SURVEI
PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN TERTULAR HIV DI
LAPAS KEROBOKAN,
DENPASAR, BALI
Tim Peneliti:
Tim Peneliti:
Dr. Anak Agung Gede Hartawan
(Pokja Lapas KPA Provinsi Bali)
Dr. Anak Agung Sagung Sawitri
(Fakultas Kedokteran Universitas Udayana)
Dr. Ni Wayan Septarini
(PS Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana)
Didukung oleh:
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL
2009
KATA PENGANTAR
HIV dan AIDS di Provinsi Bali selalui menempati peringkat ke dua hingga ke 5 di Indonesia.
Pola penularan HIV yang dominan adalah melalui dua cara yaitu melalui penggunaan
narkotika suntik serta hubungan seksual berisiko. Lembaga Pemasyarakatan diperkirakan
merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan HIV termasuk dalam hal ini
adalah Lapas Kerobokan sebagai Lapas terbesar di Bali. Saat ini belum ada data pasti tentang
situasi perilaku berisiko di Lapas Kerobokan maupun Lapas lain di Indonesia.
Dengan adanya studi perilaku berisiko tertular HIV di Lapas Kerobokan, diharapkan dapat
diketahui dengan pasti besaran masalah serta karakteristik perilaku berisiko tertular HIV.
Diharapkan agar data tersebut dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan program
penanggulangan HIV di Lapas Kerobokan di masa mendatang. Lebih jauh, diharapkan data ini
dapat digunakan oleh pihak-pihak lain di luar Lapas Kerobokan yang mungkin
membutuhkannya.
Penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Untuk itu, tim peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. KPA Nasional atas dukungan dana penelitian
2. Made Setiawan, Ph.D; Prof. DN. Wirawan; Prof. Budi Utomo; dr. Suriadi Gunawan;
Endang Sedyaningsih; Abby Rudick; serta Suzzanne Blogg atas bantuan konsultasinya
dalam pengembangan proposal, pelaksanaan penelitian serta penulisan laporan
3. Kepala Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali beserta jajarannya serta Kepala Lapas
Kerobokan atas perkenan untuk melakukan studi di Lapas Kerobokan; memberikan
data dasar, serta masukan-masukannya dalam penulisan laporan.
4. Staf Klinik LP serta tamping Klinik LP yang telah membantu dalam proses wawancara
serta memberikan informasi kunci terkait situasi Lapas Kerobokan.
5. Pewawancara yang telah melakukan tugas wawancara dengan sabar.
6. Warga binaan yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan informasi
yang berharga dalam penelitian ini
7. Serta berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
Besar harapan kami agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan para pemegang kebijakan
untuk kepentingan masyarakat luas.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Untuk itu, kami sangat mengharapkan masukan dan
kritik yang konstruktif guna penyempurnaan laporan ini dan mohon maaf jika ada kesalahankesalahan yang tidak kami sengaja dalam pelaksanaan penelitian ini.
Tim Peneliti
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .
DAFTAR ISI ..
iii
DAFTAR TABEL .
iv
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
vi
ABSTRAK
vii
BAB I. PENDAHULUAN
11
11
3.2 Desain ..
11
11
12
14
15
16
16
17
17
19
19
21
22
22
iii
24
28
30
30
31
34
37
37
37
39
40
42
44
5.3 Perilaku Berbagi Alat Cukur, Membuat Tattoo Serta Aksesoris .......
46
47
48
50
50
51
52
LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................................
54
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .......................
13
18
19
20
Tabel 4.4 Jenis dan Cara Pemakaian Narkotika di Lapas Kerobokan ..........
24
26
29
33
Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Survei Melalui Metode Wawancara dan Angket
34
35
36
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................
10
21
22
25
27
31
32
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ..
54
Lampiran 2 Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per Juni 2009
68
69
70
72
vii
ABSTRACT
Background. Bali Province always rank the second to fifth in term of HIV and AIDS cases in
Indonesia. HIV epidemic in this province is mainly driven through sexual and blood
transmission. Prison Kerobokan-the biggest prison in Bali-is estimated as one place with high
transmission of HIV due to the existence of risk behavior among the prisoners. The study
tried to measure the size and characteristics of the risk behavior.
Method. A cross sectional survey was applied since June to December 2009 in Kerobokan
prison. The study was involving 230 respondents among 608 prisoners who were chosen by
systematic random sampling from 14 blocks. Structured interviewed was conducted by
independent trained interviewers in separate rooms in the prison health clinic. Main
variables in the questionnaires include demographic characteristics, specific characteristics,
and risk behaviors including injecting drugs; having sex; tattoing, piercing; and sharing
shaving tool. Data analysis was conducted descriptively in to univariate and bivariate
analysis.
Result. Respondents were mainly on productive age, male, non Balineese, and having high
school education. Respondents were narcotics (52.2%) and non narcotic (47.8%) cases, with
1-72 months length of in prison, and 3-342 months length of adjudg. About 69% respondents
had low awareness on HIV. The risk behavior exist was injecting drug use (7.4%), having sex
(3%), tattoing (17.8%), piercing (7.3%) and sharing shaving tool (11.3%). Only 0.08% IDUs
who started injecting while in prison. IDUs were distributed in 7 (53.8%) blocks in which
more than 10 (58.8%) IDUs tend to consentrate in 1 block. IDUs injected 0-3 times per day,
around 50% sharing needles on the last week and last injection with 1-10 friends. However,
mostly (93.8%) had cleaned the needle, either with bleach (93.3%; 66.7%) or water (80.0%;
22.2%) in the last week and last injection. Accessing bleaching and needles were considered
as an obtacles by all IDUs. Regarding sex, only 1 among 7 respondents admitted to have
vaginal sex in the last week. Among 7 respondents, half were not used condom, but they
denied the difficulty in condom access. None of IDUs were having sex. Tattoing were more
popular than piercing (36.9% vs. 7.4%), mostly done by certain friend (97.6% vs. 82.4%),
mostly said not sharing needles (85.4% vs.52.5%). HIV prevention program had reach
proportion of 46% for promotion, 76.5% for methadone program, 57.0%-82.4% for VCT
program among respondents. All methadone substation users were still injecting drug.
Recommendation. The existence of HIV risk behaviors and the obstacles to undergo safe
behavior in Kerobokan prison need to be addressed in several ways. Deep exploration on
needle and bleaching distribution strategy, continuos, wide and systematic health
promotion, evaluation and development strategy for methadone treatment were
alternatives to be considered.
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Sementara penyediaan kondom dilakukan dengan cara meletakkan kotak berisi kondom di
sekitar areal klinik LP. Setiap hari isi kotak tersebut dilihat dan selalu diisi kondom lagi.
Dalam satu bulan rata-rata kondom yang terambil dari kotak sebanyak 200 sachet. Sehingga
dalam setahunnya bisa 2400 sachet yang terambil dari kotak kondom.
Setelah studi cepat situasi perilaku berisiko oleh Sumantera dkk (2001) sampai saat ini belum
pernah dilakukan suatu studi yang terstruktur terhadap perilaku berisiko terinfeksi HIV di LP
Kerobokan. Dengan adanya berbagai program penanggulangan HIV di LP Kerobokan, ada
kemungkinan situasi perilaku berisiko terinfeksi HIV telah berkembang menjadi perilaku yang
kurang ataupun tidak berisiko terinfeksi HIV. Hal ini didukung informasi dari petugas
penyuluh HIV di LP bahwa banyak warga binaan penasun dinyatakan telah memanfaatkan
cairan pemutih untuk penyucian jarum suntik, berusaha tidak berbagi jarum, serta
menggunakan metode selain menyuntik. Sebaliknya, informasi lain menunjukkan masih ada
warga binaan penasun yang sering berbagi jarum, ada yang enggan memanfaatkan layanan
methadon, ada yang melakukan hubungan seks tanpa kondom dan melakukan anal seks.
Selain itu pengamatan petugas LP juga menunjukkan bahwa kegiatan tato serta body
piercing di kalangan napi LP juga cukup populer dilakukan walaupun tidak diketahui dengan
pasti tingkat sterilitasnya.
Dengan situasi tersebut, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana gambaran perilaku
berisiko maupun perilaku pencegahan terinfeksi HIV di LP Kerobokan setelah dilaksanakan
berbagai program penanggulangan HIV?
BAB 2
Penjelasan Teoretik Pertanyaan Penelitian atau Hipotesis
suatu perubahan. Tahapan tersebut diikuti suatu penguatan kesadaran (kontemplasi) yang
menjadikan perilaku tersebut menjadi lebih permanen. Menurut teori ini, suatu perilaku bisa
saja pada akhirnya tidak berlanjut menjadi perilaku yang permanen karena berbagai sebab.
Namun suatu pemahaman yang diperoleh pada tahap pra kotemplasi tidak akan hilang,
sehingga proses yang berulang-ulang terjadi adalah kontemplasi dan penguatannya.
(UNAIDS, 2004). Perempuan yang dipenjara umumnya memiliki latar belakang terkait
dengan pemakaian narkotika maupun transaksi seks, dan juga memiliki tingkat sosial
ekonomi yang rendah (UNAIDS, 2004). Disisi lain, laki-laki umumnya cenderung lebih berisiko
terinfeksi karena perilaku yang lain yaitu membuat tato atau melakukan body piercing
selama di penjara (AIDS calgary, 2007).
Karakteristik individu, selain jenis kelamin, yang ditemukan terkait dengan perilaku berisiko
selama di LP antara lain sosial ekonomi sehingga umumnya memiliki tingkat pendidikan yang
juga rendah (AIDS Calgary, 2007). Sementara CDC (2006) menambahkan beberapa faktor
individu yang lain yaitu berusia >26 tahun saat wawancara, dipenjara lebih dari 5 tahun,
berkulit hitam, memiliki indeks massa tubuh <25.4 kg/m2 saat masuk penjara. Sedangkan
Kantor (2006) menambahkan riwayat pernah dipenjara, serta karena perkosaan, juga
merupakan faktor perilaku berisiko terinfeksi HIV di penjara.
Hasil studi lain juga menunjukkan bahwa perilaku berisiko terinfeksi seringkali muncul
setelah berada di LP, sehingga warga binaan yang di awal masuk penjara menunjukkan hasil
serum darah HIV negatif, justru menjadi HIV+ setelah keluar dari penjara (CDC, 2006). Studi
lain membuktikan bahwa terdapat persamaan jenis serotipe (sequencing) virus HIV pada
serum darah serta riwayat klinis yang sama pada beberapa tahanan yang HIV+ di suatu LP,
sehingga menunjukkan bahwa memang terjadi penularan HIV di LP (Kantor, 2006). Salah
satu studi menyebutkan tahanan umumnya merasa depresi dengan kondisinya selama di LP.
Lama dipenjara, vonis yang dijatuhkan, keluarga, kesepian, merupakan hal-hal yang
memungkinkan individu tersebut mengalami depresi (Meyers, 2004).
Dengan kondisi penularan HIV di LP, telah banyak upaya-upaya yang dilakukan secara
sistematis berupa layanan kuratif maupun pencegahan. Kantor (2006) mengidentifikasi
setidaknya ada 8 kegiatan yang telah dijalankan di berbagai LP di dunia. Kegiatan pendidikan
kesehatan, penyediaan kondom, penyediaan jarum suntik, substitusi methadon, penyediaan
cairan pemutih, serta layanan medis bagi warga LP yang terinfeksi HIV telah banyak di
lakukan selama di LP. Disamping itu ada kegiatan yang ditujukan pasca keluar dari LP serta
kegiatan penelitian yang terkait HIV dan penularannya di LP. Walaupun telah banyak
dilakukan berbagai upaya tersebut, namun tidak semua kegiatan dapat mencapai hal yang
diharapkan karena berbagai faktor.
Pengetahuan (penularan/pencegahan)
Demografis (umur, sex, pendidikan,
suku)
Lama di penjara
Masa Pidana
Status Tahanan
Jenis Kasus
Riwayat/Frekuensi di penjara
Partsisipasi dalam kegiatan
Perilaku berisiko:
- dalam pemakaian narkotika
suntik
- dalam perilaku seksual
- dalam perilaku lain
Perilaku pencegahan:
- dalam pemakaian narkotika
suntik
- dalam perilaku seksual
- dalam perilaku lain
10
BAB III
METODE PENELITIAN
11
melalui angket terhadap 200 warga binaan yang telah dipilih secara acak sistematik dari
daftar populasi yang terbaru di Bulan November 2009. Rekapitulasi proporsi pengambilan
sampel dengan metode angket tercantum dalam lampiran 2.
Untuk kedua metode ini, ditetapkan kriteria substitusi sampel adalah mengambil sampel
yang berada satu nomor di bawah sampel terpilih jika pada saat wawancara atupun
pengisian angket, sampel tersebut tidak berhasil dijumpai. Jika sampel tersebut tetap tidak
dijumpai, substitusi dilakukan dengan cara mengambil responden yang berada di atas
sampel terpilih.
Definisi operasional beberapa variabel yang diteliti disajikan dalam tabel berikut:
12
Tabel 3.1
Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel
Definisi Operasional
Skala
Umur
Nominal
Pendidikan
Nominal
Lama ditahan
Ordinal
Masa pidana
Ordinal
Status tahanan
Nominal
Jenis kasus
Nominal
Kegiatan
pembinaan
Nominal
Perilaku berisiko
terkait jarum
suntik
Nominal
Perilaku berisiko
terkait
hubungan seks
Nominal
Perilaku berisiko
lain
Nominal
Perilaku
pencegahan
terkait jarum
suntik
13
Perilaku
pencegahan
terkait
hubungan seks
Nominal
Hambatan
dalam
berperilaku
pencegahan
Kontribusi
program
penanggulangan
HIV di LP
14
Pengumpulan data dilakukan dengan cara bekerja sama dengan petugas lapas dari masingmasing blok serta tamping klinik. Pewawancara memberikan nama responden kepada
tamping, selanjutnya tamping mencari responden tersebut ke blok-blok yang dituju.
Bersama petugas lapas di blok yang bersangkutan, tamping mengajak responden ke tempat
wawancara yaitu di klinik lapas. Selanjutnya pewawancara dipertemukan dengan responden,
dan wawancara dilakukan di ruangan yang terpisah.
Sebelum wawancara dimulai, pewawancara memberikan penjelasan lisan tentang tujuan,
prosedur, manfaat, kerahasiaan, serta hak responden. Penjelasan diberikan secara lisan
kepada responden yang bersedia ikut dalam studi. Persetujuan responden mengikuti
penelitian juga diberikan dalam bentuk lisan, bukan dengan tertulis. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi kemungkinan responden merasa curiga dengan pewawancara karena
harus menandatangani form persetujuan.
Wawancara yang awalnya hendak dilakukan per blok akhirnya dilakukan secara acak. Hal ini
terjadi karena ternyata dalam satu hari tidak mudah untuk mendapatkan responden karena
berbagai alasan. Banyak responden tidak berada di blok saat dicari karena mengikuti
kegiatan, dijenguk keluarga, dan tidak diketahui berada dimana, sehingga tamping harus
berulang kali ke blok dan ke klinik untuk memanggil responden yang bersangkutan. Kriteria
substitusi tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena jika langsung diganti, hampir semua
responden terpilih akan diganti.
Hasil wawancara oleh pewawancara diperiksa setiap hari oleh asisten peneliti untuk
menjamin kualitas dan kelengkapan data. Kuesioner yang tidak lengkap akan dikembalikan
kepada pewawancara untuk dilengkapi pada hari berikutnya.
15
16
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Studi perilaku berisiko dan perilaku pencegahan tertular HIV di Lapas Kerobokan merupakan
kegiatan survei di lapas yang pertama kali dilakukan di Indonesia.
Kegiatan pengumpulan data survei yang direncanakan berakhir pada Bulan November
pertengahan akhirnya baru selesai dilakukan pada awal Desember 2009. Hal tersebut
disebabkan karena dilakukan perubahan metode pengumpulan data dari metode
wawancara menjadi metode angket dengan tujuan untuk melakukan validasi terhadap hasil
wawancara. Hasil analisis pada pertengahan proses penelitian menunjukkan kemungkinan
hasil prevalensi pemakai narkotika suntik yang lebih kecil dari perkiraan sebelumnya
sementara jumlah sampel wawancara yang melebihi 200 telah dianggap cukup secara
statistik. Pengumpulan data dengan metode angket akan dijelaskan lebih detil di bagian
akhir bab ini.
17
Tabel 4.1
Karakteristik Responden di Lapas Kerobokan, 1 Juni-30 Nov 2009
No
1
Karakteristik
Ukuran
Umur (tahun)
-
Minimum-maksimum
Rerata
Nilai tengah
19-85
32,8 (SD 9,2)
30
Laki-laki
Perempuan
200 (87,0)
30 (13,0)
Suku (frek, %)
-
Bali
Jawa
65 (28,3)
93 (40,4)
72 (31,3)
Pendidikan (frekuensi, %)
-
Tidak sekolah
Sekolah Dasar
SMP
SMA
D1/Universitas/Sarjana
15 (6,5)
36 (15,7)
49 (21,3)
108 (47,3)
22 (9,6)
Minimum-maksimum
Rerata
Nilai tengah
1-72
17,7 (SD 12,9)
15
Narkotika
Non narkotika
120 (52,2)
110 (47,8)
Minimum-maksimum
Rerata
Nilai tengah
3-342
57,2 (SD 52,7)
46,0
Ya
Tidak
39 (17,0)
190 (83,0%)
18
Jenis Kegiatan
Rata-rata frekuensi/bulan
(N 190)
Perbengkelan/otomotif
23
Yoga
Kesehatan/olah raga
14
Kesenian/Keterampilan
20
Bahasa Inggris
Kerohanian/Keagamaan
26
Tamping
30
19
Rentang nilai kumulatif responden bervariasi dari 1-11. Namun, setelah analisis, lebih dari
separuh responden (149; 69%) masih dikategorikan memiliki pengetahuan kurang,
sementara sisanya (67; 31,0%) memiliki pengetahuan baik.
Secara detil, item analisis menunjukkan pengetahuan responden terbatas pada cara
penularan utama HIV yaitu melalui hubungan seks berisiko dan melalui penggunaan jarum
suntik bergantian pada pemakaian narkotika suntik. Demikian juga dengan cara
pencegahannya, sangat terkait dengan pemahaman terhadap cara penularan yang diketahui
tersebut. Sebagian besar responden belum paham bahwa penularan juga bisa terjadi melalui
air susu ibu dan dari ibu hamil ke bayinya. Demikian juga dengan pencegahan penularan
melalui dua cara yang terakhir tersebut.
Tabel 4.3
Deskripsi Jawaban Benar Responden
No
Pertanyaan
Jawaban Benar
(N 230); F; (%)
216 (93,9)
151 (69,9)
106 (49,1)
37 (17,1)
23 (10,6)
178 (82,4)
29 (12,6)
4 (1,4)
144 (66,7)
10
83 (38,4)
11
52 (24,1)
12
13
149 (69,0)
14
80 (37,0)
3 (1,4)
Selain itu, dalam jumlah sangat minimal (6; 3%), masih dijumpai pemahaman yang salah
terkait penularan dan pencegahan HIV. Beberapa hal yang salah dalam penularan HIV
20
misalnya penularan melalui pernapasan, pemakaian bersama odha untuk alat makan, kursi,
serta handuk dan sabun. Terkait dengan pencegahan, hal yang masih keliru adalah
mencegah penularan HIV melalui penggunaan alat makan secara terpisah, makan makanan
sehat serta tidak bergaul dengan odha.
Sumber informasi responden sangat bervariasi, namun terlihat bahwa sebagian besar
responden mendapatkan informasi berasal dari luar Lapas. TV/radio/koran (114; 52,8%)
masih merupakan sumber informasi utama di luar Lapas. Sementara di dalam Lapas, teman
sesama warga binaan (89; 41,2%) merupakan sumber informasi yang utama diikuti petugas
penyuluh ataupun staf klinik LP (80; 37,0%). Selain itu, brosur (78; 38,1%) yang ada di klinik
tampaknya juga menduduki peranan penting. Secara detil, distribusi tersebut tersaji pada
grafik berikut (Grafik 4.1).
Klinik
Lainnya
Brosur
Penyuluh
Teman
TV/Radio/Koran
Brosur
Penyuluh
Teman WB
10
Luar LP
Ya (%)
21
dan pemasangan aksesoris, perilaku bertukar alat cukur maupun benda tajam lainnya.
Sedangkan perilaku pencegahan tertular HIV adalah perilaku yang dikaitkan dengan perilaku
berisiko yang dilakukan selama di Lapas. Dalam hal ini adalah pemakaian jarum suntik baru
atau telah disterilkan terlebih dahulu, penggunaan kondom saat berhubungan seks,
penggunaan jarum baru untuk tattoo ataupun pemasangan aksesoris, serta penggunaan alat
cukur yang secara mandiri.
Dalam studi ini ditemukan bahwa warga binaan memang melakukan beberapa perilaku
berisiko tertular HIV selama berada di Lapas Kerobokan, namun dengan prevalensi yang
bervariasi, seperti tersaji dalam grafik berikut.
Gambar 4.2
Prevalensi Perilaku Berisiko Tertular HIV di Lapas Kerobokan
20
17,8
18
16
14
11,3
12
10
8
7,4
7,3
4
2
0
Narkotika Suntik
Hubungan Seks
Tatto
Aksesoris
Alat cukur
Ya (%)
pertanyaan tersebut. Sementara jika ditanya apakah mengetahui teman sesama warga
binaan menggunakan narkotika selama setahun terakhir, sebanyak 132 (53,4%) responden
mengaku mengetahui temannya menggunakan narkotika. Jika dilihat dari metode
penggunaan narkotikanya, sebanyak 63 (48%) responden menyebutkan bahwa narkotika
tersebut disuntikkan.
Walaupun jumlah responden yang mengaku melihat teman menggunakan narkotika
melebihi separuh, namun jumlah teman yang mereka lihat tersebut tidaklah terlalu besar.
Sebanyak 59% responden menjawab mengetahui kurang dari 10 warga binaan yang
menggunakan narkotika; sementara 80% responden menjawab kurang dari 30 warga binaan
yang memakai narkotika. Hanya sekitar 20% responden yang menjawab jumlah teman yang
ekstrim melebihi 30 tersebut di atas.
Penelusuran lebih lanjut terhadap 82 responden yang mengaku menggunakan narkotika,
menunjukkan bahwa heroin adalah yang terpopuler digunakan penasun di Lapas. Semua
penasun setidaknya menggunakan heroin untuk disuntikkan, beberapa penasun mengaku
menyuntikkan lebih dari satu jenis narkotika seperti subutex dan shabu-shabu. Sedangkan
untuk non penasun, ada 3 besar jenis narkotika yang digunakan yaitu adalah shabu-shabu
(43; 52,4%), ekstasi (40; 48,8%) serta ganja (38; 28,8%). Secara detil metode dan jenis
narkotika di Tabel berikut.
Hal lain yang penting adalah, walaupun jumlah pemakai narkotika cukup banyak, namun
sebagian besar responden (74; 32,2%; 95%CI 26,1%-38,2%) mengaku memang telah
menggunakan narkotika sejak sebelum berada di LP. Hanya 8 (3,5%; 95%CI 1,1%-5,9%)
responden yang mengaku mulai menggunakan narkotika setelah berada di LP. Dari 8
responden yang baru memakai di Lapas tersebut, hanya 2 yang menggunakan narkotika
suntik sementara sebanyak 6 responden mengaku hanya menggunakan narkotika selain
suntik.
23
Tabel 4.4
Jenis dan Cara Pemakaian Narkotika di Lapas Kerobokan
No
Jenis Narkotika
Disuntikkan
N 82; F (%)
Selain suntik
N 82 F (%)
Total
N 82 F (%)
17 (20,1)
17 (20,1)
34 (40,2)
Heroin (putau)
Diazepam/valium
1 (1,2)
10 (12,2)
11 (13,4)
Shabu-shabu
2 (2,4)
43 (52,4)
45 (54,8)
Subutex (Buphrenorpin)
4 (4,9)
5 (6,1)
9 (11,0)
Methadone
15 (18,3)
15 (18,3)
Codein
3 (3,7)
3 (3,7)
Ketamin
2 (2,4)
2 (2,4)
Ekstasi
40 (48,8)
40 (48,8)
LSD
3 (3,7)
3 (3,7)
10
Ganja
38 (28,8)
38 (28,8)
24
Grafik 4.3
Distribusi Prevalensi Pemakai Narkotika dan Pemakai Narkotika Suntik
Berdasarkan Blok
120
100
100
80
63
60
53
50
50
42
40
36
32
27
33
23
18
20
40
10
0
20
5
20
0
0
A
(22)
B
(10)
C1/2
D
(22) (19)
E
(21)
F
(22)
G
(19)
Narkotika
H
(31)
I
(22)
J
(5)
K
(5)
Tw
(2)
W
(30)
Suntik
Pendalaman terhadap perilaku menyuntik penasun di Lapas menunjukkan masih ada risiko
untuk penularan HIV melalui jarum suntik. Hampir semua responden mengaku
menyuntikkan narkotika setidaknya sekali sehari. Sebagian responden mengaku masih
menyuntik bersama-sama teman, baik selama seminggu terakhir maupun saat terakhir kali
menyuntik (Tabel 4.5). Jumlah teman yang diajak menyuntik bersama-sama bervariasi dari 110 warga binaan, namun 5 (41,7%) responden mengaku menyuntik dengan 2-3 teman saja.
Menariknya, ada satu responden dari Blok H yang mengaku menyuntik bersama 10 orang
temannya, dimana dalam survei ini juga ditemukan 10 penasun berasal dari Blok H. Selain
itu, ada satu responden (Blok F) yang diketahui baru memakai narkotika setelah di Lapas,
mengaku menyuntik bersama 7 orang temannya, sementara dalam studi ini hanya dijumpai
1 orang penasun dan 4 orang pemakai narkotika non suntik di blok tersebut.
25
Tabel 4.5
Karakteristik Perilaku Menyuntikkan Narkotika di Lapas
No
1
10
Ukuran
0-28
8,5 (7,4)
7,0
0-3
1,8 (1,3)
2
8 (50,0)
8 (50,0)
6 (37,5)
2 (12,6)
7 (43,8)
9 (56,3)
15 (93,8)
1 (6,3)
12 (80,0)
5 (33,3)
1 (6,7)
2 (13,3)
14 (93,3)
2 (22,2)
1 (11,1)
6 (66,7)
15 (93,7)
1 (6,3)
Berbagi wadah:
- Setiap mau pakai
- Setiap hari
- Kadang-kadang
8 (53,0)
3 (20,0
3 (20,0)
26
Walaupun sebagian besar responden mengaku mempunyai kebiasaan mencuci jarum bila
berbagi dengan teman, namun mereka masih sering mencuci jarum dengan bahan selain
pemutih (seperti air dan sabun). Selain itu, hampir semua responden mengaku berbagi
wadah untuk mencampur heroin dengan teman-temannya. Gambaran lebih detil perilaku
responden yang menyuntikkan narkotikanya disajikan dalam Tabel 4.5.
Responden mengaku memperoleh jarum suntik dari berbagai sumber (Grafik 4.4). Sumber
jarum suntik terbanyak adalah dari keluarga/teman/pacar dari luar LP (8; 50%), diikuti
meminjam dari teman (5; 31,3%), serta dari penjual jarum suntik di LP (3; 18,8%). Selain itu,
responden juga mengaku memperoleh jarum suntik dari petugas LP (1; 6,3%), petugas klinik
(1; 6,3%), serta klinik (6; 3%).
Terkait dengan ketersediaan jarum suntik (Grafik 4.4), sebanyak 13 (81,3%) responden
mengaku mengalami kesulitan untuk memperoleh jarum suntik baru. Sebagian besar (7;
53,8%) mengaku mengalami kesulitan setiap hari, sisanya bervariasi dari setiap mau pakai (1;
0,4%), setiap minggu (1; 7,7%), setiap bulan (3; 7,7%) dan tidak tentu (1; 0,4%).
Grafik 4.4
Jenis Narkotika, Sumber dan Akses Jarum
120
100
100
81,3
80
62,5
50
60
40
25
12,5
20
12,6
6,3
0
heroin
subutex
shabu
diazepam
klinik
Kesulitan
akses jasun
27
Sedangkan terkait dengan ketersediaan pemutih (Tabel 4.5), sebagian besar responden (9;
64,3%) mengaku memperoleh dari klinik LP. Sebagian lainnya mengaku memperoleh
pemutih dari meminjam teman (6; 42,9%), dari teman/keluarga/pacar dari luar LP (5;
35,7%), serta dari petugas klinik (1; 7,1%). Responden mengaku menggunakan pemutih
setiap akan pakai jarum (7; 28,0%) maupun jika memakai jarum dengan teman lain (4;
16,0%).
28
Perlu dicatat pula bahwa tujuh orang yang mengaku berhubungan seks di Lapas ini tidak ada
yang mengaku sebagai penasun. Di sisi lain semua penasun juga mengaku tidak pernah
berhubungan seks selama di Lapas.
Tabel 4.6
Perilaku Penggunaan Narkotika dan Hubungan Seks di Lapas
yang Dilakukan oleh Teman Warga Binaan
No
1
Ukuran
Ya
Tidak
132 (57,6)
97 (42,4)
Minimum-maksimum
Rerata (SD)
Median
1-100
23,9 (32,6)
10
Shabu-shabu
Ganja/Cimeng
Heroin/putau
Ekstasi/Ineks
42 (31,8%)
37 (28,0%)
31 (23,5%)
16 (12,2%)
63 (48,1)
Ya
Tidak
Tidak menjawab
75 (32,6)
148 (64,3)
7 (3,0)
Minimum-maksimum
Rerata (SD)
Median
1-50
34,1 (27,5)
25,0
Sesama jenis
Lain jenis
Keduanya
55 (73,3)
7 (9,3)
13 (17,3)
29
30
tattoo mengaku bahwa jarum tersebut digunakan untuk bersama dengan teman yang lain,
namun mereka juga menjawab bahwa jarum tersebut baru atau telah disterilkan.
Grafik 4.5
Perilaku Membuat Tattoo dan Aksesoris di Lapas Kerobokan
120
100
80
60
40
Setelah di LP
Pembuat
Jarum
Tatoo
alkohol
Tak
Tahu
Tidak
Bersama
Lain
Ya
Teman
20
JarumSterilisasiOrang
baru
yang
sama
Aksesoris
Sementara dalam hal berbagi alat cukur, sebanyak 26 (11,5%; 95%CI 7,2%-15,4%) responden
mengaku pernah berbagi alat cukur dengan sesama teman di lapas, walaupun hanya 13
(50,0%) yang mengaku berbagi 1-3 kali per minggu, 4 (15,0%) mengaku berbagi 1-2 kali per
bulan, dan sisanya bahkan mengaku lebih jarang atau hanya sekali saja selama di lapas.
31
diketahui adalah melalui hubungan seks dan penggunaan jarum suntik. Sementara untuk
pencegahannya juga didominasi pemahaman terhadap informasi penularan tersebut.
Proporsi responden berdasarkan jenis-jenis informasi yang diterima disajikan pada Grafik
4.6.
Grafik 4.6
Cakupan Program Penyuluhan di Lapas Kerobokan
93,2
89,3
68
46
24,2
NSP
23,3
25,2
Pemutih
36,9
Penyuluhan
(N=230)
Metadon
Kondom
Wadah
Jasun
Anal
seks
Seks
8,7
Ya
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Informasi pencegahan
Ya (%)
Dalam program substitusi metadon, sebanyak 13 (76,5%) pengguna narkotika suntik yang
mengaku pernah menjadi peserta program dalam setahun terakhir. Dari jumlah tersebut,
ada satu responden yang awalnya mengaku tidak menggunakan narkotika suntik, namun
pada pertanyaan keikutsertaan dalam program ini, responden tersebut secara tidak sadar
mengakui dirinya masih menyuntikkan narkotika heroin. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12
(92,3%) responden mengaku masih aktif sebagai peserta program. Sementara itu, sebanyak
4 (23,5%) responden mengaku tidak mengikuti program metadon karena alasan tidak ingin
mengikuti program, ingin berhenti memakai narkotika, merasa mampu menghadapi untuk
tidak pakai narkotika, serta karena sudah positif HIV dan berat badan terus turun.
Temuan lain yang juga patut diperhatikan dalam program Metadon dimana semua peserta
metadon aktif ternyata masih menyuntikkan narkotika juga.
32
Sementara untuk program pertukaran jarum suntik, walaupun dinyatakan program ini tidak
ada di lapas, satu responden mengaku mendapatkan jarum dari petugas lapangan di lapas,
sementara sebagian besar lainnya mengaku tidak pernah, dan satu responden tidak mau
menjawab pertanyaan. Satu responden tersebut mengaku pernah menerima jarum baru
sebanyak 2 kali selama setahun berada di lapas. Selain itu, responden ini mengaku harus
membayar sebanyak Rp. 25.000,- per jarum yang diberikan oleh petugas lapangan tersebut.
Sedangkan untuk layanan testing dan konseling HIV sukarela, sebanyak 14 (82,4%)
responden yang mengaku menyuntikkan narkotika telah memanfaatkan layanan ini, dimana
8 (57,1%) responden mengaku hal ini merupakan inisiatif sendiri, 4 (28,6%) responden
mengaku karena inisiatif sendiri dan petugas, sementara 2 (14,3%) mengaku hal tersebut
atas inisiatif petugas. Sementara itu, sebanyak 4 (57,0%) responden yang mengaku
melakukan hubungan seks telah memanfaatkan layanan tersebut, baik atas insiatif sendiri (3,
75%), maupun inisiatif petugas dan sendiri (1, 25%).
Tabel 4.7
Hambatan-hambatan Berperilaku Aman Selama di Lapas
Karakteristik
F (%)
(N=)
83 (36)
29 (13)
24 (10)
20 (9)
23 (10)
18 (8)
12 (5)
9 (4)
7 (3)
4 (2)
4.7. Diantara hambatan tersebut, masih ada responden yang berpendapat perlunya
pemisahan antara orang dengan HIV (odha) dan non odha. Anggapan yang keliru ini
tampaknya terkait dengan pemahaman yang belum tepat terhadap cara penularan HIV
seperti yang telah dikemukakan di bagian awal.
Wawancara
Angket I
(N = 95)
Angket II
(N=200)
Prevalensi
pemakai
narkotika suntik
17 (7,4%)*
95% CI 4,01-10,77
3 (3,2%)**
95% CI -0,36-6,68
3 (3,2%)
95% CI -0,36-6,68
6 (3,1%)
95% CI 0,64-5,36
Prevalensi
berhubungan
seksual
7 (3,0%)*
95% CI 0,82-5,26
1 (1,1%)**
95% CI 1-3,1
1 (1,1%)
95% CI 1-3,1
2 (1,0%)
95% CI -0,38-2,38
* Hasil dari 230 responden (overall); ** Hasil dari 95 responden yang terakhir
34
Sementara itu, jika hasil prevalensi dengan metode wawancara dibandingkan dengan hasil
angket metode yang kedua, maka hasilnya cenderung lebih rendah dengan menggunakan
angket dibandingkan dengan menggunakan wawancara
Perlu diperhatikan bahwa metode angket II dilakukan pada 200 responden baru yang dipilih
dengan cara sistematik random sampling dari daftar listing populasi yang juga telah
diperbaharui.
Sementara itu, jika dibandingkan karakteristik sampel pada survei dengan metode
wawancara dan dengan metode angket, perbedaan yang bermakna terjadi hanya pada
variabel lama dipenjara dan lama vonis yang diputuskan hakim. Hasil selengkapnya disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 4.9
Perbandingan Karakteristik Responden melalui Metode Wawancara dan Angket
Karakteristik
Wawancara
Angket II
F atau X2 (P)
32,7 (9,2)
31,2 (8,7)
7,7 (0,386)
15 (78,9)
36 (56,3)
49 (49,0)
108 (52,4)
22 (55,0)
4 (21,1)
28 (43,8)
51 (51,0)
98 (47,6)
18 (45,0)
6,1 (0,193)
65 (51,2)
93 (51,4)
72 (60,0)
65 (48,8)
88 (48,6)
48 (40,0)
2,6 (0,286)
102 (45,9)
95 (46,3
0,07 (0,506)
2. Pendidikan:
- Tidak sekolah
- SD
- SMP
- SMA
- Sarjana
3. Suku
-
Bali
Jawa
Lainnya
4. Jenis kasus
-
Narkotika
Non narkotika
120 (54,1)
110 (53,7)
17,6 (12,9)
13,1 (14,5)
11,8 (0,01)
57,2 (53,6)
40,2 (40,1)
11,5 (0,01)
Ket: variabel numerik diuji dengan uji perbedaan rerata, variabel kategori diuji dengan Chi-square
Beberapa informasi lain yang diperoleh dari angket II tersaji di Tabel 4.10.
35
Tabel 4.10
Hasil Survei Melalui Metode Angket
Karakteristik
Frek, P
15 (7,6)
8 (57,1)
3 (1,5)
1 (25)
6 (3,1)
Sebelum di LP
Setelah di LP
5 (83,3)
1 (16,7)
Minimum-maksimum
Rerata (SD)
Nilai tengah
0-9
4,5 (3,7)
5,0
Minimum-maksimum
Rerata (SD)
Nilai tengah
0-7
2,0 (2,7)
2,7
1 (16,7)
4 (66,7)
5 (2,5)
4 (100)
36
BAB V
PEMBAHASAN
37
Sementara jika diambil perbandingan dengan survei di Lapas-lapas lain di Asia, beberapa
memang menunjukkan hasil lebih tinggi; misalnya di Thailand sebesar 38% - 40% (Sharma et
al., 2009; Thaisri et al., 2003) dan di Nepal sebesar 28% (Dolan & Larney, 2009; Sharma et al.,
2006). Di sisi lain, beberapa survei di Asia juga menunjukkan hasil lebih rendah daripada di
Bali, misalnya studi oleh Lertpiriyasuwat, et al., (2008) di Thailand yang hanya menemukan
prevalensi penasun sebesar 1%.
Perbandingan tersebut memang menunjukkan adanya variasi yang cukup besar pada
besaran pemakai narkotika suntik di berbagai Lapas. Bahkan untuk di Lapas Kerobokan,
dalam dua survei yang relatif berdekatan waktunya namun menggunakan dua metode yang
berbeda, terdapat perbedaan prevalensi yang cukup besar, walaupun secara statistik
memang tidak bermakna. Menariknya, survei dengan metode angket yang relatif memberi
kebebasan responden untuk berekspresi ternyata justru mendapatkan prevalensi lebih kecil.
Hal tersebut mendukung fakta bahwa terdapat fluktuasi prevalensi pemakai narkotika suntik
yang ada di Lapas.
Walaupun besaran angka tersebut secara umum relatif kecil, banyak data pendukung
kuantitatif dalam studi ini yang menunjukkan bahwa jumlah pemakai narkotika suntik di
Lapas Kerobokan memang relatif rendah. Perkiraan jumlah penasun dengan menanyakan
teman yang menyuntik di Lapas dijawab oleh setidaknya 80% responden bahwa jumlah
penasun tidak melebihi jumlah 30 orang. Sementara 59% responden menyatakan jumlah
penasun tidak lebih dari 10 orang. Selain itu, informasi jumlah teman yang diajak menyuntik
bersama-sama oleh para penasun yang berhasil ditemukan menyebutkan tidak lebih dari 10
orang yang diajak menyuntik. Beberapa kondisi lapangan seperti padatnya kegiatan
pembinaan, absensi setiap tengah hari, serta adanya piket penjagaan juga tidak mendukung
untuk warga binaan menyuntik beramai-ramai, apalagi menyuntik dengan teman-teman di
blok yang lain. Temuan kualitatif bahwa ada aturan lokal di dua Blok (D dan E) yang
memberikan sangsi dipukul beramai-ramai jika warga binaan blok tersebut diketahui
memakai narkotika juga mendukung relatif kecilnya angka penasun yang dijumpai di Lapas
ini. Semua hal-hal tersebut sangat mendukung temuan bahwa memang tidaklah mudah
menemukan pemakai narkotika suntik di Lapas Kerobokan.
38
sero survei di LP pada tahun 2009 dijumpai prevalensi HIV 6,5%. Data kejadian HIV yang
sangat rendah ini setidaknya memberi gambaran secara tidak langsung bahwa penularan HIV
melalui penasun di Lapas Kerobokan tidaklah tinggi. Sekaligus, hal ini juga mendukung
temuan studi ini yang menyatakan bahwa perilaku berisiko pada penasun sesungguhnya
relatif minimal. Temuan di atas sesuai dengan beberapa studi yang dilakukan oleh CDC
seperti dikutip oleh Brown (2006) bahwa tidak cukup bukti yang mendukung lapas sebagai
tempat potensial penularan HIV.
Menariknya, hal-hal di atas sangatlah berbeda dengan temuan-temuan di Lapas lain di
Indonesia. Hasil sentinel surveilans di empat Lapas di Jakarta seperti disitasi dari Sarma et al.
(2009) misalnya, menunjukkan prevalensi HIV secara konsisten lebih dari 10%. Sementara itu
sampling pada tahun 2003 terhadap semua warga binaan yang masuk Lapas menunjukkan
hanya 5-10% terinfeksi HIV, namun hampir 20% dari total populasi ternyata dijumpai
terinfeksi HIV. Hal tersebut menunjukkan ada transmisi HIV yang cukup aktif di Lapas.
Demikian pula di LP Timur Cipinang Jakarta seperti disitasi dari jurnal yang sama menunjukkan prevalensi HIV terus meningkat dari 17,8% di tahun 2005 menjadi 30,4% di
tahun 2006. Demikian pula studi Nelwan et al. (2009) di Bandung, juga menunjukkan bahwa
warga binaan yang mengaku menyuntikkan narkotika di Lapas ternyata lebih banyak tertular
HIV dibandingkan dengan yang tidak menyuntikkan narkotika (39,3% vs. 1,6%; P 0,001).
40
tersebut. Disamping itu data sekunder juga menunjukkan hampir separuh penasun yang
menjadi jangkauan LSM ternyata telah tidak aktif menyuntik narkotika atau hanya
menyuntikkan narkotika secara occasional. Penurunan jumlah penasun di luar Lapas juga
berkontribusi terhadap penurunan jumlah penasun yang masuk ke Lapas Kerobokan.
Harus diakui bahwa situasi penanggulangan HIV di Bali adalah yang terbaik dibandingkan
dengan yang ada di provinsi lain di Indonesia. Kegiatan-kegiatan penjangkauan, penyuluhan,
pendampingan, upaya deteksi dini HIV yang ditujukan pada kelompok penasun telah
dikerjakan dengan aktif oleh beberapa LSM sejak tahun 2000 hingga saat ini. Upaya harm
reduction semacam program pertukaran jarum suntik bahkan mendapatkan dukungan
penuh dari kepolisian dan dimulai paling awal di Bali. Program substitusi metadon juga
diterima dengan baik oleh berbagai pihak dan dilaksanakan pertama kali di Bali. Kerja sama
antar LSM, Pemerintah, maupun masyarakat juga terlihat sangat baik. Di sisi lain, secara
umum, kegiatan penyuluhan pada kelompok-kelompok masyarakat lain juga telah dilakukan
secara sistematis dan menyeluruh, sehingga pemahaman masyarakat terhadap HIV juga
relatif baik. Kondisi di luar Lapas Kerobokan tentunya secara tidak langsung juga membawa
dampak terhadap penghuni Lapas karena warga binaan sesungguhnya adalah berasal dari
komunitas luar lapas.
Dalam penanggulangan HIV, kegiatan di Lapas Kerobokan adalah salah satu yang terbaik dan
aktif. Berbagai kegiatan penanggulangan HIV seperti penyuluhan tidak pernah berhenti
dilaksanakan sejak tahun 2000. Upaya deteksi dini HIV melalui VCT telah dilakukan sejak
tahun 2004 melalui kerja sama dengan klinik YKP. Klinik di Lapas Kerobokan merupakan
klinik yang pertama yang menyediakan layanan VCT di antara Lapas-lapas di Indonesia.
Pendirian klinik Metadon di Lapas Kerobokan juga merupakan yang pertama dilakukan di
Indonesia. Sampai saat ini kegiatan di Lapas Kerobokan juga terus mendapatkan dukungan
dari KPA Provinsi Bali maupun pihak-pihak lain untuk melakukan kegiatan penanggulangan
HIV di Lapas Kerobokan secara sistematis dan kontinyu.
41
Catatan Penting Dalam Perilaku Berisiko Tertular HIV Melalui Jarum Suntik
Di balik gambaran situasi perilaku berisiko tertular HIV yang cenderung baik tersebut,
sesungguhnya ada temuan-temuan yang menunjukkan masih adanya risiko penularan HIV
pada penasun.
Pertama, pemahaman penasun maupun warga binaan tentang HIV masih cenderung
terbatas pada dua hal yaitu pemakaian jarum suntik dan hubungan seks. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian karena masih adanya perilaku lain yang juga berisiko tertular HIV.
Selain itu, informasi penularan HIV melalui alat lain yang juga dipakai dalam proses
penyuntikan juga belum dipahami dengan baik oleh warga binaan maupun penasun.
Kedua, walaupun penasun telah berupaya melakukan harm reduction selama menyuntikkan
narkotika, namun kesulitan akses alat-alatnya membuat mereka tetap berada dalam risiko
penularan HIV. Penyediaan bleaching terbatas dilakukan di klinik karena alasan keamanan.
Peraturan di Lapas memang tidak memungkinkan menyediakan bleaching secara bebas
karena bahan tersebut kemungkinan bisa membahayakan orang lain. Demikian pula halnya
dengan jarum suntik yang jelas-jelas dapat dikategorikan sebagai barang yang tajam,
mengalami kendala yang serupa dengan bleaching. Lebih buruk untuk jarum suntik, bahkan
klinik-pun sampai saat ini tidak diperbolehkan menyediakan untuk penasun.
Harus diakui bahwa kondisi ini menjadi sangat rumit. Dalam sistem organisasi di Lapas,
kegiatan di Lapas terbagi menjadi 3 bagian besar yaitu keamanan, perawatan (kesehatan),
serta pembinaan. Keamanan menjadi tanggungjawab kepala lapas beserta seluruh personil
keamanan, sementara kesehatan menjadi tanggung jawab dokter yang ditunjuk beserta staf
klinik. Dari persepsi keamanan, narkotika merupakan barang yang tidak boleh ada di Lapas,
atau ilegal. Sehingga selalu ada kekuatiran bahwa menyediakan jarum suntik maupun
bleaching di Lapas berarti melegalkan pemakaian narkotika. Selain itu, selalu ada kekuatiran
bahwa barang tersebut dapat membahayakan keamanan. Sementara dari persepsi
kesehatan, menyediakan jarum suntik maupun bleaching sangat penting untuk mencegah
penularan HIV di kalangan penasun. Pemakaian narkotika suntik dengan jarum suntik yang
sama secara bergantian sesungguhnya merupakan masalah di dua bagian tersebut,
keamanan dan kesehatan, karena itu penyelesaiannya tidak mungkin oleh satu bagian saja.
42
Menyikapi persepsi bahwa program penyediaan jarum suntik adalah ilegal, sesungguhnya
program ini telah dilakukan di luar Lapas di Bali sejak tahun 2002. Upaya ini dimulai secara
diam-diam karena dianggap kegiatan ilegal dan mendapat pengesahan administratif pada
tahun 2004 sebagai proyek uji coba melalui Surat Keputusan Bersama antara Ketua Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (SK. No.21 Tahun 2003) dan Surat Keputusan Badan
Narkotika Nasional (SK. No.04 Tahun 2003). Sampai saat ini kegiatan NEP maupun kegiatan
lainnya masih legal secara administratif melalui SK Menko Kesra No. 02/KESRA/2007 tentang
pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika dan Psikotropika (Tambun JG, 2007).
Walaupun belum ada undang-undang yang secara tegas menyebutkan aspek legalitas
program ini, dalam pelaksanaannya beberapa kebijakan bisa dibuat untuk memberi
perlindungan bagi pelaksananya. Secara nyata, memang dijumpai jumlah penasun yang
terinfeksi HIV di Bali memang semakin menurun (Dinkes Provinsi Bali, 2000-2009).
Sebagai perbandingan dalam menyikapi kemungkinan terjadinya gangguan stabilitas
keamanan di Lapas jika menyediakan layanan jarum suntik; mengutip Dostoyesvsky (2008)
bahwa di Lapas-lapas di Amerika Serikat memang belum dilakukan penyediaan jarum suntik
maupun bleaching. Namun di 50 penjara di 8 negara di Eropa telah dilakukan penyediaan
jarum suntik di Lapas. Evaluasi di 3 negara yaitu Spanyol, Swiss dan Jerman menunjukkan
tidak dijumpai peningkatan jumlah penasun, terjadi penurunan kasus berbagi jarum, tidak
ditemukan kasus baru HIV ataupun hepatitis, serta tidak ada penggunaan jarum tersebut
untuk senjata atau melukai orang lain. Dalam literatur yang sama, disebutkan bahwa
berdasarkan temuan-temuan tersebut, WHO telah merekomendasikan untuk menyediakan
sarana harm reduction di Lapas.
Hal positif lainnya adalah Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang
memasukkan program penanggulangan HIV di Lapas dalam rencana strategis nasional (20052009), yang memprioritaskan upaya pencegahan penularan HIV melalui jarum suntik di
Lapas. Hal ini sesungguhnya bisa menjadi suatu landasan yang baik untuk memulai
melakukan tindakan-tindakan intensif lebih lanjut di Lapas Kerobokan. Jika diperlukan, bisa
dilakukan upaya melakukan kajian terlebih dahulu terhadap kemungkinan melaksanakan
kegiatan tersebut. Misalnya kajian tingkat penerimaan pihak terkait, kemungkinan dampak
negatif, strategi pelaksanaan, kriteria penerima program dan lain-lain.
43
Catatan lain yang juga penting di Lapas Kerobokan adalah temuan yang menunjukkan bahwa
penasun yang memanfaatkan program substitusi metadon ternyata seluruhnya masih
menyuntikkan narkotika. Walaupun kondisi ini juga ditemukan pada penasun yang
memanfaatkan layanan metadon di luar Lapas Kerobokan, namun proporsi kejadiannya
tidaklah setinggi yang ditemukan di Lapas. Dari pembicaraan dengan konselor klinik
Metadon di RS Sanglah, diperkirakan sekitar 30% peserta metadon juga masih menyuntikkan
narkotika. Mengingat situasi di Lapas lebih spesifik, diperlukan upaya-upaya untuk
menemukan akar permasalahan situasi ini dan melakukan perbaikan.
Sementara WHO (2007) menyebutkan adanya variasi yang sangat besar untuk perilaku ini di
Lapas-lapas di Amerika dan Kanada, yaitu berkisar antara 6%-70%. Namun harus diakui
bahwa walaupun disebutkan sebagai perilaku yang sangat merajalela, perilaku ini sangat
sulit diketahui kebenaran informasinya (Donde, 2006; WHO, 2007; Dolan & Larney, 2009).
Temuan lain tentang kejadian pemaksaan hubungan seksual yang dijumpai di Lapas
Kerobokan hanya terjadi pada satu respoden (0,1%). Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan
dengan studi-studi di Lapas lain di luar Indonesia yang bisa mencapai 1-3% untuk
pemerkosaan, maupun 11%-40% untuk agresi seksual (WHO, 2007).
44
Selain itu, dari semua responden yang mengaku melakukan hubungan seks, tidak ada
satupun yang mengaku melakukannya dengan sesama jenis. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan hasil-hasil studi di berbagai tempat lain di luar Indonesia yang menunjukkan
prevalensi hubungan seksual sesama jenis yang jauh lebih tinggi dibandingkan hubungan
seksual lain jenis (WHO, 2007). Dostoyevsky (2008) dalam review-nya terhadap Lapas-lapas
di US menyebutkan bahwa kekerasan seksual di penjara dilaporkan sangat rendah di penjara
karena adanya stigma yang terkait pemerkosaan dan hubungan seksual sesama.
Walaupun studi ini menemukan besaran prevalensi perilaku hubungan seks yang minimal,
studi ini telah berhasil menunjukkan bahwa perilaku tersebut memang eksis di lapas. Selain
itu, sebagian responden mengaku bahwa hubungan seks tersebut tidak menggunakan
kondom, walaupun semua responden mengaku tidak memiliki hambatan dalam akses
kondom.
Sampai saat ini, kondom memang telah disediakan secara gratis di klinik Lapas Kerobokan.
Namun, untuk warga binaan, rupanya penyediaan kondom di klinik saja tidaklah memadai,
sehingga perlu dipikirkan perluasan tempat penyediaan kondom di Lapas agar lebih mudah
diakses oleh warga binaan. Saat ini memang ada kekuatiran terhadap kemungkinan
penyalahgunaan kondom di Lapas, terutama kondom digunakan sebagai tempat
menyembunyikan narkotika. Namun hasil-hasil studi-studi di lapas di luar Indonesia oleh
WHO (2007) menunjukkan tingkat penyalahgunaan kondom relatif minimal. Penyediaan
kondom yang luas tidak meningkatkan proporsi pemakai narkotika suntik, tidak
meningkatkan proporsi perilaku seksual berisiko, serta tidak dijumpai penggunaan sebagai
suatu senjata.
Hasil studi lain yang cukup menggembirakan adalah temuan bahwa semua penasun tidak
melakukan hubungan seks selama di Lapas Kerobokan. Sehingga kemungkinan penularan
HIV dari penasun yang diketahui telah banyak tertular HIV kepada warga binaan yang lain
melalui hubungan seks juga menurun.
45
46
perlu dikerjakan pada para pembuat tattoo dan aksesoris agar bisa menyediakan layanan
yang lebih aman dari penularan penyakit. Hal ini akan kembali menimbulkan benturan
kepentingan diantara pemegang kebijakan keamanan dan kesehatan seperti halnya kasus
penyediaan jarum pada penasun, sehingga perlu dilakukan kajian yang menyeluruh.
Harus diakui hingga saat ini walaupun diakui bahwa pelayanan kesehatan adalah hak dari
warga binaan, dan bila tidak menyediakan layanan kesehatan yang layak disebutkan sebagai
suatu pelanggaran hak asasi. Namun sampai saat ini belum terdapat standar yang jelas
bagaimana seharusnya penyelenggaraan layanan kesehatan, termasuk program pencegahan
penularan HIV di Lapas. Sayangnya, hal ini juga terjadi bukan hanya di Indonesia, namun juga
di banyak Lapas di dunia (WHO, 2007; Winter 2008; Sharma et al. 2009). Walaupun
demikian, banyak pendapat yang menyatakan bahwa layanan kesehatan dan programprogram pencegahan di lapas sebenarnya merupakan kesempatan yang sangat baik karena
populasi yang terkumpul lebih memudahkan dalam penyelenggaraan kegiatan program
pencegahan dibandingkan dengan menjangkau kelompok-kelompok tersebut di luar lapas
(Winter, 2008).
47
warga binaan tidak sempat mengenali satu persatu temannya dalam blok karena cepatnya
pemindahan.
Kondisi ini sempat diperburuk karena adanya pemindahan warga muslim ke dalam beberapa
blok khusus secara mendadak agar memudahkan pengawasan selama bulan puasa dan
lebaran. Hal ini menyebabkan banyak warga binaan lain juga sulit ditelusuri keberadaannya
karena juga ikut dipindahkan ke blok-blok yang lain untuk menghindari kelebihan penghuni
di satu blok. Hal ini juga sempat menghambat jalannya wawancara sehingga diputuskan
untuk menunggu hingga satu minggu setelah lebaran agar warga binaan telah kembali ke
blok semula.
Buavirat et al. (2003) mengungkapkan bahwa pencatatan yang baik merupakan salah satu
kekuatan untuk meningkatkan kualitas hasil studinya di penjara di Bangkok. Namun untuk di
Bali (Indonesia), hal tersebut masih sulit diharapkan terjadi. Sementara Magnani et al. (2005)
menyarankan untuk kepentingan sampling pada populasi yang tersembunyi, agar
menggunakan metode-metode non random seperti snowball sampling, facility-based
sampling, targeted sampling, dan lain-lain. Hal ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk
memecahkan masalah pencatatan yang kurang akurat di lapas.
48
Selain itu, penggunaan metode seperti angket ternyata tidak sepenuhnya dapat
memperbaiki hasil pengumpulan data melalui wawancara. Untuk memperbaiki studi di masa
mendatang, sangat perlu dilakukan studi pendahuluan terhadap responden di Lapas untuk
menggali metode-metode pengumpulan data yang diperkirakan lebih bisa diterima oleh
kelompok warga binaan.
49
BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1 Kesimpulan
1. Perilaku berisiko terinfeksi HIV di Lapas Kerobokan adalah pemakaian jarum suntik
narkotika, hubungan seksual dengan sesama warga binaan tanpa kondom, penggunaan
alat cukur bersama-sama, serta melakukan tatoo di lapas.
2. Prevalensi perilaku berisiko terinfeksi HIV melalui jarum suntik dijumpai sebesar 7,4%
dimana 50% dari angka tersebut menggunakan jarum suntik secara bersama-sama.
Sebanyak 4 dari 8 (50%) responden mengaku mulai memakai heroin suntik sejak berada
di lapas.
3. Prevalensi hubungan seksual di Lapas ditemukan sebesar 3%, dimana semua responden
mengaku menggunakan kondom dan melakukan hubungan seks dengan lain jenis.
4. Prevalensi pemasangan tattoo dijumpai sebesar 48,3% dimana sepertiganya (17,8%)
melakukan pemasangan tattoo di lapas. Pemasangan aksesories dijumpai lebih kecil
yaitu sebesar 7,4%. Demikian pula dengan pemakaian alat cukur secara bersama-sama
yaitu sebesar 11,5%.
5. Dalam melakukan hubungan seksual, sebagian responden mengaku memakai kondom
yang diperoleh di klinik. Semua responden mengaku tidak mengalami kesulitan untuk
memperoleh kondom.
6. Sementara dalam penggunaan jarum suntik, separuh responden mengaku telah
melakukan upaya sterilisasi dengan mencuci jarum terlebih dahulu. Namun bahan
pencucinya tidak selalu pemutih, namun seringkali air.
7. Hambatan-hambatan dalam melakukan perilaku pencegahan tertular HIV di LP antara lain
terkait dengan keterbatasan pemutih serta kondom. Sulitnya memperoleh jarum di
Lapas juga disebut sebagai suatu hambatan. Selain itu, masih ada keluhan terkait
kurangnya penyuluhan tentang HIV, adanya peer pressure, adanya peredaran narkotika
dan pemakainya, keterbatasan tenaga pengawas serta kepadatan komunitas lapas.
50
8. Kontribusi program penanggulangan HIV di LP yang sangat dirasakan oleh warga binaan
adalah adanya penyuluhan tentang HIV. Layanan VCT telah dimanfaatkan oleh penasun,
sementara program substitusi metadon belum dimanfaatkan optimal oleh penasun, dan
ada tendensi penyalahgunaan layanan tersebut.
6.2. Rekomendasi
1. Melakukan kajian lebih dalam untuk mencari alternatif dalam mengatasi kesulitan
memperoleh jarum suntik dan bleaching selama di lapas, terutama jika diinginkan untuk
melakukan program pertukaran jarum suntik.
2. Hambatan lain terkait penyediaan kondom perlu dipertimbangkan untuk diperluas
distribusinya.
3. Mengingat mobilitas warga binaan yang sangat tinggi, prevalensi perilaku berisiko melalui
jarum suntik maupun hubungan seksual yang sangat bervariasi antara populasi, maka
upaya diseminasi informasi tentang HIV perlu dilakukan terus menerus untuk menekan
potensi penularan HIV di lapas.
4. Jika hendak dilakukan studi lebih lanjut, akan lebih baik jika disertai pengukuran indikator
lain yang lebih obyektif untuk mendukung informasi tentang perilaku berisikonya.
Penggunaan metode penggalian informasi perlu mendapat perhatian khusus sebelum
memulai studi.
5. Perlu dilakukan evaluasi sistematis terhadap program layanan metadon untuk
mengembangkan strategi pelayanan yang lebih baik di masa mendatang.
51
DAFTAR PUSTAKA
AIDS Action (2008) HIV Prevention and Care for Incarcerated Populations. 1906 Sunderland
Place, NW. Washington, DC 20036. Tersedia di <www.aidsaction.org>
AIDS Calgary Awareness Association (2007) HIV/AIDS and Prison Populations. Briefing
Document. Updated: September 2007
Anonim (2009). Facts about HIV/AIDS in incarcerated people. HIV/AIDS Epidemiology
Program. Tersedia di: http://www.kingcounty.gov/health (206) 296-4645.
Buavirat A., Page-Shaver K., van Griensven GJP., Mandel JS., Evans J., Chuaratanaphong J.,
Chiamwongpat S., Sacks A., Moss A., (2003). Risk of prevalent HIV infection
associated with incarceration among injecting drug users in Bangkok, Thailand: case
control study. BMJ vol 326. Pebruary. Tersedia di: www.bmj.com
CDC (2006) HIV Transmission among Male Inmates in a State Prison SystemGeorgia, 19922005. MMWR. 2006;55:421-426.
Danny Meyers (2004) Positive for positive. Depression and HIV in Prison.
Donde S (2006) HIV risk behavior in prisons among drug users in Mumbai. XVI International
Conference. Abstract of oral presentation. Tersedia di:
http://www.iasociety.org/Default.aspx?pageId=11&abstractId=2193505
Dostoyevsky F. (2008). HIV in correctional settings: Implications for prevention and
treatment policy. Issue Brief no 5, March 2008.
Dinkes Provinsi Bali (2004-2008) Laporan sero survei HIV di Provinsi Bali
Dolan KL., Larney Sl. (2009). A review of HIV in prisons in Nepal. Kathmandu
University Medical Journal (2009), Vol. 7, No. 4, Issue 28, 351-354
Eshrati B., Taghizadeh A.R, Dell C.A., Afshar P., Millson P.M.E., Kamali M., Weekes J. (2008)
Preventing HIV transmission among Iranian prisoners: Initial support for providing
education on the benefits of harm reduction practices. Harm Reduction Journal 2008,
5:21
Gelberg L, Anderson RM, Leake BD. 2000. The behavioral model for vulnerable populations:
Application to medical care use and outcomes for vulnerable populations. Health
Services Research. 34:1273-1302.
Kantor (2006) HIV Transmission and Prevention in Prisons. InSite Knowledge Base Chapter.
Lertpiriyasuwat C., Jantarathaneewat K., Fox K., Poolsawat M., Prajongkit C.,
Wongwatcharapaiboon N., Ngamtrairai N., Manopaiboon C. (2008). HIV risk
behaviors and STD prevalence among young male prisoners in Thailand dalam AIDS
2008 - XVII International AIDS Conference. Abstract no. TUPE0303
52
Magnani R., Sabin K., Saidel T., Heckathorn D. (2005). Review of sampling hard-to-reach
populations for HIV surveillance. AIDS 2005, vol 19 (suppl 2).
Moseley K., Tewksbury R. (2006) Prevalence and Predictors of HIV Risk Behaviors Among
Male Prison Inmates. Journal of Correctional Health Care, Vol. 12, No. 2, 132-144
Nelwan EJ., van Crevel R., Alisjahbana B., Pohan HT., Jaya A., Meheus A., van der Ven A.,
(2009). HIV, hepatitis B and C in an Indonesian prison: prevalence, risk factors, and
implications of HIV-screening, oral presentation, IAS ke 5, Cape Town, 19-22 July
2009
Okie, S. (2007). Sex, Drugs, Prisons, and HIV. The New England Journal of Medicine, 356, 105108.
Rotily M., Vernay-Vaisse C., Messiah A (1996) HIV testing, prevalence, and risk behaviors
among prisoners incarcerated in south-eastern France. Abstract. Int Conf AIDS. 1996
Jul 7-12; 11: 374.
Sarma A., Oppenheimerb E., Saidelc T., Looc V., Garga R. (2009). A situation update on HIV
epidemics among people who inject drugs and national responses in South-East Asia
Region. AIDS 2009, Vol 23 No 00
Sawitri S., Masmini (2009) Mapping Injecting Drug User Activity in Bali. Unpublish Report.
Stephens T., Cozza S., Braithwaite RL (1999) Transsexual orientation in HIV risk behaviours in
an adult male prison. Int J STD AIDS 1999;10:28-31
Strecher VJ, V. Champion, and IM Rosenstock: The Health Belief Model and Health Behavior,
Gochman DS (Editor) Plenum Press, New York, 1997, pp 71-89.
Smith (2008) Needle Exchanges Can Cut Prison HIV Transmission MedPage Today. Published:
December 23, 2008
Tambun JG (2008) Harm Reduction Dapat Menjadi Titik Krusial Pada Penyusunan Perda
Penanggulangan HIV-AIDS Di Sulawesi Utara. Tersedia di <http://www.
sulutlink.com/aug%2029.htm>
Thaisri H., Lerwitworapong J., Vongsheree S., Sawanpanyalert P., Chadbanchachai C.,
Rojanawiwat A., Kongpromsook W, Paungtubtim W., Sri-ngam P., Jaisue R (2003). HIV
infection and risk factors among Bangkok prisoners, Thailand: a prospective cohort
study. BMC Infectious Diseases 2003, 3:25. Tersedia di:
http://www.biomedcentral.com/1471-2334/3/25
UNAIDS (2006) Women and HIV in prison settings
WHO (2004) Evidence for action on HIV/AIDS and injecting drug use. Policy Brief:Reduction
Of HIV Transmission In Prisons.
WHO (2007) Intervention to address HIV in prisons. Prevention of sexual transmission.
Winter (2008) HIV treatment in U.S Jails and Prisons.
53
Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
SURVEI PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN
TERINFEKSI HIV DI LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR, BALI
1. Nama responden
2. Blok
2. Nomor urut wawancara
4. Tanggal wawancara (TGL/BLN/TAHUN)
5. Lamanya wawancara
(___ menit)
6. Nama pewawancara
7. Nama pemeriksa
10. Tanggal diperiksa
11. Catatan pewawancara
54
1. Laki-laki
2. Perempuan
2. Umur
3. Pendidikan terakhir
1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Sarjana/Universitas
4. Suku
1. Bali
2. Jawa
3. Luar Bali/Jawa: .................................
5. Lama di tahan
6. Masa pidana
7. Status penangkapan
1. Narkotika
2. Kriminal
1. Ya
a. Perbengkelan
2. Tidak Bagian II
b. Yoga
c. Kesehatan
d. Kesenian
e. Lain-lain, ..........................................
a. Perbengkelan: ..................................
b. Yoga: ...............................................
c. Kesehatan: .......................................
d. Kesenian: .........................................
e. Lain-lain: ...........................................
55
1. Ya
2. Tidak Bag. B
b. Berganti-ganti pasangan
c. Tranfusi darah yang tercemar
d. Dari Ibu hamil dengan HIV ke bayi
e. Penggunaan jarum suntik yang telah
tercemar
e. Lainnya, ............................................
a. TV/Radio/Koran
b. Petugas Penyuluh/klinik di LP
c. Petugas Penyuluh di luar LP
d. Teman sesama warga binaan
e. Teman di luar LP
f. Brosur di dalam LP
g. Brosur di luar LP
f. Lainnya, ..........................................
1. Ya
2. Tidak p 5
.............. orang
56
1. Ekstasi/ineks
2. Narkotika suntik
3. Narkotika lainnya, .......................
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak p 9
9. Tidak menjawab
.......... orang
1. Sesama jenis
2. Lain Jenis
3. Keduanya
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak Bagian D
9. Tidak menjawab Bagian D
1. Sebelum di LP
Disuntikkan
Tidak
disuntikkan
Tidak
a. Heroin (putauw)
c. Amphetamine (Shabu-shabu)
d. Subutex (Buprenorphine)
e. Methadone
f. Codein
g. Opium/Candu
h. Ketamine
i. Extasi
j. LSD
k. Lainnya:..............................................
2. Setelah di LP
57
4. Jika disuntikkan:
a. Jika dirata-rata, berapa kali dalam
seminggu Anda menggunakan
narkotika yang disuntikkan?
b. Jika setiap hari, berapa kali dalam
sehari Anda menggunakan narkotika
yang disuntikkan?
5. Dalam seminggu terakhir, berapa orang
yang menyuntik narkotika bersama-sama
Anda?
6. Dalam seminggu terakhir, darimana Anda
memperoleh jarum suntik? (Boleh lebih dari
satu. Probe: Apalagi?)
....................... kali
....................... kali
........................ orang
a. Klinik LP
b. Petugas Klinik
c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP
d. Meminjam dari teman
e. Petugas outreach
f. Membuat sendiri
g. Penjual narkotika
h. Penjual jarum suntik
i. Petugas LP
j. Lainnya, .............................................
8.
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
9.
1. Ya
2. Tidak p 11
3. Tidak tahu p 11
9. Tidak menjawab p 11
1. Setiap hari
2. ...........x/minggu
3. ...........x/bulan
4. Lainnya, ................................
1. Ya
2. Tidak p 13
3. Tidak tahu p 13
9. Tidak menjawab p 13
1. Air
1. Ya
2. Tidak
2. Air bekas
1. Ya
2. Tidak
3. Air Panas
1. Ya
2. Tidak
4. Alkohol
1. Ya
2. Tidak
58
5. Sabun/detergen
1. Ya
2. Tidak
6. Pemutih
1. Ya
2. Tidak
7. Lainnya, ..............
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak p 19
3. Tidak tahu p 19
9. Tidak menjawab p 19
15. Jika Ya, dimana Anda memperoleh
cairan pemutih tersebut?
a. Klinik LP
b. Petugas Klinik
c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP
d. Meminjam dari teman
e. Petugas outreach
f. Petugas LP
j. Lainnya, .............................................
1. Setiap hari
2. ...........x/minggu
3. ...........x/bulan
4. Lainnya, ................................
1. Ya
2. Tidak p 19
3. Tidak tahu p 19
9. Tidak menjawab p 19
1. Setiap hari
2. ...........x/minggu
3. ...........x/bulan
4. Lainnya, ................................
1. Ya
2. Tidak Bagian E
3. Tidak tahu Bagian E
9. Tidak menjawab Bagian E
1. ...........x/hari
2. ...........x/minggu
3. ...........x/bulan
4. Lainnya, ............................
59
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak p 14
9. Tidak menjawab
................. kali
a. Vaginal
b. Anal
c. Oral
d. Lainnya, ..............................
9. Tidak menjawab
.................. orang
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
a. Klinik LP
b. Petugas Klinik
c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP
d. Meminjam dari teman
e. Petugas outreach
f. Petugas LP
j. Lainnya, .............................................
1. Ya
2. Tidak p 10
9. Tidak menjawab p 10
1. ........x/minggu
2. ........x/bulan
3. ........x/3 bulan
4. Lainnya, ..................................
60
1. Ya
2. Tidak p 14
9. Tidak menjawab p 14
.................... kali
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
a. Vaginal
b. Anal
c. Oral
d. Lainnya, ..............................
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak p 16
9. Tidak menjawab p 16
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak p 16
9. Tidak menjawab p 16
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
E. Perilaku terkait cara penularan selain hubungan seks dan jarum suntik
1. Apakah Anda memiliki tato?
1. Ya
2. Tidak p 8
9. Tidak menjawab p 8
1. Sebelum di LP
2. Setelah di LP
1. Petugas klinik LP
2. Teman warga binaan
3. Lainnya, ..........................................
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
61
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak Bagian F
9. Tidak menjawab Bagian F
1. Petugas klinik LP
2. Teman warga binaan
3. Lainnya, ..........................................
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak Bagian F
9. Tidak menjawab
1. ....... x/hari
2. ........x/minggu
3. ........x/bulan
4. Lainnya, .......................................
62
1. Ya
2. Tidak p disesuaikan perilaku
9. Tidak menjawab p disesuaikan
perilaku
1. Ya
1. Ya
1. Ya
2. Tidak
2. Tidak
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
1. Ya
2. Tidak
2. Tidak
1. Ya
1. Ya
2. Tidak
1. Ya p 5
2. Tidak
9. Tidak menjawab p 5
...............................................................
...............................................................
...............................................................
...............................................................
...............................................................
1. Ya p 7
2. Tidak
9. Tidak menjawab
..............................................................
..............................................................
..............................................................
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
63
1. Ya
2. Tidak p 12 (sesuaikan perilaku)
9. Tidak menjawab p 12 (sesuaikan
perilaku)
1. ........... x/minggu
2. ........... x/bulan
3. Lainnya, ....................................
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab
1. Sendiri
2. Petugas
3. Keduanya
64
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
65
Lampiran
1.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perilaku warga binaan yang berisiko maupun
tidak berisiko terhadap penularan HIV.
Hasil penelitian ini akan menjadi masukan yang sangat berharga bagi Dinas Kesehatan dan
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bali, Kab. Badung dan Kota Denpasar, dalam upaya
penanggulangan IMS/HIV&AIDS khususnya di kalangan PSP.
2.
Penjelasan Prosedur
Jika Anda memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, hal-hal berikut inilah
yang akan terjadi:
Anda akan ditanyakan berbagai hal termasuk umur, pendidikan, suku, lama ditahan, riwayat
dipenjara, status tahanan serta partisipasi Anda dalam kegiatan pembinaan. Selain itu
ditanyakan beberapa perilaku terkait perilaku pemakaian narkotika, perilaku seks, serta
perilaku lain yang memungkinkan penularan HIV.
3.
Anda mungkin akan merasa malu pada saat menjawab beberapa pertanyaan yang
diajukan pewawancara. Anda mungkin merasa takut bahwa hal-hal yang Anda ungkapkan
maupun identitas Anda akan diketahui oleh orang lain yang tidak Anda harapkan. Peneliti
66
telah mengupayakan agar Anda dan hasil wawancara Anda tidak diketahui pihak ketiga yang
tidak diperlukan dengan cara: 1) Nama Anda di kuesioner tidak akan dimasukkan dalam
entry data di komputer, 2) Form identitas Anda dalam kuesioner akan dimusnahkan setelah
data dimasukkan ke komputer, 3) Akses ke komputer yang berisi data hanya dimiliki oleh
peneliti utama dan peneliti.
4.
Keuntungan
Penelitian ini tidak mempunyai manfaat langsung kepada Anda pada saat ini. Namun jika
ditemukan bahwa perilaku warga binaan masih sangat berisiko terhadap infeksi HIV maka
hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mencari upaya tepat dalam penanggulangan
masalah HIV di LP.
5.
Kerahasiaan
Nama yang tercantum dalam kuesioner hanya digunakan untuk kepentingan akurasi
data wawancara. Segera setelah wawancara dinyatakan komplit, dan dilakukan data entry
oleh peneliti, form identitas akan dimusnahkan. Semua catatan tentang Anda dalam
penelitian ini akan diperlakukan sebagai catatan medik rahasia. Berkas penelitian akan
disimpan dalam rak khusus di ruangan peneliti dan hanya staf peneliti yang mempunyai
akses ke rak tersebut. Beberapa data juga akan disimpan di komputer, dimana hanya staf
peneliti yang mempunyai akses untuk membuka komputer tersebut.
Meskipun hasil penelitian ini kemungkinan akan dibagi dengan orang lain dan mungkin
dipublikasikan dalam laporan ilmiah, nama Anda dan kenyataan bahwa Anda terlibat dalam
penelitian ini tetap akan dirahasiakan.
6.
Penolakan/Pemutusan Partisipasi
Keputusan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sepenuhnya tergantung Anda. Partisipasi
Anda bersifat sukarela. Juga, jika Anda sekarang memutuskan untuk berpartisipasi, Anda
akan dapat mengubah keputusan Anda nanti dan keluar dari penelitian ini.
Tidak akan ada sanksi atau hilangnya kesempatan perawatan kesehatan bila Anda
memutuskan untuk tidak berpartisipasi atau jika Anda keluar dari penelitian ini. Penolakan
Anda tidak akan berpengaruh terhadap hak Anda untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang sudah baku di layanan kesehatan manapun. Peneliti atau dokter anda mungkin
memutuskan untuk menghentikan partisipasi Anda sebelum penelitian ini berakhir jika
mereka merasa hal itu yang terbaik bagi Anda.
Peneliti akan memberikan informasi tambahan bila sudah tersedia, yang mungkin
mempengaruhi keputusan Anda untuk melanjutkan partisipasi dalam penelitian ini.
7.
Jika Anda masih mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, Anda dapat menghubungi
dr. Anak Agung Sagung Sawitri, pada pesawat telpon 0817340145.
Jika Anda memiliki keluhan tentang partisipasi Anda dalam penelitian ini, atau membutuhkan
informasi lebih lanjut mengenai peraturan-peraturan dalam penelitian, atau hak-hak dari
orang-orang yang terlibat dalam penelitian, Anda dapat menghubungi dr. Sutarga, Kepala
Badan Komite Etik Yayasan Kerti Praja, Denpasar, nomor telpon (0361) 728916, nomor fax
(0361) 728504.
67
Lampiran 2
Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per Juni 2009
Rekapitulasi jumlah populasi penelitian di LP
Non Narkotika
Narkotika
Total
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Tahanan
165
13
60
240
Narapidana
148
18
182
20
368
313
31
242
22
608
Narkotika
Total
Laki-laki
Perempuan
Laki-laki
Perempuan
Tahanan
82
29
118
Narapidana
73
87
14
182
155
15
115
15
300
Proporsi narkotika/total
0,434211
130
170
115
155
30
68
Lampiran 3
Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per November 2009
69
Lampiran 4
Hasil Penelitian
Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan blok
Blok
Frequency
Valid Percent
Cumulative Percent
22
9,6
9,6
10
4,3
13,9
3,5
17,4
C1
3,0
20,4
C2
3,0
23,5
18
7,8
31,3
D5
,4
31,7
21
9,1
40,9
22
9,6
50,4
19
8,3
58,7
29
12,6
71,3
H1
,4
71,7
H4
,4
72,2
22
9,6
81,7
2,2
83,9
2,2
86,1
Tower
,9
87,0
30
13,0
100,0
230
100,0
W
Total
Sumber Informasi
F (%)
TV/Radio/Koran
114 (52,8)
89 (41,2)
Petugas penyuluh/klinik LP
80 (37,0)
Brosur di dalam LP
78 (36,1)
Teman di luar LP
53 (24,5)
38 (17,6)
Brosur di luar LP
30 (13,9)
29 (12,6)
70
Tattoo (N=41)
F (%)
Aksesoris (N=17)
F (%)
40 (97,6)
1 (0,4)
14 (82,4)
3 (17,6)
4 (9,8)
30 (73,2)
7 (17,1)
9 (52,9)
4 (23,5)
4 (23,5)
35 (85,4)
1 (2,4)
5 (12,2)
36 (87,8)
4 (9,8)
1 (2,4)
14 (82,4)
2 (11,8)
1 (5,8)
37 (90,2)
3 (7,3)
1 (2,4)
12 (70,6)
1 (5,9)
4 (23,5)
F (%)
(N=103)
96 (93,2)
24 (23,3)
92 (89,3)
9 (8,7)
70 (68,0)
26 (25,2)
25 (24,3)
38 (36,9)
71
Lampiran 5
Bagan Penelusuran Penasun Berdasarkan Jenis Kasus Tangkapan, Riwayat Dipenjara,
Mengikuti Pembinaan serta Blok.
Pembinaan (+)
4 (25,0%)
Riwayat (+)
4 (30,8%)
Narkotika
13 (81,3%)
Riwayat (-)
9 (69,2%)
Pembinaan (-)
0 (0%)
Pembinaan (+)
8 (50,0%)
Blok
A
C
G
H
J
Tw
Pembinaan (-)
1 (6,3%)
Kasus
N=16
Pembinaan (+)
1 (6,3%)
Kriminal
3 (18,7%)
Riwayat (+)
1 (7,7%)
Riwayat (-)
2 (15,4%)
Pembinaan (-)
0 (0%)
Pembinaan (+)
2 (12,6%)
Blok
F
H
Pembinaan (-)
0 (0%)
72
73