Anda di halaman 1dari 19

BAB III

KAJIAN PUSTAKA

3.1 Alat Gali Muat


Jenis alat ini dikenal juga dengan excavator. Beberapa alat mekanis
digunakan untuk menggai tanah dan batuan. Yang termasuk dalam kategori ini
adalah power shovel, backhoe, dragline dan clamshell (Basuki, 2004 : 2)
Alat gali ini mempunyai bagian-bagan utama, antara lain:
a. Bagian atas yang dapat berputar (revolving unit)
b. Bagian bawah untuk berpindah tempat (travelling unit)
c. Bagian-bagian tambahan (attachment) yang dapat diganti sesuai pekerjaan
yang akan dilaksanakan.(Wigroho, 1992 : 49)
3.2 Alat Angkut
Alat angkut adalah alat yang digunakan untuk memindahkan material
hasil penambangan ke tempat penimbunan atau pengolahan.
Pengangkutan batuan, endapan bijih, waste, dan lain-lain merupakan
suatu hal yang sangat mempengaruhi operasi penambangan. Untung rugi suatu
perusahaan tambang terletak juga pada lancar tidaknya pengangkutan yang
tersedia.
Untuk pengukuran jarak dekat (kurang dari 5 km) dapat dipakai truck dan
power scraper. Untuk pengangkutan jarak sedang (5 20 km) dapat dipakai truk
berukuran besar, dan belt conveyor. Sedangkan untuk jarak jauh (> 20 km)
dipergunakan kereta api atau pipa. (Partanto,1989 : 29 ).
3.3 Produktivitas Alat Gali Muat dan Alat Angkut
3.3.1 Alat Gali Muat
Untuk menghitung produktivitas back hoe, pertama-tama kita harus
membatasi terhadap kondisi yang ada pada setiap keadaan pekerjaan.

3-1

Back

hoe

sama

seperti

power

shovel

dimana

jenis

material

mempengaruhi didalam perhitungan produktivitas. Penentuan waktu siklus


backhoe didasarkan pada pemilihan kapasitas bucket (Basuki, 2004 : 35 )
Untuk

perhitungan

produksi

per

siklus

alat

gali

muat

dapat

menggunakan persamaan dibawah ini: (Anonim, 2002 : 15A-9)

q = q1 x K

.Persamaan 3.1

Keterangan :
q

= Produksi per siklus (m3)

q1

= Kapasitas Munjung Bucket (m3)

= Bucket Fill Factor


Kemudian untuk perhitungan produktivitas alat gali muat dapat

menggunakan persamaan dibawah ini : (Anonim, 2002: 15A-9)

xqxE
.Persamaan 3.2

Keterangan :
Q

= Produktivitas alat gali muat (m3/jam)

= Produksi per siklus (m3)

= Efisiensi Kerja

CT

= Cycle time (detik)

3-2

3.3.2 Alat Angkut


Produktivitas dari truk dipengaruhi oleh waktu siklusnya. Waktu siklus
dump

truck

terdiri

dari

waktu

pemuatan,

waktu

pengangkutan,

waktu

pembongkaran muatan, waktu perjalanan kembali dan waktu antri (Basuki,


2004 : 83)
Untuk

perhitungan

produksi

per

siklus

alat

gali

muat

dapat

menggunakan persamaan dibawah ini: (Anonim, 2002: 15A-13)


q = n x q1 x
K

.Persamaan 3.3

Keterangan :
q

= Produksi per siklus alat angkut (m3)

q1

= Kapasitas Munjung Bucket (m3)

= Bucket Fill Factor

= Jumlah pengisian bak oleh bucket /Passing


Kemudian

untuk

perhitungan

produktivitas

alat

angkut

dapat

menggunakan persamaan dibawah ini : (Anonim, 2002 : 15A-19)

xqxE
.Persamaan 3.4

Keterangan :
Q

= Produktivitas alat Angkut (m3/jam)

= Produksi per siklus (m3)

Eff

= Efisiensi Kerja

CT

= Cycle time (detik)

3-3

3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Alat Mekanis


3.4.1

Waktu edar (Cycle Time)

a. Waktu Edar Alat Gali Muat


Terdiri dari waktu untuk menggali, waktu ayunan bermuatan, waktu
untuk menumpahkan muatan, waktu ayunan kosong. (Anonim, 2002: 15A-10)
Cycle time = ET + STL + DT + STE .Persamaan 3.5

Keterangan :
ET

= Excavating time (detik)

DT

STL = Swing time Loaded (detik)

= Dumping Time (detik)

STE = Swing time empty (detik)

Sedangkan pada beberapa jenis alat telah ditentukan besar cycle time
standar yang dilihat dari beberapa parameter. Cycle time standar alat gali
muat untuk merk Komatsu dapat dilihat pada tabel 2.1
Tabel 3.1.
Cycle Time Standar untuk Excavator Merk Komatsu Edisi 23
Model
PC80
PC100
PW100,PW130E
PC120,SPC130
PC150
PW170ES
PC180
PC200,PC210
PW210
PC220,PC230
PC240
PC250

Swing Angle (s)


45 90o 90o 180o
10 - 13
13 - 16
11 - 14
14 - 17
11 - 14
14 - 17
11 - 14
14 - 17
13 - 16
16 - 19
13 - 16
16 - 19
13 - 16
16 - 19
13 - 16
16 - 19
14 - 17
17 - 20
14 - 17
17 - 20
15 - 18
18 - 21
15 - 18
18 - 21
o

Model
PC300, PC350
PC380
PC400,PC450
PC750
PC800
PC1250
PC1800
PC1400
PC3000
PC4000
PC5500
PC8000

Swing Angle (s)


45 90o
90o 180o
15 - 18
18 - 21
16 - 19
19 - 22
16 - 19
19 - 22
18 - 21
21 - 24
18 - 21
21 - 24
22 - 25
25 - 28
24 - 27
27 - 30
24 - 30
30 - 37
24 - 30
30 - 37
24 - 30
30 - 37
25 - 31
31 - 38
25 - 31
31 - 38
o

(Sumber : Anonim, 2002 : 15A-10)

3-4

Tabel 3.2
Cycle Time Standar untuk Excavator Merk Komatsu Edisi 28
Swing Angle (s)
Model

45o 90o

90o 180o

PC 78

10 ~ 13

13 ~ 16

PW140

11 ~ 14

PC120, PC130

Swing Angle (s)


Model

45o 90o

90o 180o

PC270,PC290

15 ~ 18

18 ~ 21

14 ~ 17

PC300,PC350

15 ~ 18

18 ~ 21

11 ~ 14

14 ~ 17

PC400,PC450

16 ~ 19

19 ~ 22

PC160

13 ~ 16

16 ~ 19

PC600

17 ~ 20

20 ~ 23

PW160,PW180

13 ~ 16

16 ~ 19

PC750,PC800,PC85
0

18 ~ 21

21 ~ 24

PC180

13 ~ 16

16 ~ 19

PC1250

22 ~ 25

25 ~ 28

PC200,PC210

13 ~ 16

16 ~ 19

PC2000

24 ~ 27

27 ~ 30

PW200,220

14 ~ 17

17 ~ 20

PC220,PC230,PC24
0

14 ~ 17

17 ~ 20

(Sumber : Anonim, 2007 : 15A-10)


b. Waktu Edar Alat Angkut
Waktu edar alat angkut pada umumnya terdiri dari waktu menunggu
alat untuk dimuat, waktu diisi muatan, waktu mengangkut muatan, waktu
dumping, waktu kembali kosong. Persamaan waktu edar alat angkut adalah
sebagai berikut : (Anonim, 2007 : 15A-13 )
Cycle time = LT + HLT + DT + RT + SLT

.Persamaan 3.6

Keterangan :
LT

= Loading Time (detik)

HLT

= Hauling Time (detik)

DT

= Dumping Time plus time expended (detik)

RT

= Return Time (detik)

3-5

SLT
3.4.2

= Spoting Time (detik)


Pola Pemuatan

Secara umum klasifikasi pola pemuatan dibagi menjadi tiga kelompok


besar, yaitu :
a. Berdasarkan dari jumlah penempatan posisi truk untuk dimuati terhadap posisi
backhoe
b. Berdasarkan dari posisi truk untuk dimuati hasil galian backhoe
c. Berdasarkan cara manuvernya
Dilihat dari jumlah penempatan posisi truck untuk dimuati terhadap posisi
back hoe (biasa disebut pola gali muat), maka ada 2 pola yaitu:
a. Single Back up, truck memposisikan untuk dimuati pada satu tempat
b. Double Back Up, truck memposisikan diri untuk dimuati pada dua tempat
c. Triple Back Up, truck memposisikan diri untuk dimuati pada tiga tempat.
Berdasarkan dari posisi truck untuk dimuati hasil galian backhoe (pola
galian muat), maka terdapat 2 pola, yaitu :
a. Bottom Loading, dimana posisi backhoe dan truk pada satu level (sama-sama
diatas jenjang)
b. Top Loading, dimana posisi backhoe diatas jenjang dan truk berada dibawah
jenjang.
Berdasarkan cara manuvernya, pola muat dapat dibedakan menjadi :
a. Frontal Cut, dimana backhoe berhadapan dengan muka jenjang atau front
penggalian. Pada pola ini alat mulai memuat pertama kali pada truk sebelah
kiri sampai penuh, kemudian dilanjutkan pemuatan pada truk sebelah kanan.
Sudut putar backhoe antara 10o 110o.
b. Parallel Cut With Drive By, dimana backhoe bergerak melintang dan sejajar
dengan front penggalian. Pola ini diterapkan apabila lokasi pemuatan memiliki
2 (dua) akses dan berdekatan dengan lokasi penimbunan (Indonesianto, 2008
: III.37-38)
3.4.3

Bucket Fill Factor

3-6

Karakteristik ukuran material memiliki peranan penting dalam menentukan


proses pemuatan. Produksi dari alat muat sangat dipengaruhi oleh material yang
dimuatnya. Disini dikenal istilah faktor pengisian bucket yaitu perbandingan
antara volume material nyata yang dimuat bucket dengan kapasitas munjung
bucket.
Faktor pengisian mangkuk alat muat (F) dapat dinyatakan sebagai
perbandingan volume nyata (Vn) dengan volume munjung teoritis (Vt), seperti
yang dinyatakan dalam persamaan (Anjar, 1997 : 3-2) :

.Persamaan 3.7

Dimana :
F

= Faktor pengisian mangkuk (%)

Vn

= Volume nyata atau kapasitas nyata mangkuk (m3)

Vt

= Volume munjung teoritis mangkuk (m3)


Sedangkan berdasarkan teoritis bucket fill factor dapat diperoleh dengan

mengacu pada parameter kondisi penggalian, yang terlihat pada tabel 2.2.
Tabel 3.3.
Bucket Fill Factor Standar untuk Berbagai Tipe Material
Conditio
n
Easy
Average
Rather
Difficult

Excavating Conditions
Excavating natural ground of clayey soil, clay, or soft soil
Excavating natural ground of soil such as sandy soil and
dry soil
Excavating
natural ground of sandy soil with gravel
Loading Blasted Rock

Bucket Fill
Factor
1.1 1.2
1.0 1.1
0.8 0.9
0.7 0.8

Sumber : Anonim, 2007 : 15A-9


3.4.4

Lebar Jalan Angkut


Salah

satu

sasaran

yang

penting

dalam

kelangsungan

operasi

penambangan terutama dalam pergerakan alat-alat mekanis berupa alat muat


dan alat angkut adalah kondisi jalan tambang yang akan digunakan. Jalan
tambang yang dimaksud disini adalah jalan angkut yang menghubungkan antara
lokasi penggalian dan lokasi penimbunan.

3-7

Fungsi utama jalan angkut secara umum adalah untuk menunjang


kelancaran operasi penambangan terutama dalam kegiatan pengangkutan.
Medan berat yang mungkin terdapat disepanjang rute jalan tambang harus
diatasi dengan mengubah rancangan jalan untuk meningkatkan aspek manfaat
dan keselamatan kerja (Suwandhi, 2004 : 1)
-Lebar Pada Jalan Lurus
Lebar jalan minimum pada jalan lurus dengan lajur ganda atau lebih,
menurut Aasho Manual Rural High Way Design, harus ditambah dengan
setengah lebar alat angkut pada bagian tepi kiri dan kanan jalan (lihat Gambar
3.1).
Seandainya lebar kendaraan dan jumlah lajur yang direncanakan
masing-masing adalah Wt dan n, maka lebar jalan angkut pada jalan lurus
dapat dirumuskan sebagai berikut (Suwandhi, 2004 : 2):

.Persamaan
3.8

Dimana :
L min = Lebar jalan angkut minimum, m
n

= Jumlah lajur

Wt

= Lebar alat angkut, m

3-8

Sumber: Suwandhi, 2004: 3


Gambar 3.1
Lebar Jalan Angkut Dua Lajur Pada Jalan Lurus
-Lebar Pada Jalan Tikungan
Lebar jalan angkut pada belokan atau tikungan selalu lebih besar
daripada lebar jalan lurus. Untuk lajur ganda, maka lebar jalan minimum pada
belokan didasarkan atas:

Lebar jejak ban

Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan
belakang pada saat membelok;

Jarak antar alat angkut atau kendaraan pada saat bersimpangan;

Jarak dari kedua tepi jalan.


Dengan menggunakan ilustrasi pada Gambar 3.2 dapat dihitung lebar

jalan minimum pada belokan, yaitu seperti terlihat di bawah ini (Suwandhi,
2004 : 3)
di mana :

Wmin

.Persamaan
3.9

= lebar jalan angkut minimum pada belokan, m

3-9

= lebar jejak roda (center to center tires), m

Fa

= lebar juntai (overhang) depan, m

Fb

= lebar juntai belakang, m

= lebar bagian tepi jalan, m

= jarak antar kendaraan (total lateral clearance), m

Sumber: Suwandhi, 2004: 4

Gambar 3.2
Lebar Jalan Angkut Dua Lajur Pada Belokan
3.4.5

Grade Resistance
Grade resistance adalah tahanan yang timbul dan harus diatasi oleh pull

(gaya) dari mesin, sehubungan dengan kendaraan bergerak menaik (up hill)
(Indonesianto, 2008 : IV-6)
Kemiringan atau grade jalan angkut merupakan satu faktor penting yang
harus diamati secara detail dalam kegiatan kajian terhadap kondisi jalan
tambang tersebut. Hal ini dikarenakan kemiringan jalan angkut berhubungan
langsung dengan kemampuan alat angkut, baik dari pengereman maupun dalam
mengatasi tanjakan.

3-10
x

Sumber: Indonesianto, 2008 : IV6

Gambar 3.3
Grade Resistance
Kemiringan (grade) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
grade tan () = h
x
Keterangan :

.Persamaan
3.10

h = beda tinggi antara dua titik yang diukur


x = jarak datar antara dua titik yang diukur.
= kemiringan (sudut)
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik
oleh alat angkut besarnya berkisar antara 10%15%. Akan tetapi untuk jalan naik
maupun turun pada bukit, lebih aman kemiringan jalan maksimum sebesar 8%
atau 4.5o (Suwandi ,2008 : 11)
3.4.6

Cross Slope

Cross slope adalah sudut yang dibentuk oleh dua sisi permukaan jalan
terhadap bidang horizontal. Pada umumnya jalan angkut mempunyai bentuk
penampang melintang cembung. Dibuat demikian dengan tujuan untuk
memperlancar penyaliran. Apabila turun hujan atau sebab lain, maka air yang
ada pada permukaan jalan akan segera mengalir ke tepi jalan angkut, tidak
berhenti dan mengumpul pada permukaan jalan. Hal ini penting karena air yang
menggenang pada permukaan jalan angkut akan membahayakan kendaraan
yang levat dan mempercepat kerusakan jalan.
Sumber: Suwandhi, 2004: 13

3-11

Gambar 3.4
Penampang Melintang Jalan Angkut
Angka cross slope dinyatakan dalam perbandungan jarak vertical (b) dan
horizontal (a) dengan satuan mm/m. Jalan angkut yang baik memiliki cross slope
antara 1/50 sampai 1/25 atau 20 mm/m sampai 40 mm/m. (Suwandhi, 2004 : 1213).
3.4.7

Swell Factor
Swell adalah pengembangan volume suatu material setelah digali dari

tempatnya. Di alam, material didapati dalam keadaan padat dan terkonsolidasi


dengan baik, sehingga hanya sedikit bagian-bagian kosong (void) yang terisi
udara di antara butir-butirnya, lebih-lebih kalau butir-butir itu halus sekali.
Apabila

material

pengembangan

volume

digali

dari

(swell).

tempat
Untuk

aslinya,

menyatakan

maka

akan

berapa

terjadi

besarnya

pengembangan volume itu dikenal dua istilah yaitu : Faktor pengembangan


(Swell factor) dan Persen pengembangan (Percent swell)
Angka-angka faktor pengembangan (swell factor) setiap klasifikasi tanah
atau material berbeda sesuai dengan jenis tanahnya seperti terlihat pada tabel
swell factor berikut ini :

Tabel 3.4.
Representative Swell For Different Classes of Earth

3-12

Class of Earth

Percent Swell (%)

Clean Sand or Gravel

5 15

Top Soil

10 - 25

Loamy Soil

10 - 35

Common Earth

20 - 45

Clay

30 - 60

Solid Rock

50 - 80

Sumber : Indonesianto, 2008: II-8


Sedangkan Percent Swell adalah perbandingan antara densitas dari material
sesudah digali (loose) dan material sebelum digali (insitu) yang dinyatakan dalam
persen .

Volume Bank (m 3 )
3
SF = Volume Loose (m )

persamaan3.11

Volume Loose Volume Bank


Volume Bank
Percent Swell (%) =
x 100 %

3.4.8

persamaan 3.12

Efisiensi Kerja (Job Efficiency)


Dalam pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan alat berat terdapat

faktor yang mempengaruhi produktivitas alat yaitu efisiensi kerja. Efektivitas alat
tersebut bekerja tergantung dari beberapa hai yaitu:
-kemampuan operator pemakai alat,
-pemilihan dan pemelihara an alat,
-perencanaan dan pengaturan letak alat,
-topografi dan volume pekerjaan,
-kondisi cuaca,
-metode pelaksanaan alat.

3-13

Dalam kenyataannya, penentuan besarnya efisiensi kerja sulit diukur,


tetapi dengan dasar pengalaman dapat ditentukan efisiensi kerja yang mendekati
kenyataan.
Untuk penentuan efisiensi teoritis dapat ditentukan berdasarkan tabel
efisiensi kerja seperti pada tabel 3.5.
Tabel 3.5.
Tabel Efisiensi Kerja Untuk Berbagai Kondisi

Kondisi
Operasi
Alat
Baik Sekali
Baik
Sedang
Buruk
Buruk Sekali

Pemeliharaan Mesin
Baik
Sekali
0,83
0,78
0,72
0,63
0,52

Baik

Sedang

Buruk

0,81
0,75
0,69
0,61
0,50

0,76
0,71
0,65
0,57
0,47

0,70
0,65
0,60
0,52
0,42

Buruk
Sekali
0,63
0,60
0,54
0,45
0,32

Sumber : Nurhakim, 2004 : 5


Cara yang sangat umum dipakai untuk menentukan efisiensi alat adalah
dengan menghitung berapa menit alat tersebut bekerja secara efektif dalam satu
jam, diformulasikan sebagai (Nurhakim, 2004 : 5):

E=

CT
x 100
CT +WT

.Persamaan
3.13

Dimana :
E

= Efisiensi Kerja (%)

CT

= Cycle Time (sekon)

WT

= Waktu Tunda (sekon)

3.5 Ketersediaan (Avaibility)


Dengan mengetahui tingkat kesediaan dan pemakaian efektif alat maka
dapat diketahui sejauh mana efesiensi alat yang telah operasi. Penunjuk
keadaan alat mekanis dan efektivitas penggunaan dapat dilihat: (Indonesianto,
2008 : III-107)

3-14

a) Mechanical Avaibility
Persamaan untuk mechanical availability adalah :
Mechanical Availability (%) =

...persamaan 3.14

Hours worked atau operation hours di mulai dari operator / crew berada di
satu alat dan alat tersebut berada dalam kondisi operable ( mesin dan bagianbagian lain siap dipakai operasi ). Hours worked ini termasuk delay time. Delay
time tersebut meliputi :
a. Kehilangan waktu saat dari dan menuju tempat kerja
b. Moving time
c. Waktu untuk lubrikasi, pengisian bahan bakar, pemeliharaan alat
d. Waktu untuk safety meeting
Repair hours adalah waktu yang dipergunakan untuk: Actual repair,
Waiting

for

repair,

Waiting

for

part,

Waktu

yang

hilang

untuk

maintenance/perawatan
b) Physical of availability
Persamaan untuk Physical availability adalah :
Physical availability (%) =

.. persamaan 3.15

Stand by hours adalah waktu di mana alat siap pakai (tidak rusak), tetapi
karena satu dan lain hal tidak dipergunakan ketika operasi penambangan sedang
berlangsung. Perlu diingat bahwa off shift tidak diperhitungkan sebagai stand by
time.
Scheduled hours adalah waktu di mana tambang dikerjakan (the pit is
worked). Dan hal ini meliputi hours worked + repair hours + stand by hours.
Selain kedua cara di atas (mechanical availability dan physical
availability), masih ada dua faktor lagi untuk mengoreksi jam kerja alat yang
sesungguhnya, yaitu: (Indonesianto, 2008 : III-110)

3-15

1. Used of availability (UA)


.... persamaan 3.16

Istilah untuk hours worked, repair hours dan stand by hours sama dengan
yang sudah diterangkan sebelumnya.
2. Effective utilization (EU)
.... persamaan 3.17

Effective utilization sangat mirip dengan used of availability dan berbeda


hanya dalam hubungan hours worked dengan total hours dibandingkan dengan
available hours (Indonesianto, 2008 : III-110)
a. Faktor Keserasian Alat Gali Muat dan Alat Angkut
Faktor keserasian biasanya digunakan untuk mengetahui jumlah alat
angkut yang sesuai (serasi) untuk melayani satu unit alat gali muat. Beberapa
faktor yang perlu diperhatikan dalam menghitung keserasian antara alat gali
muat dan angkut adalah (Basuki, 2004):

Jumlah alat gali muat dan alat angkut yang dipakai

Waktu edar (cycle time) dari alat gali muat

Jumlah pemuatan alat gali muat ke dalam alat angkut

Waktu edar (cycle time) dari alat angkut


Keserasian alat gali muat dan alat angkut dapat dirumuskan sebagai :

Na x Ctm Nm x Cta

Faktor Keserasian =

Nm x Cta

.... persamaan 3.18

3-16

Dimana :
Na

= Jumlah alat angkut

Nm

= Jumlah alat gali muat

Cta

= Waktu edar alat angkut

Ctm

= Waktu edar alat gali muat x pasing


Bila dari hasil perhitungan kita dapatkan hasil sebagai berikut :

-Faktor keserasian < 1, maka alat gali muat akan sering menganggur
-Faktor keserasian = 1, maka kedua alat tersebut sudah serasi artinya kedua alat
tersebut akan sama-sama sibuk sehingga tidak perlu menunggu
-Faktor keserasian > 1, maka alat angkut akan sering menganggur
Untuk mengetahui jumlah alat angkut yang diperlukan untuk melayani
satu unit alat gali muat dapat menggunakan rumus faktor keserasian diatas,
dengan beberapa asumsi yang harus digunakan, yaitu :
-Jumlah alat gali muat = 1
-Nilai faktor keserasian (MF) = 1
Sehingga rumus diatas dapat disederhanakan menjadi :

1 =

Na Ctm
1 x Cta

atau

Na =

Cta Ctm
Ctm

.... persamaan 3.19

b. Jumlah Alat Mekanis Yang Digunakan


Untuk dapat memenuhi target poduki yang diinginkan maka perlu
dilakukan perhitungan jumlah alat, maka harus diketahui terlebih dahulu target
produksi dan produksi alat sehingga dapat dirumuskan :

TVP
N a= KP x 100 %

persamaan 3.20

3-17

Dimana :
Na

= jumlah alat

Tvp

= target volume pekerjaan, BCM/jam

Kp

= kapasitas produksi alat, BCM/jam

Atau dengan rumus lain :


Jumlah truck yang diperlukan adalah = Waktu edar dumptruck / Waktu
edar alat muat untuk mengisi penuh 1 unit muatan dump truck
Perhitungan jumlah dan cadangan peralatan mekanis alat gali-muat dapat
dihitung dengan menggunakan tahapan di bawah ini, yaitu

(Indonesianto,

2008:5-6) :

a. Jumlah peralatan mekanis yang bekerja di lapangan

Nadi lapangan

Target Produksi
Produktifitas Alat

.Persamaan 3.21

b. Jumlah peralatan mekanis yang harus disediakan

Nadisediakan

Na yang bekerja dilapangan


MA

.Persamaan 3.22

c. Jumlah cadangan peralatan mekanis


Na Cadangan = Na disediakan Na di lapangan

..Persamaan 3.23

3-18

3-19

Anda mungkin juga menyukai