Anda di halaman 1dari 81

LAPORAN PENELITIAN

SURVEI
PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN TERTULAR HIV DI
LAPAS KEROBOKAN,
DENPASAR, BALI

Tim Peneliti:
Tim Peneliti:
Dr. Anak Agung Gede Hartawan
(Pokja Lapas KPA Provinsi Bali)
Dr. Anak Agung Sagung Sawitri
(Fakultas Kedokteran Universitas Udayana)
Dr. Ni Wayan Septarini
(PS Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Udayana)

Didukung oleh:
KOMISI PENANGGULANGAN AIDS NASIONAL
2009

KATA PENGANTAR
HIV dan AIDS di Provinsi Bali selalui menempati peringkat ke dua hingga ke 5 di Indonesia.
Pola penularan HIV yang dominan adalah melalui dua cara yaitu melalui penggunaan
narkotika suntik serta hubungan seksual berisiko. Lembaga Pemasyarakatan diperkirakan
merupakan salah satu populasi yang rawan terhadap penularan HIV termasuk dalam hal ini
adalah Lapas Kerobokan sebagai Lapas terbesar di Bali. Saat ini belum ada data pasti tentang
situasi perilaku berisiko di Lapas Kerobokan maupun Lapas lain di Indonesia.
Dengan adanya studi perilaku berisiko tertular HIV di Lapas Kerobokan, diharapkan dapat
diketahui dengan pasti besaran masalah serta karakteristik perilaku berisiko tertular HIV.
Diharapkan agar data tersebut dapat digunakan untuk kepentingan perencanaan program
penanggulangan HIV di Lapas Kerobokan di masa mendatang. Lebih jauh, diharapkan data ini
dapat digunakan oleh pihak-pihak lain di luar Lapas Kerobokan yang mungkin
membutuhkannya.
Penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik berkat bantuan dan dukungan berbagai pihak.
Untuk itu, tim peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. KPA Nasional atas dukungan dana penelitian
2. Made Setiawan, Ph.D; Prof. DN. Wirawan; Prof. Budi Utomo; dr. Suriadi Gunawan;
Endang Sedyaningsih; Abby Rudick; serta Suzzanne Blogg atas bantuan konsultasinya
dalam pengembangan proposal, pelaksanaan penelitian serta penulisan laporan
3. Kepala Kanwil Hukum dan HAM Provinsi Bali beserta jajarannya serta Kepala Lapas
Kerobokan atas perkenan untuk melakukan studi di Lapas Kerobokan; memberikan
data dasar, serta masukan-masukannya dalam penulisan laporan.
4. Staf Klinik LP serta tamping Klinik LP yang telah membantu dalam proses wawancara
serta memberikan informasi kunci terkait situasi Lapas Kerobokan.
5. Pewawancara yang telah melakukan tugas wawancara dengan sabar.
6. Warga binaan yang telah bersedia menjadi responden dan memberikan informasi
yang berharga dalam penelitian ini
7. Serta berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
Besar harapan kami agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan para pemegang kebijakan
untuk kepentingan masyarakat luas.
Akhir kata, tiada gading yang tak retak. Untuk itu, kami sangat mengharapkan masukan dan
kritik yang konstruktif guna penyempurnaan laporan ini dan mohon maaf jika ada kesalahankesalahan yang tidak kami sengaja dalam pelaksanaan penelitian ini.

Tim Peneliti

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .

DAFTAR ISI ..

iii

DAFTAR TABEL .

iv

DAFTAR GRAFIK

DAFTAR LAMPIRAN

vi

ABSTRAK

vii

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Penelitian .

1.2.1 Tujuan umum .

1.2.2 Tujuan khusus .................

1.2.3 Justifikasi dan Implikasi Kebijakan .....................

BAB 2 PENJELASAN TEORETIK PERTANYAAN PENELITIAN ATAU HIPOTESIS .

2.1 Tinjauan Teoretik .

2.2 Tinjauan Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya .....................................

BAB III METODE PENELITIAN ..

11

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

11

3.2 Desain ..

11

3.3 Populasi dan Sampel .

11

3.4 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ....................

12

3.5 Alat dan Cara Pengumpulan Data

14

3.6 Analisis Data

15

3.7 Aspek Kerahasiaan ..

16

3.8 Ethical Clearance .

16

BAB IV. HASIL PENELITIAN

17

4.1 Karakteristik Responden .

17

4.2 Kegiatan Pembinaan .

19

4.3 Pengetahuan Responden .................................................................

19

4.4 Perilaku Berisiko dan Perilaku Pencegahan Tertular HIV .................

21

4.4.1 Perilaku Pemakaian Narkotika dan Narkotika Suntik ..

22

Pemakaian Narkotika .............................................................

22

iii

Pemakaian Narkotika Suntik ..................................................

24

4.4.2 Perilaku Berhubungan Seks Berisiko

28

4.4.3 Tekanan teman Sesama Warga Binaan dalam Berperilaku


Berisiko ............................................

30

4.4.4 Membuat Tattoo, Memasang Aksesoris, serta Berbagi Alat


Cukur ......................................................................................

30

4.4 Kontribusi Program Penanggulangan HIV di LP Kerobokan .............

31

4.5 Perbandingan dengan Hasil Angket .................................................

34

BAB 5. PEMBAHASAN .........................................................................................

37

5.1 Perilaku Menyuntikkan Narkotika ....................................................

37

Besaran Masalah .............................................................................

37

Kemungkinan Penularan HIV di Lapas Kerobokan melalui Penasun

39

Kontribusi Program Penanggulangan HIV .......................................

40

Catatan Penting Dalam Perilaku Berisiko Tertular HIV Melalui


Jarum Suntik ....................................................................................

42

5.2 Perilaku Berhubungan Seks Berisiko ................................................

44

5.3 Perilaku Berbagi Alat Cukur, Membuat Tattoo Serta Aksesoris .......

46

5.4 Proses Sampling dan Pengumpulan Data .........................................

47

5.5 Kelemahan Studi ..............................................................................

48

BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...........................................................

50

6.1 Kesimpulan .......................................................................................

50

6.2 Rekomendasi ....................................................................................

51

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................

52

LAMPIRAN-LAMPIRAN ........................................................................................

54

iv

DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran .......................

13

Tabel 4.1 Karakteristik Responden di Lapas Kerobokan, 1 Juni-30 November


2009 ...........................................

18

Tabel 4.2 Kegiatan Pembinaan yang Diikuti Responden ......................

19

Tabel 4.3 Deskripsi Jawaban Benar Responden ........................

20

Tabel 4.4 Jenis dan Cara Pemakaian Narkotika di Lapas Kerobokan ..........

24

Tabel 4.5 Karakteristik Perilaku Menyuntikkan Narkotika di Lapas ...................

26

Tabel 4.6 Perilaku Penggunaan Narkotika dan Berhubungan Seks di Lapas


yang Dilakukan oleh Teman Warga Binaan ....................................

29

Tabel 4.7 Hambatan-hambatan Berperilaku Aman Selama di Lapas ......

33

Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Survei Melalui Metode Wawancara dan Angket

34

Tabel 4.9 Perbandingan Karakteristik Responden Melalui Metode Wawancara


dan Angket .............................................

35

Tabel 4.13 Hasil Survei Melalui Metode Angket .....................

36

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................

10

Grafik 4.1 Sumber Informasi HIV ..............................................................

21

Grafik 4.2 Prevalensi Berisiko Tertular HIV di Lapas Kerobokan ...............

22

Grafik 4.3 Distribusi Prevalensi Pemakai Narkotika dan Pemakai


Narkotika Suntik Berdasarkan Blok ..........................................

25

Grafik 4.4 Jenis Narkotika, Sumber dan Akses Jarum ...............................

27

Grafik 4.5 Perilaku Membuat Tattoo dan Aksesoris di Lapas Kerobokan .

31

Grafik 4.6 Cakupan Program Penyuluhan di Lapas Kerobokan .................

32

vi

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian ..

54

Lampiran 2 Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per Juni 2009

68

Lampiran 3 Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per November


2009 ...

69

Lampiran 4 Hasil Penelitian ......

70

Lampiran 5 Bagan Penelusuran Penasun Berdasarkan Jenis Kasus Tangkapan,


Riwayat Dipenjara, Mengikuti Pembinaan serta Blok ..

72

vii

ABSTRACT
Background. Bali Province always rank the second to fifth in term of HIV and AIDS cases in
Indonesia. HIV epidemic in this province is mainly driven through sexual and blood
transmission. Prison Kerobokan-the biggest prison in Bali-is estimated as one place with high
transmission of HIV due to the existence of risk behavior among the prisoners. The study
tried to measure the size and characteristics of the risk behavior.
Method. A cross sectional survey was applied since June to December 2009 in Kerobokan
prison. The study was involving 230 respondents among 608 prisoners who were chosen by
systematic random sampling from 14 blocks. Structured interviewed was conducted by
independent trained interviewers in separate rooms in the prison health clinic. Main
variables in the questionnaires include demographic characteristics, specific characteristics,
and risk behaviors including injecting drugs; having sex; tattoing, piercing; and sharing
shaving tool. Data analysis was conducted descriptively in to univariate and bivariate
analysis.
Result. Respondents were mainly on productive age, male, non Balineese, and having high
school education. Respondents were narcotics (52.2%) and non narcotic (47.8%) cases, with
1-72 months length of in prison, and 3-342 months length of adjudg. About 69% respondents
had low awareness on HIV. The risk behavior exist was injecting drug use (7.4%), having sex
(3%), tattoing (17.8%), piercing (7.3%) and sharing shaving tool (11.3%). Only 0.08% IDUs
who started injecting while in prison. IDUs were distributed in 7 (53.8%) blocks in which
more than 10 (58.8%) IDUs tend to consentrate in 1 block. IDUs injected 0-3 times per day,
around 50% sharing needles on the last week and last injection with 1-10 friends. However,
mostly (93.8%) had cleaned the needle, either with bleach (93.3%; 66.7%) or water (80.0%;
22.2%) in the last week and last injection. Accessing bleaching and needles were considered
as an obtacles by all IDUs. Regarding sex, only 1 among 7 respondents admitted to have
vaginal sex in the last week. Among 7 respondents, half were not used condom, but they
denied the difficulty in condom access. None of IDUs were having sex. Tattoing were more
popular than piercing (36.9% vs. 7.4%), mostly done by certain friend (97.6% vs. 82.4%),
mostly said not sharing needles (85.4% vs.52.5%). HIV prevention program had reach
proportion of 46% for promotion, 76.5% for methadone program, 57.0%-82.4% for VCT
program among respondents. All methadone substation users were still injecting drug.
Recommendation. The existence of HIV risk behaviors and the obstacles to undergo safe
behavior in Kerobokan prison need to be addressed in several ways. Deep exploration on
needle and bleaching distribution strategy, continuos, wide and systematic health
promotion, evaluation and development strategy for methadone treatment were
alternatives to be considered.

viii

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tahun 2006 diperkirakan terdapat sebanyak 170.000 220.000 orang yang terinfeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) di Indonesia (Depkes RI, 2007). Sementara sejak tahun 1987
sampai dengan Desember 2008, jumlah kumulatif kasus infeksi HIV dan AIDS yang dilaporkan
mencapai 16.110 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 3372 kasus (Ditjen PPM & PL
Depkes RI, 2008).
Pola epidemi HIV dan AIDS di beberapa provinsi di Indonesia tidaklah sama. Hingga saat ini
terdapat 9 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi HIV melebihi rata-rata prevalensi
nasional sebesar 7,72 per 100.000 penduduk, dengan urutan 5 terbesar adalah Papua, DKI
Jakarta, Bali, Riau dan Kalimantan Barat (Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2008). Pola penularan
HIV yang dominan sampai saat ini adalah melalui penggunaan jarum suntik dan hubungan
seksual berisiko.
Di Provinsi Bali, prevalensi HIV saat ini diperkirakan sebesar 33,75/100.000 kasus (Ditjen
PPM & PL Depkes RI, 2008). Data kumulatif kasus HIV dan AIDS yang dilaporkan sejak 1987
hingga Desember 2008 menunjukkan terdapat sebanyak 2510 orang yang telah terinfeksi,
dimana sebanyak 236 dilaporkan meninggal dunia (Dinkes Provinsi Bali, 2008). Pola
penularan HIV di Bali secara umum juga didominasi melalui penggunaan narkotika dengan
jarum suntik serta hubungan seksual berisiko.
Warga binaan dari suatu lembaga pemasyarakatan (LP) merupakan salah satu populasi yang
rawan terhadap penularan HIV ((Ditjen PPM & PL Depkes RI, 2008). Menurut estimasi KPA
Provinsi Bali (2006), diperkirakan terdapat sebanyak 50 orang yang terinfeksi HIV di LP di Bali
atau merupakan 1,2% dari total estimasi orang yang terinfeksi HIV pada tahun tersebut.
LP Kerobokan adalah LP yang terbesar di Bali dan sampai saat ini diketahui merupakan salah
satu penyumbang kasus HIV di Bali. Kegiatan sero survai telah dilakukan pada warga binaan
di LP ini secara berkesinambungan sejak tahun 2000 hingga tahun 2008 oleh Dinkes Provinsi
Bali. Kegiatan pengamatan tersebut menunjukkan hasil berturut-turut: 18,7% (2000), 9,63%
(2001), 10,2% (2002), 10,7% (2003), 6,3% (2004), 4,5% (2005), 3,4% (2006), 6% (2007), serta

7% (2008). Data tersebut menunjukkan kecenderungan penurunan prevalensi HIV sampai


tahun 2006 dan kemudian meningkat lagi di tahun berikutnya. Sebagian besar warga binaan
yang telah diketahui HIV+ di klinik LP dan terpilih sebagai sampel dalam sero survei
merupakan pemakai narkotika suntik (penasun), sedangkan sebagian yang positif lainnya
belum diketahui faktor risikonya.
Dibandingkan dengan hasil sero survei di beberapa LP lainnya di Bali, kejadian HIV+ di LP
Kerobokan relatif lebih tinggi. LP Kabupaten Buleleng menunjukkan prevalensi HIV pada
tahun 2004 - 2008 berkisar antara 0%-5,13%, sementara di LP Kabupaten Klungkung 0
4,17%, dan di Kabupaten Bangli 08,7%. Di LP Gianyar, Tabanan, dan Karangasem
menunjukkan prevalensi HIV+ di LP berkisar 0-4% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 20042008).
Per 27 Februari 2008, proporsi warga binaan yang terkait kasus narkotika di LP Kerobokan
tercatat hampir separuh (416 orang; 49,94%) dari total kasus lainnya, sementara proporsi
kasus narkotika suntik diperkirakan sekitar 69 orang (16,6%) dari total kasus narkotika.
Angka tersebut bisa saja lebih rendah karena diperoleh melalui informasi warga binaan,
sementara pencatatan formal memang tidak dilakukan. Demikian pula jika dibandingkan
dengan hasil survei cepat (Sumantera dkk., 2001), bahwa tahun 2001 terdapat total 287
warga binaan, dengan jumlah kasus narkotika sebesar 97 orang (37,8%) dan jumlah pemakai
narkotika suntik sebanyak 40 orang (41,2%). Jumlah warga binaan yang terkait kasus
narkotika suntik amat penting, karena tingginya warga binaan yang terkait kasus narkotika
suntik juga merupakan ancaman terjadinya perilaku pertukaran jarum suntik di LP.
Hasil studi cepat (rapid assessment and response) situasi pemakaian narkoba suntik di
Denpasar dan sekitarnya (Sumantera dkk, 2001) menunjukkan bahwa responden warga
binaan di LP Kerobokan memiliki perilaku berisiko tertular HIV terkait dengan jarum suntik,
antara lain menyuntik dengan alat yang digunakan oleh orang lain, menyuntik dengan jarum
yang telah dipakai oleh orang lain ataupun pasangan seksual, mengambil cairan dari sendok
yang telah dipakai penasun lain, serta memakai air atau cairan pemutih bekas penasun lain.
Selain itu, merujuk studi yang sama, separuh responden di LP mengaku melakukan aktivitas
seksual setidaknya seminggu sekali dalam 6 bulan terakhir dan sepertiga responden
mengaku memiliki pasangan seks lebih dari dua.

Tingginya kejadian HIV+ di LP Kerobokan serta adanya perilaku-perilaku yang berisiko


terinfeksi HIV di kalangan warga binaan LP Kerobokan, mendorong munculnya upaya-upaya
penanggulangan HIV dan AIDS oleh berbagai pihak yang terkait. Upaya-upaya yang dimulai
pada tahun 2001 berupa penyediaan cairan pemutih dilanjutkan dengan berbagai kegiatan
lain seperti penyebarluasan informasi tentang HIV dan AIDS dan aspek lainnya, harm
reduction, VCT, serta layanan methadon
Kegiatan testing sukarela dan rahasia atau voluntary counseling and testing (VCT) di LP telah
dimulai sejak Februari 2004. Layanan tersebut dilakukan di klinik LP yang memiliki 2 dokter
dan dibantu 2 orang konselor VCT. Jumlah warga binaan LP yang menggunakan layanan VCT
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sementara temuan kasus HIV+ dari klinik LP
berturut-turut: 44% (2004); 16,4% (2005); 11,1% (2006); 11,4% (2007); serta 10,42% (2008).
Jika dikaji, ternyata rasio jumlah kasus HIV+ melalui penularan seksual dan jarum suntik
adalah: 0:12 (2004); 0:10 (2005); 1:5 (2006); 3:6 (2007); dan 4:6 (2008). Kedua data tersebut
menunjukkan proporsi kasus HIV+ relatif stabil dalam 3 tahun terakhir dan dijumpai pola
penurunan jumlah penderita HIV+ dari kelompok penasun sementara jumlah penderita HIV+
melalui penularan seksual meningkat.
Program harm reduction di LP telah dimulai sejak 2001 melalui kegiatan penyediaan cairan
pemutih, sedangkan layanan methadon dimulai Agustus 2005 dengan jumlah kumulatif klien
sampai akhir Pebruari 2008 sebanyak 150 orang dengan jumlah klien aktif 31 orang. Dari
total 69 penasun yang tercatat di klinik LP, sebanyak 13 orang (18,8%) mengaku telah
berhenti menggunakan heroin, sementara 31 orang (44,9%) aktif di Program Methadon,
sehingga sebanyak 25 orang (36,2%) masih merupakan penasun aktif di LP.
Beberapa kegiatan lain seperti penyuluhan tentang HIV dan AIDS serta pengadaan kondom
di klinik LP telah pula dilakukan. Penyuluhan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sebulan
dengan peserta sekitar 10 warga binaan setiap kali pertemuan. Selain itu, dilakukan
penyuluhan dengan jumlah peserta yang cukup banyak (50-100 orang sekali penyuluhan)
sebanyak 3 kali dalam setahun. Dengan kegiatan ini diharapkan semua warga binaan pernah
mendapat penyuluhan. Untuk petugas LP dilakukan pelatihan HIV/AIDS yang diberikan
selama 3 hari secara bertahap. Sampai saat ini, separuh petugas LP (70 orang) sudah
mendapatkan pelatihan.

Sementara penyediaan kondom dilakukan dengan cara meletakkan kotak berisi kondom di
sekitar areal klinik LP. Setiap hari isi kotak tersebut dilihat dan selalu diisi kondom lagi.
Dalam satu bulan rata-rata kondom yang terambil dari kotak sebanyak 200 sachet. Sehingga
dalam setahunnya bisa 2400 sachet yang terambil dari kotak kondom.
Setelah studi cepat situasi perilaku berisiko oleh Sumantera dkk (2001) sampai saat ini belum
pernah dilakukan suatu studi yang terstruktur terhadap perilaku berisiko terinfeksi HIV di LP
Kerobokan. Dengan adanya berbagai program penanggulangan HIV di LP Kerobokan, ada
kemungkinan situasi perilaku berisiko terinfeksi HIV telah berkembang menjadi perilaku yang
kurang ataupun tidak berisiko terinfeksi HIV. Hal ini didukung informasi dari petugas
penyuluh HIV di LP bahwa banyak warga binaan penasun dinyatakan telah memanfaatkan
cairan pemutih untuk penyucian jarum suntik, berusaha tidak berbagi jarum, serta
menggunakan metode selain menyuntik. Sebaliknya, informasi lain menunjukkan masih ada
warga binaan penasun yang sering berbagi jarum, ada yang enggan memanfaatkan layanan
methadon, ada yang melakukan hubungan seks tanpa kondom dan melakukan anal seks.
Selain itu pengamatan petugas LP juga menunjukkan bahwa kegiatan tato serta body
piercing di kalangan napi LP juga cukup populer dilakukan walaupun tidak diketahui dengan
pasti tingkat sterilitasnya.
Dengan situasi tersebut, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana gambaran perilaku
berisiko maupun perilaku pencegahan terinfeksi HIV di LP Kerobokan setelah dilaksanakan
berbagai program penanggulangan HIV?

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan umum:
Untuk mengetahui gambaran perilaku berisiko dan perilaku pencegahan terinfeksi
HIV di LP Kerobokan.
1.2.2 Tujuan khusus:
1. Mengetahui jenis-jenis perilaku berinfeksi HIV pada warga binaan LP Kerobokan

2. Mengetahui prevalensi perilaku berisiko terinfeksi HIV melalui jarum suntik,


hubungan seksual, dan cara lainnya termasuk tato, body piercing, serta pemakaian
alat cukur yang tidak aman.
3. Mengetahui distribusi perilaku berisiko terinfeksi HIV berdasarkan karakteristik:
lama di LP, masa pidana, status tahanan, jenis kasus, riwayat dan frekuensi di
penjara, serta keikutsertaan dalam kegiatan pembinaan di LP.
4. Mengetahui perilaku pencegahan terinfeksi HIV dalam konteks hubungan seksual,
pemakaian narkotika suntik, serta cara penularan lainnya.
5. Mengetahui distribusi perilaku pencegahan terinfeksi HIV berdasarkan
karakteristik: lama di LP, masa pidana, status tahanan, jenis kasus, riwayat dan
frekuensi di penjara, serta keikutsertaan dalam kegiatan pembinaan di LP
6. Mengetahui hambatan dalam melakukan perilaku pencegahan tertular HIV di LP
7. Mengetahui cakupan program penanggulangan HIV di LP

1.2.3 Justifikasi dan Implikasi Kebijakan


Pemahaman terhadap faktor-faktor risiko spesifik dalam hal penularan HIV di LP dapat
digunakan untuk menyusun upaya penanggulangan yang lebih terarah oleh Pokja HIV di LP,
KPA Prov. Bali, dan KPA Kabupaten Badung. Studi ini secara tidak langsung juga merupakan
evaluasi program penanggulangan HIV yang telah dilaksanakan sejak 2004 sehingga
bermanfaat bagi Pokja HIV di LP maupun institusi penyelenggara program tersebut.

BAB 2
Penjelasan Teoretik Pertanyaan Penelitian atau Hipotesis

2.1 Tinjauan Teoritik


Menurut teori Health Belief Model (HBM) (Rosenstock, Strecher, and Becker, 1994), perilaku
seseorang dalam kesehatan dipengaruhi oleh persepsinya terhadap sesuatu yang
mempengaruhi perilaku tersebut. Terdapat 4 macam persepsi yaitu persepsi kerentanan,
persepsi keparahan penyakit, persepsi terhadap keuntungan atau manfaat yang diperoleh
serta persepsi terhadap hambatan dalam berperilaku tersebut. Pengetahuan seseorang
terhadap sesuatu penyakit dan pencegahannya akan sangat mempengaruhi pembentukan
persepsinya. Dalam kasus HIV dan perilaku pencegahannya, pengetahuan seseorang tentang
cara penularan HIV akan mempengaruhi persepsinya terhadap kerentanannya tertular oleh
HIV. Demikian juga pemahamannya terhadap gejala dan dampak HIV akan mempengaruhi
persepsinya terhadap keparahan penyakit. Kedua hal tersebut akan mendorong seseorang
untuk memikirkan suatu perilaku pencegahan terhadap HIV. Namun faktor-faktor manfaat
ataupun hambatan dalam melaksanakan perilaku pencegahan tersebut akan sangat
mempengaruhi. Misalnya kesulitan dalam mengakses jarum suntik, mahalnya kondom,
perilaku petugas kesehatan akan menghambat perilaku pencegahan seseorang terhadap
HIV. Demikian juga jika individu tersebut berpandangan akan minimnya manfaat yang dapat
diperoleh dari perilaku yang akan dilakukannya, maka individu tersebut cenderung tidak
ingin berperilaku lebih baik.
Sementara itu Behavioral Model for Vulnerable Population (Gelberg et al., 2000)
menyebutkan bahwa selain faktor individu, terdapat faktor sosial yang ikut menentukan
perilaku seseorang. Sedangkan Bandura (1994) dengan teori Social Cognitive menunjukkan
bahwa ada faktor demografis serta self efficacy yang menentukan perilaku seseorang. Self
efficacy dimana seseorang memiliki kepercayaan diri untuk mengontrol setiap perilaku yang
terkait dengan kesehatan.
Sedangkan teori The Transtheoretical Model (TTM) adalah tahapan-tahapan yang dilalui oleh
seseorang untuk mencapai perilaku tertentu. Tahapan tersebut ada 5 yaitu pra-kontemplasi,
kontemplasi, persiapan, aksi, serta memelihara perilaku. Tahapan pra kontemplasi diawali
dengan pemahaman terhadap sesuatu yang baru yang menimbulkan kesadaran perlunya
6

suatu perubahan. Tahapan tersebut diikuti suatu penguatan kesadaran (kontemplasi) yang
menjadikan perilaku tersebut menjadi lebih permanen. Menurut teori ini, suatu perilaku bisa
saja pada akhirnya tidak berlanjut menjadi perilaku yang permanen karena berbagai sebab.
Namun suatu pemahaman yang diperoleh pada tahap pra kotemplasi tidak akan hilang,
sehingga proses yang berulang-ulang terjadi adalah kontemplasi dan penguatannya.

2.2 Tinjauan Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya


Sampai saat ini, ada banyak studi-studi yang dilakukan di penjara di dunia. Secara umum
beberapa perilaku yang dinyatakan merupakan perilaku berisiko di dalam seting penjara
adalah perilaku yang terkait hubungan seksual, perilaku yang terkait pemakaian narkotika
suntik, perilaku tato dan body piercing, serta kejadian lain seperti suatu perkosaan,
perkelahian yang mengakibatkan luka, kesengajaan melukai sesama napi.
Dua perilaku berisiko terinfeksi HIV yang paling dominan di penjara menurut beberapa studi
di negara lain adalah pemakaian jarum suntik bergantian serta perilaku seks berisiko (Eshrati
et al., 2008; Moseley & Tewksbury, 2006).
Terkait dengan penggunaan jarum suntik narkotika di penjara, pada umumnya penasun
memang tetap melakukan kebiasaannya tersebut walaupun dengan frekuensi yang tidak
sesering sewaktu berada di luar penjara (AIDS calgary, 2007). Studi lain menunjukkan bahwa
selain jarum suntik, napi juga memiliki kebiasaan untuk memakai sendok atau wadah
pencampur heroin yang sama (Sumantera, 2001; Rotily dkk., 1996).
Sedangkan terkait pola penularan melalui hubungan seksual, studi oleh Rotily et al. (1996)
menunjukkan pola multiple partner dan tidak menggunakan kondom sebagai faktor risiko
seksual. CDC dalam MMWR (2006) menyebutkan adanya risiko yang lebih tinggi pada napi
yang melakukan hubungan seks homoseksual. Hal ini juga diperkuat banyaknya bukti bahwa
laki-laki cenderung melakukan hubungan seks sesama jenis selama di LP (Kantor, 2006).
Sementara itu, perempuan yang umumnya hanya berkisar 5-10% dari total penghuni
penjara, dilaporkan memiliki prevalensi HIV yang lebih tinggi daripada laki-laki di banyak
penjara di US dan Kanada (Kantor, 2006; AIDS Calgary, 2007; UNAIDS, 2004). Dikatakan
bahwa perempuan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk suatu kekerasan seksual ataupun
perkosaan selama di penjara, baik oleh petugas LP maupun oleh narapidana yang pria

(UNAIDS, 2004). Perempuan yang dipenjara umumnya memiliki latar belakang terkait
dengan pemakaian narkotika maupun transaksi seks, dan juga memiliki tingkat sosial
ekonomi yang rendah (UNAIDS, 2004). Disisi lain, laki-laki umumnya cenderung lebih berisiko
terinfeksi karena perilaku yang lain yaitu membuat tato atau melakukan body piercing
selama di penjara (AIDS calgary, 2007).
Karakteristik individu, selain jenis kelamin, yang ditemukan terkait dengan perilaku berisiko
selama di LP antara lain sosial ekonomi sehingga umumnya memiliki tingkat pendidikan yang
juga rendah (AIDS Calgary, 2007). Sementara CDC (2006) menambahkan beberapa faktor
individu yang lain yaitu berusia >26 tahun saat wawancara, dipenjara lebih dari 5 tahun,
berkulit hitam, memiliki indeks massa tubuh <25.4 kg/m2 saat masuk penjara. Sedangkan
Kantor (2006) menambahkan riwayat pernah dipenjara, serta karena perkosaan, juga
merupakan faktor perilaku berisiko terinfeksi HIV di penjara.
Hasil studi lain juga menunjukkan bahwa perilaku berisiko terinfeksi seringkali muncul
setelah berada di LP, sehingga warga binaan yang di awal masuk penjara menunjukkan hasil
serum darah HIV negatif, justru menjadi HIV+ setelah keluar dari penjara (CDC, 2006). Studi
lain membuktikan bahwa terdapat persamaan jenis serotipe (sequencing) virus HIV pada
serum darah serta riwayat klinis yang sama pada beberapa tahanan yang HIV+ di suatu LP,
sehingga menunjukkan bahwa memang terjadi penularan HIV di LP (Kantor, 2006). Salah
satu studi menyebutkan tahanan umumnya merasa depresi dengan kondisinya selama di LP.
Lama dipenjara, vonis yang dijatuhkan, keluarga, kesepian, merupakan hal-hal yang
memungkinkan individu tersebut mengalami depresi (Meyers, 2004).
Dengan kondisi penularan HIV di LP, telah banyak upaya-upaya yang dilakukan secara
sistematis berupa layanan kuratif maupun pencegahan. Kantor (2006) mengidentifikasi
setidaknya ada 8 kegiatan yang telah dijalankan di berbagai LP di dunia. Kegiatan pendidikan
kesehatan, penyediaan kondom, penyediaan jarum suntik, substitusi methadon, penyediaan
cairan pemutih, serta layanan medis bagi warga LP yang terinfeksi HIV telah banyak di
lakukan selama di LP. Disamping itu ada kegiatan yang ditujukan pasca keluar dari LP serta
kegiatan penelitian yang terkait HIV dan penularannya di LP. Walaupun telah banyak
dilakukan berbagai upaya tersebut, namun tidak semua kegiatan dapat mencapai hal yang
diharapkan karena berbagai faktor.

Beberapa konsep program yang seharusnya dijalankan di LP antara lain adalah


membutuhkan pemahaman staf LP bahwa LP mempunyai prioritas yang berbeda dengan
organisasi yang lain, keterlibatan staf sangat diperlukan dalam program penanggulangan HIV
di LP, program harus memperhatikan mereka yang datang mengunjungi warga binaan di LP,
berkelanjutan sampai dengan setelah WB keluar dari penjara, mempromosikan dan
mendorong agar WB mau menjalani VCT, menyelenggarakan program pencegahan yang
bersifat memperkuat/memberdayakan serta secara cultural dapat diterima (AIDS action,
2001, AIDS Calgary 2007).
Beberapa studi menunjukkan bahwa program pertukaran jarum suntik cukup efektif untuk
menurunkan penularan HIV di kalangan penghuni LP (Kantor, 2006; Smith, 2008). Sementara
studi lain menunjukkan penyediaan pemutih tidak terlalu efektif dalam menurunkan
penularan HIV di LP. Sementara untuk penyediaan kondom, beberapa LP memang telah
menyediakan namun banyak LP terutama di level provinsi di Kanada tidak disediakan.
Apalagi penyediaan peralatan khusus untuk membersihkan gigi secara pribadi sehingga
meminimalkan kemungkinan penularan HIV pada sesama warga di LP (AIDS Calgary 2007).
Saat ini, masih ada kekuatiran menyangkut penyediaan kondom serta jarum suntik di banyak
LP karena akan disalahgunakan. Dalam jumlah kecil (WHO, 2004), hasil studi menunjukkan
beberapa penyalahgunaan tersebut, misalnya kondom dipakai untuk menyimpan obat-obat
narkotika sebelum ditelan, jarum dipakai untuk menyerang napi yang lain, berbuat kejahatan
lagi, untuk bunuh diri dll (Kantor, 2006).
Dengan kedua dasar tersebut dikembangkan kerangka konsep penelitian adalah sebagai
berikut:

Pengetahuan (penularan/pencegahan)
Demografis (umur, sex, pendidikan,
suku)
Lama di penjara
Masa Pidana
Status Tahanan
Jenis Kasus
Riwayat/Frekuensi di penjara
Partsisipasi dalam kegiatan

Perilaku berisiko:
- dalam pemakaian narkotika
suntik
- dalam perilaku seksual
- dalam perilaku lain
Perilaku pencegahan:
- dalam pemakaian narkotika
suntik
- dalam perilaku seksual
- dalam perilaku lain

Hambatan berperilaku pencegahan:


- dalam pemakaian narkotika
suntik
- dalam perilaku seksual
Kontribusi program:
- dalam pemakaian narkotika
suntik (methadon, bleaching)
- dalam perilaku seksual (kondom)

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

10

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian adalah di LP Kerobokan Kabupaten Badung, Bali. Penelitian berlangsung
selama 8 bulan yaitu dimulai Bulan Juni 2009 dan berakhir Bulan Januari 2010.
3.2 Desain
Desain studi adalah cross sectional.
3.3 Populasi dan Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus cross sectional deskriptif, dengan
menggunakan proporsi perilaku berisiko tertular HIV melalui jarum suntik, hasil studi
Sumantera dkk (2001) di LP Kerobokan. Dengan proporsi perilaku menyuntik dengan alat
yang telah digunakan orang lain sebesar 15,8%; presisi sebesar 5%; tingkat kemaknaan 95%
diperoleh jumlah sampel minimal sebesar 203 orang. Dengan pertimbangan akan dilakukan
analisis silang terhadap beberapa karakteristik, jumlah sampel semula ditetapkan sebanyak
300 orang.
Saat pengambilan data sampel, per Juni 2009 terdapat sebanyak 608 warga binaan yang
memenuhi kriteria populasi. Kriteria populasi, yaitu warga binaan yang belum akan
dibebaskan sampai dengan Bulan November 2009. Kriteria ini ditetapkan untuk
mengantisipasi kemungkinan cepatnya mobilisasi populasi keluar lapas (terutama karena
dibebaskan atau dipindah ke lapas lain). Dari populasi ini selanjutnya dilakukan pemilihan
acak sistematik dengan mempertimbangkan proporsi jenis kelamin dan proporsi jenis kasus.
Rasio sampel laki-laki dibanding perempuan adalah 8:1, sementara rasio proporsi kasus
kriminal dan kasus narkotika adalah 50%;50%. Selengkapnya rekapitulasi distribusi sampel
berdasarkan proporsi tersebut terdapat di lampiran 2.
Dalam perjalanan penelitian, dengan pertimbangan untuk melakukan verifikasi data
prevalensi yang diperoleh melalui wawancara serta dengan pertimbangan jumlah sampel
melebihi 200 telah dianggap mencukupi, dilakukan perubahan metode pengambilan data

11

melalui angket terhadap 200 warga binaan yang telah dipilih secara acak sistematik dari
daftar populasi yang terbaru di Bulan November 2009. Rekapitulasi proporsi pengambilan
sampel dengan metode angket tercantum dalam lampiran 2.
Untuk kedua metode ini, ditetapkan kriteria substitusi sampel adalah mengambil sampel
yang berada satu nomor di bawah sampel terpilih jika pada saat wawancara atupun
pengisian angket, sampel tersebut tidak berhasil dijumpai. Jika sampel tersebut tetap tidak
dijumpai, substitusi dilakukan dengan cara mengambil responden yang berada di atas
sampel terpilih.

3.4 Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel


Variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian adalah sebagai berikut:
1. Demografis: umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, suku
2. Karakteristik warga binaan: lama ditahan, masa pidana, status tahanan, jenis kasus,
riwayat dan frekuensi dipenjara, serta partisipasi dalam kegiatan pembinaan.
3. Perilaku berisiko: jenis perilaku berisiko terkait penggunaan jarum suntik, jenis
perilaku berisiko terkait hubungan seks, jenis perilaku berisiko lainnya
4. Perilaku pencegahan: jenis perilaku pencegahan terkait penggunaan jarum suntik,
jenis perilaku pencegahan terkait hubungan seks, serta jenis perilaku pencegahan
melalui cara lainnya
5. Hambatan dalam berperilaku pencegahan
6. Kontribusi program penanggulangan HIV di LP

Definisi operasional beberapa variabel yang diteliti disajikan dalam tabel berikut:

12

Tabel 3.1
Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel

Definisi Operasional

Skala

Umur

Usia responden pada ulang tahunnya yang terakhir. Variabel ini


akan dikategorikan menjadi dua: < 25 tahun dan 25 tahun ke atas

Nominal

Pendidikan

jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh


responden meliputi tamat SD, SMP, SMA, dan S1. Tingkat
pendidikan akan dikelompokkan menjadi pendidikan rendah (tidak
sekolah, tamat SD dan SMP), serta tingkat pendidikan tinggi (SMA
ke atas).

Nominal

Lama ditahan

Waktu (dalam tahun) yang dihitung dari sejak ditahan di LP sampai


dengan saat wawancara dilakukan. Variabel ini akan
dikelompokkan menjadi beberapa periode waktu yaitu <6 bulan, 6
bulan 1 tahun, >1 tahun

Ordinal

Masa pidana

Waktu yang akan dijalani oleh warga binaan di dalam LP


berdasarkan keputusan (vonis) hakim. Variabel ini dikelompokkan
menjadi beberapa periode waktu, yaitu <1 tahun, 1-5 tahun, serta
>5 tahun seumur hidup

Ordinal

Status tahanan

Status warga binaan, sebelum atau setelah mendapatkan vonis.


Dikategorikan menjadi dua yaitu tahanan dan narapidana

Nominal

Jenis kasus

Jenis kasus yang menyebabkan warga binaan ditahan di LP.


Dikategorikan menjadi dua yaitu kasus kriminal dan kasus
narkotika

Nominal

Kegiatan
pembinaan

Adalah semua jenis kegiatan yang diselenggarakan di LP meliputi


perbengkelan, yoga, kesehatan, kesenian, tamping, dan lain-lain.
Dikategorikan menjadi dua yaitu aktif dan tidak aktif.

Nominal

Perilaku berisiko
terkait jarum
suntik

Adalah kegiatan-kegiatan sebagai berikut: memberikan atau


meminjamkan atau memakai alat (jarum suntik ataupun sendok)
yang telah digunakan baik dengan teman, pacar, ataupun orang
yang tidak dikenal; menaruh jarum bekas ke dalam tempat
mencampur obat/sendok; serta menggunakan filter bekas,
memakai air atau cairan pemutih bekas. Akan digali dalam 2 time
frame yaitu sebelum di LP dan dalam 6 bulan terakhir.

Nominal

Perilaku berisiko
terkait
hubungan seks

Adalah kegiatan-kegiatan sebagai berikut: memiliki pasangan seks


lebih dari satu, melakukan hubungan seks anal, melakukan
hubungan seks tanpa kondom. Akan digali dalam 2 time frame
yaitu sebelum di LP dan dalam 6 bulan terakhir.

Nominal

Perilaku berisiko
lain

Adalah responden mempunyai tato ataupun body piercing yang


dilakukan oleh teman sesama warga binaan LP. Dikategorikan
menjadi dua yaitu memiliki dan tidak.

Nominal

Perilaku
pencegahan
terkait jarum
suntik

Adalah kegiatan-sebagai berikut: tidak menggunakan narkotika


suntik/menggunakan metode lain (termasuk methadone), tidak
berbagi jarum dengan siapapun, tidak menggunakan jarum
ataupun peralatan bekas orang lain, menggunakan bleaching.

13

Perilaku
pencegahan
terkait
hubungan seks

Adalah kegiatan-kegiatan sebagai berikut: tidak melakukan


hubungan seks selama di LP, memiliki satu pasangan seks,
melakukan hubungan seks dengan kondom secara konsisten. Akan
digali dalam 2 time frame yaitu sebelum di LP dan dalam 6 bulan
terakhir.

Nominal

Hambatan
dalam
berperilaku
pencegahan

Adalah masalah-masalah yang ditemui responden untuk secara


konsisten melakukan perilaku pencegahan tertular HIV.

Kontribusi
program
penanggulangan
HIV di LP

Adalah pengakuan responden terkait peranan petugas lapangan,


staf program sebagai sumber informasi responden dalam hal HIV,
serta dalam penyediaan berbagai fasilitas yang menunjang
perilaku pencegahan tertular HIV.

3.5 Alat dan Cara Pengumpulan Data


Alat pengumpul data berupa kuesioner semi terstruktur (terlampir), berisi pertanyaan
terbuka dan tertutup. Materi kuesioner dikembangkan berdasarkan variabel dalam kerangka
konsep yang telah dijelaskan sebelumnya, perbandingan dengan kuesioner studi lainnya,
serta masukan dari konsultan dan PL. Sebelum digunakan, kuesioner telah diujicoba
terhadap 3 responden, selanjutnya dilakukan perbaikan-perbaikan dan diujicoba lagi pada 2
responden sebelum digunakan di lapangan.
Sebagai petugas pengumpul data, awalnya dipilih 3 orang tenaga pewawancara, dimana dua
orang diantaranya tidak terkait dengan LP, sementara satu orang merupakan petugas
konselor yang bertugas di klinik LP. Pertimbangan mengambil tenaga di luar lapas adalah
untuk menjaga independensi hasil wawancara. Sementara pengambilan tenaga konselor di
klinik lapas adalah mengantisipasi adanya masukan bahwa responden akan sangat tertutup
jika digunakan orang luar lapas. Dalam perjalanan penelitian selanjutnya terpaksa dilakukan
penggantian ke tiga pewawancara tersebut karena pewawancara yang lama berhalangan
untuk melanjutkan pekerjaannya karena beberapa alasan teknis. Baik untuk pewawancara
yang lama maupun yang baru, telah dilakukan pelatihan untuk menggunakan kuesioner
sebaik-baiknya.

14

Pengumpulan data dilakukan dengan cara bekerja sama dengan petugas lapas dari masingmasing blok serta tamping klinik. Pewawancara memberikan nama responden kepada
tamping, selanjutnya tamping mencari responden tersebut ke blok-blok yang dituju.
Bersama petugas lapas di blok yang bersangkutan, tamping mengajak responden ke tempat
wawancara yaitu di klinik lapas. Selanjutnya pewawancara dipertemukan dengan responden,
dan wawancara dilakukan di ruangan yang terpisah.
Sebelum wawancara dimulai, pewawancara memberikan penjelasan lisan tentang tujuan,
prosedur, manfaat, kerahasiaan, serta hak responden. Penjelasan diberikan secara lisan
kepada responden yang bersedia ikut dalam studi. Persetujuan responden mengikuti
penelitian juga diberikan dalam bentuk lisan, bukan dengan tertulis. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi kemungkinan responden merasa curiga dengan pewawancara karena
harus menandatangani form persetujuan.
Wawancara yang awalnya hendak dilakukan per blok akhirnya dilakukan secara acak. Hal ini
terjadi karena ternyata dalam satu hari tidak mudah untuk mendapatkan responden karena
berbagai alasan. Banyak responden tidak berada di blok saat dicari karena mengikuti
kegiatan, dijenguk keluarga, dan tidak diketahui berada dimana, sehingga tamping harus
berulang kali ke blok dan ke klinik untuk memanggil responden yang bersangkutan. Kriteria
substitusi tidak dapat sepenuhnya dilakukan karena jika langsung diganti, hampir semua
responden terpilih akan diganti.
Hasil wawancara oleh pewawancara diperiksa setiap hari oleh asisten peneliti untuk
menjamin kualitas dan kelengkapan data. Kuesioner yang tidak lengkap akan dikembalikan
kepada pewawancara untuk dilengkapi pada hari berikutnya.

3.6 Analisis Data


Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Materi kuesioner yang berupa
pertanyaan terbuka dikoding dahulu kemudian dianalisis secara kuantitatif. Mula-mula
dilakukan analisis deskriptif untuk distribusi frekuensi pada variabel karakteristik demografis,
lama ditahan, masa pidana, status tahanan, jenis kasus, riwayat dan frekuensi dipenjara,
serta partisipasi dalam kegiatan pembinaan. Analisis yang sama juga dilakukan terhadap
perilaku berisiko maupun perilaku pencegahan terinfeksi HIV. Selanjutnya dilakukan analisis

15

silang antara perilaku berisiko maupun perilaku pencegahan tersebut berdasarkan


karakteristik demografi dan karakteristik lainnya.
Beberapa informasi terkait prevalensi dianalisis secara inferensial untuk mengetahui
kemungkinan rentangan prevalensi di populasinya.
Analisis kualitatif dilakukan terhadap temuan-temuan lain yang diperoleh oleh pewawancara
dan dicatat dalam kuesioner, maupun segala informasi yang diperoleh oleh peneliti selama
melakukan penelitian, baik informasi dari responden maupun sumber lain. Analisis kualitatif
digunakan sebagai penguat hasil-hasil temuan kuantitatif dan bukan merupakan pokok dari
hasil studi.

3.7 Aspek Kerahasiaan


Aspek kerahasiaan responden dan informasi yang telah diberikan selalu dijaga dalam
pelaksanaan penelitian. Kuesioner berisi nama responden hanya digunakan untuk
kepentingan akurasi data. Kuesioner yang telah diisi disimpan dalam lemari yang terkunci,
yang hanya bisa diakses oleh peneliti utama dan peneliti. Data yang telah dimasukkan dalam
komputer diberikan pass word yang hanya bisa diakses oleh peneliti utama serta peneliti.

3.8 Ethical Clearance


Persetujuan etik untuk proposal ini telah disetujui oleh Institutional Review Board (IRB)
Yayasan Kerti Praja.

16

BAB IV
HASIL PENELITIAN
Studi perilaku berisiko dan perilaku pencegahan tertular HIV di Lapas Kerobokan merupakan
kegiatan survei di lapas yang pertama kali dilakukan di Indonesia.
Kegiatan pengumpulan data survei yang direncanakan berakhir pada Bulan November
pertengahan akhirnya baru selesai dilakukan pada awal Desember 2009. Hal tersebut
disebabkan karena dilakukan perubahan metode pengumpulan data dari metode
wawancara menjadi metode angket dengan tujuan untuk melakukan validasi terhadap hasil
wawancara. Hasil analisis pada pertengahan proses penelitian menunjukkan kemungkinan
hasil prevalensi pemakai narkotika suntik yang lebih kecil dari perkiraan sebelumnya
sementara jumlah sampel wawancara yang melebihi 200 telah dianggap cukup secara
statistik. Pengumpulan data dengan metode angket akan dijelaskan lebih detil di bagian
akhir bab ini.

4.1 Karakteristik Responden


Warga binaan (WB) yang menjadi responden telah dipilih secara acak dan proporsional
berdasarkan jenis kelamin dan jenis kasusnya (narkotika/non narkotika). Hasil sampling
menunjukkan bahwa responden WB berasal dari 14 blok yaitu Blok A, B, C (C1 dan C2), D, E,
F, G, H, I, J, K, Tower, dan W. Distribusi responden selengkapnya tersaji di Lampiran 3.
Karakteristik demografis responden secara umum adalah berusia sekitar 33 tahun, hampir
separuh memiliki pendidikan akhir SMA (47,0%), suku Jawa (40,4%) dan daerah lainnya
(31,3%), sebagian terbesar (91,7%) berstatus narapidana atau telah divonis hakim dan belum
pernah dipenjara sebelumnya (83,0%). Responden dengan jenis kelamin laki-laki memang
jauh lebih besar daripada wanita karena pada perhitungan sampel awal dijumpai distribusi
WB laki-laki jauh lebih besar daripada perempuan. Demikian pula distribusi jenis kasus
berdasarkan proporsi kasus narkotika dan non narkotika didasarkan pada pencatatan jenis
kasus WB di awal survei.
Karakteristik demografis selengkapnya disajikan pada tabel berikut.

17

Tabel 4.1
Karakteristik Responden di Lapas Kerobokan, 1 Juni-30 Nov 2009
No
1

Karakteristik

Ukuran

Umur (tahun)
-

Minimum-maksimum

Rerata

Nilai tengah

19-85
32,8 (SD 9,2)
30

Jenis kelamin (frekuensi, %)


-

Laki-laki

Perempuan

200 (87,0)
30 (13,0)

Suku (frek, %)
-

Bali

Jawa

Luar Bali dan Jawa

65 (28,3)
93 (40,4)
72 (31,3)

Pendidikan (frekuensi, %)
-

Tidak sekolah

Sekolah Dasar

SMP

SMA

D1/Universitas/Sarjana

15 (6,5)
36 (15,7)
49 (21,3)
108 (47,3)
22 (9,6)

Lama ditahan (bulan)


-

Minimum-maksimum

Rerata

Nilai tengah

1-72
17,7 (SD 12,9)
15

Jenis kasus (frekuensi, %)


-

Narkotika

Non narkotika

120 (52,2)
110 (47,8)

Masa pidana (bulan)


-

Minimum-maksimum

Rerata

Nilai tengah

3-342
57,2 (SD 52,7)
46,0

Riwayat dipenjara sebelumnya (frekuensi, %)


-

Ya

Tidak

39 (17,0)
190 (83,0%)

18

4.2 Kegiatan Pembinaan


Warga binaan cukup aktif mengikuti kegiatan pembinaan yang diadakan di Lapas. Dalam
studi ini, sebanyak 190 (82,6%) warga binaan yang menjadi responden dalam studi ini
mengikuti berbagai kegiatan pembinaan yang diselenggarakan di Lapas Kerobokan (Tabel
4.2). Disamping bervariasi, banyak responden mengikuti lebih dari satu jenis kegiatan dan
umumnya mengikuti lebih dari satu kali kegiatan per hari.
Tabel 4.2
Kegiatan Pembinaan Yang Diikuti Responden
No

Jenis Kegiatan

Rata-rata frekuensi/bulan
(N 190)

Perbengkelan/otomotif

23

Yoga

Kesehatan/olah raga

14

Kesenian/Keterampilan

20

Bahasa Inggris

Kerohanian/Keagamaan

26

Tamping

30

Narkotika anonymous (NA)

Lainnya (tukang cukur, masak)

Ket: responden boleh menjawab lebih dari satu jawaban

4.3 Pengetahuan Responden


Karena perilaku berisiko serta perilaku pencegahan tertular HIV sangat terkait dengan
pengetahuan yang dimiliki individu, maka studi ini juga menggali pengetahuan beberapa hal
dasar tentang HIV meliputi cara penularan dan cara pencegahan HIV yang terdiri dari 14 item
pertanyaan. Setiap jawaban benar diberikan skor satu sementara jawaban salah diberikan
skor nol. Jumlah skor masing-masing responden dikumulatifkan dan kemudian dicari rerata
(5,7) dan mediannya (6,0). Data pengetahuan responden tidak berdisitribusi normal, maka
digunakan median sebagai batas kategori pengetahuan kurang dan pengetahuan baik.

19

Rentang nilai kumulatif responden bervariasi dari 1-11. Namun, setelah analisis, lebih dari
separuh responden (149; 69%) masih dikategorikan memiliki pengetahuan kurang,
sementara sisanya (67; 31,0%) memiliki pengetahuan baik.
Secara detil, item analisis menunjukkan pengetahuan responden terbatas pada cara
penularan utama HIV yaitu melalui hubungan seks berisiko dan melalui penggunaan jarum
suntik bergantian pada pemakaian narkotika suntik. Demikian juga dengan cara
pencegahannya, sangat terkait dengan pemahaman terhadap cara penularan yang diketahui
tersebut. Sebagian besar responden belum paham bahwa penularan juga bisa terjadi melalui
air susu ibu dan dari ibu hamil ke bayinya. Demikian juga dengan pencegahan penularan
melalui dua cara yang terakhir tersebut.

Tabel 4.3
Deskripsi Jawaban Benar Responden
No

Pertanyaan

Jawaban Benar
(N 230); F; (%)

Pernah mendengar tentang HIV

216 (93,9)

Menular melalui hubungan seks tanpa pelindung

151 (69,9)

Berganti-ganti pasangan seks merupakan faktor risiko

106 (49,1)

Menular melalui darah yang tercemar HIV

37 (17,1)

Menular melalui ibu hamil dengan HIV ke bayinya

23 (10,6)

Menular melalui pemakaian jarum suntik yang tercemar HIV

178 (82,4)

Menular melalui pemakaian bersama alat cukur/benda tajam

29 (12,6)

Menular melalui air susu ibu yang telah terinfeksi HIV

4 (1,4)

Mencegah penularan: hubungan seks pakai kondom

144 (66,7)

10

Mencegah penularan: tidak berganti pasangan seks

83 (38,4)

11

Mencegah penularan: tidak berhubungan seks

52 (24,1)

12

Mencegah penularan: program PMTCT

13

Mencegah penularan: tidak berbagi jarum dengan penasun

149 (69,0)

14

Mencegah penularan: tidak berbagi pisau cukur

80 (37,0)

3 (1,4)

Ket: responden boleh menjawab lebih dari satu

Selain itu, dalam jumlah sangat minimal (6; 3%), masih dijumpai pemahaman yang salah
terkait penularan dan pencegahan HIV. Beberapa hal yang salah dalam penularan HIV

20

misalnya penularan melalui pernapasan, pemakaian bersama odha untuk alat makan, kursi,
serta handuk dan sabun. Terkait dengan pencegahan, hal yang masih keliru adalah
mencegah penularan HIV melalui penggunaan alat makan secara terpisah, makan makanan
sehat serta tidak bergaul dengan odha.
Sumber informasi responden sangat bervariasi, namun terlihat bahwa sebagian besar
responden mendapatkan informasi berasal dari luar Lapas. TV/radio/koran (114; 52,8%)
masih merupakan sumber informasi utama di luar Lapas. Sementara di dalam Lapas, teman
sesama warga binaan (89; 41,2%) merupakan sumber informasi yang utama diikuti petugas
penyuluh ataupun staf klinik LP (80; 37,0%). Selain itu, brosur (78; 38,1%) yang ada di klinik
tampaknya juga menduduki peranan penting. Secara detil, distribusi tersebut tersaji pada
grafik berikut (Grafik 4.1).

Grafik 4.1 Sumber Informasi HIV


60
50
40
30
20

Klinik

Lainnya

Brosur

Penyuluh

Teman

TV/Radio/Koran

Brosur

Penyuluh

Teman WB

10

Luar LP

Ya (%)

4.4 Perilaku Berisiko dan Perilaku Pencegahan Tertular HIV


Perilaku berisiko tertular HIV yang digali dalam studi ini meliputi pemakaian jarum suntik
narkotika secara bersama-sama dengan warga binaan yang lain, berhubungan seksual
dengan warga binaan yang lain tanpa menggunakan kondom, melakukan pembuatan tattoo

21

dan pemasangan aksesoris, perilaku bertukar alat cukur maupun benda tajam lainnya.
Sedangkan perilaku pencegahan tertular HIV adalah perilaku yang dikaitkan dengan perilaku
berisiko yang dilakukan selama di Lapas. Dalam hal ini adalah pemakaian jarum suntik baru
atau telah disterilkan terlebih dahulu, penggunaan kondom saat berhubungan seks,
penggunaan jarum baru untuk tattoo ataupun pemasangan aksesoris, serta penggunaan alat
cukur yang secara mandiri.
Dalam studi ini ditemukan bahwa warga binaan memang melakukan beberapa perilaku
berisiko tertular HIV selama berada di Lapas Kerobokan, namun dengan prevalensi yang
bervariasi, seperti tersaji dalam grafik berikut.

Gambar 4.2
Prevalensi Perilaku Berisiko Tertular HIV di Lapas Kerobokan
20

17,8

18
16
14

11,3

12
10
8

7,4

7,3

4
2
0
Narkotika Suntik

Hubungan Seks

Tatto

Aksesoris

Alat cukur

Selama di Lapas (N=230)

Ya (%)

4.4.1 Perilaku Pemakaian Narkotika dan Narkotika Suntik


Pemakaian Narkotika
Dari total 230 responden yang diwawancarai, sebanyak 82 (35,8%; 95%CI 29,5%-41,8%)
responden yang mengaku menggunakan narkotika, dan tersebar di semua blok yang ada di
Lapas Kerobokan (Grafik 4.3). Hanya 2 (0,9%) responden yang tidak bersedia menjawab
22

pertanyaan tersebut. Sementara jika ditanya apakah mengetahui teman sesama warga
binaan menggunakan narkotika selama setahun terakhir, sebanyak 132 (53,4%) responden
mengaku mengetahui temannya menggunakan narkotika. Jika dilihat dari metode
penggunaan narkotikanya, sebanyak 63 (48%) responden menyebutkan bahwa narkotika
tersebut disuntikkan.
Walaupun jumlah responden yang mengaku melihat teman menggunakan narkotika
melebihi separuh, namun jumlah teman yang mereka lihat tersebut tidaklah terlalu besar.
Sebanyak 59% responden menjawab mengetahui kurang dari 10 warga binaan yang
menggunakan narkotika; sementara 80% responden menjawab kurang dari 30 warga binaan
yang memakai narkotika. Hanya sekitar 20% responden yang menjawab jumlah teman yang
ekstrim melebihi 30 tersebut di atas.
Penelusuran lebih lanjut terhadap 82 responden yang mengaku menggunakan narkotika,
menunjukkan bahwa heroin adalah yang terpopuler digunakan penasun di Lapas. Semua
penasun setidaknya menggunakan heroin untuk disuntikkan, beberapa penasun mengaku
menyuntikkan lebih dari satu jenis narkotika seperti subutex dan shabu-shabu. Sedangkan
untuk non penasun, ada 3 besar jenis narkotika yang digunakan yaitu adalah shabu-shabu
(43; 52,4%), ekstasi (40; 48,8%) serta ganja (38; 28,8%). Secara detil metode dan jenis
narkotika di Tabel berikut.
Hal lain yang penting adalah, walaupun jumlah pemakai narkotika cukup banyak, namun
sebagian besar responden (74; 32,2%; 95%CI 26,1%-38,2%) mengaku memang telah
menggunakan narkotika sejak sebelum berada di LP. Hanya 8 (3,5%; 95%CI 1,1%-5,9%)
responden yang mengaku mulai menggunakan narkotika setelah berada di LP. Dari 8
responden yang baru memakai di Lapas tersebut, hanya 2 yang menggunakan narkotika
suntik sementara sebanyak 6 responden mengaku hanya menggunakan narkotika selain
suntik.

23

Tabel 4.4
Jenis dan Cara Pemakaian Narkotika di Lapas Kerobokan
No

Jenis Narkotika

Disuntikkan
N 82; F (%)

Selain suntik
N 82 F (%)

Total
N 82 F (%)

17 (20,1)

17 (20,1)

34 (40,2)

Heroin (putau)

Diazepam/valium

1 (1,2)

10 (12,2)

11 (13,4)

Shabu-shabu

2 (2,4)

43 (52,4)

45 (54,8)

Subutex (Buphrenorpin)

4 (4,9)

5 (6,1)

9 (11,0)

Methadone

15 (18,3)

15 (18,3)

Codein

3 (3,7)

3 (3,7)

Ketamin

2 (2,4)

2 (2,4)

Ekstasi

40 (48,8)

40 (48,8)

LSD

3 (3,7)

3 (3,7)

10

Ganja

38 (28,8)

38 (28,8)

Ket: responden boleh menjawab lebih dari satu

Pemakaian Narkotika Suntik


Seperti telah disebutkan di bagian awal, dari total 230 responden terdapat sebanyak 17
(7,4%; 95%CI 4,0%-10,8%) responden yang menggunakan narkotika dengan cara suntik.
Perlu dicatat bahwa responden yang mengaku sebenarnya hanya 16 orang namun satu
orang lagi tidak sengaja diketahui menggunakan narkotika suntik setelah menjawab
pertanyaan lain tentang program metadon, hanya saja saat itu tidak dilakukan pendalaman
lebih lanjut untuk perilaku menyuntiknya tersebut. Sementara dari total pemakai narkotika,
penasun hanya sebesar 23%, sedangkan sisanya adalah pengguna narkotika dengan cara non
suntik.
Penasun tersebar di 7 (53,8%) dari 14 blok yang ada di Lapas Kerobokan, dimana satu Blok
(H) bahkan memiliki 10 (58,8%) dari 16 penasun yang ditemukan tersebut. Hal penting
lainnya adalah adanya 2 responden yang mengaku baru mulai menyuntik setelah berada di
Lapas Kerobokan ternyata berada di dua Blok lainnya (F dan J), dimana tidak ditemukan lagi
penasun di tempat tersebut. Secara detil, distribusi pemakai narkotika serta penasun
berdasarkan blok tersaji pada grafik berikut.

24

Grafik 4.3
Distribusi Prevalensi Pemakai Narkotika dan Pemakai Narkotika Suntik
Berdasarkan Blok
120
100

100
80
63

60

53

50

50

42

40

36

32

27

33

23

18

20

40

10
0

20
5

20
0

0
A
(22)

B
(10)

C1/2
D
(22) (19)

E
(21)

F
(22)

G
(19)

Narkotika

H
(31)

I
(22)

J
(5)

K
(5)

Tw
(2)

W
(30)

Suntik

Ket: (...) adalah jumlah sampel per blok

Pendalaman terhadap perilaku menyuntik penasun di Lapas menunjukkan masih ada risiko
untuk penularan HIV melalui jarum suntik. Hampir semua responden mengaku
menyuntikkan narkotika setidaknya sekali sehari. Sebagian responden mengaku masih
menyuntik bersama-sama teman, baik selama seminggu terakhir maupun saat terakhir kali
menyuntik (Tabel 4.5). Jumlah teman yang diajak menyuntik bersama-sama bervariasi dari 110 warga binaan, namun 5 (41,7%) responden mengaku menyuntik dengan 2-3 teman saja.
Menariknya, ada satu responden dari Blok H yang mengaku menyuntik bersama 10 orang
temannya, dimana dalam survei ini juga ditemukan 10 penasun berasal dari Blok H. Selain
itu, ada satu responden (Blok F) yang diketahui baru memakai narkotika setelah di Lapas,
mengaku menyuntik bersama 7 orang temannya, sementara dalam studi ini hanya dijumpai
1 orang penasun dan 4 orang pemakai narkotika non suntik di blok tersebut.

25

Tabel 4.5
Karakteristik Perilaku Menyuntikkan Narkotika di Lapas
No
1

10

Perilaku Menyuntik Narkotika

Ukuran

Frekuensi menyuntik narkotika per minggu


- minimum-maksimum
- rerata (SD)
- nilai tengah

0-28
8,5 (7,4)
7,0

Frekuensi menyuntik narkotika per hari


- minimum-maksimum
- rerata (SD)
- nilai tengah

0-3
1,8 (1,3)
2

Berbagi jarum dengan teman seminggu terakhir


- Ya
- Tidak

8 (50,0)
8 (50,0)

Jumlah teman yang diajak berbagi jarum seminggu terakhir


- 2-3 orang
- 7-10 orang

6 (37,5)
2 (12,6)

Berbagi jarum dengan teman saat suntik terakhir


- Ya
- Tidak

7 (43,8)
9 (56,3)

Kebiasaan mencuci jarum yang dipakai berbagi dengan teman


- Ya
- Tidak

15 (93,8)
1 (6,3)

Cairan yang digunakan mencuci jarum suntik


- Air
- Air panas
- Alkohol
- Sabun/detergen
- Pemutih

12 (80,0)
5 (33,3)
1 (6,7)
2 (13,3)
14 (93,3)

Cairan yang paling sering digunakan dalam seminggu terakhir


- Air
- Air bekas
- Pemutih

2 (22,2)
1 (11,1)
6 (66,7)

Kebiasaan berbagi wadah dengan teman


- Ya
- Tidak

15 (93,7)
1 (6,3)

Berbagi wadah:
- Setiap mau pakai
- Setiap hari
- Kadang-kadang

8 (53,0)
3 (20,0
3 (20,0)

26

Walaupun sebagian besar responden mengaku mempunyai kebiasaan mencuci jarum bila
berbagi dengan teman, namun mereka masih sering mencuci jarum dengan bahan selain
pemutih (seperti air dan sabun). Selain itu, hampir semua responden mengaku berbagi
wadah untuk mencampur heroin dengan teman-temannya. Gambaran lebih detil perilaku
responden yang menyuntikkan narkotikanya disajikan dalam Tabel 4.5.
Responden mengaku memperoleh jarum suntik dari berbagai sumber (Grafik 4.4). Sumber
jarum suntik terbanyak adalah dari keluarga/teman/pacar dari luar LP (8; 50%), diikuti
meminjam dari teman (5; 31,3%), serta dari penjual jarum suntik di LP (3; 18,8%). Selain itu,
responden juga mengaku memperoleh jarum suntik dari petugas LP (1; 6,3%), petugas klinik
(1; 6,3%), serta klinik (6; 3%).
Terkait dengan ketersediaan jarum suntik (Grafik 4.4), sebanyak 13 (81,3%) responden
mengaku mengalami kesulitan untuk memperoleh jarum suntik baru. Sebagian besar (7;
53,8%) mengaku mengalami kesulitan setiap hari, sisanya bervariasi dari setiap mau pakai (1;
0,4%), setiap minggu (1; 7,7%), setiap bulan (3; 7,7%) dan tidak tentu (1; 0,4%).

Grafik 4.4
Jenis Narkotika, Sumber dan Akses Jarum
120

100

100

81,3

80

62,5
50

60
40

25
12,5

20

12,6

6,3

0
heroin

subutex

shabu

diazepam

Jenis narkotika (N=16)

teman/klg di pinjam teman


luar
di LP

klinik

Mendapat jarum suntik

Kesulitan
akses jasun

27

Sedangkan terkait dengan ketersediaan pemutih (Tabel 4.5), sebagian besar responden (9;
64,3%) mengaku memperoleh dari klinik LP. Sebagian lainnya mengaku memperoleh
pemutih dari meminjam teman (6; 42,9%), dari teman/keluarga/pacar dari luar LP (5;
35,7%), serta dari petugas klinik (1; 7,1%). Responden mengaku menggunakan pemutih
setiap akan pakai jarum (7; 28,0%) maupun jika memakai jarum dengan teman lain (4;
16,0%).

4.4.2 Perilaku Berhubungan Seks Berisiko


Sebanyak 7 (3,0%) dari total 230 responden yang diwawancara mengaku pernah melakukan
hubungan seks selama tinggal di LP, sedangkan hanya 1 (14,3%) yang mengaku melakukan
hubungan seks dalam seminggu terakhir.
Jika dibandingkan dengan menanyakan perilaku ini pada teman sesama warga binaan,
memang dijumpai lebih banyak (75; 32,6%) yang mengaku mengetahui teman melakukan
hubungan seks, dimana 75% hubungan seks tersebut dikatakan sebagai hubungan seks
sesama jenis. Secara detil gambaran ini disajikan di Tabel 4.6.
Responden yang mengaku melakukan hubungan seks dalam seminggu terakhir, mengaku
melakukan hubungan seks vaginal dengan satu pasangan saja dan menggunakan kondom.
Responden tersebut mengaku mendapatkan kondom dari klinik LP.
Sementara itu, 7 orang yang mengaku pernah berhubungan seks selama di lapas, mengaku
mendapatkan kondom dari klinik LP dan dari pasangan seks. Sebagian responden tersebut
mengaku tidak menggunakan kondom saat berhubungan seks. Satu responden mengaku
hanya sekali melakukan hubungan seks dan juga tanpa kondom. Satu responden lain
mengaku pernah dipaksa berhubungan seks secara oral dan anal, dimana saat itu tidak
menggunakan kondom.
Dari riwayat perilaku seks sebelum berada di Lapas, sebanyak 110 (47,8%) responden
memiliki riwayat pernah membeli layanan seks dengan tingkat pemakaian kondom 36,4%.
Sementara sebanyak 20 (8,8%) responden mengaku pernah dibayar orang lain untuk
berhubungan seks sebelum berada di lapas dengan tingkat pemakaian kondom sebesar 25%.

28

Perlu dicatat pula bahwa tujuh orang yang mengaku berhubungan seks di Lapas ini tidak ada
yang mengaku sebagai penasun. Di sisi lain semua penasun juga mengaku tidak pernah
berhubungan seks selama di Lapas.

Tabel 4.6
Perilaku Penggunaan Narkotika dan Hubungan Seks di Lapas
yang Dilakukan oleh Teman Warga Binaan
No
1

Perilaku Penggunaan Narkotika dan Hubungan Seks

Ukuran

Melihat teman di LP menggunakan narkotika


-

Ya

Tidak

132 (57,6)
97 (42,4)

Jumlah teman yang dilihat memakai narkotika


-

Minimum-maksimum

Rerata (SD)

Median

1-100
23,9 (32,6)
10

Jenis narkotika yang digunakan


-

Shabu-shabu

Ganja/Cimeng

Heroin/putau

Ekstasi/Ineks

Narkotika suntik (tidak tahu jenisnya)

42 (31,8%)
37 (28,0%)
31 (23,5%)
16 (12,2%)
63 (48,1)

Melihat atau mengetahui teman melakukan hubungan seks di LP


-

Ya

Tidak

Tidak menjawab

75 (32,6)
148 (64,3)
7 (3,0)

Jumlah teman yang dilihat atau diketahui melakukan hubungan seks


-

Minimum-maksimum

Rerata (SD)

Median

1-50
34,1 (27,5)
25,0

Jenis hubungan seks


-

Sesama jenis

Lain jenis

Keduanya

55 (73,3)
7 (9,3)
13 (17,3)

29

4.4.3 Tekanan Teman Sesama Warga Binaan dalam Berperilaku Berisiko


Terkait dengan peranan teman sesama warga binaan dalam hal perilaku penggunaan
narkotika, sebanyak 79 dari 132 (59,8%; 95%CI 51,2%-68,2%) responden mengaku bahwa
mereka pernah diajak oleh teman mereka untuk mencoba menggunakan narkotika,
sementara 2 (1,5%) responden menolak menjawab pertanyaan tersebut. Walaupun secara
eksplisit tidak terdapat pertanyaan lanjutan untuk item ini, namun catatan pewawancara
menunjukkan bahwa sebagian besar responden mengaku menolak ajakan tersebut.
Sedangkan dalam hal hubungan seksual, sebanyak 17 dari 75 (22,7%; 95%CI 13,2%-32,2%)
responden mengaku pernah diajak oleh teman untuk melakukan hubungan seksual, dan 1
(1,3%) responden tidak bersedia menjawab pertanyaan tersebut. Seperti halnya menyikapi
ajakan untuk menggunakan narkotika, catatan pewawancara juga menunjukkan bahwa
sebagian besar responden mengaku menolak ajakan tersebut. Sementara hanya satu
responden yang mengaku pernah dipaksa, seperti dijelaskan di bagian sebelumnya.

4.4.4 Membuat Tattoo, Memasang Aksesoris, serta Berbagi Alat Cukur


Perilaku berisiko lain yang digali dalam studi ini adalah pembuatan tattoo dan pemasangan
aksesoris, serta perilaku berbagi alat cukur di antara sesama warga binaan.
Dalam hal tattoo, sebanyak 111 (48,3%; 95%CI 41,8%-54,7%) responden yang memiliki
tattoo dimana 41 (36,9%) responden mengaku membuatnya selama berada di Lapas.
Sedangkan sebanyak 17 (7,4%; 95%CI 4,0%-10,8%) responden mengaku melakukan
pemasangan perhiasan atau aksesoris tertentu selama berada di LP. Sebagian besar
responden mengaku bahwa teman sesama warga binaanlah yang membuat tattoo tersebut.
Bahkan sebagian besar responden mengaku bahwa pembuat tersebut adalah orang yang
sama yang juga melakukan pembuatan tatto maupun pemasangan aksesoris pada temanteman warga binaan yang lain (Grafik 4.5).
Dari pendalaman perilaku pembuatan tattoo tersebut, ada kesan risiko penularan HIV
minimal karena sebagian besar responden mengaku bahwa jarum yang digunakan tidak
pernah digunakan untuk orang lain. Selain itu sebagian besar responden mengaku jarum
yang digunakan adalah jarum baru atau telah disterilkan sebelumnya. Kecenderungan untuk
pemasangan aksesoris berbeda dengan pembuatan tattoo. Responden yang memasang

30

tattoo mengaku bahwa jarum tersebut digunakan untuk bersama dengan teman yang lain,
namun mereka juga menjawab bahwa jarum tersebut baru atau telah disterilkan.
Grafik 4.5
Perilaku Membuat Tattoo dan Aksesoris di Lapas Kerobokan
120
100
80
60
40

Setelah di LP

Pembuat

Jarum

Tatoo

alkohol

Tak
Tahu

Tidak

Bersama

Lain

Ya

Teman

20

JarumSterilisasiOrang
baru
yang
sama

Aksesoris

Sementara dalam hal berbagi alat cukur, sebanyak 26 (11,5%; 95%CI 7,2%-15,4%) responden
mengaku pernah berbagi alat cukur dengan sesama teman di lapas, walaupun hanya 13
(50,0%) yang mengaku berbagi 1-3 kali per minggu, 4 (15,0%) mengaku berbagi 1-2 kali per
bulan, dan sisanya bahkan mengaku lebih jarang atau hanya sekali saja selama di lapas.

4.5 Kontribusi Program Penanggulangan HIV di LP Kerobokan


Program penanggulangan HIV yang tersedia di lapas Kerobokan berupa kegiatan
penyuluhan, program substitusi methadon, layanan testing dan konseling HIV, serta
penyediaan kondom.
Terkait program penyuluhan yang dilakukan di lapas, terdapat sebanyak 103 (46,0%)
responden yang mengaku pernah mendapatkan penyuluhan atau informasi. Jika ditelusuri
jenis-jenis informasi penularan dan pencegahan tertular HIV yang pernah diterima
responden melalui program penyuluhan tersebut, ternyata kecenderungannya adalah
serupa dengan karakteristik pengetahuannya. Jenis informasi untuk penularan yang dominan

31

diketahui adalah melalui hubungan seks dan penggunaan jarum suntik. Sementara untuk
pencegahannya juga didominasi pemahaman terhadap informasi penularan tersebut.
Proporsi responden berdasarkan jenis-jenis informasi yang diterima disajikan pada Grafik
4.6.

Grafik 4.6
Cakupan Program Penyuluhan di Lapas Kerobokan
93,2

89,3
68

46
24,2

NSP

23,3

25,2

Pemutih

36,9

Penyuluhan
(N=230)

Informasi penularan (N=103)

Metadon

Kondom

Wadah

Jasun

Anal
seks

Seks

8,7

Ya

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Informasi pencegahan

Ya (%)

Dalam program substitusi metadon, sebanyak 13 (76,5%) pengguna narkotika suntik yang
mengaku pernah menjadi peserta program dalam setahun terakhir. Dari jumlah tersebut,
ada satu responden yang awalnya mengaku tidak menggunakan narkotika suntik, namun
pada pertanyaan keikutsertaan dalam program ini, responden tersebut secara tidak sadar
mengakui dirinya masih menyuntikkan narkotika heroin. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12
(92,3%) responden mengaku masih aktif sebagai peserta program. Sementara itu, sebanyak
4 (23,5%) responden mengaku tidak mengikuti program metadon karena alasan tidak ingin
mengikuti program, ingin berhenti memakai narkotika, merasa mampu menghadapi untuk
tidak pakai narkotika, serta karena sudah positif HIV dan berat badan terus turun.
Temuan lain yang juga patut diperhatikan dalam program Metadon dimana semua peserta
metadon aktif ternyata masih menyuntikkan narkotika juga.

32

Sementara untuk program pertukaran jarum suntik, walaupun dinyatakan program ini tidak
ada di lapas, satu responden mengaku mendapatkan jarum dari petugas lapangan di lapas,
sementara sebagian besar lainnya mengaku tidak pernah, dan satu responden tidak mau
menjawab pertanyaan. Satu responden tersebut mengaku pernah menerima jarum baru
sebanyak 2 kali selama setahun berada di lapas. Selain itu, responden ini mengaku harus
membayar sebanyak Rp. 25.000,- per jarum yang diberikan oleh petugas lapangan tersebut.
Sedangkan untuk layanan testing dan konseling HIV sukarela, sebanyak 14 (82,4%)
responden yang mengaku menyuntikkan narkotika telah memanfaatkan layanan ini, dimana
8 (57,1%) responden mengaku hal ini merupakan inisiatif sendiri, 4 (28,6%) responden
mengaku karena inisiatif sendiri dan petugas, sementara 2 (14,3%) mengaku hal tersebut
atas inisiatif petugas. Sementara itu, sebanyak 4 (57,0%) responden yang mengaku
melakukan hubungan seks telah memanfaatkan layanan tersebut, baik atas insiatif sendiri (3,
75%), maupun inisiatif petugas dan sendiri (1, 25%).

Tabel 4.7
Hambatan-hambatan Berperilaku Aman Selama di Lapas
Karakteristik

F (%)
(N=)

1. Tidak ada hambatan

83 (36)

2. Kurangnya kesadaran diri

29 (13)

3. Kurangnya penyuluhan dan pemberian informasi tentang HIV

24 (10)

4. Teman-teman suka mempengaruhi teman lain untuk memakai


narkotika

20 (9)

5. Banyak barang dan pemakai berkeliaran di lapas

23 (10)

6. Tidak dipisahkan antara odha dan non odha di lapas

18 (8)

7. Sulit mendapatkan jarum serta pemutih

12 (5)

8. Tidak tahu karena masih baru

9 (4)

9. Komunitas lapas padat dan pengawas sedikit/lemah

7 (3)

10. Ada kegiatan pinjam meminjam barang yang berisiko penularan

4 (2)

Responden mengungkapkan hambatan-hambatan mereka dalam berperilaku aman tertular


HIV di Lapas melalui satu pertanyaan terbuka. Sebagian besar responden mengungkapkan
tidak ada hambatan ataupun mengatakan bahwa perilaku berisiko sangat tergantung kepada
kesadaran warga binaan itu sendiri. Hambatan-hambatan tersebut ditampilkan dalam Tabel
33

4.7. Diantara hambatan tersebut, masih ada responden yang berpendapat perlunya
pemisahan antara orang dengan HIV (odha) dan non odha. Anggapan yang keliru ini
tampaknya terkait dengan pemahaman yang belum tepat terhadap cara penularan HIV
seperti yang telah dikemukakan di bagian awal.

4.6 Perbandingan Dengan Hasil Angket


Seperti telah dijelaskan di bagian sebelumnya, dengan beberapa pertimbangan, dipandang
perlu untuk menggali informasi tentang pemakaian narkotika jarum suntik dan perilaku
berhubungan seksual di lapas dengan menggunakan metode yang berbeda dari sebelumnya
yaitu dengan metode angket.
Ada dua metode angket yang digunakan untuk melakukan konfirmasi terhadap data yang
diperoleh. Metode angket yang pertama dilakukan pada responden yang sama dengan
responden yang diwawancarai, sedangkan metode yang kedua dilakukan pada responden
selain yang diwawancarai.
Metode yang pertama sempat dilakukan pada 95 responden yang terakhir. Jika dilakukan
perbandingan dengan hasil yang diperoleh melalui wawancara angka ini cenderung lebih
rendah jika dibandingkan dengan total prevalensi. Namun jika dibandingkan dengan
prevalensi kedua perilaku tersebut pada 95 responden yang terakhir, kedua angka tersebut
serupa. Selengkapnya disajikan dalam Tabel 4.8.
Tabel 4.8
Perbandingan Hasil Survei melalui Metode Wawancara dan Angket
Karakteristik

Wawancara

Angket I
(N = 95)

Angket II
(N=200)

Prevalensi
pemakai
narkotika suntik

17 (7,4%)*
95% CI 4,01-10,77
3 (3,2%)**
95% CI -0,36-6,68

3 (3,2%)
95% CI -0,36-6,68

6 (3,1%)
95% CI 0,64-5,36

Prevalensi
berhubungan
seksual

7 (3,0%)*
95% CI 0,82-5,26
1 (1,1%)**
95% CI 1-3,1

1 (1,1%)
95% CI 1-3,1

2 (1,0%)
95% CI -0,38-2,38

* Hasil dari 230 responden (overall); ** Hasil dari 95 responden yang terakhir

34

Sementara itu, jika hasil prevalensi dengan metode wawancara dibandingkan dengan hasil
angket metode yang kedua, maka hasilnya cenderung lebih rendah dengan menggunakan
angket dibandingkan dengan menggunakan wawancara
Perlu diperhatikan bahwa metode angket II dilakukan pada 200 responden baru yang dipilih
dengan cara sistematik random sampling dari daftar listing populasi yang juga telah
diperbaharui.
Sementara itu, jika dibandingkan karakteristik sampel pada survei dengan metode
wawancara dan dengan metode angket, perbedaan yang bermakna terjadi hanya pada
variabel lama dipenjara dan lama vonis yang diputuskan hakim. Hasil selengkapnya disajikan
pada tabel berikut:

Tabel 4.9
Perbandingan Karakteristik Responden melalui Metode Wawancara dan Angket
Karakteristik

Wawancara

Angket II

F atau X2 (P)

1. Rerata Umur (SD)

32,7 (9,2)

31,2 (8,7)

7,7 (0,386)

15 (78,9)
36 (56,3)
49 (49,0)
108 (52,4)
22 (55,0)

4 (21,1)
28 (43,8)
51 (51,0)
98 (47,6)
18 (45,0)

6,1 (0,193)

65 (51,2)
93 (51,4)
72 (60,0)

65 (48,8)
88 (48,6)
48 (40,0)

2,6 (0,286)

102 (45,9)
95 (46,3

0,07 (0,506)

2. Pendidikan:
- Tidak sekolah
- SD
- SMP
- SMA
- Sarjana
3. Suku
-

Bali

Jawa

Lainnya

4. Jenis kasus
-

Narkotika

Non narkotika

120 (54,1)
110 (53,7)

5. Lama ditahan (SD)

17,6 (12,9)

13,1 (14,5)

11,8 (0,01)

6. Masa pidana (SD)

57,2 (53,6)

40,2 (40,1)

11,5 (0,01)

Ket: variabel numerik diuji dengan uji perbedaan rerata, variabel kategori diuji dengan Chi-square

Beberapa informasi lain yang diperoleh dari angket II tersaji di Tabel 4.10.
35

Proporsi responden yang mengaku mengetahui temannya menggunakan narkotika maupun


berhubungan seks cenderung lebih kecil dibandingkan dari hasil wawancara. Demikian pula
responden yang mengaku menggunakan narkotika maupun berhubungan seks juga lebih
kecil daripada hasil yang diperoleh melalui wawancara.

Tabel 4.10
Hasil Survei Melalui Metode Angket
Karakteristik

Frek, P

1. Mengetahui teman yang menyuntik narkotika

15 (7,6)

2. Pernah diajak untuk menggunakan narkotika

8 (57,1)

3. Mengetahui teman melakukan hubungan seks di lapas

3 (1,5)

4. Pernah diajak untuk berhubungan seks di lapas

1 (25)

5. Pernah menggunakan narkotika setahun terakhir

6 (3,1)

6. Sejak kapan menggunakan narkotika


-

Sebelum di LP

Setelah di LP

5 (83,3)
1 (16,7)

7. Berapa kali menyuntikkan narkotika seminggu terakhir


-

Minimum-maksimum

Rerata (SD)

Nilai tengah

0-9
4,5 (3,7)
5,0

8. Berapa orang bersama menyuntikkan narkotika seminggu terakhir


-

Minimum-maksimum

Rerata (SD)

Nilai tengah

0-7
2,0 (2,7)
2,7

9. Menggunakan jarum suntik bersama saat menyuntik terakhir

1 (16,7)

10. Memiliki kebiasaan mencuci jarum suntik

4 (66,7)

11. Bahan paling sering dipakai mencuci: pemutih

5 (2,5)

12. Kebiasaan menggunakan wadah bersama-sama

4 (100)

36

BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Perilaku Menyuntikkan Narkotika


Besaran Masalah
Studi ini menemukan prevalensi pemakai narkotika di Lapas Kerobokan pada tahun 2009
adalah sebesar 35,8% (95%CI 29,5%-41,8%). Di Bali, belum pernah dilakukan survei secara
resmi terhadap perilaku ini di Lapas. Sementara itu, beberapa survei yang dilakukan di Lapas
lain di Indonesia tidak spesifik terkait dengan perilaku berisiko (Neelwan et al., 2009; Sharma
et al., 2009; Kounang, 2008; Sigarlaki, 2006). Di Lapas Kerobokan sendiri, Sumantera et al.
(2001), pernah melakukan survei cepat dengan cara mendata penasun per blok berdasarkan
informasi teman sesama warga binaan yang telah diidentifikasi sebagai penasun. Saat itu,
diperkirakan prevalensi pemakai narkotika di lapas sebesar 37,8%. Dengan pembanding
tersebut, hasil survei di Lapas Kerobokan dijumpai sedikit lebih rendah. Namun dibandingkan
dengan studi di Lapas Bandung dimana prevalensi pemakai narkotika hanya 17,2% (Nelwan
et al., 2009), hasil Lapas Kerobokan jauh lebih tinggi. Sementara jika dibandingkan dengan
studi-studi serupa di Lapas-lapas lain yang ada di Asia, misalnya di Thailand dan India,
dijumpai prevalensi pemakai narkotika yang lebih tinggi yaitu berkisar 40%-50% (Donde,
2006; Lertpiriyasuwat et al., 2008).
Untuk pemakaian narkotika suntik, angka-angka yang ditemukan dalam studi ini juga lebih
rendah dibandingkan dengan yang dijumpai oleh survei cepat Sumantera et al. (2001).
Proporsi pemakai narkotika suntik per total pemakai narkotika dalam studi ini sebesar 20,7%
(95%CI 9,9%-30%) berbanding 41,2% (95%CI 31,4%-51,0%) pada survei cepat. Demikian juga
dengan prevalensi pemakai narkotika suntik dalam studi ini menemukan sebesar 7,4%
(95%CI 4,0%-10,8%) dengan metode wawancara berbanding 13,9% (95%CI 9,93%17,95%) pada survei cepat. Terlebih lagi jika dibandingkan dengan metode angket pada
populasi yang berbeda yang memperoleh prevalensi lebih kecil yaitu sebesar 3,1% (95%CI
0,64%-5,36%). Namun jika dibandingkan dengan studi di Lapas Banceuy Bandung Jawa Barat,
maka prevalensi di Lapas Kerobokan cenderung lebih tinggi karena di Banceuy ditemukan
prevalensi penasun hanya 5,3% (Nelwan et al., 2009).

37

Sementara jika diambil perbandingan dengan survei di Lapas-lapas lain di Asia, beberapa
memang menunjukkan hasil lebih tinggi; misalnya di Thailand sebesar 38% - 40% (Sharma et
al., 2009; Thaisri et al., 2003) dan di Nepal sebesar 28% (Dolan & Larney, 2009; Sharma et al.,
2006). Di sisi lain, beberapa survei di Asia juga menunjukkan hasil lebih rendah daripada di
Bali, misalnya studi oleh Lertpiriyasuwat, et al., (2008) di Thailand yang hanya menemukan
prevalensi penasun sebesar 1%.
Perbandingan tersebut memang menunjukkan adanya variasi yang cukup besar pada
besaran pemakai narkotika suntik di berbagai Lapas. Bahkan untuk di Lapas Kerobokan,
dalam dua survei yang relatif berdekatan waktunya namun menggunakan dua metode yang
berbeda, terdapat perbedaan prevalensi yang cukup besar, walaupun secara statistik
memang tidak bermakna. Menariknya, survei dengan metode angket yang relatif memberi
kebebasan responden untuk berekspresi ternyata justru mendapatkan prevalensi lebih kecil.
Hal tersebut mendukung fakta bahwa terdapat fluktuasi prevalensi pemakai narkotika suntik
yang ada di Lapas.
Walaupun besaran angka tersebut secara umum relatif kecil, banyak data pendukung
kuantitatif dalam studi ini yang menunjukkan bahwa jumlah pemakai narkotika suntik di
Lapas Kerobokan memang relatif rendah. Perkiraan jumlah penasun dengan menanyakan
teman yang menyuntik di Lapas dijawab oleh setidaknya 80% responden bahwa jumlah
penasun tidak melebihi jumlah 30 orang. Sementara 59% responden menyatakan jumlah
penasun tidak lebih dari 10 orang. Selain itu, informasi jumlah teman yang diajak menyuntik
bersama-sama oleh para penasun yang berhasil ditemukan menyebutkan tidak lebih dari 10
orang yang diajak menyuntik. Beberapa kondisi lapangan seperti padatnya kegiatan
pembinaan, absensi setiap tengah hari, serta adanya piket penjagaan juga tidak mendukung
untuk warga binaan menyuntik beramai-ramai, apalagi menyuntik dengan teman-teman di
blok yang lain. Temuan kualitatif bahwa ada aturan lokal di dua Blok (D dan E) yang
memberikan sangsi dipukul beramai-ramai jika warga binaan blok tersebut diketahui
memakai narkotika juga mendukung relatif kecilnya angka penasun yang dijumpai di Lapas
ini. Semua hal-hal tersebut sangat mendukung temuan bahwa memang tidaklah mudah
menemukan pemakai narkotika suntik di Lapas Kerobokan.

38

Kemungkinan Penularan HIV di Lapas Kerobokan Melalui Penasun


Disamping jumlah penasun yang relatif kecil di Lapas Kerobokan, ada beberapa fakta yang
bertentangan dengan anggapan selama ini yaitu Lapas adalah tempat yang sangat rentan
untuk terjadinya penularan HIV.
Pertama, jumlah penasun yang dijumpai relatif rendah. Kedua, jumlah pemakai narkotika
maupun narkotika suntik yang baru memulai pemakaian selama di lapas relatif sangat kecil.
Survei menunjukkan sebagian besar pemakai narkotika maupun penasun yang ditemukan
memang sudah memakai narkotika sebelum masuk ke Lapas. Selain itu, walaupun sebagian
besar responden mengaku sering diajak temannya untuk melakukan perilaku berisiko,
hampir semua mengaku bisa menolak ajakan tersebut. Hal ini tampaknya juga didukung
temuan bahwa pemahaman responden yang sangat baik untuk dua cara penularan HIV yang
utama yaitu melalui pemakaian narkotika suntik bergantian serta berhubungan seks. Hal-hal
ini menunjukkan bahwa Lapas maupun faktor-faktor yang ada di dalamnya sesungguhnya
tidak berperan besar terhadap munculnya perilaku berisiko tersebut.
Ketiga, pemakai narkotika suntik yang ditemukan di Lapas, telah memahami setidaknya
untuk dua hal, bahwa perilaku berbagi jarum suntik serta berhubungan seks tanpa kondom
dapat menularkan HIV. Pemahaman tersebut setidaknya juga merupakan dasar mengapa
penasun ini selalu mencoba mengurangi risiko tertular HIV selama menyuntik narkotika.
Upaya tidak berbagi jarum telah dilakukan sebagian penasun, dan merupakan pilihan
pertama, namun akses jarum baru dinyatakan sangat sulit oleh semua responden, bahkan
mereka berani membeli dengan harga mahal maupun nekat menyelundupkan dari luar
melalui keluarga ataupun temannya. Disamping upaya tersebut, semua penasun mengaku
mencuci jarum jika hendak berbagi, walaupun material yang digunakan tidak selalu dengan
bleaching.
Walaupun hal tersebut diperoleh hanya melalui wawancara, banyak hal di luar wawancara
yang tampaknya mendukung temuan tersebut. Misalnya, data VCT setahun terakhir (2009)
di Lapas Kerobokan menunjukkan bahwa hanya 3 (1,8%) warga binaan yang positif HIV dari
167 warga binaan yang diperiksa. Selain itu, data 3 bulan terakhir (Oktober 2009 Januari
2010), menunjukkan bahwa dari 83 warga binaan yang VCT, dijumpai hanya 1 (1,2%).
Sementara jika dibandingkan dengan data sero survei di Lapas Kerobokan sejak tahun 20042008, memang ada kecenderungan angka mulai konsisten di bawah 10%. Sementara data
39

sero survei di LP pada tahun 2009 dijumpai prevalensi HIV 6,5%. Data kejadian HIV yang
sangat rendah ini setidaknya memberi gambaran secara tidak langsung bahwa penularan HIV
melalui penasun di Lapas Kerobokan tidaklah tinggi. Sekaligus, hal ini juga mendukung
temuan studi ini yang menyatakan bahwa perilaku berisiko pada penasun sesungguhnya
relatif minimal. Temuan di atas sesuai dengan beberapa studi yang dilakukan oleh CDC
seperti dikutip oleh Brown (2006) bahwa tidak cukup bukti yang mendukung lapas sebagai
tempat potensial penularan HIV.
Menariknya, hal-hal di atas sangatlah berbeda dengan temuan-temuan di Lapas lain di
Indonesia. Hasil sentinel surveilans di empat Lapas di Jakarta seperti disitasi dari Sarma et al.
(2009) misalnya, menunjukkan prevalensi HIV secara konsisten lebih dari 10%. Sementara itu
sampling pada tahun 2003 terhadap semua warga binaan yang masuk Lapas menunjukkan
hanya 5-10% terinfeksi HIV, namun hampir 20% dari total populasi ternyata dijumpai
terinfeksi HIV. Hal tersebut menunjukkan ada transmisi HIV yang cukup aktif di Lapas.
Demikian pula di LP Timur Cipinang Jakarta seperti disitasi dari jurnal yang sama menunjukkan prevalensi HIV terus meningkat dari 17,8% di tahun 2005 menjadi 30,4% di
tahun 2006. Demikian pula studi Nelwan et al. (2009) di Bandung, juga menunjukkan bahwa
warga binaan yang mengaku menyuntikkan narkotika di Lapas ternyata lebih banyak tertular
HIV dibandingkan dengan yang tidak menyuntikkan narkotika (39,3% vs. 1,6%; P 0,001).

Kontribusi Program Penanggulangan HIV


Banyak hal yang mungkin memberikan kontribusi terhadap kondisi yang dijumpai di Lapas
Kerobokan Bali.
Situasi penularan HIV secara umum di Bali telah bergeser dari pemakai narkotika suntik ke
arah penularan heteroseksual. Jumlah penasun yang terinfeksi HIV di Bali yang ditemukan
melalui VCT di klinik-klinik yang tersebar di Denpasar, Badung, Singaraja secara konsisten
terus menunjukkan penurunan sejak tahun 2004 (Dinkes Provinsi Bali, 2000-2009).
Sementara data estimasi jumlah penasun aktif tahun terakhir (Sawitri, unpublish report
2009) juga menunjukkan penurunan yang bermakna dibandingkan dengan estimasi 7 tahun
yang lalu (Sumantera et al., 2003). Walaupun belum jelas sekali penyebab penurunan
tersebut, faktor-faktor kematian akibat HIV pada penasun dijumpai cukup tinggi dalam studi

40

tersebut. Disamping itu data sekunder juga menunjukkan hampir separuh penasun yang
menjadi jangkauan LSM ternyata telah tidak aktif menyuntik narkotika atau hanya
menyuntikkan narkotika secara occasional. Penurunan jumlah penasun di luar Lapas juga
berkontribusi terhadap penurunan jumlah penasun yang masuk ke Lapas Kerobokan.
Harus diakui bahwa situasi penanggulangan HIV di Bali adalah yang terbaik dibandingkan
dengan yang ada di provinsi lain di Indonesia. Kegiatan-kegiatan penjangkauan, penyuluhan,
pendampingan, upaya deteksi dini HIV yang ditujukan pada kelompok penasun telah
dikerjakan dengan aktif oleh beberapa LSM sejak tahun 2000 hingga saat ini. Upaya harm
reduction semacam program pertukaran jarum suntik bahkan mendapatkan dukungan
penuh dari kepolisian dan dimulai paling awal di Bali. Program substitusi metadon juga
diterima dengan baik oleh berbagai pihak dan dilaksanakan pertama kali di Bali. Kerja sama
antar LSM, Pemerintah, maupun masyarakat juga terlihat sangat baik. Di sisi lain, secara
umum, kegiatan penyuluhan pada kelompok-kelompok masyarakat lain juga telah dilakukan
secara sistematis dan menyeluruh, sehingga pemahaman masyarakat terhadap HIV juga
relatif baik. Kondisi di luar Lapas Kerobokan tentunya secara tidak langsung juga membawa
dampak terhadap penghuni Lapas karena warga binaan sesungguhnya adalah berasal dari
komunitas luar lapas.
Dalam penanggulangan HIV, kegiatan di Lapas Kerobokan adalah salah satu yang terbaik dan
aktif. Berbagai kegiatan penanggulangan HIV seperti penyuluhan tidak pernah berhenti
dilaksanakan sejak tahun 2000. Upaya deteksi dini HIV melalui VCT telah dilakukan sejak
tahun 2004 melalui kerja sama dengan klinik YKP. Klinik di Lapas Kerobokan merupakan
klinik yang pertama yang menyediakan layanan VCT di antara Lapas-lapas di Indonesia.
Pendirian klinik Metadon di Lapas Kerobokan juga merupakan yang pertama dilakukan di
Indonesia. Sampai saat ini kegiatan di Lapas Kerobokan juga terus mendapatkan dukungan
dari KPA Provinsi Bali maupun pihak-pihak lain untuk melakukan kegiatan penanggulangan
HIV di Lapas Kerobokan secara sistematis dan kontinyu.

41

Catatan Penting Dalam Perilaku Berisiko Tertular HIV Melalui Jarum Suntik
Di balik gambaran situasi perilaku berisiko tertular HIV yang cenderung baik tersebut,
sesungguhnya ada temuan-temuan yang menunjukkan masih adanya risiko penularan HIV
pada penasun.
Pertama, pemahaman penasun maupun warga binaan tentang HIV masih cenderung
terbatas pada dua hal yaitu pemakaian jarum suntik dan hubungan seks. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian karena masih adanya perilaku lain yang juga berisiko tertular HIV.
Selain itu, informasi penularan HIV melalui alat lain yang juga dipakai dalam proses
penyuntikan juga belum dipahami dengan baik oleh warga binaan maupun penasun.
Kedua, walaupun penasun telah berupaya melakukan harm reduction selama menyuntikkan
narkotika, namun kesulitan akses alat-alatnya membuat mereka tetap berada dalam risiko
penularan HIV. Penyediaan bleaching terbatas dilakukan di klinik karena alasan keamanan.
Peraturan di Lapas memang tidak memungkinkan menyediakan bleaching secara bebas
karena bahan tersebut kemungkinan bisa membahayakan orang lain. Demikian pula halnya
dengan jarum suntik yang jelas-jelas dapat dikategorikan sebagai barang yang tajam,
mengalami kendala yang serupa dengan bleaching. Lebih buruk untuk jarum suntik, bahkan
klinik-pun sampai saat ini tidak diperbolehkan menyediakan untuk penasun.
Harus diakui bahwa kondisi ini menjadi sangat rumit. Dalam sistem organisasi di Lapas,
kegiatan di Lapas terbagi menjadi 3 bagian besar yaitu keamanan, perawatan (kesehatan),
serta pembinaan. Keamanan menjadi tanggungjawab kepala lapas beserta seluruh personil
keamanan, sementara kesehatan menjadi tanggung jawab dokter yang ditunjuk beserta staf
klinik. Dari persepsi keamanan, narkotika merupakan barang yang tidak boleh ada di Lapas,
atau ilegal. Sehingga selalu ada kekuatiran bahwa menyediakan jarum suntik maupun
bleaching di Lapas berarti melegalkan pemakaian narkotika. Selain itu, selalu ada kekuatiran
bahwa barang tersebut dapat membahayakan keamanan. Sementara dari persepsi
kesehatan, menyediakan jarum suntik maupun bleaching sangat penting untuk mencegah
penularan HIV di kalangan penasun. Pemakaian narkotika suntik dengan jarum suntik yang
sama secara bergantian sesungguhnya merupakan masalah di dua bagian tersebut,
keamanan dan kesehatan, karena itu penyelesaiannya tidak mungkin oleh satu bagian saja.

42

Menyikapi persepsi bahwa program penyediaan jarum suntik adalah ilegal, sesungguhnya
program ini telah dilakukan di luar Lapas di Bali sejak tahun 2002. Upaya ini dimulai secara
diam-diam karena dianggap kegiatan ilegal dan mendapat pengesahan administratif pada
tahun 2004 sebagai proyek uji coba melalui Surat Keputusan Bersama antara Ketua Komisi
Penanggulangan AIDS Nasional (SK. No.21 Tahun 2003) dan Surat Keputusan Badan
Narkotika Nasional (SK. No.04 Tahun 2003). Sampai saat ini kegiatan NEP maupun kegiatan
lainnya masih legal secara administratif melalui SK Menko Kesra No. 02/KESRA/2007 tentang
pelaksanaan Pengurangan Dampak Buruk Narkotika dan Psikotropika (Tambun JG, 2007).
Walaupun belum ada undang-undang yang secara tegas menyebutkan aspek legalitas
program ini, dalam pelaksanaannya beberapa kebijakan bisa dibuat untuk memberi
perlindungan bagi pelaksananya. Secara nyata, memang dijumpai jumlah penasun yang
terinfeksi HIV di Bali memang semakin menurun (Dinkes Provinsi Bali, 2000-2009).
Sebagai perbandingan dalam menyikapi kemungkinan terjadinya gangguan stabilitas
keamanan di Lapas jika menyediakan layanan jarum suntik; mengutip Dostoyesvsky (2008)
bahwa di Lapas-lapas di Amerika Serikat memang belum dilakukan penyediaan jarum suntik
maupun bleaching. Namun di 50 penjara di 8 negara di Eropa telah dilakukan penyediaan
jarum suntik di Lapas. Evaluasi di 3 negara yaitu Spanyol, Swiss dan Jerman menunjukkan
tidak dijumpai peningkatan jumlah penasun, terjadi penurunan kasus berbagi jarum, tidak
ditemukan kasus baru HIV ataupun hepatitis, serta tidak ada penggunaan jarum tersebut
untuk senjata atau melukai orang lain. Dalam literatur yang sama, disebutkan bahwa
berdasarkan temuan-temuan tersebut, WHO telah merekomendasikan untuk menyediakan
sarana harm reduction di Lapas.
Hal positif lainnya adalah Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang
memasukkan program penanggulangan HIV di Lapas dalam rencana strategis nasional (20052009), yang memprioritaskan upaya pencegahan penularan HIV melalui jarum suntik di
Lapas. Hal ini sesungguhnya bisa menjadi suatu landasan yang baik untuk memulai
melakukan tindakan-tindakan intensif lebih lanjut di Lapas Kerobokan. Jika diperlukan, bisa
dilakukan upaya melakukan kajian terlebih dahulu terhadap kemungkinan melaksanakan
kegiatan tersebut. Misalnya kajian tingkat penerimaan pihak terkait, kemungkinan dampak
negatif, strategi pelaksanaan, kriteria penerima program dan lain-lain.

43

Catatan lain yang juga penting di Lapas Kerobokan adalah temuan yang menunjukkan bahwa
penasun yang memanfaatkan program substitusi metadon ternyata seluruhnya masih
menyuntikkan narkotika. Walaupun kondisi ini juga ditemukan pada penasun yang
memanfaatkan layanan metadon di luar Lapas Kerobokan, namun proporsi kejadiannya
tidaklah setinggi yang ditemukan di Lapas. Dari pembicaraan dengan konselor klinik
Metadon di RS Sanglah, diperkirakan sekitar 30% peserta metadon juga masih menyuntikkan
narkotika. Mengingat situasi di Lapas lebih spesifik, diperlukan upaya-upaya untuk
menemukan akar permasalahan situasi ini dan melakukan perbaikan.

5.2 Perilaku Berhubungan Seks Berisiko


Perilaku berhubungan seks di lapas merupakan faktor risiko yang sangat sulit digali dari
warga binaan di Lapas Kerobokan. Dengan menggunakan metode wawancara maupun
dengan angket yang ditujukan pada perilaku responden secara langsung, prevalensi perilaku
ini dijumpai sangat minimal. Sedangkan dengan menanyakan perilaku ini pada temannya
yang diketahui melakukan, walaupun diperoleh hasil lebih besar dari metode pertama,
ternyata memang rentangan jumlahnya juga cenderung lebih kecil daripada perilaku
pemakaian narkotika. Hampir 98% responden menjawab hanya mengetahui kurang dari atau
sama dengan 15 orang temannya sesama warga binaan yang melakukan hubungan seks.
Sayangnya, data survei cepat Sumantera et al. (2001) di Lapas Kerobokan juga tidak
menyebutkan secara tegas berapa ditemukan warga binaan yang melakukan hubungan seks
di Lapas. Sementara beberapa studi di Asia menjumpai perilaku hubungan seks berisiko
dalam kisaran 10%-15%

di Asia (Buavirat et al., 2003; Lertpiriyasuwat et al., 2008).

Sementara WHO (2007) menyebutkan adanya variasi yang sangat besar untuk perilaku ini di
Lapas-lapas di Amerika dan Kanada, yaitu berkisar antara 6%-70%. Namun harus diakui
bahwa walaupun disebutkan sebagai perilaku yang sangat merajalela, perilaku ini sangat
sulit diketahui kebenaran informasinya (Donde, 2006; WHO, 2007; Dolan & Larney, 2009).
Temuan lain tentang kejadian pemaksaan hubungan seksual yang dijumpai di Lapas
Kerobokan hanya terjadi pada satu respoden (0,1%). Angka ini jauh lebih kecil dibandingkan
dengan studi-studi di Lapas lain di luar Indonesia yang bisa mencapai 1-3% untuk
pemerkosaan, maupun 11%-40% untuk agresi seksual (WHO, 2007).

44

Selain itu, dari semua responden yang mengaku melakukan hubungan seks, tidak ada
satupun yang mengaku melakukannya dengan sesama jenis. Hal ini sangat bertolak belakang
dengan hasil-hasil studi di berbagai tempat lain di luar Indonesia yang menunjukkan
prevalensi hubungan seksual sesama jenis yang jauh lebih tinggi dibandingkan hubungan
seksual lain jenis (WHO, 2007). Dostoyevsky (2008) dalam review-nya terhadap Lapas-lapas
di US menyebutkan bahwa kekerasan seksual di penjara dilaporkan sangat rendah di penjara
karena adanya stigma yang terkait pemerkosaan dan hubungan seksual sesama.
Walaupun studi ini menemukan besaran prevalensi perilaku hubungan seks yang minimal,
studi ini telah berhasil menunjukkan bahwa perilaku tersebut memang eksis di lapas. Selain
itu, sebagian responden mengaku bahwa hubungan seks tersebut tidak menggunakan
kondom, walaupun semua responden mengaku tidak memiliki hambatan dalam akses
kondom.
Sampai saat ini, kondom memang telah disediakan secara gratis di klinik Lapas Kerobokan.
Namun, untuk warga binaan, rupanya penyediaan kondom di klinik saja tidaklah memadai,
sehingga perlu dipikirkan perluasan tempat penyediaan kondom di Lapas agar lebih mudah
diakses oleh warga binaan. Saat ini memang ada kekuatiran terhadap kemungkinan
penyalahgunaan kondom di Lapas, terutama kondom digunakan sebagai tempat
menyembunyikan narkotika. Namun hasil-hasil studi-studi di lapas di luar Indonesia oleh
WHO (2007) menunjukkan tingkat penyalahgunaan kondom relatif minimal. Penyediaan
kondom yang luas tidak meningkatkan proporsi pemakai narkotika suntik, tidak
meningkatkan proporsi perilaku seksual berisiko, serta tidak dijumpai penggunaan sebagai
suatu senjata.
Hasil studi lain yang cukup menggembirakan adalah temuan bahwa semua penasun tidak
melakukan hubungan seks selama di Lapas Kerobokan. Sehingga kemungkinan penularan
HIV dari penasun yang diketahui telah banyak tertular HIV kepada warga binaan yang lain
melalui hubungan seks juga menurun.

45

5.3 Perilaku Berbagi Alat Cukur, Membuat Tattoo serta Aksesoris


Proporsi responden yang berbagi alat cukur lebih rendah dibandingkan perilaku melakukan
tattoo dan lebih tinggi dari pemakaian aksesoris selama di lapas. Di sisi lain frekuensi berbagi
alat cukur relatif jarang sehingga tampaknya risiko transmisi HIV juga relatif minimal.
Sementara itu, proporsi responden yang melakukan tattoo di Lapas Kerobokan lebih rendah
jika dibandingkan dengan angka melakukan tattoo di Lapas Banceuy di Bandung (Nelwan et
al., 2009). Perbandingan total pemakai tattoo di Lapas Kerobokan, pemakai yang baru
memasang tattoo setelah di Lapas Kerobokan, serta pemakai tattoo di Lapas Banceuy adalah
48,3%; 17,8%; dan 57,8%. Demikian juga halnya dengan pemasangan aksesoris, hasil di Lapas
Kerobokan lebih rendah dibandingkan di Lapas Banceu (7,4% vs 13,4%).
Walaupun sebagian besar responden di Lapas Kerobokan mengaku bahwa jarum yang
digunakan untuk tattoo telah disterilkan ataupun telah digunakan jarum baru, namun pada
pemasangan aksesoris dijumpai keraguan responden terhadap penggunaan jarum baru
tersebut. Mengingat temuan sulitnya akses jarum oleh penasun di Lapas Kerobokan, serta
berbagai kebijakan di Lapas Kerobokan yang tidak melegalkan adanya jarum suntik, bukan
tidak mungkin kesulitan akses jarum baru juga dialami oleh pembuat tattoo maupun
aksesoris ini. Sehingga bisa saja hal ini merupakan faktor risiko penularan HIV yang juga
perlu diperhatikan.
Lebih jauh, terkait dengan pemakaian jarum suntik untuk tattoo dan aksesoris ini, studi di
Banceuy Bandung juga menyebutkan adanya korelasi positif antara infeksi Hepatitis B dan
Hepatitis C dengan penggunaan tattoo (Nelwan et al., 2009). Hal ini juga diperkuat hasil studi
di Thailand oleh Buavirat et al. (2003) dan Thaisri et al. (2003) bahwa tattoo selama di lapas
sebagai faktor risiko yang berhubungan dengan prevalensi HIV.
Fakta tersebut ditunjang dengan masih rendahnya pemahaman warga binaan terhadap cara
penularan HIV diluar melalui jarum suntik narkotika dan hubungan seks, perlu mendapatkan
perhatian. Sementara itu, hampir semua responden merujuk kepada individu tertentu
sebagai pemasang tattoo maupun aksesoris tersebut.
Dengan demikian upaya peningkatan pemahaman warga binaan tentang cara penularan HIV
melalui cara ini juga perlu ditingkatkan. Kemungkinan penularan penyakit lain seperti
Hepatitis B dan Hepatitis C juga perlu mendapat penekanan. Upaya yang lebih intensif juga

46

perlu dikerjakan pada para pembuat tattoo dan aksesoris agar bisa menyediakan layanan
yang lebih aman dari penularan penyakit. Hal ini akan kembali menimbulkan benturan
kepentingan diantara pemegang kebijakan keamanan dan kesehatan seperti halnya kasus
penyediaan jarum pada penasun, sehingga perlu dilakukan kajian yang menyeluruh.
Harus diakui hingga saat ini walaupun diakui bahwa pelayanan kesehatan adalah hak dari
warga binaan, dan bila tidak menyediakan layanan kesehatan yang layak disebutkan sebagai
suatu pelanggaran hak asasi. Namun sampai saat ini belum terdapat standar yang jelas
bagaimana seharusnya penyelenggaraan layanan kesehatan, termasuk program pencegahan
penularan HIV di Lapas. Sayangnya, hal ini juga terjadi bukan hanya di Indonesia, namun juga
di banyak Lapas di dunia (WHO, 2007; Winter 2008; Sharma et al. 2009). Walaupun
demikian, banyak pendapat yang menyatakan bahwa layanan kesehatan dan programprogram pencegahan di lapas sebenarnya merupakan kesempatan yang sangat baik karena
populasi yang terkumpul lebih memudahkan dalam penyelenggaraan kegiatan program
pencegahan dibandingkan dengan menjangkau kelompok-kelompok tersebut di luar lapas
(Winter, 2008).

5.4 Proses Sampling dan Pengumpulan Data


Dalam pembuatan kerangka sampel dan pengumpulan data, peneliti menjumpai hambatan
berupa tidak tersedianya sistem register yang komprehensif. Buku register yang tersedia di
Lapas Kerobokan belum terkomputerisasi, namun berupa 6 buah buku berdasarkan status
warga binaan saat mulai berada di lapas sampai dengan setelah jatuhnya vonis. Dengan
sistem pencatatan tersebut, peneliti mengalami kesulitan menentukan blok tempat warga
binaan ditahan sehingga warga binaan yang kebetulan terpilih sebagai sampel lebih sulit
dicari. Selain itu, buku register tersebut juga seringkali tidak sesuai dengan kondisi di
lapangan karena berbagai sebab. Misalnya, adanya pengurangan masa hukuman (remisi),
adanya pemindahan warga binaan ke lapas lain, ataupun adanya pemindahan warga binaan
antar blok menyebabkan tingkat mobilitas warga binaan menjadi sangat tinggi.
Upaya yang dilakukan dengan melakukan konfirmasi daftar sampel ke masing-masing blok
juga menjumpai hambatan karena seringkali ada ketidaksesuaian nama yang ada pada
register dan nama yang ada di catatan blok karena berbagai sebab. Misalnya, seringkali
warga binaan mempunyai beberapa nama alias yang tidak diketahui teman dalam blok, dan

47

warga binaan tidak sempat mengenali satu persatu temannya dalam blok karena cepatnya
pemindahan.
Kondisi ini sempat diperburuk karena adanya pemindahan warga muslim ke dalam beberapa
blok khusus secara mendadak agar memudahkan pengawasan selama bulan puasa dan
lebaran. Hal ini menyebabkan banyak warga binaan lain juga sulit ditelusuri keberadaannya
karena juga ikut dipindahkan ke blok-blok yang lain untuk menghindari kelebihan penghuni
di satu blok. Hal ini juga sempat menghambat jalannya wawancara sehingga diputuskan
untuk menunggu hingga satu minggu setelah lebaran agar warga binaan telah kembali ke
blok semula.
Buavirat et al. (2003) mengungkapkan bahwa pencatatan yang baik merupakan salah satu
kekuatan untuk meningkatkan kualitas hasil studinya di penjara di Bangkok. Namun untuk di
Bali (Indonesia), hal tersebut masih sulit diharapkan terjadi. Sementara Magnani et al. (2005)
menyarankan untuk kepentingan sampling pada populasi yang tersembunyi, agar
menggunakan metode-metode non random seperti snowball sampling, facility-based
sampling, targeted sampling, dan lain-lain. Hal ini bisa menjadi salah satu alternatif untuk
memecahkan masalah pencatatan yang kurang akurat di lapas.

5.5 Kelemahan Studi


Disamping kendala dalam sistem pencatatan dan sistem rotasi/mutasi warga binaan di Lapas
yang dapat mempengaruhi kualitas data survei, terdapat beberapa kelemahan studi lainnya.
Studi ini merupakan survei perilaku saja sehingga kebenaran informasi yang diberikan oleh
responden menjadi lebih lemah dibandingkan dengan jika disertai upaya menemukan
indikator yang lebih obyektif. Misalnya dengan melakukan pemeriksaan bekas suntikan
untuk penasun (http://www.biomedcentral.com/1471-2334/3/25), diikuti pemeriksaan
definitif seperti pemeriksaan kadar urine untuk opiad, pemeriksaan HIV, walaupun sifatnya
tetap

anonimus. Demikian pula untuk perilaku seksual berisiko, mungkin dapat

dipertimbangkan untuk menggali riwayat pemeriksaan ke klinik di Lapas untuk infeksi


menular seksualnya, maupun melakukan pemeriksaan IMS (HIV/AIDS in incarcerated people,
2009).

48

Selain itu, penggunaan metode seperti angket ternyata tidak sepenuhnya dapat
memperbaiki hasil pengumpulan data melalui wawancara. Untuk memperbaiki studi di masa
mendatang, sangat perlu dilakukan studi pendahuluan terhadap responden di Lapas untuk
menggali metode-metode pengumpulan data yang diperkirakan lebih bisa diterima oleh
kelompok warga binaan.

49

BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

6.1 Kesimpulan
1. Perilaku berisiko terinfeksi HIV di Lapas Kerobokan adalah pemakaian jarum suntik
narkotika, hubungan seksual dengan sesama warga binaan tanpa kondom, penggunaan
alat cukur bersama-sama, serta melakukan tatoo di lapas.
2. Prevalensi perilaku berisiko terinfeksi HIV melalui jarum suntik dijumpai sebesar 7,4%
dimana 50% dari angka tersebut menggunakan jarum suntik secara bersama-sama.
Sebanyak 4 dari 8 (50%) responden mengaku mulai memakai heroin suntik sejak berada
di lapas.
3. Prevalensi hubungan seksual di Lapas ditemukan sebesar 3%, dimana semua responden
mengaku menggunakan kondom dan melakukan hubungan seks dengan lain jenis.
4. Prevalensi pemasangan tattoo dijumpai sebesar 48,3% dimana sepertiganya (17,8%)
melakukan pemasangan tattoo di lapas. Pemasangan aksesories dijumpai lebih kecil
yaitu sebesar 7,4%. Demikian pula dengan pemakaian alat cukur secara bersama-sama
yaitu sebesar 11,5%.
5. Dalam melakukan hubungan seksual, sebagian responden mengaku memakai kondom
yang diperoleh di klinik. Semua responden mengaku tidak mengalami kesulitan untuk
memperoleh kondom.
6. Sementara dalam penggunaan jarum suntik, separuh responden mengaku telah
melakukan upaya sterilisasi dengan mencuci jarum terlebih dahulu. Namun bahan
pencucinya tidak selalu pemutih, namun seringkali air.
7. Hambatan-hambatan dalam melakukan perilaku pencegahan tertular HIV di LP antara lain
terkait dengan keterbatasan pemutih serta kondom. Sulitnya memperoleh jarum di
Lapas juga disebut sebagai suatu hambatan. Selain itu, masih ada keluhan terkait
kurangnya penyuluhan tentang HIV, adanya peer pressure, adanya peredaran narkotika
dan pemakainya, keterbatasan tenaga pengawas serta kepadatan komunitas lapas.

50

8. Kontribusi program penanggulangan HIV di LP yang sangat dirasakan oleh warga binaan
adalah adanya penyuluhan tentang HIV. Layanan VCT telah dimanfaatkan oleh penasun,
sementara program substitusi metadon belum dimanfaatkan optimal oleh penasun, dan
ada tendensi penyalahgunaan layanan tersebut.

6.2. Rekomendasi
1. Melakukan kajian lebih dalam untuk mencari alternatif dalam mengatasi kesulitan
memperoleh jarum suntik dan bleaching selama di lapas, terutama jika diinginkan untuk
melakukan program pertukaran jarum suntik.
2. Hambatan lain terkait penyediaan kondom perlu dipertimbangkan untuk diperluas
distribusinya.
3. Mengingat mobilitas warga binaan yang sangat tinggi, prevalensi perilaku berisiko melalui
jarum suntik maupun hubungan seksual yang sangat bervariasi antara populasi, maka
upaya diseminasi informasi tentang HIV perlu dilakukan terus menerus untuk menekan
potensi penularan HIV di lapas.
4. Jika hendak dilakukan studi lebih lanjut, akan lebih baik jika disertai pengukuran indikator
lain yang lebih obyektif untuk mendukung informasi tentang perilaku berisikonya.
Penggunaan metode penggalian informasi perlu mendapat perhatian khusus sebelum
memulai studi.
5. Perlu dilakukan evaluasi sistematis terhadap program layanan metadon untuk
mengembangkan strategi pelayanan yang lebih baik di masa mendatang.

51

DAFTAR PUSTAKA

AIDS Action (2008) HIV Prevention and Care for Incarcerated Populations. 1906 Sunderland
Place, NW. Washington, DC 20036. Tersedia di <www.aidsaction.org>
AIDS Calgary Awareness Association (2007) HIV/AIDS and Prison Populations. Briefing
Document. Updated: September 2007
Anonim (2009). Facts about HIV/AIDS in incarcerated people. HIV/AIDS Epidemiology
Program. Tersedia di: http://www.kingcounty.gov/health (206) 296-4645.
Buavirat A., Page-Shaver K., van Griensven GJP., Mandel JS., Evans J., Chuaratanaphong J.,
Chiamwongpat S., Sacks A., Moss A., (2003). Risk of prevalent HIV infection
associated with incarceration among injecting drug users in Bangkok, Thailand: case
control study. BMJ vol 326. Pebruary. Tersedia di: www.bmj.com
CDC (2006) HIV Transmission among Male Inmates in a State Prison SystemGeorgia, 19922005. MMWR. 2006;55:421-426.
Danny Meyers (2004) Positive for positive. Depression and HIV in Prison.
Donde S (2006) HIV risk behavior in prisons among drug users in Mumbai. XVI International
Conference. Abstract of oral presentation. Tersedia di:
http://www.iasociety.org/Default.aspx?pageId=11&abstractId=2193505
Dostoyevsky F. (2008). HIV in correctional settings: Implications for prevention and
treatment policy. Issue Brief no 5, March 2008.
Dinkes Provinsi Bali (2004-2008) Laporan sero survei HIV di Provinsi Bali
Dolan KL., Larney Sl. (2009). A review of HIV in prisons in Nepal. Kathmandu
University Medical Journal (2009), Vol. 7, No. 4, Issue 28, 351-354
Eshrati B., Taghizadeh A.R, Dell C.A., Afshar P., Millson P.M.E., Kamali M., Weekes J. (2008)
Preventing HIV transmission among Iranian prisoners: Initial support for providing
education on the benefits of harm reduction practices. Harm Reduction Journal 2008,
5:21
Gelberg L, Anderson RM, Leake BD. 2000. The behavioral model for vulnerable populations:
Application to medical care use and outcomes for vulnerable populations. Health
Services Research. 34:1273-1302.
Kantor (2006) HIV Transmission and Prevention in Prisons. InSite Knowledge Base Chapter.
Lertpiriyasuwat C., Jantarathaneewat K., Fox K., Poolsawat M., Prajongkit C.,
Wongwatcharapaiboon N., Ngamtrairai N., Manopaiboon C. (2008). HIV risk
behaviors and STD prevalence among young male prisoners in Thailand dalam AIDS
2008 - XVII International AIDS Conference. Abstract no. TUPE0303

52

Magnani R., Sabin K., Saidel T., Heckathorn D. (2005). Review of sampling hard-to-reach
populations for HIV surveillance. AIDS 2005, vol 19 (suppl 2).
Moseley K., Tewksbury R. (2006) Prevalence and Predictors of HIV Risk Behaviors Among
Male Prison Inmates. Journal of Correctional Health Care, Vol. 12, No. 2, 132-144
Nelwan EJ., van Crevel R., Alisjahbana B., Pohan HT., Jaya A., Meheus A., van der Ven A.,
(2009). HIV, hepatitis B and C in an Indonesian prison: prevalence, risk factors, and
implications of HIV-screening, oral presentation, IAS ke 5, Cape Town, 19-22 July
2009
Okie, S. (2007). Sex, Drugs, Prisons, and HIV. The New England Journal of Medicine, 356, 105108.
Rotily M., Vernay-Vaisse C., Messiah A (1996) HIV testing, prevalence, and risk behaviors
among prisoners incarcerated in south-eastern France. Abstract. Int Conf AIDS. 1996
Jul 7-12; 11: 374.
Sarma A., Oppenheimerb E., Saidelc T., Looc V., Garga R. (2009). A situation update on HIV
epidemics among people who inject drugs and national responses in South-East Asia
Region. AIDS 2009, Vol 23 No 00
Sawitri S., Masmini (2009) Mapping Injecting Drug User Activity in Bali. Unpublish Report.
Stephens T., Cozza S., Braithwaite RL (1999) Transsexual orientation in HIV risk behaviours in
an adult male prison. Int J STD AIDS 1999;10:28-31
Strecher VJ, V. Champion, and IM Rosenstock: The Health Belief Model and Health Behavior,
Gochman DS (Editor) Plenum Press, New York, 1997, pp 71-89.
Smith (2008) Needle Exchanges Can Cut Prison HIV Transmission MedPage Today. Published:
December 23, 2008
Tambun JG (2008) Harm Reduction Dapat Menjadi Titik Krusial Pada Penyusunan Perda
Penanggulangan HIV-AIDS Di Sulawesi Utara. Tersedia di <http://www.
sulutlink.com/aug%2029.htm>

Thaisri H., Lerwitworapong J., Vongsheree S., Sawanpanyalert P., Chadbanchachai C.,
Rojanawiwat A., Kongpromsook W, Paungtubtim W., Sri-ngam P., Jaisue R (2003). HIV
infection and risk factors among Bangkok prisoners, Thailand: a prospective cohort
study. BMC Infectious Diseases 2003, 3:25. Tersedia di:
http://www.biomedcentral.com/1471-2334/3/25
UNAIDS (2006) Women and HIV in prison settings
WHO (2004) Evidence for action on HIV/AIDS and injecting drug use. Policy Brief:Reduction
Of HIV Transmission In Prisons.
WHO (2007) Intervention to address HIV in prisons. Prevention of sexual transmission.
Winter (2008) HIV treatment in U.S Jails and Prisons.

53

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN
SURVEI PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN
TERINFEKSI HIV DI LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR, BALI

1. Nama responden
2. Blok
2. Nomor urut wawancara
4. Tanggal wawancara (TGL/BLN/TAHUN)
5. Lamanya wawancara

Jam_____ sampai ____

(___ menit)

6. Nama pewawancara
7. Nama pemeriksa
10. Tanggal diperiksa
11. Catatan pewawancara

12. Catatan pemeriksa

11. Tanda tangan pemeriksa

54

I. DEMOGRAFI DAN KARAKTERISTIK LAINNYA


1. Jenis Kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

2. Umur
3. Pendidikan terakhir

1. Tidak Sekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Sarjana/Universitas

4. Suku

1. Bali
2. Jawa
3. Luar Bali/Jawa: .................................

5. Lama di tahan

................. tahun, ............. bulan

6. Masa pidana

..................tahun, ............. bulan

7. Status penangkapan

1. Narkotika
2. Kriminal

8. Riwayat dipenjara sebelumnya

1. Ya, ............. kali


2. Tidak

9. Ikut serta dalam salah satu kegiatan


pembinaan di LP?

1. Ya

10. Jika Ya, kegiatan apa yang diikuti?


(Jawaban boleh lebih satu)

a. Perbengkelan

2. Tidak Bagian II

b. Yoga
c. Kesehatan
d. Kesenian
e. Lain-lain, ..........................................

11. Berapa kali dalam sebulan Anda mengikuti


kegiatan tersebut?

a. Perbengkelan: ..................................
b. Yoga: ...............................................
c. Kesehatan: .......................................
d. Kesenian: .........................................
e. Lain-lain: ...........................................

55

II. PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN INFEKSI HIV


A. Pengetahuan (penularan dan pencegahan HIV)
1. Apakah pernah mendengar tentang HIV dan
AIDS?

1. Ya

2. Sepengetahuan Anda, bagaimana cara


penularan HIV? (Boleh lebih dari satu
pilihan. Probing: apalagi?)

a. Hubungan seks tanpa pelindung

2. Tidak Bag. B

b. Berganti-ganti pasangan
c. Tranfusi darah yang tercemar
d. Dari Ibu hamil dengan HIV ke bayi
e. Penggunaan jarum suntik yang telah
tercemar
e. Lainnya, ............................................

3. Sepengetahuan Anda, bagaimana cara


mencegah penularan HIV? (Boleh lebih dari
satu pilihan. Probing: apalagi?)

a. Hubungan seks berisiko selalu


memakai kondom
b. Tidak berganti pasangan
c. Tidak melakukan hubungan seks
e. Tidak berbagi jarum dengan penasun
lain
f. Tidak berbagi peralatan lain (pisau
cukur)
g. Lainnya, ............................................

4. Darimana Anda mengetahui hal-hal yang


tersebut di atas? (Boleh lebih dari satu
pilihan. Probing: apalagi?)

a. TV/Radio/Koran
b. Petugas Penyuluh/klinik di LP
c. Petugas Penyuluh di luar LP
d. Teman sesama warga binaan
e. Teman di luar LP
f. Brosur di dalam LP
g. Brosur di luar LP
f. Lainnya, ..........................................

B. Perilaku dan Pressure Teman Sesama Napi


1. Dalam setahun terakhir, sepengetahuan
Anda, apakah ada teman-teman Anda yang
menggunakan obat-obat narkotika?

1. Ya
2. Tidak p 5

2. Sepengetahuan Anda, berapa teman-teman


Anda yang menggunakan narkotika
tersebut?

.............. orang

56

3. Narkotika jenis apa yang dipergunakan?

1. Ekstasi/ineks
2. Narkotika suntik
3. Narkotika lainnya, .......................

4. Apakah teman-teman Anda tersebut pernah


mengajak Anda untuk ikut menggunakan
narkotika?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

5. Sepengetahuan Anda, adakah teman-teman


Anda yang melakukan hubungan seks
dengan teman sesama WB di dalam LP?

1. Ya
2. Tidak p 9
9. Tidak menjawab

6. Jika Ya, berapa banyak teman-teman yang


Anda tahu melakukan hal tersebut?

.......... orang

7. Sepengetahuan Anda, apakah mereka yang


melakukan hal tersebut melakukan
hubungan seks dengan sesama jenis, lain
jenis atau keduanya?

1. Sesama jenis
2. Lain Jenis
3. Keduanya

8. Apakah teman-teman Anda tersebut pernah


mengajak Anda untuk berhubungan seks?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

C. Perilaku terkait penggunaan jarum suntik narkotika


1. Dalam 1 tahun terakhir, apakah Anda
menggunakan obat-obat narkotika?

1. Ya
2. Tidak Bagian D
9. Tidak menjawab Bagian D

2. Sejak kapan Anda menggunakan narkotika


tersebut, sebelum atau setelah berada di
LP?

1. Sebelum di LP

3. Jika Ya, obat-obat apa saja yang pernah


Anda gunakan? (Probing: Apalagi?)

Disuntikkan

Tidak
disuntikkan

Tidak

a. Heroin (putauw)

b. Diazepam (valium, xanax,..)

c. Amphetamine (Shabu-shabu)

d. Subutex (Buprenorphine)

e. Methadone

f. Codein

g. Opium/Candu

h. Ketamine

i. Extasi

j. LSD

k. Lainnya:..............................................

2. Setelah di LP

57

4. Jika disuntikkan:
a. Jika dirata-rata, berapa kali dalam
seminggu Anda menggunakan
narkotika yang disuntikkan?
b. Jika setiap hari, berapa kali dalam
sehari Anda menggunakan narkotika
yang disuntikkan?
5. Dalam seminggu terakhir, berapa orang
yang menyuntik narkotika bersama-sama
Anda?
6. Dalam seminggu terakhir, darimana Anda
memperoleh jarum suntik? (Boleh lebih dari
satu. Probe: Apalagi?)

....................... kali
....................... kali

........................ orang
a. Klinik LP
b. Petugas Klinik
c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP
d. Meminjam dari teman

7. Dari semua jawaban tersebut, mana yang


paling sering?
.............................................................

e. Petugas outreach
f. Membuat sendiri
g. Penjual narkotika
h. Penjual jarum suntik
i. Petugas LP
j. Lainnya, .............................................

8.

Ketika menyuntikkan narkotika yang


terakhir dengan teman-teman Anda,
apakah Anda menggunakan jarum yang
sama yang telah digunakan oleh orang
lain?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

9.

Apakah Anda pernah mengalami kesulitan


memperoleh jarum suntik baru?

1. Ya
2. Tidak p 11
3. Tidak tahu p 11
9. Tidak menjawab p 11

10. Jika Ya, seberapa sering Anda


mengalaminya?

1. Setiap hari
2. ...........x/minggu
3. ...........x/bulan
4. Lainnya, ................................

11. Apakah Anda memiliki kebiasaan mencuci


jarum yang telah digunakan orang lain
sebelum Anda gunakan sendiri?

1. Ya
2. Tidak p 13
3. Tidak tahu p 13
9. Tidak menjawab p 13

12. Jika Ya, cairan apa yang Anda gunakan


untuk mencuci jarum tersebut?

1. Air

1. Ya

2. Tidak

2. Air bekas

1. Ya

2. Tidak

3. Air Panas

1. Ya

2. Tidak

4. Alkohol

1. Ya

2. Tidak

58

5. Sabun/detergen

1. Ya

2. Tidak

6. Pemutih

1. Ya

2. Tidak

7. Lainnya, ..............

1. Ya

2. Tidak

9. Tidak menjawab

1. Ya

2. Tidak

13. Selama seminggu terakhir, cairan apa


yang paling sering Anda gunakan untuk
mencuci jarum tersebut?

Tuliskan satu pilihan sesuai dengan

14. Apakah Anda pernah menggunakan


cairan pemutih untuk mencuci jarum?

1. Ya
2. Tidak p 19
3. Tidak tahu p 19

option di pertanyaan no 10: ................

9. Tidak menjawab p 19
15. Jika Ya, dimana Anda memperoleh
cairan pemutih tersebut?

a. Klinik LP
b. Petugas Klinik
c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP
d. Meminjam dari teman
e. Petugas outreach
f. Petugas LP
j. Lainnya, .............................................

16. Jika Ya, seberapa sering Anda


menggunakan cairan pemutih tersebut?

1. Setiap hari
2. ...........x/minggu
3. ...........x/bulan
4. Lainnya, ................................

17. Apakah Anda pernah mengalami kesulitan


mendapatkan cairan pemutih tersebut?

1. Ya
2. Tidak p 19
3. Tidak tahu p 19
9. Tidak menjawab p 19

18. Jika Ya, seberapa sering Anda


mengalaminya?

1. Setiap hari
2. ...........x/minggu
3. ...........x/bulan
4. Lainnya, ................................

19. Apakah Anda memiliki kebiasaan


menggunakan sendok atau wadah
pencampur heroin bersama-sama dengan
teman lain?

1. Ya
2. Tidak Bagian E
3. Tidak tahu Bagian E
9. Tidak menjawab Bagian E

20. Jika Ya, seberapa sering Anda


melakukannya?

1. ...........x/hari
2. ...........x/minggu
3. ...........x/bulan
4. Lainnya, ............................

59

21. Apakah Anda memiliki kebiasaan mencuci


atau membersihkan alat-alat tersebut
sebelum Anda gunakan sendiri?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

E. Perilaku terkait hubungan seksual


1. Selama di LP, apakah Anda pernah
melakukan hubungan seks?
2. Jika Ya, seberapa sering Anda melakukan
hubungan seks dalam seminggu terakhir?
3. Jika Ya, hubungan seks jenis yang mana
yang Anda lakukan dalam seminggu
terakhir? (Bisa lebih dari satu. Probing:
Apalagi?)

4. Jika Ya, dengan berapa orang yang


berbeda anda melakukan hubungan seks
dalam seminggu terakhir?

1. Ya
2. Tidak p 14
9. Tidak menjawab

................. kali
a. Vaginal
b. Anal
c. Oral
d. Lainnya, ..............................
9. Tidak menjawab

.................. orang

5. Apakah Anda/pasangan Anda


menggunakan kondom pada saat hubungan
seks yang terakhir?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

6. Apakah Anda/pasangan Anda selalu


menggunakan kondom setiap kali
berhubungan seks di LP?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

7. Dimana atau dari siapa Anda memperoleh


kondom untuk berhubungan seks? (Boleh
lebih dari satu. Probing: Apalagi?)

a. Klinik LP
b. Petugas Klinik
c. Teman/keluarga/pacar dari luar LP
d. Meminjam dari teman
e. Petugas outreach
f. Petugas LP
j. Lainnya, .............................................

8. Apakah Anda pernah mengalami kesulitan


memperoleh kondom untuk hubungan seks?

1. Ya
2. Tidak p 10
9. Tidak menjawab p 10

9. Jika Ya, seberapa sering Anda


mengalaminya?

1. ........x/minggu
2. ........x/bulan
3. ........x/3 bulan
4. Lainnya, ..................................

60

10. Apakah Anda pernah melakukan


hubungan seks karena dipaksa oleh
orang lain, selama di LP?

1. Ya
2. Tidak p 14
9. Tidak menjawab p 14

11. Jika Ya, berapa kali Anda mengalaminya


selama di LP?

.................... kali

12. Apakah dalam hubungan seks saat itu,


Anda atau pasangan Anda menggunakan
kondom?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

13. Hubungan seks jenis mana yang Anda


lakukan saat itu?

a. Vaginal
b. Anal
c. Oral
d. Lainnya, ..............................
9. Tidak menjawab

14. Sebelum di LP, apakah Anda pernah


membeli/membayar orang lain untuk
berhubungan seks dengan Anda?

1. Ya
2. Tidak p 16
9. Tidak menjawab p 16

15. Jika Ya, apakah Anda/pasangan Anda


selalu menggunakan kondom?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

16. Sebelum di LP, apakah Anda pernah


dibayar orang lain untuk berhubungan
seks dengan Anda?

1. Ya
2. Tidak p 16
9. Tidak menjawab p 16

17. Jika Ya, apakah Anda/pasangan Anda


selalu menggunakan kondom?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

E. Perilaku terkait cara penularan selain hubungan seks dan jarum suntik
1. Apakah Anda memiliki tato?

1. Ya
2. Tidak p 8
9. Tidak menjawab p 8

2. Jika Ya, apakah Anda memiliki tato


tersebut sebelum atau setelah di LP?

1. Sebelum di LP
2. Setelah di LP

3. Jika setelah di LP, siapa yang membuat


tato tersebut?

1. Petugas klinik LP
2. Teman warga binaan
3. Lainnya, ..........................................
9. Tidak menjawab

4. Apakah jarum yang digunakan tersebut juga


digunakan untuk teman-teman Anda di LP?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

61

5. Apakah jarum yang digunakan tersebut


adalah jarum baru?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

6. Apakah jarum yang digunakan tersebut telah


dibersihkan dengan alkohol atau
sejenisnya?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

7. Apakah teman-teman Anda di LP juga


membuat tato pada orang yang sama
dengan Anda?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

8. Apakah Anda memasang sesuatu perhiasan


ataupun yang lain di salah satu bagian di
tubuh Anda selama di LP?

1. Ya
2. Tidak Bagian F
9. Tidak menjawab Bagian F

9. Jika Ya, siapa yang memasang aksesoris


atau alat tersebut?

1. Petugas klinik LP
2. Teman warga binaan
3. Lainnya, ..........................................
9. Tidak menjawab

10. Apakah alat-alat yang digunakan tersebut


juga digunakan untuk teman-teman Anda di
LP?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

11. Apakah jarum yang digunakan tersebut


telah dibersihkan dengan alkohol atau
sejenisnya?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

12. Apakah teman-teman Anda di LP juga


memasang aksesoris atau alat tertentu pada
orang yang sama dengan Anda?

1. Ya
2. Tidak
3. Tidak tahu
9. Tidak menjawab

13. Apakah Anda pernah berbagi alat cukur


dengan teman Anda selama di LP?

1. Ya
2. Tidak Bagian F
9. Tidak menjawab

14. Jika Ya, seberapa sering?

1. ....... x/hari
2. ........x/minggu
3. ........x/bulan
4. Lainnya, .......................................

62

E. KONTRIBUSI PROGRAM PENYULUHAN DAN SUBSTITUSI METHADON


Pertanyaan untuk semua responden
1. Apakah Anda pernah mengikuti penyuluhan
atau mendapat informasi tentang HIV
selama di LP?

1. Ya
2. Tidak p disesuaikan perilaku
9. Tidak menjawab p disesuaikan
perilaku

2. Jika Ya, informasi apa saja yang pernah


Anda peroleh selama di LP? (Jangan
dibacakan, probing: Apalagi?)
a. Penularan HIV melalui hubungan seks
tanpa kondom

1. Ya

b. Penularan HIV lebih tinggi pada anal seks

1. Ya

c. Penularan melalui pemakaian jarum suntik


bersama-sama

1. Ya

2. Tidak
2. Tidak
2. Tidak

d. Penularan melalui pemakaian sendok/wadah


pencampur heroin bersama-sama
d. Pencegahan melalui pemakaian kondom
yang konsisten

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak

1. Ya

2. Tidak
2. Tidak

e. Pencegahan melalui pemakaian pemutih


f. Pencegahan melalui program tukar jarum
suntik dengan PL
g. Pencegahan melalui program methadon

1. Ya
1. Ya

2. Tidak

Pertanyaan Untuk Responden Pengguna Narkotika Jarum Suntik


3. Apakah Anda menjadi peserta program
methadon saat ini?
4. Jika Tidak, alasan tidak menjadi peserta
program methadon.

1. Ya p 5
2. Tidak
9. Tidak menjawab p 5
...............................................................
...............................................................
...............................................................
...............................................................
...............................................................

5. Jika Ya, apakah saat ini Anda masih aktif


sebagai peserta program tersebut?

1. Ya p 7
2. Tidak
9. Tidak menjawab

6. Jika Tidak, mengapa?

..............................................................
..............................................................
..............................................................

7. Apakah sewaktu menjadi peserta program


ini, Anda masih menyuntik heroin atau obat
lainnya?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

63

8. Apakah Anda pernah menerima jarum suntik


baru dari petugas outreach di LP?

1. Ya
2. Tidak p 12 (sesuaikan perilaku)
9. Tidak menjawab p 12 (sesuaikan
perilaku)

9. Jika Ya, seberapa sering Anda menerima


jarum suntik baru tersebut?

1. ........... x/minggu
2. ........... x/bulan
3. Lainnya, ....................................

10. Menurut Anda, apakah jarum suntik yang


dibagikan tersebut telah mencukupi
kebutuhan Anda

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

11. Jelaskan alasan jawaban no 10 tersebut

....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................

12. Apakah Anda pernah melakukan tes untuk


mengetahui status HIV Anda selama di LP?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

13. Jika Ya apakah tes tersebut adalah


inisiatif Anda sendiri atau setelah
mendapatkan konseling dr petugas
kesehatan/petugas lapangan?
Pertanyaan Untuk Responden Yang Mengaku Berhubungan Seksual di LP
14. Menurut Anda, apakah program
penyediaan kondom untuk hubungan seks
di LP telah sesuai kebutuhan?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

15. Jelaskan alasan jawaban no 14

....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................

16. Apakah Anda pernah melakukan tes HIV


selama di LP untuk mengetahui status HIV
Anda?

1. Ya
2. Tidak
9. Tidak menjawab

17. Jika Ya apakah tes tersebut adalah


inisiatif Anda sendiri atau setelah
mendapatkan konseling dr petugas
kesehatan/petugas lapangan?

1. Sendiri
2. Petugas
3. Keduanya

64

Hambatan-hambatan lain dalam berperilaku aman


18. Apakah hambatan-hambatan Anda, selain
dari yang telah disebutkan sebelumnya,
dalam upaya mencegah penularan HIV di
LP?

....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................
....................................................................

Wawancara telah selesai sampai disini


Kami mengucapkan banyak terima kasih atas partisipasi Anda
dalam penelitian ini

65

Lampiran

Persetujuan untuk Berpartisipasi dalam Penelitian


PENELITIAN KESEHATAN
SURVEI PERILAKU BERISIKO DAN PERILAKU PENCEGAHAN
TERTULAR HIV DI LAPAS KEROBOKAN, DENPASAR, BALI
Anda diminta mengambil bagian dalam suatu penelitian yang sedang dilaksanakan oleh
peneliti dari Pokja Lapas dan Universitas Udayana. Peneliti pertama-tama akan menjelaskan
penelitian ini kepada Anda, kemudian meminta kesediaan Anda untuk berpartisipasi. Anda
akan diminta menandatangani persetujuan ini yang menyatakan bahwa penelitian telah
dijelaskan, bahwa pertanyaan Anda telah dijawab dan bahwa Anda setuju untuk
berpartisipasi.
Peneliti akan menjelaskan tujuan penelitian, prosedur pelaksanaan penelitian dan apa yang
diharapkannya dari Anda. Peneliti juga akan menjelaskan kemungkinan risiko dan
kemungkinan manfaat dari keikutsertaan Anda dalam penelitian. Anda diharapkan
menanyakan kepada peneliti setiap pertanyaan yang Anda miliki tentang penelitian ini
sebelum Anda memutuskan apakah Anda ingin berpartisipasi dalam penelitian ini. Proses ini
disebut informed consent.
Formulir ini juga menjelaskan penelitian ini. Silahkan membaca formulir ini dan sampaikan
kepada peneliti tentang berbagai pertanyaan yang Anda miliki. Jika Anda memutuskan untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini, mohon menandatangani dan memberi tanggal formulir ini
di depan orang yang menjelaskan penelitian ini kepada Anda. Anda akan diberi salinan
formulir ini untuk disimpan.

1.

Gambaran dan Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui perilaku warga binaan yang berisiko maupun
tidak berisiko terhadap penularan HIV.
Hasil penelitian ini akan menjadi masukan yang sangat berharga bagi Dinas Kesehatan dan
Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Bali, Kab. Badung dan Kota Denpasar, dalam upaya
penanggulangan IMS/HIV&AIDS khususnya di kalangan PSP.

2.

Penjelasan Prosedur

Jika Anda memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, hal-hal berikut inilah
yang akan terjadi:
Anda akan ditanyakan berbagai hal termasuk umur, pendidikan, suku, lama ditahan, riwayat
dipenjara, status tahanan serta partisipasi Anda dalam kegiatan pembinaan. Selain itu
ditanyakan beberapa perilaku terkait perilaku pemakaian narkotika, perilaku seks, serta
perilaku lain yang memungkinkan penularan HIV.

3.

Ketidaknyamanan dan Risiko

Anda mungkin akan merasa malu pada saat menjawab beberapa pertanyaan yang
diajukan pewawancara. Anda mungkin merasa takut bahwa hal-hal yang Anda ungkapkan
maupun identitas Anda akan diketahui oleh orang lain yang tidak Anda harapkan. Peneliti

66

telah mengupayakan agar Anda dan hasil wawancara Anda tidak diketahui pihak ketiga yang
tidak diperlukan dengan cara: 1) Nama Anda di kuesioner tidak akan dimasukkan dalam
entry data di komputer, 2) Form identitas Anda dalam kuesioner akan dimusnahkan setelah
data dimasukkan ke komputer, 3) Akses ke komputer yang berisi data hanya dimiliki oleh
peneliti utama dan peneliti.

4.

Keuntungan

Penelitian ini tidak mempunyai manfaat langsung kepada Anda pada saat ini. Namun jika
ditemukan bahwa perilaku warga binaan masih sangat berisiko terhadap infeksi HIV maka
hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk mencari upaya tepat dalam penanggulangan
masalah HIV di LP.

5.

Kerahasiaan

Nama yang tercantum dalam kuesioner hanya digunakan untuk kepentingan akurasi
data wawancara. Segera setelah wawancara dinyatakan komplit, dan dilakukan data entry
oleh peneliti, form identitas akan dimusnahkan. Semua catatan tentang Anda dalam
penelitian ini akan diperlakukan sebagai catatan medik rahasia. Berkas penelitian akan
disimpan dalam rak khusus di ruangan peneliti dan hanya staf peneliti yang mempunyai
akses ke rak tersebut. Beberapa data juga akan disimpan di komputer, dimana hanya staf
peneliti yang mempunyai akses untuk membuka komputer tersebut.
Meskipun hasil penelitian ini kemungkinan akan dibagi dengan orang lain dan mungkin
dipublikasikan dalam laporan ilmiah, nama Anda dan kenyataan bahwa Anda terlibat dalam
penelitian ini tetap akan dirahasiakan.

6.

Penolakan/Pemutusan Partisipasi

Keputusan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini sepenuhnya tergantung Anda. Partisipasi
Anda bersifat sukarela. Juga, jika Anda sekarang memutuskan untuk berpartisipasi, Anda
akan dapat mengubah keputusan Anda nanti dan keluar dari penelitian ini.
Tidak akan ada sanksi atau hilangnya kesempatan perawatan kesehatan bila Anda
memutuskan untuk tidak berpartisipasi atau jika Anda keluar dari penelitian ini. Penolakan
Anda tidak akan berpengaruh terhadap hak Anda untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
yang sudah baku di layanan kesehatan manapun. Peneliti atau dokter anda mungkin
memutuskan untuk menghentikan partisipasi Anda sebelum penelitian ini berakhir jika
mereka merasa hal itu yang terbaik bagi Anda.
Peneliti akan memberikan informasi tambahan bila sudah tersedia, yang mungkin
mempengaruhi keputusan Anda untuk melanjutkan partisipasi dalam penelitian ini.

7.

Hak dan Keluhan

Jika Anda masih mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, Anda dapat menghubungi
dr. Anak Agung Sagung Sawitri, pada pesawat telpon 0817340145.
Jika Anda memiliki keluhan tentang partisipasi Anda dalam penelitian ini, atau membutuhkan
informasi lebih lanjut mengenai peraturan-peraturan dalam penelitian, atau hak-hak dari
orang-orang yang terlibat dalam penelitian, Anda dapat menghubungi dr. Sutarga, Kepala
Badan Komite Etik Yayasan Kerti Praja, Denpasar, nomor telpon (0361) 728916, nomor fax
(0361) 728504.

67

Lampiran 2
Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per Juni 2009
Rekapitulasi jumlah populasi penelitian di LP
Non Narkotika

Narkotika
Total

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Tahanan

165

13

60

240

Narapidana

148

18

182

20

368

313

31

242

22

608

Perhitungan jumlah sampel (proportional)


Non Narkotika

Narkotika

Total

Laki-laki

Perempuan

Laki-laki

Perempuan

Tahanan

82

29

118

Narapidana

73

87

14

182

155

15

115

15

300

Proporsi narkotika/total

0,434211

Jumlah sampel narkotika

130

Jumlah sampel non narkotika

170

Jumlah sampel narkotika laki-laki

115

Jumlah sampel non narkotika laki-laki


Jumlah sampel non narkotika n narkotika
perempuan

155
30

68

Lampiran 3
Rekapitulasi Jumlah Populasi dan Distribusi Sampel Per November 2009

69

Lampiran 4
Hasil Penelitian
Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan blok
Blok

Frequency

Valid Percent

Cumulative Percent

22

9,6

9,6

10

4,3

13,9

3,5

17,4

C1

3,0

20,4

C2

3,0

23,5

18

7,8

31,3

D5

,4

31,7

21

9,1

40,9

22

9,6

50,4

19

8,3

58,7

29

12,6

71,3

H1

,4

71,7

H4

,4

72,2

22

9,6

81,7

2,2

83,9

2,2

86,1

Tower

,9

87,0

30

13,0

100,0

230

100,0

W
Total

Tabel 2 Sumber Informasi Tentang HIV


No

Sumber Informasi

F (%)

TV/Radio/Koran

114 (52,8)

Teman sesama warga binaan

89 (41,2)

Petugas penyuluh/klinik LP

80 (37,0)

Brosur di dalam LP

78 (36,1)

Teman di luar LP

53 (24,5)

Petugas penyuluh di luar LP

38 (17,6)

Brosur di luar LP

30 (13,9)

Lainnya (LSM, dokter klinik di dalam/luar LP, konseling di sekolah,


buku/majalah)

29 (12,6)

Ket: responden boleh menjawab lebih dari satu

70

Tabel 3 Karakteristik Perilaku Membuat Tattoo dan


Memasang Aksesoris di LP
Karakteristik

Tattoo (N=41)
F (%)

Aksesoris (N=17)
F (%)

1. Pembuat atau pemasang


- teman sesama warga binaan
- lainnya

40 (97,6)
1 (0,4)

14 (82,4)
3 (17,6)

2. Jarum yang digunakan sama untuk teman lain


- Ya
- Tidak
- Tidak tahu

4 (9,8)
30 (73,2)
7 (17,1)

9 (52,9)
4 (23,5)
4 (23,5)

3. Jarum yang digunakan baru


- Ya
- Tidak
- Tidak tahu

35 (85,4)
1 (2,4)
5 (12,2)

4. Jarum dibersihkan dengan alkohol atau


antiseptik lain
- Ya
- Tidak
- Tidak tahu

36 (87,8)
4 (9,8)
1 (2,4)

14 (82,4)
2 (11,8)
1 (5,8)

5. Memasang pada orang yang sama dengan


teman-teman responden
- Ya
- Tidak
- Tidak tahu

37 (90,2)
3 (7,3)
1 (2,4)

12 (70,6)
1 (5,9)
4 (23,5)

Tabel 4 Jenis Informasi HIV yang Diterima oleh Responden di Lapas


Karakteristik

F (%)
(N=103)

1. Penularan melalui hubungan seks tanpa kondom

96 (93,2)

2. Penularan HIV lebih tinggi pada hubungan seks melalui anal

24 (23,3)

3. Penularan melalui jarum suntik yang digunakan bersama

92 (89,3)

4. Penularan melalui penggunaan wadah pencampur heroin


secara bersama-sama

9 (8,7)

5. Pencegahan melalui pemakaian kondom yang konsisten

70 (68,0)

6. Pencegahan melalui penggunaan pemutih untuk jarum suntik

26 (25,2)

7. Pencegahan melalui program pertukaran jarum suntik

25 (24,3)

8. Pencegahan melalui program subtitusi methadon

38 (36,9)

Ket: responden boleh memilih lebih dari satu jawaban

71

Lampiran 5
Bagan Penelusuran Penasun Berdasarkan Jenis Kasus Tangkapan, Riwayat Dipenjara,
Mengikuti Pembinaan serta Blok.

Pembinaan (+)
4 (25,0%)
Riwayat (+)
4 (30,8%)

Narkotika
13 (81,3%)

Riwayat (-)
9 (69,2%)

Pembinaan (-)
0 (0%)
Pembinaan (+)
8 (50,0%)

Blok
A
C
G
H
J
Tw

Pembinaan (-)
1 (6,3%)
Kasus
N=16
Pembinaan (+)
1 (6,3%)
Kriminal
3 (18,7%)

Riwayat (+)
1 (7,7%)

Riwayat (-)
2 (15,4%)

Pembinaan (-)
0 (0%)

Pembinaan (+)
2 (12,6%)

Blok
F
H

Pembinaan (-)
0 (0%)

72

73

Anda mungkin juga menyukai