara
n.
Memba
ndingk
an
peruba
han
yang
terjadi.
I. Indikator Evaluasi
73
lua
si
100
%
bai
k
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
6.2 Saran
74