Anda di halaman 1dari 42

Refrat

Exotropia
Oleh :
Yuniar Ardy Santoso
Pembimbing :
dr. Bagas K, Sp.M

SMF Mata Rumah Sakit Umum Dr. Subandi


Fakultas Kedokteran Univ. Wijaya Kusuma
Surabaya

Gambar 1. Otot Ekstraokular

anatomi mata meliputi sklera, konjungtiva,


kornea, pupil, iris, lensa, retina, saraf optikus,
humor aqueus, serta humor vitreus yang masingmasingnya memiliki fungsi atau kerjanya sendiri.
Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan
luar mata yang berwarna putih dan relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian
dalam kelopak mata dan bagian luar sklera.
Kornea : struktur transparan yang menyerupai
kubah, merupakan pembungkus dari iris, pupil
dan bilik anterior serta membantu memfokuskan
cahaya.

Pupil : daerah hitam di tengah-tengah iris.


Iris : jaringan berwarna yang berbentuk cincin, menggantung di
belakang kornea dan di depan lensa; berfungsi mengatur jumlah
cahaya yang masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara
humor aqueus dan vitreus; berfungsi membantu memfokuskan
cahaya ke retina.
Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak di bagian
belakang bola mata; berfungsi mengirimkan pesan visuil melalui
saraf optikus ke otak.

Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang


membawa pesan visuil dari retina ke otak.
Humor aqueus : cairan jernih dan encer yang
mengalir diantara lensa dan kornea (mengisi segmen
anterior mata), serta merupakan sumber makanan
bagi lensa dan kornea; dihasilkan oleh prosesus
siliaris.
Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di
belakang lensa dan di depan retina (mengisi segmen
posterior mata).

Penglihatan
Penglihatan
normal
normal
Menggunna
kan dua
mata
(binokular)
Bayangan
tepat jatuh
pada masing2
fovea (fiksasi
fovea) yang
difusikan oleh
otak dan
kortek
penglihatan

Menjadi satu
bayangan

Berkembang sejak lahir dan berakhir pada usia


8-10 tahun
Posisi ideal mata yang sejajar pada
penglihatan binokular disebut orthoforia.

tidak normalnya penglihatan


binokuler atau anomali kontrol
neuromuskuler gerakan okuler

STRABISMUS

Deviasi dimana kornea menyimpang kearah temporal (divergen)


fovea menyimpang kearah nasal disebut eksodeviasi
(strabismus divergen),
deviasi sebaliknya disebut esodeviasi (strabismus konvergen).
Eksodeviasi merupakan kelainan yang sering dan tersembunyi
tanpa memerlukan suatu keadaan patologis. Hampir 70% anak
baru lahir memiliki eksodeviasi transien yang membaik pada
usia 2-4 bulan setelah lahir.
Eksodeviasi transien
eksoforia.
Eksodeviasi yang paling sering adalah eksotropia intermitten,
hampir mencapai 90% dari keseluruhan eksodeviasi
Eksotropia intermitten sering tidak terdeteksi pada anak dan
cenderung menjadi awal terjadinya eksotropia yang menetap
karena tidak diterapi

BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA

Otot-otot penggerak bola mata terdiri atas 6 otot, yaitu :


A. 4 otot rektus
Rektus medial.
Rektus medial mempunyai origo pada anulus Zinn dan
berinsersi 5 mm di belakang limbus. Rektus medius
merupakan otot mata yang paling tebal dengan tendon
terpendek. Otot ini menggerakkan mata untuk aduksi
(gerak primer).
Rektus lateral
Rektus lateral mempunyai origo pada anulus Zinn di
atas dan di bawah foramen optic dan insersinya 7 mm
dari limbus pada sklera. Rektus lateral dipersarafi oleh
N.VI dengan fungsi menggerakkan mata terutama
abduksi.

Rektus inferior
Rektus inferior mempunyai origo pada anulus Zinn, berjalan
antara oblik inferior dan bola mata atau sklera dan insersi 6 mm
di belakang limbus bagian bawah, pada persilangan dengan oblik
inferior diikat oleh ligamen Lockwood. Rektus inferior dipersarafi
oleh N.III. Fungsi menggerakkan mata depresi(gerakprimer).
Rektussuperior
Rektus superior mempunyai origo pada anulus Zinn dekat fisura
orbita superior Otot ini berinsersi 7 mm di belakang limbus
sebelah atas dan dipersarafi cabang superior N.III. Fungsinya
menggerakkan mata-elevasi, terutama bila mata melihat ke
lateral, aduksi terutama bila tidak melihat ke lateral, dan
insiklotorsi.
B. 2 obliqus
Obliquus superior
Merupakan otot mata terpanjang dan tertipis. Otot ini berfungsi
menggerakkan bola mata untuk depresi (primer) terutama bila
mata melihat ke nasal, abduksi dan insiklotorsi.
Obliquus inferior
Obliquus inferior berfungsi untuk menggerakkan mata ke atas,
abduksi dan eksiklotorsi.

Tabel 2.Otot-otot pasangan searah dalam


posisi menatap

Gambar 2. Otot Ekstraokular

Otot penggerak bola mata mempertahankan agar mata selalu


bergerak secara teratur, untuk mendapatkan keseimbangan gerak
dari otot yang lainnya sehingga bayangan benda yang menjadi
perhatian selalu jatuh tepat dikedua fovea sentralis.
Mata normal mempunyai penglihatan binokuler yaitu membentuk
bayangan tunggal dari kedua bayangan yang diterima oleh kedua
mata melalui fusi dipusat penglihatan.
Syarat terjadi penglihatan binokuler normal :
Tajam penglihatan pada kedua mata sudah dikoreksi anomalinya
tidak terlalu berbeda dan tidak terdapat anisokoria.
Otot-otot penggerak kedua mata seluruhnya dapat bekerjasama
dengan baik, yakni dapat menggulirkan kedua bola mata
sehingga kedua sumbu penglihatan menuju pada benda yang
menjadi pusat perhatian.
Susunan saraf pusat baik, yakni sanggup menfusi dua bayangan
yang dating dari kedua retina menjadi satu bayangan tunggal.

Bayi yang baru lahir, faal penglihatannya belum


normal, visus hanya dapat mebedakan yang terang dan
yang gelap saja.
Pada usia 5-6 tahun, visus mencapai maksimal.
Bersamaan dengan berkembangnya visus, berkembang
pula penglihatan binokularnya. Bila perkembangan
visus berjalan dengan baik, dan fungsi ke 6 pasang otot
penggerak bola mata juga baik, serta susunan saraf
pusatnya sanggup memfusi dua gambar yang diterima
oleh retina mata kanan dan kiri maka ada kesempatan
untuk membangun penglihatan binokular tunggal
stereoskopik.
Gangguan gerakan bola mata terjadi akibat terdapat
satu atau lebih otot mata yang tidak dapat
mengimbangi gerakan otot mata lainnya maka terjadi
gangguan keseimbangan gerakan mata sumbu
penglihatan akan menyilang menjadi mata strabismus.

Fusi adalah penyatuan eksitasi visual dari bayangan retina yang


berkorespondensi menjadi suatu persepsi visual tunggal.
Fusi terjadi bagi bayangan di dalam area Panum dan merupakan
suatu refleks sensorimotor otomatis
Persepsi bayangan di luar area Panum menyebabkan diplopia
fisiologik, yang dapat secara sadar diabaikan (supresi fisiologik).
Fusi mempunyai 2 komponen yaitu:
Fusi sensoris, proses penyatuan bayangan dari tiap mata ke dalam
gambaran stereopsis binokular tunggal. Fusi ini terjadi ketika
serabut saraf optik dari retina nasal menyilang di khiasma untuk
menyatu dengan serabut saraf retina temporal yang tak
menyilang dari mata lainnya. Bersama dengan neuron-neuron
diarea asosiasi visual pada otak, menghasilkan penglihatan
binokular tunggal dengan penglihatan stereopsis.
Fusi motoris, suatu mekanisme yang memungkinkan pengaturan
halus dari posisi mata untuk mempertahankan kesejajaran bola
mata sehinga fusi sensoris dapat dipertahankan.

Eksotropia adalah suatu penyimpangan


yang bermanifestasi sumbu penglihatan
dimana salah satu sumbu penglihatan
menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan lainnya menyimpang pada
bidang horizontal ke arah lateral dan
tidak disertai dengan adanya control fusi
yang baik.
A. Eksotropia Infantil
Suatu
penyimpangan sumbu
penglihatan
Eksotropia
diklasifikasikan
menjadi
:
kearah lateral
bulan pertama

yang dimulai selama


kehidupan

B.. Eksotropia
Eksotropia yang
yang didapat
didapat

Terjadi
Terjadi setelah
setelah seseorang
seseorang berusia
berusia lebih
lebih dari
dari 6
6 bulan.
bulan.
Terbagi
Terbagi menjadi:
menjadi:
Eksotropia
Eksotropia intermitten
intermitten
Eksotropia
intermitten
merupakan
strabismus
Eksotropia
intermitten
merupakan
strabismus
divergen
kadang
divergen yang
yang
kadang bersifat
bersifat laten,
laten, kadang
kadang
bermanifestasi.
bermanifestasi.
Secara
Secara deskriptif
deskriptif diklasifikasikan
diklasifikasikan ke
ke dalam
dalam beberapa
beberapa
kelompok
kelompok ::

Basic
Basic Exotropia
Exotropia

Divergence
Divergence Excess,
Excess, True
True Divergence
Divergence Excess
Excess

Convergence
Convergence Insufficiensi
Insufficiensi
Eksotropia
Eksotropia akut
akut
Terjadi
Terjadi ketika
ketika strabismus
strabismus divergen
divergen berkembang
berkembang tibatibatiba
tiba pada
pada pasien
pasien yang
yang lebih
lebih tua
tua yang
yang sebelumnya
sebelumnya
memiliki penglihatan binokular normal.
Eksotropia
Eksotropia mekanik
mekanik
Terjadi
Terjadi akibat
akibat adanya
adanya pembatasan
pembatasan secara
secara mekanis
mekanis
seperti
seperti fibrosis
fibrosis dari
dari jaringan
jaringan otot,
otot, miopati
miopati tiroid
tiroid atau
atau
obstruksi
obstruksi otot
otot ekstraokular
ekstraokular seperti
seperti adanya
adanya fraktur
fraktur
orbita.
orbita.

C. Secondary exotropia

Dihasilkan dari deficit sensoris primer atau


terjadi sebagai hasil dari beberapa bentuk
pengobatan untuk esotropia.
Eksotropia sensoris
Disebabkan karena defisit sensoris
(anisometropia yang tidak dikoreksi, katarak
unilateral, atau gangguan penglihatan unilateral
lainnya)
Eksotropia konstan
Dapat dijumpai sejak lahir atau muncul
belakangan sewaktu
eksotropia intermitten berkembang menjadi
eksotropia konstan.

D. Mikroeksotropia

EKSOTROPIA

Eksotropia lebih jarang dijumpai dibandingkan esotropia


terutama pada masa bayi dan anak.
Insidennya meningkat secara bertahap seiring dengan
usia.
Tidak jarang strabismus divergen berawal dari suatu
eksoforia
yang
berkembang
menjadi
eksitropia
intermitten dan akhirnya menjadi eksotropia yang
menetap apabila dilakukan terapi.
Eksoforia dan eksotropia diwariskan secara autosoma
dominan, salah satu atau kedua orangtua dari seorang
anak eksotropia mungkin memperlihatkan eksotropia
atau eksoforia derajat tinggi.

EKSOTROPIA INTERMITTEN
Eksotropia
intermitten
merupakan
penyebab lebih dari 50% dari kasus
eksotropia keseluruhan.
Dengan proporsi penyebab yang sama
baik karena kelebihan divergensi ataupun
kelemahan kovergensi.
Eksotropia intermitten biasanya terjadi
antara usia 1 dan 4 tahun, tetapi dalam
praktiknya semua kasus sudah muncul
pada usia 5 tahun.
Di Amerika Serikat, eksotropia intermitten
terjadi sekitar 1% pada anak usia 7 tahun.

Eksotropia intermitten merupakan kelanjutan dari eksoforia


dan selanjutnya menjadi eksotropia konstan. Faktor-faktor
yang membantu perubahan ini yaitu :
Supresi hemiretinal bilateral
Teori ini beranggapan bahwa kemampuan untuk
mensupresi temporal vision menyebabkan terjadi
divergen.
Teori lain mengemukakan bahwa kelainan ini disebabkan
karena innervasional imbalance hubungan bolak balik
yang kacau antara mekanisme konvergen dan divergen.
Menurunnya tonik kovergen dengan bertambahnya usia,
dan hilangnya kekuatan akomodatif, serta terjadinya
divergen orbita secara gradual pada perkembangan anak
sehingga menyebabkan rusaknya fusi konvergen pada
pasien intermitten eksotropia

Faktor perubahan mekanis dan anatomis seperti orientasi, bentuk


dan besar bola mata, volume dan kepadatan dari jaringan
retrobulber serta fungsi otot mata yang dipengaruhi oleh nsersi,
panjang, elastistisitas, susunan anatomis dan structural serta
kondisi dari fasia dan ligament dari orbita juga diduga merupakan
faktor penyebab bersama dengan faktor inervasional dan
mekanikal.
Faktor keturunan
Eksoforia dan eksotropia diwariskan secara autosomal dominan.
Berbeda dengan eksoforia murni yang timbul bila fusi diganggu, pada
eksotropia intermitten deviasi bisa terjadi secara spontan.
Pada fase foria mata akan lurus dengan fusi yang baik dan
stereoskopik yang normal. Pada fase tropia mula-mula timbul diplopia
dan sering terjadi adaptasi kortikal berupa supresi dan korespodensi
retina yang abnormal dan amblopia terutama pada anak usia dibawah
10 tahun.
Deviasi yang terjadi pada fase tropia ini akibat fusi yang jelek yang
timbul karena lelah, melamun, dan pada orangtua sering muncul
akibat minum alkohol atau meminum obat penenang

Anamnesis
Anamnesis Riwayat
Riwayat
Strabismus
Strabismus
Riwayat keluarga
Usia onset
Jenis onset
Jenis deviasi
Fiksasi
Riwayat
pengobatan
Riwayat gangguan
tiroid dan neurologi

Semakin dini onsetnya semakin


buruk prognosisnya
awitan perlahan, mendadak,
atau intermitten
semua arah, lebih parah
menatap ke arah tertentu,
posisi primer melihat jauh
dan dekat
terusmenyimpang atau ada
berpindah-pindah

Pemeriksaan
Strabismus
Untuk menentukan strabismusnya konstan
atau hilang timbul (intermitten), bergantiganti
(alternan)
atau
menetap
(nonalternan),dan berubah-ubah (variabel)
Inspe
Inspe
ksi
ksi
atau tetap (konstan).
Perhatikan ptosis terkait dan posisi kepala
yang abnormal.
Derajat
fiksasi masing-masing secara
terpisah atau bersama-sama.
Pemeriksa
Pemeriksa
an
an
Ketajama
Ketajama
n
n
Penglihat
Penglihat
an
an

untuk membandingkan tajam penglihatan


kedua mata
uji titik (dot test) : anak disuruh
menaruhkan jari-jarinya pada sebuah titik
yang ukurannya telah dikalibrasi.
uji gambar-gambar kecil (kartu Allen)
permainan E (E-game)
metode melihat apa yang disukai anak
(preferential looking method)

Pemeriks
Pemeriks
aan
aan
Kelainan
Kelainan
Refraksi
Refraksi

Pemeriks
Pemeriks
aan
aan
penjajara
penjajara
n
n okular
okular

Memeriksa kelainan refraksi objektif


dengan
retinoskop
memakai
sikloplegik.
1. Uji tutup (cover test) dan
prisma.
Terdapat 4 bagian pemeriksaan
uji tutup:
a.Cover test/uji tutup
Pemeriksa mengamati
satu mata, didepan mata pasien
yang lain diletakkan penutup
untuk menghalangi pandangan
pada sasaran.
Dasar yang digunakan
pada pemeriksaan ini adalah
mata yang heterotropia akan
terus menerus berusaha untuk
fiksasi dengan matanya yang

Gambar 3. Otot
Ekstraokular

b. Cover-uncover test/uji tutup buka


Sewaktu penutup diangkat
setelah uji tutup, dilakukan
pengamatan pada mata yang
sebelumnya tertutup tersebut.
Apabila posisi mata tersebut
berubah, terjadi interupsi
penglihatan binokular yang
menyebabkan berdeviasi dan
terdapat heterotropia.
Uji tutup/buka penutup
dilakukan pada setiap mata.
c. Uji tutup bergantian
Penutup diletakkan berselangseling di depan mata yang
pertama dan kemudian pada
mata lain. Uji ini
memperlihatkan deviasi total
(heterotropia ditambah
heteroforia apabila juga ada.

d. Uji tutup bergantian plus


prisma
Untuk
mengukur
deviasi
secara
kuantitatif, diletakkan
prisma
dengan
kekuatan yang semakin
tinggi di depan satu
atau
kedua
mata
sampai
terjadi
netralisasi
gerakan
mata pada uji tutup
bergantian.

Gambar 4. Otot Ekstraokular

2. Uji refleks cahaya kornea Uji


refleks cahaya kornea
Berguna
dalam
menilai
penjajaran
okular
pada
pasien yang tidak kooperatif
dalam
uji
tutup
atau
memiliki kesulitan dalam
melakukan fiksasi. Terdapat
3 metode dalam melakukan
uji refleks kornea, yaitu :
Hirschberg test,
untuk
menilai
derajat
pengguliran
bola
mata
abnormal dengan melihat
refleks sinar pada kornea
Krimsky test,
Bruckner test.

3. Sudut Kappa
Pemeriksaan
ini
untuk
mengetahui apakah esotropia
atau eksotropia yang kecil
disebabkan kelainan fisiologik
mata
4. Dissimilar Image Test (uji
gambar berbeda)
Terdapat 3 metode yang paling
sering dipakai, yaitu :
Maddox rod,
Doubel Maddox,
Red glass test (uji filter
merah).

Pemeri
Pemeri
ksaan
ksaan
geraka
geraka
n
n mata
mata
(Motori
(Motori
k)
k)

Test ini bertujuan untuk


mengukur titik terdekat yang
masih
dapat
diperhatikan
dengan
konvergensi
kedua
mata, bila kedua mata melihat
objek bersama-sama.
Konvergensi hanya dapat
dipertahankan selama masih
dapat melihat tunggal (single
binokular vision)
2. Accomodative Convergence/
Accomodative Ratio (AC/A)
Test ini dilakukan untuk
menilai
hubungan
antara
konvergensi yang terjadi akibat
akomodasi.
Setiap terjadi perubahan
akomodasi akan mengakibatkan
perubahan posisi bola mata.
3. Uji posisi otot mata luar
Tes ini bertujuan untuk

Pemeri
Pemeri
ksaan
ksaan
sensori
sensori
k
k

1. Pemeriksaan stereopsis
2. Pemeriksaan supresi
3. Potensial Fusi
4. Uji kelainan korespondensi
retina
5. Uji kaca beralur Bagolini

Gambaran Klinis

manifest pertama terlihat pada fiksasi jauh, kemudian pasien melakukan


fusi pada penglihatan dekat untuk mengatasi eksotropia sudut sedang atau
besar.

Eksotropia intermitten cenderung muncul ketika lelah, sedang menderita


demam dan flu, atau saat melamun. Pasien dewasa sering muncul
deviasinya setelah meminum minuman beralkohol sedative

Tanda eksotropia intermitten meliputi


penglihatan kabur,
astenopia,
kelelahan visual,
kadang disertai diplopia pada anak-anak yang lebih tua dan pada
dewasa.
fotofobia.
Tanda khas adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang.

Riwayat Alamiah
Von Noorden menemukan 75% dari 51 pasien yang tidak
diterapi dan dimonitoring selama 3.5 tahun menunjukkan
progresifitas dimana 9% memburuk, 16% membaik.
penelitian Hiles et al pada 48 pasien yang diamati selama 11
tahun, 2 orang menjadi eksotropia konstan
Evaluasi Klinis
Secara kualitatif dapat dikelompokkan menjadi:
Good control: manifestasinya hanya setelah cover test,
pasien memperbaikinya dengan fusi tanpa mengedip atau
fiksasi ulang.
Fair control: manifestasi eksotropia terjadi setelah fusi
diganggu dengan cover test dan pasien memulai fusi
kembali setelah mengedip atau fiksasi ulang.
Poor control: eksotropia bermanifestasi secara spontan
dan tetap bertahan dalam beberapa waktu ke depan.

Diagnosis :
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesa
dan pemeriksaan yang memenuhi kriteria eksotropia
intermitten seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Diagnosis Banding
Tabel diferensial diagnosis eksoforia dekompensata
dengan eksoforia intermitten

Diagnostic feature

Exophoria

Intermittent exotropia

Awareness of deviation

Aware when BSV lost

Unaware

Reason for attendance

Asthenopia

Exotropia

Binocular single vision

Symptomatic BSV

Asymptomatic BSV when XT controlled

Stability

Stable throughout life

XT can increase with age

Suppression

None or minimal

Dense and widespread

Retinal correspondence

Normal

Prism fusion amplitude

Reliable measurements obtained.

Normal, abnormal or no correspondence


when manifest
Often unreliable or not repeatable

Management directed to:

Positive amplitude defective

Sensory and motor problem

Response to treatment

Motor problem

Poor

Terapi non-bedah

Terapi non-bedah yang sering direkomendasikan adalah koreksi


refraksi dan terapi amblyopia.
Terapi bedah

Terapi bedah diindikasikan jika terdapat progresi ke arah


eksotropia konstan.

Pilihan prosedur tergantung pada pengukuran deviasi.

Resesi otot rektus lateral bilateral merupakan prosedur


bedah yang paling sering diterapkan untuk tiga tipe klasik
eksotropia intermitten.

Bila deviasi lebih besar pada penglihatan jauh, dianjurkan


resesi otot rektuslateralis bilateral.

Jika deviasi lebih besar pada penglihatan dekat, maka


reseksi otot rektus medial dan resesi otot rektus lateral
ipsilateral dianjurkan.

Pada deviasi lebih besar (<60 PD), mungkin diperlukan


tindakan bedah pada satu atau lebih otot horizontal lainnya

Prognosis perbaikan penglihatan binokular tunggal


(BSV) seharusnya bagus karena strabismusnya
bersifat intermitten, sering dengan kenvergensi
yang terpantau baik dan amplitudo fusi yang benar

1.

2.

3.

4.

5.

Eksotropia intermitten adalah suatu keadaan dimana kornea


menyimpang
kearah
temporal
(divergen)
dan
fovea
menyimpang kearah nasal yang sering dan tersembunyi tanpa
memerlukan suatu keadaan patologis yang kadang bersifat
laten, kadang bermanifestasi.
Eksotropia intermitten sering tidak terdeteksi pada anak dan
cenderung menjadi awal terjadinya eksotropia yang menetap
karena tidak diterapi.
Eksotropia intermitten cenderung muncul ketika lelah, sedang
menderita demam dan flu, atau saat melamun. Pasien dewasa
sering muncul deviasinya setelah meminum minuman beralkohol
sedative. Tanda eksotropia intermitten meliputi penglihatan
kabur, astenopia, kelelahan visual, dan kadang disertai diplopia
pada anak-anak yang lebih tua dan pada dewasa. Tanda khas
adalah penutupan satu mata dalam cahaya terang.
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis lengkap
dilanjutkan dengan pemeriksaan secara subjektif dan objektif.
Terapi non bedah diindikasikan pada kondisi yang masih baik
dan pada anak usia lebih kecil dari 4 tahun. Operasi
diindikasikan pada kasus yang lebih parah dan mengarah ke
eksotropia konstan.

West CE, Asbury T. Strabismus. Dalam: Vaugan & Asbury. Oftalmologi Umum edisi
17. Jakarta: EGC, 2009; pp:230-49.
Billson F. Concepts in Strabismus. Dalam: Lightman S. Fundamental of Clinical
Ophtalmology: Strabismus. London: BMJ Books, 2003; pp; 3-6.
Dharma S, Safwan. Juling dan hubungannya dengan berbagai macam gangguan
penglihatan pada anak. Dalam: The 4th Sumatera Ophthalmology Meeting. Padang,
4-7 Januari 2006.
American Academy of Ophtalmology, Pediatric Ophtalmology and Strabismus.
Section 6. Singapore: American Academy of Ophtalmology, 2011.
Ilyas S. Strabismus. Dalam: Ilmu penyakit mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta,
2004: 227-58
Pascotto A. Acquired esotropia. E-Medicine. Internet file:
http://www.emedicine.com/OPH/topic 145.htm
Riordan P, Whitcher JP. Anatomi & Embriologi Mata dalam: Vaugan & Asbury.
Oftalmologi Umum, Edisi 17, Jakarta: EGC. 2007; pp; 1-27.
Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Sensory Physiology and Pathology. In: Pediatric
Ophthalmology and Strabismus. San Francisco: American Academy of
Ophthalmology; 2011. p. 39-46
Robert P, Martin S, Susan A. Strabismus: Esotropia and Exotropia. In : Optometric
Clinical Practice Guideline. USA: American Optometric Assosiation, 2011. p. 8-10.
Wright, Kenneth W, Strabismus dalam: Handbook of Pediatric Strabismus and
Amblyopia. Springer, 2006
Ilyas S. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi 2, Balai
Penerbit FK UI, Jakarta, 2003.
Ansons AM, Davis H. Exotropia. Dalam Diagnosis dan Management of Ocular
Motility Disorders. Sheffield: Blackwell Science, 2001; pp; 260-84.

Anda mungkin juga menyukai