Judul Tugas
Kelas
Dosen
:
:
Disusun Oleh :
Kelompok 5
N
Nama
NPM
150610120127
150610120136
o
1.
2.
3.
4.
5.
150610120140
150610120144
150610120154
UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JATINANGOR
2015
Konversi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami
berhasil menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya dan tanpa
hambatan yang berarti. Tidak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada
Bapak Dr.Ir. E. Kusnadi Wikarta, MSIE. dan Ibu Ir. Endah Djuwendah, M.Si
yang senantiasa mengajari dan membimbing kami hingga selesainya makalah
kami ini dengan tepat waktu.
Makalah ini dibuat dengan tujuan menyelesaikan tugas pada mata
kuliah Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Makalah ini memberikan
pengetahuan mengenai teori konversi lahan, kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah dan implementasinya untuk mengurangi tingkat konversi lahan.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Semoga Allah selalu memberkati apa yang kita kerjakan. Amin.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................
2.1 Lahan di Indonesia Berdasar Teori Lokasi (Von Thunen)........................
2.2 Kebijakan Pemerintah Mengenai Konversi Lahan di Indonesia.............
2.3 Implementasi Upaya Pencegahan Konversi Lahan..................................
BAB III KESIMPULAN........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan teori lokasi (Von Thunen) yang berkaitan dengan kesuburan
tanah serta tinggi rendahnya sewa lahan. Semakin jauh lahan yang ingin disewa
dari kota sebagai pusat pasar, maka sewa lahan semakin rendah, yang mana
perkembangan kota yang pesat memacu terjadinya perubahan penggunaan lahan.
Salah satu fenomena yang cukup marak terjadi dalam pemanfaatan lahan adalah
konversi lahan. Sumaryanto et al. (1994) menggarisbawahi bahwa sisi dampak
negatif utama akibat konversi lahan pertanian adalah hilangnya peluang atau
kesempatan dalam memproduksi hasil pertanian yang terkonversi. Selain itu,
kerugian tersebut juga berdampak pada hilangnya peluang pendapatan dan
kesempatan kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan
ekonomi usahatani.
Isu konversi ini tentu saja merupakan keadaan yang harus diwaspadai,
karena konversi lahan pertanian berarti berkurangnya luas areal pertanian, yang
berarti pula produksi pertanian akan menurun. Konversi lahan yang terjadi saat
ini, tentu saja harus diantisipasi dengan baik untuk meminimalisir dampak
terhadap produksi pertanian pada khususnya dan sektor pertanian pada umumnya,
salah satunya adalah dengan adanya kebijakan pemerintah. Dalam makalah ini
kelompok kami akan membahas secara lebih detail mengenai kebijakan
pemerintah berkaitan dengan konversi lahan beserta implementasinya dalam
upaya mencegah konversi lahan hingga saat ini.
1.2
Rumusan Masalah
a. Apakah teori lokasi (Von Thunen) sudah sesuai dengan keadaan di Indonesia?
b. Apa kebijakan apa yang dilakukan oleh pemerintah berkaitan dengan
tingginya konversi lahan ?
c. Bagaimana implementasi/pelaksanaannya upaya mencegah konversi lahan
sampai saat ini?
1.3
Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Kita bisa lihat dari gambar Hubungan Sewa Lahan dan Jarak dari Pusat
Pasar bahwa semakin jauh sewa lahan dari pusat pasar maka semakin murah sewa
lahan tersebut karena semakin jauh lokasinya akan memerlukan biaya transportasi
lebih mahal, semakin dekat dengan pasar tidak memerlukan biaya transportasi
produksi lebih tinggi. Dan perkembangan kota yang pesat memacu terjadinya
perubahan penggunaan lahan (land use) dari lahan pertanian menjadi non
pertanian. Seperti contohnya penyusutan terjadi terutama pada sawah rawa/ lebak
dan sawah tadah hujan. Dalam periode 5 tahun selanjutnya (tahun 20002005),
menurut catatan BPS, terjadi perluasan areal sawah dari 7,5 juta ha menjadi 7,8
juta ha atau bertambah 0,3 juta ha (Tabel 3). Pertambahan luasan tersebut
dimungkinkan belum memperhitungkan adanya konversi lahan (terutama di
sekitar Pantai utara Pulau Jawa) sebagai dampak pesatnya pembangunan akhirakhir ini. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk kegiatan pembangunan di luar
sektor pertanian, konversi lahan pertanian termasuk lahan sawah semakin sulit
dihindari, dengan demikian sebenarnya justru luasan lahan sawah terutama di
Pulau Jawa dan Bali dan sekitar kota-kota besar lainya cenderung semakin
berkurang. Penyusutan terjadi, justru pada lahan sawah yang telah beririgasi dan
mempunyai produktivitas yang tinggi.
Tabel 1. Lahan Sawah di Indonesia Tahun 1980, 1990, 2000 dan 2005 (dalam
ha)
selama 10 tahun terakhir (1995 s/d 2005) tercatat lahan sawah menyusut dari
3.556.376 ha, menjadi 3.235.533 ha, yaitu berkurang sebesar 320.843 ha (9,02%).
Hal ini diduga sebagai akibat kebutuhan lahan untuk pembangunan di sektor non
2.2
pertanian.
Kebijakan Pemerintah Mengenai Konversi Lahan di Indonesia
Sektor pertanian mempunyai peran strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional. Hal ini menyebabkan lahan pertanian menjadi faktor produksi pertanian
yang utama dan unik karena sulit digantikan dalam sebuah proses usaha pertanian.
Secara filosofis, lahan memang memiliki peran dan fungsi sentral bagi masyarakat
Indonesia yang bercorak agraris. Ini karena di samping memiliki nilai ekonomis,
lahan juga memiliki nilai sosial, bahkan religius.
Akan tetapi, lahan pertanian menghadapi permasalahan konversi lahan
subur pertanian dan degradasi lahan yang kian massif. Sementara, keberlanjutan
lahan subur yang ada tidak terjamin dan pencetakan lahan sawah baru pun relatif
kecil. Padahal, ketersediaan lahan dalam usaha pertanian merupakan syarat mutlak
untuk mewujudkan peran sektor pertanian yang berkelanjutan, terutama dalam
mewujudkan ketahanan pangan secara nasional. Hal ini tentu amat disayangkan
mengingat potensi sektor pertanian Indonesia yang membanggakan. Apabila hal
ini terus dibiarkan dan tidak ada penanganan lebih lanjut, maka dampaknya akan
mengancam ketahanan pangan nasional yang sangat berbahaya.
Alih Fungsi Lahan Pertanian Tanaman Pangan (Sawah)
Secara lebih detail, ada beberapa permasalahan yang dihadapi lahan
pertanian. Yang utama adalah pertambahan jumlah penduduk Indonesia sebesar
1,3 sampai dengan 1,5 % per tahun. Dengan laju pertumbuhan jumlah penduduk
yang tinggi ini, diperkirakan pada tahun 2035 penduduk Indonesia akan mencapai
440 juta jiwa. Masalah lainnya adalah kompetisi pemanfaatan ruang untuk
berbagai sektor yang semakin ketat dan rencana alih fungsi lahan sawah yang
sangat dasyat berdasarkan RTRW kabupaten/kota seluas 3,09 juta ha dari 7,8 juta
ha lahan sawah menjadi permukiman, perindustrian, dan lain-lain (BPS, 2004).
Meningkatnya pertambahan jumlah penduduk dan dukungan dinamika dan
kebutuhan pembangunan di setiap daerah secara langsung atau tidak langsung
lahan yang ada menjadi sangat penting mengingat kebutuhan pangan akan terus
meningkat. Diprediksi pada tahun 2025, dengan asumsi alih fungsi lahan tetap
sebesar 110.000 ha per tahun, maka lahan pertanian Indonesia sudah kurang dari 5
juta ha. Oleh sebab itu, selain menambah luas baku lahan, perlu juga
mempertahankan lahan pertanian pangan yang sudah ada saat ini.
Secara legal seluruh lahan tanaman pangan ditetapkan menjadi LP2B.
Penetapan LP2B harus tetap memperhatikan kriteria penetapan LP2B yang
menyangkut kriteria potensi dan kesesuaian lahan, ketersediaan infrastruktur yang
telah dimanfaatkan sebagai lahan pangan, dan memperhatikan aspek sosial
ekonomi.
Perhitungan kebutuhan lahan minimal di tingkat nasional, provinsi dan
kabupaten/kota dapat dihitung dengan memprediksi kebutuhan pangan untuk
konsumsi rumah tangga dan selanjutnya dikonversikan kepada kebutuhan lahan.
Besaran kebutuhan lahan akan berbeda tergantung pada pertumbuhan penduduk
dan tingkat konsumsi pangan di masing-masing provinsi dan kabupaten/kota.
Sementara itu pemerintah dan daerah harus mewujudkan perlindungan
lahan pertanian pangan dari alih fungsi semaksimal mungkin, mengingat sumber
daya lahan untuk pertanian pangan (sawah) di Jawa sangatlah potensial dan tidak
tergantikan oleh pulau manapun di Indonesia.
Di sisi lain laju pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang pesat
memerlukan lahan-lahan baru menimbulkan kompetisi penggunaan lahan.
Pemerintah daerah harus tegas menangani permasalahan ini. Setiap rencana
pembagunan yang membutuhkan lahan harus direncanakan secara akuntabel dan
transparan serta dengan hitungan angka kebutuhan lahan dan lokasi yang jelas
pada setiap periode perencanaan pembangunan.
Pemerintah daerah khususnya provinsi juga harus mempertimbangkan luas
minimal lahan yang diperlukan untuk memproduksi pangan bagi kemandirian
pangan provinsi. Usulan penetapan luasan dari masing-masing kabupaten/kota
yang diverifikasi oleh pemerintah provinsi merupakan dasar perencanaan provinsi
dalam menetapkan LP2B. Selanjutnya rencana penetapan tingkat provinsi akan
menjadi dasar perencanaan di tingkat kabupaten/kota.
Oleh sebab itu, provinsi bisa mengintervensi luas LP2B yang diusulkan
oleh pemerintah kabupaten/kota. apabila luas, lokasi dan sebaran lahan yang
diusulkan tidak sesuai dengan kondisi di lapangan yang sebenarnya. Dalam hal
dalam
pemanfaatan
lahan.
Pemda
juga
sudah
saatnya
10
telah
penjabaran
dibuat,
lebih
strategi
lanjut
ke
yang
ditempuh
ketentuan
yang
adalah
lebih
11
sawah
beririgasi
teknis
menjadi
lahan
non
menyebutkan
tekad
dalam:
penetapan
dan
12
lahan
sawah
menyarankan
bahwa
untuk
Dalam
hubungan
ini,
bantuan
teknis
untuk
Daerah
Sleman
dengan
SK.
Bupati
Sleman
No:
pemberian
pelayanan
penunjang
penyelenggaraan
3.
4.
5.
(satu-satunya di Indonesia)
Pengawasan alih fungsi lahan melalui pemetaaan dengan menggunakan
6.
7.
wilayah
Penetapan Lahan Abadi dengan pembayaran insentif dari Pemerintah atas
jika terjadi selisih dari pagu yang disepakati bersama (pemilik lahan
8.
9.
dengan pemerintah)
Farm consolidation & perubahan Pola Usaha Tani (Organic Farming)
Kaji ulang kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada petani dan
10.
14
15
1. Meningkatkan
kekuatan
negara
untuk
menetapkan,
menjaga,
dan
BAB III
KESIMPULAN
17
DAFTAR PUSTAKA
BKPRN. 2012. Menata Kawasan Hutan dan Mempertahankan Lahan
Pertanian
[online].
Tersedia:
Barat
[online].
Tersedia:
18
Tatiek.
2013.1-
Kajian
[online].
Tersedia:
Bandung,
Provinsi
Jawa
Barat)
[online].
http://jurnal.unpad.ac.id/jurnal-faperta/article/download/4553/2489
2015]
19
Tersedia
[22
Maret