Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN

Topik

Pendidikan Seks Pranikah

Sasaran

Remaja Kelurahan Kertajaya - Surabaya

Hari/Tgl :
Waktu

30 menit

Tempat

Balai Pertemuan Kelurahan Kertajaya Surabaya

A. Analisis Situasi
1. Peserta diskusi : Remaja di Kelurahan Kertajaya Surabaya
2. Ruangan Diskusi : 8x6 m dengan penerangan cukup
3. Pemberi Materi : Mahasiwa semester III Non Reguler Prodi Kebidanan Sutomo
Surabaya
B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti diskusi kelompok tentang Pendidikan Seks Pranikah, diharapkan
remaja di Kelurahan Kertajaya dapat mengerti dan menjelaskan tentang dampak dan
kerugian seks pranikah.
2. Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti diskusi kelompok tentang Pendidikan Seks Pranikah, diharapkan
peserta dapat :
a. Menjelaskan pengertian perilaku seksual dan seks pranikah
b. Menjelaskan aspek-aspek perilaku seksual pranikah
c. Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah
d. Menjelaskan dampak dari perilaku seksual peanikah
e. Menjelaskan upaya menanggulangi seks bebas di kalangan remaja
C. Materi
1. Definisi pengertian perilaku seksual dan seks pranikah
2. Aspek-aspek perilaku seksual pranikah
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual pranikah
4. Dampak dari perilaku seksual pranikah
5. Upaya menanggulangi seks bebas di kalangan remaja
D. Metode dan Media
1. Metode : Diskusi kelompok
2. Media : Leaflet dan LCD
E. Kegiatan Diskusi
1

No
1

Topic
Pembuka

Waktu
5 Menit

Pelaksanaa

30 Menit

Kegiatan Diskusi
Kegiatan Pesera
- Memberikan leaflet
- Menerima dan membaca
- Membuka kegiatan diskusi dan
leaflet
- Mengucapkan salam
- Menjawab salam
- Menyampaikan sekilas tentang - Memperhatikan
- Peserta
membentuk
materi yang akan didiskusikan
kelompok menjadi 4
tentang seks pranikah
- Kelompok
sangat
- Membentuk kelompok menjaantusias
di 4 kelompok
- Memperhatikan
- Pemandu masuk dalam kelom- Mendengarkan
pok untuk memandu jalannya - Memperhatikan
- Peserta memperhati-kan
kegiatan
diskusi
dalam
-

kelompok tersebut
Pemandu menunjuk ketua dan

sekretaris dari kelompok tsb.


Menyampaikan materi diskusi
Sekretaris membuat kesimpu-

lan dari kegiatan diskusi


Ketua kelompok menyampaikan hasil akhir dari kegiatan

Evaluasi

5 Menit

diskusi di depan forum


Pemandu diskusi kelompok
mengevaluasi

Penutup

5 Menit

hasil

diskusi

dalam kelompoknya
Kesimpulan dari penyuluhan
Evaluasi
dari
pemimpin

diskusi
Mengucapkan
penutup

salam
,mengakhiri

pertemuan serta mengucapkan


terima kasih
F. Kriteria Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan materi
b. Kesiapan SAP
c. Kesiapan media : leaflet dan LCD
2

Replay materi yang telah


disampaikan

Mendengarkan
Mendengarkan
Menjawab salam

d. Peserta hadir di tempat diskusi


e. Penyelenggaraan diskusi dilaksanakan di Balai Pertemuan Kelurahan Kertajaya
Surabaya
2. Evaluasi Proses
a. Fase dimulai sesuai waktu yang direncanakan
b. Peserta antusias terhadap materi diskusi yang ditandai dengan peserta menyampaikan
pendapatnya.
c. Suasana menyenangkan
d. Tidak ada peserta yang meninggalkan tempat diskusi sebelum diskusi selesai
3. Evaluasi Hasil
a. Peserta dapat mengulangi materi yang telah diberikan
b. Peserta dapat memahami tentang seks pranikah dan dampak serta kerugiannya

MATERI DISKUSI
PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

A. Definisi
Menurut PKBI (1981) pengertian perilaku seksual adalah segala bentuk kegiatan
yang dapat memberikan penyaluran pada dorongan seksual yang dilakukan oleh dua orang
yang berjenis kelamin berbeda mulai dari bermesraan, bercumbu, sampai dengan
berhubungan kelamin
Sementara itu, dalam website e-psikologi (2007) dikatakan bahwa perilaku seksual
merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara pria dan
wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh
pasangan suami istri, sedangkan perilaku seks pranikah merupakan perilaku seks yang
dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut
agama dan kepercayaan masing-masing individu.
Menurut Kartono (1992) perilaku seksual pranikah adalah perilaku seksual yang
dilakukan sebelum adanya ikatan perkawinan yang sah. Perilaku ini dapat dikategorikan
sebagai perilaku yang menyimpang, sebab perilaku seksual yang dilakukan di luar
3

perkawinan tersebut merupakan perbuatan berzina. Norma-norma yang berlaku hanya


membenarkan perilaku seksual jika sudah ada ikatan perkawinan yang sah antara dua
orang yang berlawanan jenis kelamin.
Dari beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan perilaku seksual pranikah adalah suatu perbuatan yang dapat diobservasi baik
secara lansung maupun tidak langsung, yang dilakukan oleh dua individu berjenis kelamin
berbeda, mulai dari berkencan, bercumbu sampai bersenggama, tetapi belum ada ikatan
yang sah menurut norma, hukum, ataupun agama.
B. Aspek-aspek Perilaku Seksual Pranikah
Menurut PKBI (1998) aspek-aspek perilaku seksual pranikah adalah:
1. Bermesraan
Aspek ini mengungkap aktivitas psikologis dua individu yang berlainan jenis
dalam kesamaan tujuan untuksaling berbagi rasa yang diungkap dalam kata-kata
manis, pandangan mata yang mesra, namun belumsampai pada aktivitas bercumbu.
Bermesraan di sini dilakukan oleh dua orang, yaitu pemuda dan pemudiyang ditandai
dengan adanya ketertarikan afeksional (saling mencintai) yang telah dinyatakan di
antarakeduanya, tetapi belum sampai pada tingkat pertunangan.
2. Bercumbu
Aspek ini mengungkap pendekatan-pendekatan jasmaniah yang dilakukan,
seperti saling memegang,berciuman, berpelukan atau berangkulan, saling tempel alat
kelamin, yang dapat membangkitkan gairah seksual, tetapi belum sampai pada
hubungan kelamin
3. Hubungan kelamin
Hubungan kelamin berarti melakukan kegiatan senggama. Hubungan kelamin
adalah hubungan yang dilakukan oleh dua orang yang berbeda jenis kelamin, dengan
kegiatan memasukkan penis ke dalam vaginadan masing-masing orang akan
memperoleh kepuasan.
C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pranikah
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku reproduksi remaja
diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum
menikah banyak diantara berasal dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga
dengan banyak konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003). Hubungan orang-tua yang
4

harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal terhadap perkembangan


kepribadiananak sebaliknya. Orang tua yang sering bertengkar akan menghambat
komunikasi dalam keluarga, dan anak akan melarikan diri dari keluarga. Keluarga yang
tidak lengkap misalnya karena perceraian, kematian dan keluarga dengan keadaan
ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak (Rohmahwati,
2008).
Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada remaja adalah
perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan, penyebaran informasi melalui media
massa, tabu-larangan, norma-norma di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas
antara laki-laki dan perempuan (Sarwono, 2003)
Menurut para ahli, faktor-faktor yang mempengaruhi remaja untuk berperilaku
seksual pranikah yaitu:
a. Faktor fisik
Sarwono (2000) menyatakan bahwa mulai berfungsinya hormon-hormon
seksual dapat meningkatkandorongan seksual yang harus disalurkan sehingga
keinginan remaja untuk berperilaku seksual semakin kuat.
b. Pengaruh orangtua
PKBI (2000) mengemukakan bahwa kurangnya komunikasi secara terbuka
antara orangtua dengan remaja dalam masalah seputar seksual dapat mengakibatkan
munculnya perilaku seksual menyimpang. Markum(1997) menambahkan, bahwa
pendidikan seks pasif (tanpa komunikasi dua arah) bisa mempengaruhi sikap serta
perilaku seseorang, karena dalam pendidikan seks anak tidak cukup hanya melihat
dan mendengar sekali atau dua kali, tapi harus dilakukan secara bertahap dan
berkelanjutan. Orangtua wajib meluruskan informasi yang tidak benar disertai
penjelasan risiko perilaku seks yang salah.
c. Pengaruh alat kontrasepsi
Menurut Sarwono (1981) dengan banyak beredarnya alat kontrasepsi secara
bebas di pasaran serta mudahdiperoleh oleh siapa saja tanpa adanya batasan yang
tegas, seringkali disalahgunakan oleh para remaja terutama untuk melakukan
hubungan seksual dengan pasangannya.
d. Pergaulan bebas
Sarwono (2000) mengatakan bahwa para remaja mempunyai banyak
kebebasan dalam bergaul denganteman sebaya terutama pergaulan dengan lawan
5

jenis. Pergaulan yang semakin bebas tanpa adanya suatu pengendalian pada diri
remaja dapat menimbulkan perilaku seksual pranikah.

e. Pengaruh media
Penyebaran informasi tentang masalah seksual melalui media cetak atau
elektronik yang menyuguhkangambar porno, film porno, dan semua hal yang berbau
pornografi, dapat menyebabkan perilaku seksual pranikah pada remaja semakin
meningkat (Sarwono, 2000).
D. Dampak dari Perilaku Seks Pranikah
Perilaku seksual pranikah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif pada
remaja, diantaranya sebagai berikut :
1. Dampak psikologis
Dampak psikologis dari perilaku seksual pranikah pada remaja diantaranya
perasaan marah, takut, cemas, depresi, rendah diri, bersalah dan berdosa.
2. Dampak Fisiologis
Dampak fisiologis dari perilaku seksual pranikah tersebut diantaranya dapat
menimbulkan kehamilan tidak diinginkan dan aborsi. Kehamilan pada remaja sering
disebabkan ketidaktahuan dan tidak sadarnya remaja terhadap proses kehamilan.
Bahaya kehamilan pada remaja:
a. Hancurnya masa depan remaja tersebut.
b. Remaja wanita yang terlanjur hamil akan mengalami kesulitan selama kehamilan
karena jiwa dan fisiknya belum siap.
c. Pasangan pengantin remaja, sebagian besar diakhiri oleh perceraian (umumnya
karena terpaksa kawin karena nafsu, bukan karena cinta).
d. Pasangan pengantin remaja sering menjadi cemoohan lingkungan sekitarnya.
e. Remaja wanita yang berusaha menggugurkan kandungan pada tenaga non medis
(dukun, tenaga tradisional) sering mengalami kematian strategis.
f. Pengguguran kandungan oleh tenaga medis dilarang oleh undang-undang, kecuali
indikasi medis (misalnya si ibu sakit jantung berat, sehingga kalau ia meneruskan
kehamilan dapat timbul kematian). Baik yang meminta, pelakunya maupun yang
mengantar dapat dihukum.

g. Bayi yang dilahirkan dari perkawinan remaja, sering mengalami gangguan


kejiwaan saat ia dewasa.
3. Dampak sosial
Dampak sosial yang timbul akibat perilaku seksual yang dilakukan sebelum
saatnya antara lain dikucilkan, putus sekolah pada remaja perempuan yang hamil, dan
perubahan peran menjadi ibu. Belum lagi tekanan dari masyarakat yang mencela dan
menolak keadaan tersebut (Sarwono, 2003).
4. Dampak fisik
Dampak fisik lainnya sendiri menurut Sarwono (2003) adalah berkembangnya
penyakit menular seksual di kalangan remaja, dengan frekuensi penderita penyakit
menular seksual (PMS) yang tertinggi antara usia 15-24 tahun. Infeksi penyakit
menular seksual dapat menyebabkan kemandulan dan rasa sakit kronis serta
meningkatkan risiko terkena PMS dan HIV/AIDS.
E. Upaya untuk Menanggulangi Seks Bebas di Kalangan Remaja
Orangtua sebagai penanggung jawab utama terhadap perilaku anak, harus
menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dalam keluarganya. Orang tua sejak usia
dini harus menanamkan dasar yang kuat pada diri anak bahwa Tuhan menciptakan
manusia untuk beribadah kepada-Nya. Jika konsep hidup yang benar telah tertanam maka
remaja akan memahami jati dirinya, menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya,
mengerti hubungan dirinya dengan lingkungaanya. Kualitas akhlak akan terus terpupuk
dengan memahami batas-batas nilai, komitmen dengan tanggung jawab bersama dalam
masyarakat. Remaja akan merasa damai di rumah yang terbangun dari keterbukaan, cinta
kasih, saling memahami di antara sesama keluarga. Pengawasan dan bimbingan dari orang
tua dan pendidik akan menghindarkan dari pergaulan bebas. Orang tua harus terus
mengawasi dan mengontrol perkembangan perilaku remaja
Serta pendidikan seks harus diberikan sejak dini agar mereka sadar bagaimana
menjaga supaya organ-organ reproduksinya tetap sehat. Sebenarnya dalam masalah
reproduksi ini, peran orang tua dan guru diharapkan lebih menonjol karena bagaimanapun
juga mereka juga berperan sebagai filter atau penyaring bagi informasi yang akan
diberikan kepada remaja, berbeda bila informasi diperoleh dari media masa yang sering
kali tanpa penyaringan terlebih dahulu. Dalam upaya pemberian informasi mengenai

masalah reproduksi bagi remaja, khususnya di sekolah, perlu peran guru ditingkatkan.
Untuk itu ingin diketahui seberapa jauh pengetahuan guru, khususnya guru bimbingan dan
konseling. Diharapkan guru Bimbingan dan Konseling nantinya dapat berperan sebagai
nara sumber di sekolah (tempat kerja) dan memberikan informasi yang benar mengenai
hal-hal tersebut. Serta diadakan konseling seksualitas remaja.
Ada beberapa solusi, di antaranya, pertama, membuat regulasi yang dapat
melindungi anak-anak dari tontonan yang tidak mendidik. Perlu dibuat aturan perfilman
yang memihak kepada pembinaan moral bangsa. Oleh karena itu Rancangan UndangUndang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) harus segera disahkan.
Kedua, orangtua sebagai penanggung jawab utama terhadap kemuliaan perilaku
anak, harus menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis dalam keluarganya. Kondisi
rumah tangga harus dibenahi sedemikian rupa supaya anak betah dan kerasan di rumah.
Berikut petunjuk-petunjuk praktis yang diberikan Stanley Coopersmith (peneliti
pendidikan anak), kepada orangtua dalam mendidik dan membina anak. Pertama,
kembangkan komunikasi dengan anak yang bersifat suportif. Komunikasi ini ditandai lima
kualitas; openness, empathy, supportiveness, positivenes, dan equality. Kedua,
tunjukkanlah penghargaan secara terbuka. Hindari kritik. Jika terpaksa, kritik itu harus
disampaikan tanpa mempermalukan anak dan harus ditunjang dengan argumentasi yang
masuk akal.
Ketiga, latihlah anak-anak untuk mengekspresikan dirinya. Orangtua harus
membiasakan diri bernegosiasi dengan anak-anaknya tentang ekspektasi perilaku dari
kedua belah pihak. Keempat, ketahuilah bahwa walaupun saran-saran di sini berkenaan
dengan

pengembangan

harga

diri,

semuanya

mempunyai

kaitan

erat

dengan

pengembangan intelektual. Proses belajar biasa efektif dalam lingkungan yang


mengembangkan harga diri. Intinya, hanya apabila harga diri anak-anak dihargai, potensi
intelektual dan kemandirian mereka dapat dikembangkan.
Selain petunjuk yang diberikan Stanley di atas, keteladanan orangtua juga
merupakan faktor penting dalam menyelamatkan moral anak. Orangtua yang gagal
memberikan teladan yang baik kepada anaknya, umumnya akan menjumpai anaknya
dalam kemerosotan moral dalam berperilaku

Anda mungkin juga menyukai