Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MATA KULIAH KEPEMIMPINAN

JUDUL MAKALAH :
RETORIKA DAN GAYA KEPEMIMPINAN AHOK DALAM PENEGAKAN KEBIJAKAN
DI JAKARTA

DISUSUN OLEH :
NAMA

: RACHMAT ANUGRAH SIRAJUDDIN

NIM

: 1265542028

ANGKATAN

: 2012

KELAS

:B
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

PENDAHULUAN
Dalam menjalankan suatu organisasi, perusahaan, maupun negara dibutuhkan seorang
pemimpin yang loyal, tegas, dan bijaksana dalam mengambil keputusan. Pemimpin
merupakan seseorang yang telah dipilih dan ditunjuk untuk mengontrol, menjaga, serta
mengatur suatu kelompok, organisasi, perusahaan, maupun masyarakat untuk mencapai
tujuan bersama. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Tead, Terry, dan Hoyt (dalam
Utami, 2013) yang mengatakan bahwa pemimpin memengaruhi orang lain agar mau
bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain
dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Riyadiningsih (2006) juga
menjelaskan bahwa seorang pemimpin mampu mengarahkan bawahannya untuk mencapai
tujuan yang ditetapkan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kemampuan, keadaan
psikologis, dan karakter pribadinya.
Seorang pemimpin mempunyai cara dan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda
dalam mengaktualisasikan kekuasaan dan kebijakannya masing-masing. Dalam jurnalnya,
Kartono (2009 dalam Utami, 2013) menyebutkan beberapa gaya kepemimpinan, di antara
lain: 1) gaya kepemimpinan paternalistik, 2) gaya kepemimpinan karismatik, 3) gaya
kepemimpinan bebas, 4) gaya kepemimpinan demokratis, 5) gaya kepemimpinan otokratis, 6)
gaya kepemimpinan militeristis, 7) gaya kepemimpinan populistis, dan 8) gaya
kepemimpinan administatif atau eksekutif.
Gaya kepemimpinan seseorang erat kaitannya dengan bagaimana cara pemimpin
dalam mempersuasi orang lain melalui retorikanya. Zarefsky (2004) mengatakan bahwa
retorika adalah salah satu keyakinan bahwa pemimpin memiliki suatu gaya khas yang
membuat ia berbeda dari yang lain. Oleh sebab itu, pemimpin sering mengandalkan kata-kata
yang diucapkannya

untuk mempengaruhi dan memobilisasi pengikut mereka dan

meyakinkan masyarakat tentang manfaat yang dapat timbul dari kepemimpinan mereka.
Tujuan utama dari retorika adalah adalah untuk mempersuasi publik. Alo (2012) mengatakan
dalam jurnalnya, persuasi adalah proses komunikatif interaktif di mana pengirim pesan
bertujuan untuk mempengaruhi kepercayaan, dalam konteks politik yang demokratis, niat
pemimpin calon adalah untuk menarik potensi pengikut untuk diri mereka sendiri melalui
kebijakan mereka.
Retorika berbicara tentang kemampuan pemimpin dalam meyakinkan masyarakat
untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. Salah satu bentuk dari pelaksaan aturan,

yaitu melalui penegakan kebijakan. Pada dasarnya, kebijakan dibuat untuk mengatasi
masalah-masalah yang terjadi di masyarakat, namun terkadang beberapa orang tidak dapat
menerima kebijakan baru yang telah ditetapkan. Oleh sebab itu, retorika seorang pemimpin
dalam menyampaikan kebijakan sangat menentukan diterima atau tidaknya suatu kebijakan
baru di dalam masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, kami tertarik untuk mengkaji
tentang retorika dan gaya kepemimpinan Ahok dalam mempersuasi masyarakat dengan gaya
dan tutur bahasa yang disampaikan.
Basuki Tjahaja Purnama atau biasa dipanggil Ahok merupakan salah satu pemipin,
lebih tepatnya seseorang yang menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta saat ini. Beliau cukup
ramai dibicarakan oleh masyarakat karena memiliki retorika dan gaya kepemimpinan yang
berbeda dibandingkan pemimpin lain. Beliau dipandang sebagai pemimpin yang arogan,
tempramen, dan to the point. Penulis berusaha mengkaitkan tentang bagaimana retorika yang
dilakukan Ahok mampu memengaruhi, bahkan mengubah pola pikir dan sikap masyarakat
atau tidak. Sepaham dengan pernyataan yang telah disampaikan Zarefsky (2004), ia
menyebutkan bahwa retorika tidak hanya faktor yang mengubah sikap audiens tetapi juga
cerminan dari diri pemimpin tersebut.
Isu ini penting untuk dibahas karena besarnya peran seorang pemimpin, terutama
untuk menghadapi tantangan di masa depan, selain itu yang tidak kalah penting adalah
pentingnya seorang pemimpin dalam mengatur masyarakatnya sehingga tercipta masyarakat
yang damai, dan sejahtera. Berbagai penelitian di Indonesia telah dilakukan mengenai
hubungan atasan dan bawahan dalam sebuah organisasi, bagaimana seorang pemimpin
memberikan motivasi kepada bawahan, dan bagaimana gaya kepemimpinan maupun retorika
presiden diluar negeri. Dalam makalah ini kami akan mengkaji secara teoritis apakah gaya
kepemimpinan dan retorika seorang Ahok juga akan berpengaruh terhadap penegakan
kebijakan di DKI Jakarta. Penulis akan menganalisis retorika dan gaya kepemimpinan Ahok
dalam menegakkan kebijakan yang akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan.

ISI / PEMBAHASAN
Retorika dan efeknya
Retorika dan pemimpin adalah dua hal yang saling berkaitan. Retorika yang dilakukan
adalah ketika pemimpin menyampaikan orasi dan kebijakannya di depan masyarakat baik
secara bahasa verbal dan nonverbal. Menurut de Wet (2010 dalam Alo 2012), retorika dan
persuasi bekerja bersama-sama. Retorika adalah seni membujuk orang lain; Oleh karena itu,
persuasi tidak terlepas dari retorika.
Terdapat pula cara mengidentifikasi retorika beserta efeknya kepada penerima
retorika. Pertama, meneliti

bahwa sikap sering berubah sesuai dengan dasar sebuah

pesan.Kedua, penempatan sebuah sikap atau opini dengan lainnya adalah salah satu macam
dari perubahan sikap.Ketiga, fokus pada pesan-audiens, hubungan-mencari efek dari pesan
audiens- hanya satu dimensi dari transaksi retorika, dan tidak selalu banyak membantu dan
informatif (Zarefsky, 2004).
Setiap orang memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda-beda dalam menjalankan
tugasnya. Berdasarkan gaya kepemimpinan tersebut, Ahok dapat dikategorikan dalam gaya
kepemimpinan otokratis. Pembawaan Ahok yang tegas dan keras membuat Ahok disegani
oleh masyarakat. Hal tersebut juga berlaku ketika Ahok menyampaikan retorikanya di depan
media atau publik.
Gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja (Ahok), saat ini menjadi
sorotan publik. Berbagai macam media pun, seringkali terkena semprot oleh pernyataan
Ahok. Tidak hanya media, masyarakat yang menurutnya keliru dalam bertindak juga sering
terkena imbas kemarahannya langsung. Salah satu bentuk kemarahannya adalah ketika Ahok
marah pada pejabat Badan Penanaman Modal dan Perizinan (BPMP) DKI Jakarta yang tidak
bisa menjelaskan programnya dengan rinci.
Retorika yang dilakukan Ahok, bisa jadi akan mengubah sikap masyarakatnya, dari
simpatik menjadi tidak atau sebaliknya. Dalam Zarefsky (2004), disebutkan bahwa bukan
hanya faktor retorika yang mengubah sikap audiens tetapi juga cerminan dari diri pemimpin
tersebut. Retorika adalah salah satu keyakinan bahwa pemimpin memiliki suatu gaya khas
yang membuat ia berbeda dari yang lain.
Zarefsky (2004) juga menyebutkan efek dari beretorika, bahwa pesan yang
disampaikan seorang yang menggunakan retorika bisa berefek pada masyarakat. Misalnya
saja Ahok menyampaikan kebjiakannya kepada masyarakat dengan gaya retorika khasnya

yang keras. Hal ini mengubah sikap masyarakat semakin baik atau malah bertambah buruk.
Persepsi setiap orang berbeda, bergantung bagaimana ia menanggapinya.
Retorika Ahok dalam Penegakan Kebijakan
Sudah

dijelaskan

sebelumnya

bahwa

setiap

pemimpin

mempunyai

gaya

kepemimpinan dan retorikanya masing-masing. Begitu pula dengan Ahok, retorikanya yang
selalu tepat sasaran dan tanpa basa-basi mampu mempengaruhi masyarakat untuk
mempercayai

setiap

kata-katanya.Retorika

Ahok

menunjukkan

bagaimana

gaya

kepemimpinan dirinya. Dengan retorika yang menekankan pada fakta yang ada, tegas, dan
tepat sasaran menunjukkan bahwa Ahok adalah pemimpin yang otokratis, dimana pemimpin
otokratis adalah pemimpin yang berusaha mewujudkan tujuannya dengan berbagai cara.
Pemimpin ini cenderung tegas, keras, dan obsesif dalam mencapai tujuannya. Namun, tujuan
tersebut berusaha dicapai dengan perhitungan dan perencanaan yang sistematis.
Salah satu contoh yang menunjukkan hal diatas adalah kejadiansaat Ahok marah
karenatemukan kartu virtual account untuk para penghuni Rusunawa Marunda yang tidak
dilengkapi nama dan foto pengguna.
Kejadian ini salah satunya dimuat dalam portal media online Kompas.com pada
tanggal 4 September 2014 Saat itu Ahok meluapkan kekesalannya karena kecewa dengan
kartu virtual account produksi Bank DKI, Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono yang
duduk di hadapannya terlihat pucat. Ia tertunduk, mengangguk, dan berbincang dengan
Direktur Operasional Bank DKI Martono Suprapto.
Basuki kecewa karena kartu virtual account itu hanya mencantumkan nomor unit
rusun para penghuni. Tidak ada identitas beserta foto penghuni. Basuki mempermasalahkan
hal ini karena rancangan kartu dibuat seadanya. Pemprov DKI menjadi tidak bisa mengontrol
penghuni dan status kepemilikan rusunnya. Menurut Ahok, pencantuman nama dan foto
penting untuk mencegah mafia menjualbelikan rusun.
Kejadian ini bisa menggambarkan bagaimana Ahok mempunyai ketegasan dan
perencanaan yang jelas dari setiap system atau program yang dibuat. Hal ini juga
menunjukkan bahwa Ahok termasuk dalam salah satu karakter pemimpin public yang baik,
menurut Subowo (2013) salah satu karaketr yang harus dimiliki pemimpin public yang dapat
membina masyarakat menghadapi tantangan masa depan adalah The meaning of direction
(memberikan visi, arah, dan tujuan). Seorang pemimpin yang efektif membawa kedalaman

(passion), perspektif, dan arti dalam proses menentukan maksud dan tujuan dari
kepemimpinannya. Setiap

pemimpin

yang

efektif

adalah

menghayati

apa

yang

dilakukannya. Waktu dan upaya yang dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen
dan penghayatan.
Seperti yang sudah dijelaskan dalam Kompas.com bahwa perlunya foto penghuni dan
nomor unit rusun untuk memudahkan Pemprov DKI untuk melakukan control dan untuk
mencegah mafia menjualbelikan rusun. Selain itu juga menunjukkan komitmen Ahok untuk
memberantas mafia.
Kejadian lain yang juga bisa menggambarkan ketegasan, dan komitmen Ahok pada
pemberantasan korupsi dan pungutan liar adalah ketika KPK menunjukkan praktik pungutan
liar di Balai Uji Kir Jl Kedaung, Jakarta Barat. Mengetahui praktik tersebut Ahok langsung
menutup tempat tersebut.
Nilai positif yang dapat kita ambil dari tipe kepemimpinan Ahok adalah, dengan
ketegasannya ia mampu mencapai suatu tujuan. Tujuan ini dicapai dengan perencanaan yang
matang dan perhitungan yang cermat. Tipe kepemimpinan Ahok ini mulai langka di era abad
demokratis ini, namun tidak berarti ia sama sekali tidak mendengarkan masukan pihak lain
dan mengacuhkannya. Keterbukaan terhadap saran dan kritik sangat dibutuhkan pada abad ke
21 ini, namun penyampaian dan retorika Ahok yang menunjukkan bahwa ia orang yang tegas,
tidak menerima kesalahan fatal dan mengharapkan yang terbaik dari orang-orang yang
bekerja di sekitarnya.
Retorika Ahok sepertinya memang mudah membuat orang meradang, namun retorika
tersebut yang membuta orang menilai bahwa Ahok merupakan individu yang tanpa takut
merubah apa yang selama ini salah. Ia dari seseorang yang berasal dari kelompok minoritas
yang dengan tegas dan terlihat dari segala perbuatan dan perilakunya, menantang siapa saja
yang tidak ingin dirubah menjadi lebih baik.Keliatannya dia berpegang pada sebuah pakem
yang dalam manajemen di sebut confront the brutal fact .Menghadapi fakta yang brutal alias
menghadapi kenyataan sebenarnya , dan tidak lari menghindarinya dengan segala dalih.
Amin (2014) menjelaskan bahwa confront the brutal fact berarti menerima semua
realitas saat ini yang terjadi dan melihatnya dengan objektif. Melihat hal secara objektif dan
melihat realitas dengan apa adanya tidak berarti kita tidak memiliki visi yang baik.
Confronting the brutal facts means accepting the current reality and
seeing it as what it is objectively. Being objective and seeing the reality as

what it is does not mean that you shouldnt have a vision for greatness. You
definitely should have a clear vision, but at the same time refine the path to it
by accepting the brutal facts of the current situation. (Amin, 2014)
Kenapa Ahok termasuk orang yang confronting brutal facts? Karena bisa dibilang
selama ini warga Jakarta sudah menerima keruwetan dan segala macam komplikasi
kenegatifan Jakarta dengan pasrah. Mereka mungkin berfikir itulah yang memang terjadi dan
akan seterusnya seperti itu, namun Ahok hadir disana dan mulai memvisualisasikan keadaan
Jakarta yang sebenarnya kepada masyarakat dan menunjukkan bahwa keruwetan dan segala
komplikasi tersebut dapat diatasi. Tentunya ia memvisualisasikannya melalui retorika yang
tegas. Contohnya adalah kebijakan yang ialakukan mengenai pengaturan Tanah abang yang
ruwet.
Perda tentang ketertiban umum sudah ada sejak lama, tapi nampaknya Perda tentang
ketertiban umum juga telah lama diinjak-injak dan tidak digubris oleh para Pedagang Kaki
Lima dan preman yang mem-backing mereka. Para pembuat Perda sebelumnya mungkin juga
sudah melakukan banyak hal untuk menegakan peraturan tersebut. Hanya saja ketika
kemudian persoalan menertibkan pedagang kaki lima ini juga harus berhadapan dengan dunia
gelap premanisme, mereka tidak punya nyali. Terlebih ketika di balik premanisme Tanah
abang itu ternyata ada oknum-oknum hantu yang tidak dapat tersentuh dan secara kasat
mata kebal hukum, dimana pengaruh mereka mencengkeram kekuasaan tertinggi di negeri
ini. Semakin ciut lah nyali para aparat itu untuk menegakan ketertiban umum. Daripada
mereka kehilangan nafkahnya, lebih baik mereka tutup mata dan telinga soal Tanah abang.
Berpuluh tahun situasi pembiaran itu terjadi. Dan orang Jakarta nyaris percaya bahwa
di Tanah abang kesemrawutan itu memang sebuah keniscayaan yang harus diterima secara
legowo dan pasrah. Warga Jakarta tidak mampu melakukan apa-apa dengan keadaan Tanah
abang yang seperti itu. Mereka memaksa akal sehatnya untuk mempercayai kebenaran
tersebut bertahun-tahun lamanya sehingga sampai di keadaan dimana mereka tidak
mempertanyakan hal itu lagi.
Keadaan tersebut terus berlanjut sampai Ahok menunjukan kepada kita bagaimana
seharusnya merawat akal sehat. Dia menggebrak kemapanan Tanah abang, kemapanan para
pedagang kaki lima, kemapanan preman yang mem-backing PKL tersebut, kemapanan para
oknum-oknum hantu yang bermain di Tanah abang. Dan yang terpenting mengkonfrontasi

fakta brutal yang sudah diterima oleh masyarakat Jakarta sekian lama tersebut. Dengan
retorika nya yang keras, tegas namun memiliki tujuan, Ahok akhirnya dapat menunjukkan
bahwa dengan ketegasan dan kekerasan niat yang selama ini ditunjukkan dengan retorikanya
dapat memuluskan kebijakan yang selama ini susah dan rumit untuk dilakukan.
Ahok sebagai Pemimpinan Publik
Tantangan kehidupan berbangsa dan bernegara semakin berat di masa depan,
tantangan ini berupa arus globalisasi yang begitu cepat, regionalisasi, knowledge economy,
dan borderless world. Alo (2012) menyebutkan bahwa para pemimpin politik di Africa
mayoritas membicarakan tentang isu sosial dan ekonomi dalam pidatonya. Empat ideologis
dominan muncul dari analisis pidato pemimpin Africa adalah pertumbuhan ekonomi dan
kemerdekaan di Afrika, kesatuan dan nasionalisme nasional, globalisme, kemandirian. Dari
temuan Alo tersebut dapat dilihat betapa pentingnya peran seorang pemimpin, terutama
dalam menghadapi isu-isu tersebut. Menurut Subowo (2013) untuk mengarungi tantangan
masa depan tersebut dibutuhkan pemimpin yang tidak hanya berkarakter tetapi diharapkan
pemimpin-pemimpin yang akan datang mampu memenuhi dan memiliki kondisi-kondisi
seperti berikut ini:
1. The meaning

of direction

(memberikan visi, arah,

dan tujuan). Seorang

pemimpin yang efektif membawa kedalaman (passion), perspektif, dan arti dalam
proses menentukan maksud dan tujuan dari kepemimpinannya. Setiap pemimpin
yang efektif adalah menghayati apa yang dilakukannya. Waktu dan upaya yang
dicurahkan untuk bekerja menuntut komitmen dan penghayatan.
Salah satu contoh kejadian yang dapat diberikan adalah kejadian saat Ahok
marah karenatemukan kartu virtual account untuk para penghuni Rusunawa Marunda
yang sudah dijelaskan pada point sebelumnya.
2. Trust in and from the Leader (menimbulkan kepercayaan). Keterbukaan (candor)
merupakan

komponen

penting

dari

kepercayaan. Seorang

pemimpin

yang

menciptakan iklim keterbukaan dalam kepemimpinannya adalah pemimpin yang


mampu

menghilangkan

penghalang berupa

kecemasan

yang

menyebabkan

masyarakat yang dipimpinnya menyimpan sesuatu yang buruk atas kepemimpinnya.


Bila pemimpin membagi informasi mengenai apa yang menjadi kebijakannya,
pemimpin tersebut memberlakukan keterbukaan sebagai salah satu tolok ukur dari
performance kepemimpinannya.

Judge dan Locke (1993 dalam Wibawa, n.d) menegaskan pula bahwa gaya
kepemimpinan merupakan salah satu faktor penentu kepuasan kerja. Jenkins
menambahkan

bahwa keluarnya karyawan lebih banyak disebabkan oleh

ketidakpuasan terhadap kondisi kerja karena karyawan merasa pimpinan tidak


memberi kepercayaan kepada karyawan, tidak ada keterlibatan karyawan dalam
pembuatan keputusan, pemimpin berlaku tidak

objektif dan tidak

jujur

pada

karyawan. Pendapat ini didukung oleh Nanus (1992 dalam Wibawa, n.d) yang
mengemukakan

bahwa

alasan

utama

karyawan

meninggalkan

organisasi

disebabkan karena pemimpin gagal memahami karyawan dan pemimpin tidak


memperhatikan kebutuhan-kebutuhan karyawan.
3. A sense of hope (memberikan harapan dan optimisme). Harapan merupakan
kombinasi dari penentuan pencapaian tujuan dan kemampuan mengartikan apa yang
harus dilakukan. Seorang pemimpin yang penuh harapan menggambarkan dirinya
dengan pernyataan-pernyataan seperti ini, misalnya: Saya mempunyai kemampuan
dan pengetahuan tentang transportasi public, maka saya akan menyiapkan strategi
yang tepat untuk mengatasi kemacetan.
Dalam poin ini penulis akan menghubungkan dengan karakteristik pemimpin
transformative. Seorang pemimpin harus mampu menghadirkan suatu transformasi
bagi organisasi maupun masyarakat yang dipimpinnya. Hasil penelitian Bennis dan
Nanus, Tichy dan Devanna telah memberikan suatu kejelasan tentang cara
pemimpin transformasional mengubah budaya dan strategi-strategi

sebuah

organisasi. Pada umumnya, para pemimpin transformasional memformulasikan


sebuah

visi,

mengembangkan

sebuah

komitmen

terhadapnya, melaksanakan

strategi-strategi untuk mencapai visi tersebut, dan menanamkan nilai-nilai baru


sehingga dapat memberikan harapan dan optimisme bagi masyarakat.

Lebih lanjut, Bernard M. Bass dan Bruce J. Avolio dalam Dewi, 2014)
mengemukakan bahwa kepemimpinan, transformasional mempunyai empat dimensi
yaitu:

a. Dimensi yang pertama disebut idealized influence (pengaruh ideal). Dimensi


pertama ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang membuat para
pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus mempercayainya.
b. Dimensi yang kedua yaitu sebagai inspirational motivation (motivasi inspirasi).
Dalam dimensi ini pemimpin transformational digambarkan sebagai pemimpin
yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang jelas terhadap prestasi
bawahan, mendemonstasikan komitmennya, terhadap seluruh tujuan organisasi,
dan mampu menggugah spirit tim dalam organisasi mellaui penumbuhan
antusiasme dan optimisme.
c. Dimensi yang ketiga disebut intelectual stimulation ( stimulasi intelektual).
Pemimpin transformasi harus mampu menumbuhkan ide-ide baru memberi solusi
yang kreatif terhadap permasalahan yang dihadapi bawahannya, dan memberikan
motivasi kepada bawahan untuk mencari pendekatan-pendekatan baru dalam
melaksanakan tugas-tugas organisasi.
d. Dimensi yang terakhir yalam menguraikan karakteristik pemimpin disebut
individualized consideration (konsiderasi individu). Dalam dimensi ini pemimpin
transformasional

digambarkan

sebagai

seorang

pemimpin

yang

mau

mendengarkan dengan penuh perhatian masukan-masukan dari bahwahan dan


secara khusus mau memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan dan secara
khusus. (Stewart, 2006 dalam Dewi, 2014).
Pemimpin ingin agar masyarakat menerima segala kebijakan, rencana dan
tindakan terutama dalam bidang sosial-ekonomi (Denton dan Hahn, 1986; Teittinen,
2000 dalam Alo, 2012).

Menurut

penelitian

yang

dilakukan oleh Litbang Kompas yang


dilakukan
warga

Ibu

pembenahan

melalui
Kota
yang

survey

pendapat

terhadap

gerakan

dilakukan

Jokowi-Ahok di Jakarta.

Oleh

Setelah dua tahun berjalan, kinerja pemerintahan Jakarta Baru dianggap


semakin baik oleh sebagian besar warga Ibu Kota. Masyarakat menyukai perubahan
yang dilakukan, terutama di bidang kesehatan, birokrasi, dan pendidikan. Penilaian ini
seiring dengan pernyataan 71,4 persen responden yang mengaku puas terhadap
kinerja pemerintahan Jakarta Baru. Berikut adalah beberapa upaya pembenahan yang
dilakukan oleh Jokowi sebelum mengundurkan diri menjadi Gubernur DKI Jakarta
yang tentunya juga akan diteruskan oleh Ahok:
Pelayanan Kesehatan
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan masyarakat di pasar tradisional dan
rumah susun serta pengembangan puskesmas rawat inap. Juga muncul kebijakan
penambahan kapasitas tempat tidur kelas tiga pada rumah sakit umum daerah (RSUD)
dan peningkatan kesejahteraan tenaga kesehatan.
Hampir 80 persen responden puas terhadap kebijakan kesehatan yang ada.
Salah satunya, kemunculan Kartu Jakarta Sehat (KJS) yang kemudian melebur
menjadi satu dengan sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Sebelum ada KJS, warga
miskin harus melalui birokrasi panjang mendapatkan surat miskin untuk pengobatan
gratis. Dengan KJS, warga bisa mendapatkan layanan kesehatan di puskesmas,
dilanjutkan ke rumah sakit jika diperlukan.
Problem bidang kesehatan juga diyakini oleh mayoritas responden bisa
diperbaiki Basuki. Pemprov DKI berencana mengubah beberapa puskesmas menjadi
RS tipe D untuk mengatasi keterbatasan jumlah tempat tidur di RS. Pemprov DKI
juga akan memperbaiki kualitas RSUD menjadi lebih baik hingga setara RS swasta
dan menempatkan dokter spesialis di RSUD.
Birokrasi
Sebanyak 76 persen responden mengaku puas dengan perbaikan birokrasi.
Lelang jabatan lurah dan camat menjadi gebrakan yang patut diacungi jempol.
Melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) ala Jokowi-Basuki,

didapatkan pegawai negeri sipil yang punya kompetensi dan profesionalisme untuk
memimpin kelurahan atau kecamatan.
Keberadaan lelang jabatan kepala sekolah juga menjadi hal baru yang positif.
Melalui program ini, profesionalitas tenaga pendidik diuji. Semua tenaga pendidik
PNS di Jakarta yang berusia maksimal 54 tahun berhak mendaftar lelang. Dengan
lelang ini, kepala sekolah baru diharapkan lebih mementingkan manajemen kegiatan
belajar-mengajar dibandingkan dengan mengurusi proyek. Bulan Maret, 180 kepala
sekolah hasil lelang jabatan telah dilantik Gubernur Jokowi.
Perbaikan birokrasi tampaknya akan terus berlanjut. Penerbitan Peraturan
Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2013 mengenai Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) selama ini telah memberikan kemudahan dan kepastian bagi masyarakat
dalam memperoleh pelayanan perizinan dan non-perizinan. Mulai Januari 2015,
pengurusan pelayanan publik akan lebih gampang dengan berdirinya 500 kantor
Badan PTSP di Jakarta. Lelang jabatan yang berhasil di waktu lalu akan dilanjutkan
dengan rencana lelang jabatan terhadap 6.434 jabatan eselon II-IV.

Pendidikan
Perbaikan di sektor pendidikan juga dinilai memuaskan oleh 75 persen
responden. Kartu Jakarta Pintar (KJP) menjadi kebijakan yang menonjol. Keberadaan
KJP membawa angin segar bagi pelajar miskin di Jakarta. Setiap bulan, siswa SD
mendapat dana KJP Rp 1,08 juta, siswa SMP Rp 1,2 juta, dan siswa SMA Rp 1,4 juta.
Sampai saat ini, sudah 576.000 KJP yang dibagikan kepada pelajar miskin berprestasi.
Pelaksanaan KJP yang relatif lancar selama dua tahun menyebabkan 83,8 persen
responden berharap banyak pada perbaikan di sektor pendidikan. Ke depan, KJP akan
tetap dilaksanakan untuk membantu pelajar miskin. Pekerjaan rumah lain yang harus
diselesaikan adalah peningkatan kualitas tenaga pendidik dan tawuran pelajar.

4. Result

(memberikan

hasil

melalui

tindakan,

risiko,

keingintahuan,

dan

keberanian). Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang berorientasi pada

hasil, melihat dirinya sebagai katalis yang berharap mendapatkan hasil besar, tapi
menyadari dapat melakukan sedikit saja jika tanpa usaha dari orang lain.

KESIMPULAN
Peran seorang pemimpin begitu besar dalam kemajuan bangsa, dan menegakkan
kebijakan demi mengantarkan masyarakat untuk menjawab tantangan masa depan.
Masyarakat yang bisa menjawab tantangan masa depan adalah masyarakat yang maju,
beretika, berpendidikan dan yang paling penting adalah tertib atau taat pada kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah. Dalam upaya penegakan kebijakan oleh pemimpin tentunya tidak
semata-mata tugas dari pemimpin, namun juga harus dibantu oleh segenap pemerintahan
yang berwenang. Untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih pun tidak mudah, hal ini
harus diawali dengan hubungan yang baik antara pemimpin dan semua dinas terkait yang
membantunya. Berulangkali penulis mengatakan bahwa segala upaya yang dilakukan tidak
mudah, oleh karena itulah retorika dan gaya kepemimpinan seorang pemimpin sangat
berperan dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam penegakan kebijakan. Retorika dan
gaya kepemimpinan yang dimiliki seorang Ahok pemimpin dalam meyakinkan masyarakat
untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan meskipun dengan caranya yang tegas,
bahkan cenderung keras, dan cara yang dilakukan Ahok ini terbukti berhasil dalam mengatur
warga Jakarta. Hal ini tentu merupakan hal yang positif karena seorang pemimpin dituntut
untuk membawa transformasi bagi organisasi dan masyarakat yang dipimpinya.

DAFTAR PUSTAKA
Amin.(2013). Transform Your Tech Company From Good to Great
(3/7) Confront the Brutal Facts. Diakses pada 5 November 2014, dari
http://blog.7geese.com/2013/02/16/confront-the-brutal-facts/
Alidamanik. (2013, 22 Agustus). Membaca Ahok. Pesan ditulis
dihttp://alidamanik.blogdetik.com/2013/08/22/membaca-ahok/
Alo, Moses A. (2012). A Rhetorical Analysis of Selected Political Speeches of
Prominent African Leaders. British Journal of Arts and Social Sciences ISSN: 2046-9578,
Vol.10 No.I
Dewi, U. (2014). Karakteristik Kepemimpinan Politik Indonesia:Transaksional
atauTransformatif?. Ilmu Administrasi Negara, FIS, UNY
Koesmono, H. Teman. 2007.Pengaruh Kepemimpinan Dan Tuntutan Tugas Terhadap
Komitmen Organisasi Dengan Variabel Moderasi Motivasi Perawat Rumah Sakit Swasta
Surabaya. JURNAL MANAJEMEN DAN KEWIRAUSAHAAN, VOL. 9, NO. 1, MARET 2007:
30-40
Sabrina, Joan. (2014) Analisis Penerimaan Pembaca Terhadap Berita Tentang Gaya
Kepemimpinan Ahok Di Majalah Detik. Jurnal E-Komunikasi Vol 2. No.1 Program Studi
Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Petra, Surabaya
Suwirta, Andi dan Hermawan, Iyep Candra. 2012. Masalah Karakter Bangsa dan
Figur Kepemimpinan di Indonesia: Perspektif Sejarah. Atikan, 2(1) 2012
Tan, Hwee Hoon&Wee, Gladys. (2002). The role of rhetoric content in charismatic
leadership: A content analysis of a Singaporean leader's speeches. International Journal of
Organization Theory and Behavior. Vol. 5, Nos 3 & 4
Utami, Sulistyo S. 2013. Gaya Kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Berdasarkan
Prinsip Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik (GCG). Jurnal Liquidity Jakarta: STIE
Ahmad Dahlan

Zarefsky, david. (2004). Presidential Rhetoric and the power of definition.


Presidential studies quarterly. 34(3), 607-619
Subowo, Ari. (2013). Analisis Kepemimpinan Publik di Indonesia. Administrasi Publik Fisip
Universitas Diponegoro.
Wibawa,

D.A.

(n.d).

Kepemimpinan

transformasional.

Transaksional

dan

Kepemimpinan

Diposting

dalam

kppnrantauprapat.net/files/artikel/Kepemimpinan_Transaksional_dan_Transformasional.pdf
Jordan, S. (2014, Juli 24). Ahok Marah-marah di Balai Uji Kir, Jokowi: Memang
Harus

Ditindak

Tegas.

detikNews.

Diakses

dari

http://news.detik.com/read/2014/07/24/103255/2646750/10/ahok-marah-marah-di-balai-ujikir-jokowi-memang-harus-ditindak-tegas?
Aziza, K. (2014, September 04). Ahok Marah, Dirut Bank DKI Pucat, Penghuni
Rusun

Marunda

Tepuk

Tangan.

Megapolitan.kompas.com.

diakses

dari

(http://megapolitan.kompas.com/read/2014/09/04/11275501/Ahok.Marah.Dirut.Bank.DKI.Pu
cat.Penghuni.Rusun.Marunda.Tepuk.Tangan
Sak.

(2014).

Optimisme

Jakarta

Baru

Berlanjut.

http://ahok.org/berita/news/optimisme-jakarta-baru-berlanjut/

Diposting

dalam

Anda mungkin juga menyukai