Anda di halaman 1dari 35

1

BAB VI
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
A. Pendahuluan
1. Deskripsi
Pokok bahasan pada bab ini pertama-tama menjelaskan urgensi dunia ilmu dalam
topik falsafah dasar iqra. Selanjutnya menjelaskan tentang konsep, variabel,
proposisi, teori sebagai unsur pembentuk ilmu. Setelah menjelaskan tentang ilmu,
selanjutnya menjelaskan epistemologi ilmu. Di dalamnya menjelaskan mengenai asal
usul ilmu, cara memperoleh ilmu, hakikat ilmu, struktur ilmu, dan hakikat ilmu.
Setelah selesai menjelaskan epistemologi ilmu dilanjutkan mengenai pembidangan
ilmu.
Bab ini diakhiri penjelasan mengenai keutamaan ilmuwan baik menurrut Alquran
maupun as-Sunnah dibanding ahli ibadah, selanjutnya mengenai bahaya mencari ilmu
di luar koridor syariat.
2. Relevansi
Relevansi dengan bab sebelumnya dapat dijelaskan bahwa pengembangan ilmu hanya
bisa berjalan dengan baik kalau suasana kehidupan sosial keagamaan kondusif.
Suasana baik dimaksud adalah ada kerukunan sosial antar umat beragama maupun
umat beragama dengan pemerintah, kerukunan di luar kampus maupun di dalam
kampus.
3. Kompetensi
Setelah membaca dan mengikuti pembelajaran pada bab ini Mahasiswa diharapkan
mampu menjelaskan pandangan Islam tentang ilmu pengetahuan dan teknologi,
mencakup:
a. Menjelaskan arti falsafah dasar iqra dalam Alquran
b. Menjelaskan bahwa kebenaran Alquran sebagai wahyu di atas kebenaran ilmiah

2
c. Menjelaskan bahwa mencari ilmu itu wajib.
d. Orang berilmu amat tinggi derajatnya di sisi Allah dan jauh lebih tinggi
derajatnya daripada ahli ibadah.
e. Ilmuwan yang tidak peduli akan hal ilmu menurut Islam, keilmuannya akan
menghantarkannya ke neraka.
f. Menjelaskan posisi ilmu dalam Islam
g. Menjelaskan tentang manfaat ilmu
h. Menjelaskan hubungan ilmu dan teknologi
B. Falsafah Dasar Iqra

Istilah falsafah berasal dari bahasa Arab, tetapi tampaknya serapan dari bahasa
Yunani philos dan sophos. Padanannya dalam bahasa Indonesia diucapkan filsafat.
Kata ini berasal dari bahasa Yunani philos, philein, philia, yang berarti cinta dan sophos
yang berarti kebijaksanaan, kearifan, wisdom (ratna-ayu.blogspot.com/2010/05).
Yang dimaksud kebijaksanaan di sini adalah kebenaran. Artinya, filsafat adalah cinta
kebenaran, kebenaran yang se dalam-dalamnya, se luas-luasnya, dan se akurat-akuratnya
sejauh dapat dicapai oleh manusia. Orang yang cinta kebenaran tersebut dinamakan
filosof. Ketika kata falsafah dirangkai dengan kata dasardan menjadi ungkapan
falsafah dasar, meminjam istilah Qurais Shihab (Quraish Shihab,1992:167) kebenaran
yang dimaksudkan adalah kebenaran dasar, yaitu kebenaran yang tidak perlu dibuktikan
karena sudah demikian jelasnya, tidak bisa diingkari lagi seperti sebagian lebih kecil
daripada keseluruhan; dua lebih banyak daripada satu; dan permulaan segala sesuatu
adalah Yang Pertama Ada Yang sekaligus Esa, semua berasal dari Yang Esa, dan tidak
mungkin ada dari kekosongan (nihilistik).
Alquran sebagai sesuatu yang benar bagi setiap orang Islam adalah sesuatu yang
benar mutlak, tanpa tawar, harga mati, dan tidak ada keraguan, didasarkan pada iman.
Dengan demikian, kebenaran Alquran tidak perlu diuji, meminjam istilah dari Karl R.
Poper, untestable trust (Muslim A.Kadir, 2003 : 5,10). Karena kebenaran Alquran tidak
perlu diuji, bahkan tidak dapat diuji, maka sikap setiap muslim terhadap Alquran adalah
beriman kepadanya secara mutlak (taken for granted). Iman berbeda dari percaya.
Kepercayaan tidak meniscayakan konsekuensi eskatologis seperti dosa, siksa kubur, atau

3
siksa neraka atau yang sejenisnya. Iman mengandung konsekuensi akan hal itu. Orang
tidak beriman sesuai ajaran Alquran akan mendapatkan siksa kubur maupun siksa
akhirat. Di dunia, orang yang tidak beriman dikategorikan kafir (ateis) atau yang
sejenisnya. Dengan demikian yang dimaksud ungkapan falsafah dasar iqra adalah
setiap orang Islam mesti beriman secara penuh tanpa ada ruang sekecil apapun keraguan
bahwa ia harus membaca, sebagai respon terhadap perintah membaca iqra (bacalah).
Kebenaran perintah membaca didasarkan pada iman. Implikasi lebih lanjut, bagi yang
mau membaca berarti beriman, dan bagi yang tidak membaca berarti tidak beriman, atau
sekurang-kurangnya kualitas iman menjadi buruk, tipis, atau istilah lain yang semakna.
Natijah atau hasil dari orang yang mau membaca adalah memperoleh
pengetahuan, meskipun ia merasa tidak tahu yang dibaca. Perolehannya adalah
kesadaran akan ketidaktahuannya yang ia baca. Keadaan semacam ini bisa menggiring
minat untuk mengulangi membacanya. Dari kegiatan membaca dapat dihipotesiskan
bahwa semakin banyak membaca, semakin banyak memperoleh pengetahuan. Orang
yang memiliki pengetahuan banyak, di lingkungan masyarakatnya disebut sebagai alim.
Semakin banyak ilmu seorang alim disebut allamah. Komunitas orang-orang alim
disebut ulama. Karena falsafah dasar dalam Islam adalah iqra (bacalah), maka
kebenaran asasi dalam Islam menghendaki bahwa setiap umat Islam seharusnya menjadi
orang yang rajin membaca, harus menjadi orang alim, dan harus menjadi allamah.
Mengaku dirinya sebagai seorang muslim, tetapi tidak atau malas membaca berarti
mengingkari diri akan keislamannya, atau ia ogah-ogahan, bahkan melecehkan dirinya
sendiri akan keislamannya.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa karakter iman yang sebenarnya adalah
rajindan konsisten membaca. Kemunafikan atau kekufuran terjadi karena kemalasan
atau bahkan ekstrimnya

tidak mau membaca. Pernyataan ini semakin jelas jika

dikaitkan dengan wahyu pertama dalam Islam yang diturunkan oleh Allah kepada
Rasulullah melalui perantara Malaikat Jibril adalah perintah membaca itu sendiri.
Demikian Allah berfirman:

Artinya
Bacalah dengan (menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang
mengajar manusia dengan perantaraan qalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya (Q.S. al-Alaq/96:l-5).
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa langkah awal orang beragama dalam Islam
secara legal bukan hanya syahadad, melainkan juga kesadaran sekaligus kesediaan mau
membaca (qaraa, iqra). Dengan demikian antara kredo syahadad dan kesadaran untuk
mau membaca laksana sekeping mata uang yang tampak dari dua sisi dan keduanya
tidak mungkin dapat dipisahkan. Memasuki menjadi seorang muslim hanya melalui satu
pintu, yaitu syahadad saja tanpa kesediaan membaca berarti mengkhiyanati Islam dan
mengingkari jati dirinya sendiri sebagai muslim; dan hanya membaca tanpa syahadad
jelas-jelas ia kafir (ateis). Masuk Islam sejati secara resmi harus memenuhi dua unsur,
membaca syahadad dan menyadari konsekuensinya sekaligus disertai kesadaran dan
komitmen untuk mau membaca.
1. Objek Bacaan
Berdasarkan wahyu pertama yang turun tersebut di atas yang harus dibaca adalah ma
khalaqa, yaitu sesuatu yang Allah telah ciptakan atau disebut juga makhluk (ciptaan).
Ciptaan Allah ada dua macam: tertulis, yaitu kitab suci Alquran, dan yang tidak tertulis,
yaitu setiap fenomena (gejala) di alam semesta seisinya, termasuk di dalamnya adalah
hukum-hukum yang berlaku di dalamnya karena yang termasuk gejala adalah benda, hal,
dan peristiwa. Secara tradisional akademik objek bacaan tertulis disebut ayat
quraniyyah dan objek bacaan yang tidak tertulis disebut ayat kauniyyah (Rahmat, l988 :
l9). Secara praktis ayat quraniyyah mengandung pengertian membaca setiap huruf,
kata, dan kalimat yang termaktub dalam kitab suci al-Quran al-Karim, dan membaca
ayat kauniyyah adalah membaca setiap fenomena atau gejala alam semesta
(myshandy.multiply.com/journal/item/58).

Tercakup dalam pengertian membaca (qaraa, iqra) sebgaimana dijelaskan ayat-ayat


quraniyyah yang turun sesudah ayat pertama itu antara lain (terambil dari kata dasar):

5
Nadhara-yandhuru (dalam bahasa Indonesia, pengucapan lafal itu menjadi

a.

menjadi nalar) yang secara praktis berarti meneliti secara cermat dan berulang-ulang
sehingga dapat ditemukan hakikat pengertian dan kegunaannya dalam kehidupan,
umpama:

Artinya
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan? Dan langit
bagaimana ia ditinggikan? dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? dan bumi
bagaiamana ia dihamparkan? (Q.S. al-Ghasyiyah/88 : 17-20).
Ayat tersebut Secara eksplisit menjelaskan bahwa manusia supaya melakukan
nadhar (menalar) terhadap unta, terhadap langit, terhadap gunung, dan terhadap bumi.
Penunjukan objek-objek nadhar ini dapat dipahami sebagai contoh yang realisasinya
adalah petunjuk untuk melakukan nadhar terhadap fenomena apa saja yang ada di alam
semesta ini.
b. Tafakkara-yatafakkaru
Kegiatan berpikir mesti menghasilkan sesuatu pengertian, dan orang hanya bisa
berpikir setelah ia memperoleh rangsangan baik dari luar melalui potensi indra maupun
rangsangan dari dalam diri. Secara lugas dan terang-terangan Allah memerintah kepada
kita umat Islam untuk melakukan kegiatan berpikir dalam rangka meningkatkan kualitas
hidup yang lebih baik dan selamat baik di dunia maupun di akhirat. Sekurang-kurangnya
l8 kali Alquran memerintahkan supaya kaum muslimin melakukan berpikir yang lafal nya
menggunakan kata yang berakar dari kata fakara, yafkaru, fakran. Contoh perintah
supaya kaum muslimin berpikir adalah ayat berikut:

Artinya
Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu
yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya. Di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan
Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkannya (Q.S. an-Nahl/16:69).
Ayat ini menjelaskan bahwa sesuatu yang keluar dari perut lebah ternyata menjadi
obat penyembuh bagi manusia. Setelah dibuktikan melalui ilmu kesehatan, kedokteran,
ilmu nutrisi, ilmu teknologi pangan, ilmu analis kesehatan, sebagai respon dalam bentuk
memikirkannya ternyata benar adanya bahwa obat itu adalah madu dan berfungsi sebagai
obat dari banyak macam penyakit.
c. Aqala
Dari kata aqala dapat diturunkan kata aqal, yang padanan kata dalam bahasa
Indonesia akal. Secara praktis akal bisa dikatakan potensi yang aktualisasinya berpikir,
mengingat, menghayal, dan yang sejenisnya. Tigapuluh satu kali Alquran menyebut
berbagai kata yang berakar dari kata aqala (aqalu, yaqilu, taqilu, yaqilun, taqilun
dan yang sejenisnya) yang jika dipahami mengandung petunjuk siapa saja yang mau
mengaktifkan akal untuk kepentingan dirinya akan membawa manfaat dan keselamatan,
dan siapa yang tidak melakukannya atas peringatan itu akan berakibat celaka. Berikut ini
contoh mengaktifkan akal terhadap peringatan Allah supaya kita
macam tanaman yang kemudian menjadi rezeki bagi kita:

Artinya

memikirkan aneka

7
Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezeki
yang baik, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebenaran
Allah) bagi orang yang memikirkan (Q.S. an-Nahk/l6 : 67).
Orang yang mau berpikir akan kemanfaatan buah anggur dan buah kurma akan
memperoleh manfaat darinya, antara lain makanan dan minuman yang segar dan bergizi.
Jika keduanya dikelola dalam skala besar memiliki daya dan sumber ekonomi. Jika
keduanya dikelola sebagai sarana mabuk, maka muncullah produk-produk minuman
keras dan berpeluang menciptakan kekacauan masal karena diminum untuk mabuk oleh
orang banyak. Sebaliknya, bagi orang yang tidak memikirkan akan manfaat kurma dan
anggur tidak akan mempeoleh manfaat dari keduamua. Berikut ini contoh orang yang
tidak mau mengaktifkan akal untuk berpikir dan berakibat celaka

Artinya:
(peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang
menyala-nyala (Q.S. al-Mulk/67 : l0).
d. ibrah (pelajaran)

Sembilan kali Allah memerintahkan kita supaya pandai-pandai mengambil


pelajaran di balik berbagai peristiwa (Abd al-Baqi,[t.th.] : 565) umpama supaya kita
mengambil pelajaran mengenai keberadaan binatang ternak. Dari situ justru kita minum

air susunya. Allah berfirman:

Artinya
Dan sesungguhnya pada binatang ternak terdapat pelajaran bagi kamu. Kami
memeberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang

8
bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang yang meminumnya (Q.S. anNahl/l6 : 66).
Pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa ini sungguh sangat menakjubkan.
Bagaimana sapi memakan rumput, kemudian rumput itu di dalam perut sapi berproses
dengan hasil akhir ada yang terserap ke dalam tubuh sapi sehingga menjadi lebih gemuk,
sebagian menjadi kotoran, dan sebagian menjadi air susu yang dapat diminum oleh
manusia yang bukan sapi itu. Pasti, tidak ada pabrik yang dapat dibuat oleh manusia
sebagaimana proses absorbsi pencernakan perut sapi. Peristiwa ini tentu tidak terjadi
dengan sendirinya, melainkan ada yang mengatur, merencanakan, dan mengarahkan
secara mendetail dan cermat. Tidak bukan dan tidak lain pastilah yang memiliki kualitas
seperti itu hanya Allah yang maha mengatur semua yang ada di alam semesta ini,
termasuk bagaimana rumput berproses dalam perut sapi untuk menjadi susu.
e. Raa (melihat)

Pengertian raa secara praktis adalah melihat sesuatu fenomena, peristiwa, atau
hal disertai memikirkannya secara cermat, hati-hati, dan waspada. Berbagai kata jadian
yang diturunkan dari kata raa, umpama yara, tara, nara, yaran, taran, naran, dan masih
banyak lagi disebut dalam Alquran sebanyak 328 kali (Abd al-Baqi, [t.th.]: 356-362),
umumnya orang akan menyesal karena tidak mau melakukan perintah Allah untuk raa
karena pasti berakibat fatal, contoh:

Artinya
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah
kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi) itu telah Kami teguhkan kedudukan
mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan
Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di
bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan Kami
ciptakan sesudah mereka generasi yang lain (Q.S. al-Anam/6 : 6).
Petunjuk ayat ini adalah agar kita mau memikirkan bahwa, kalau kita melecehkan
peringatan Allah tentu akan Ia binasakan sebagaimana kaum-kaum terdahulu yang
sombong. Untuk itu, sudah sewajibnya kita selalu dan sekuat mungkin mengindahkan
setiap peringatan Allah, yang gunanya adalah untuk kemanfaatan kita sendiri.
f. Faqiha
Kata yang dapat diturunkan dari kata faqiha antara lain yafqahu, tafqahu,
yatafaqqahu, tafqahun yang secara umum berarti memahami, paham, mengerti dan yang
sejenisnya disebut dalam Alquran sebanyak 20 kali, yang menandakan bahwa umat Islam

harus senantiasa memahami, mengerti diri dan lingkungan di mana ia berada, termasuk
dari mana ia berasal dan akan ke mana ia pergi dari kehidupan ini kalau ia ingin hidup
selamat. Ayat berikut memberikan penjelasan bagaimana manusia berada dalam keadaan
hidup di dunia ini:

Artinya
Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap
dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami
kepada orang-orang yang mengetahui (Q.S. al-Anam/6 : 98).
g. Fahima

10
Satu kali Allah menyebut kata fahima dengan pengertian mengerti, yaitu pada:

Artinya
Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum( yang lebih
tepat), dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu dan telah
Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud.
Dan
Kamilah
yang
melakukannya
(Q.S.
al-Anbiya/21
:
79).

h. Alima
Dari kata alima dapat diturunkan antara lain kata al-ilm (ilmu). Berbagai
turunan dari kata alima (yalamu, talamu, nalamu, talamun, yalamun, ilamu,
allama, dan yang sejenisnya) disebut sebanyak 749 kali dalam Alquran yang secara
keseluruhan berbicara soal pengetahuan atau ilmu, termasuk mengajar, mengajarkan, dan
yang mengetahui atau berilmu (Abd al-Baqi,[t.th.]: 596-609).Contoh penggunaan kata
alima dalam Alquran adalah sebagai berikut:

Artinya
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacala, dan Tuhanmu Yang maha mulia. Yang mengajar
kepada (manusia) dengan perantaraan qalam. Yang mengajarkan manusia apa yang tidak
diketahuinya (Q.S. al-Alaq/96 : 1-5)
i. Ulul Albab
Ulul Albab berarti orang yang berakal. Alquran menyebut kata ini sebanyak 13
kali (Abd al-Baqi,[t.th.] : 126-127). Orang-orang yang mengindahkan petunjuk atau
peringatan Allah disebut ulul albab, sedang yang tidak mengacuhkannya disebut orang
yang tidak berakal, meskipun memiliki rasio. Rasio berbeda dari akal. Rasio hanya

11
bercirikan logis, sedang akal di samping logis juga mengandung keimanan. Ayat berikut
menyebutkan bahwa hanya ulul albab saja yang dapat mengambil pelajaran atas firman
Allah. Orang kafir, betapapun jenius tetap tidak berakal (ulul albab):

Artinya
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi yang orang-orang yang berakal (Q.S. Ali Imran/3 : l90).
Pemahaman rasional akan ayat ini menghasilkan pengetahuan atas dasar empirik
ada siang dan ada malam, yang keduanya saling silih berganti. Sementara itu,
pemahaman akali di samping yang rasional ini juga ada unsur imani, yaitu, antara lain
bahwa yang mengatur pergantian siang dan malam itu adalah sesuatu yang menciptakan
alam dan hukum-hukum yang berlaku di dalamnya, yaitu Allah Swt. Maksimalitas rasio
adalah genius, sementara itu maksimalitas akali adalah genius plus iman yang mendalam.
Dari ayat ini pula dapat dinyatakan bahwa seorang muslim yang berkualitas bukan hanya
menjadi genius, melainkan harus juga beriman. Inilah yang dimaksud orang-orang yang
memiliki akal.
j. Ulil Abshar
Empat kali kata ulil abshar disebut dalam Alquran, yaitu: Ali Imran/l3: l3; anNur/24 : 44; Shad/38 : 45; dan al-Hasyr/59 : 2 dengan pengertian sama dengan pengertian
ulul albab. Hanya saja intensitas hasil pengetahuan yang didapat lebih mendalam, lebih
luas, dan lebih komrehensif karena pengetahuan yang diperoleh juga bertolak dari
eksperimen dan pengamatan yang berulang-ulang hingga menghasilkan pengetahuan
yang amat meyakinkan atau mujarab (arti kata asal mujarrab adalah telah teruji
kemudian masuk kedalam bahasa Indonesia menjadi mujarab, pengertiannya mandi, ces
pleng sangat efektif). Demikian contoh pemakaian kata ulul abshar dengan pengertian
seperti yang dimaksud, sebagaimana firman Allah sebagai berikut:

12

Artinya
Allah mempergntikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat
pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (Q.S. an-Nur/24:
44).
Seakar dengan kata abshar adalah bashirah. Artinya adalah penglihatan batin.
Dengan demikian, kandungan makna ulul abshar adalah orang yang memiliki
pengetahuan yang bersifat empirik-fisikal juga yang metafisik-transempirik atau yang
biasa disebut ma waraa bada ath-thabiah (sesuatu yag di balik yang tampak).

k. Ulin-Nuha
Kata ini disebut dala Alquran dua kali, pertama dalam surat Thaha/20 : 54 dan
masih dalam surat yang sama, pada ayat ke 128. Pengertiannya sama dengan ulil abshar.
Contohnya :
Artinya
Maka tidakkah menjadi petunjuk bagi mereka (kaum musyrikin) berapa banyaknya Kami
binasakan umat-umat sebelum mereka, padahal mereka berjalan (di bekas-bekas) tempat
tinggal umat-umat itu? Sesungguhnya pada yang demikian itu tertdapat tanda-tanda bagi
orang yang berakal (Q.S. Thaha/20 : l28).
Kata ulin nuha sinonim dengan ulil abshar. Keduanya mengindikasikan hasil
penglihatan dan pemikiran bukan hanya terbatas pada sesuatu yang empirik, seperti
puing-puing sebagaimana dijelaskan dalam ayat itu, melainkan mencakup mengapa
puing-puing itu terjadi, yaitu pembinasaan yang dilakukan oleh Allah karena murka akan
kesombongan penghuni penduduk yang kemudian menjadi puing-puing. Umat yang
tergolong Ulin nuha berusaha sekuat tenaga agar hunian mereka tidak menjadi puingpuing oleh kemurkaan Allah Swt dengan cara menaati aturan-aturan Allah maupun RasulNya.
l. al-Huda
Pengertian al-huda secara litreral adalah petunjuk. Berbagai turunan dari kata ini
seperti al-hadi (orang yang memberi petunjuk),al-muhtadin (orang yang memperoleh
petunjuk) dan lainnya yang sejenis adalah masih dalam kegiatan berpikir atau membaca

13
(qaraa, iqra). Kata ini disebut dalam Alquran sebanyak 285 kali. Disebutkan antara lain
bahwa orang yang tidak mau mengindahkan petunjuk Allah pastilah ia tersesat dan
celaka, umpama firman berikut:

Artinya
Dan apabila dikatakan kepada mereka: Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka
menjawab tidak, tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari
(perbuatan) nenek moyang kami. (Apakah mereka akan mengikuti juga) walaupun nenek
moyang mereka tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk? (Q.S. alBaqarah/2: 170).
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa perintah membaca (iqra) dalam permulaan
wahyu diikuti dengan perintah-perintah lain yang masih dalam cakupan pengertian
membaca, menggunakan istilah yang seakar kata dengan term-term berikut: fakara,
aqala, ibara/ibrah, fahima, faqiha, alima,tala/tilawah, ulul albab, ulil abshar, ulinnuha, dan al-huda. Pergeseran penggunaan lafal qaraa kepada yang lain seperti fahima
karena disesuaikan dengan konteks, objek, manfaat, prosedur, atau akibat yang dibaca.
Harap segera disadari bahwa keseluruhan perintah membaca (iqra/qaraa) bertujuan
agar setiap hamba Allah yang mengindahkan perintah itu menjadi orang yang selamat,
pintar, dan bahagia, baik secara individu maupun kelompok, di dunia maupun di akhirat
karena tujuan diturunkannya Islam adalah rahmatan lilalamin.
Hanya saja perlu disayangkan, sebagai bangsa Indonesia yang berpenduduk kurang
lebih 250 juta pada tahun 2013 ini (health.liputan6.com/.../bkkbn) yang

mayoritas penduduknya beragama Islam dan merupakan penduduk terbesar dunia


(syahdan-gafur.blogspot.com), umat Islamnya yang diperintah Tuhannya untuk

banyak membaca dan perintah membaca itu diulang-ulang lebih dari 500 kali, justru
menjadi umat yang bodoh, terbelakang, dan memiliki predikat yang sama sekali tidak
diharapkan, yaitu korup dan bermental jelek (Krarr, l988:89). Menyitir ungkapan
Muhammad Abduh, Syaikh al-Azhar di Kairo Mesir mengatakan Di sini hanya ada
muslim tetapi tidak ada Islam. Di Barat, Perancis) hanya ada Islam tetapi tidak ada
muslim.

14
Kelihatannya, umat Islam pada umumnya mengaku masuk ke dalam Islam, tetapi langkah
kakinya justru menuju keluar Islam. Falsafah dasar iqra yang mestinya mereka rambah
jalani, tetapi malah menapaki ruas-ruas jalan non iqra. Jadilah mereka tersesat amat jauh
dari jalan Islam, terbelakang, tidak sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi (sebagai hasil kegiatan iqra). Alangkah bijaksananya
kalau mereka membelokkan arah langkah kaki menuju jalan yang ditunjukkan Allah,
yaitu membaca, memikirkan, meneliti, berekperimentasi, investigasi, menalar, membaca
dalam arti literal, mengambil pelajaran, mengamati, memahami, berusaha mengerti yang
kesemuanya ditujukan untuk memperoleh kejayaan Islam dan muslimin, di dunia maupun
akhirat. Salah satu indikasi kejayaan umat adalah menjadi pelopor di dunia dalam bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Abad-abad ini, kejayaan ilmu dan teknologi dikuasai Barat, tetapi coraknya tidak ramah
lingkungan. Emisi gas dari kendaraan bermotor menjadikan polusi udara yang sangat
hebat. Pembalakan hutan dalam skala besar dan liar sangat merusak eko sistem dan
perubahan cuaca, terutama bahaya banjir yang ditimbulkan. Untuk sekadar illustrasi,
penggundulan hutan di Kalimantan elah mencapai 3.308.002 hektar (www.walhijogja.or.id). Produksi senjata pemusnah makhluk hidup seperti bom nukler atau
sejenisnya mengancam kelangsungan hidup manusia manakala diaktifkan, pasti bisa
membunuh makhluk hidup apa saja di bumi ini dalam skala bukan hanya pulau,
melainkan benua-benua. Produksi film porno yang beredar tanpa batas di seluruh penjuru
dunia benar-benar mengubah perilaku seksual manusia yang semula diwarnai oleh-oleh
norma-norma agama dan moral menjadi liberal bagai binatang, atau bahkan melebihi
binatang, jadi tidak atau belum ada sebutan yang pas karena sangat buruknya masalah
yang satu ini. Umat Islam dengan semangat qaraa/yaqrau/iqra kewajiban memutar
arah jarum jam ilmu pengetahuan dan teknologi kepada iptek yang ramah lingkungan dan
membahagiakan manusia lahir-batin, dunia akhirat.
2. Prosedur Membaca
Berdasarkan wahyu yang pertama, surat al-Alaq ayat 1-5, di dalam membaca baik
ayat-ayat quraniyyah maupun ayat-ayat kauniyyah harus disadari semata-mata
melaksanakan perintah Allah. Pekerjaan membaca (qaraa/iqra) yang berarti

15
bacalah/membaca adalah atas nama Allah (bismi Rabbika). Implikasi yang diperoleh dari
pemahaman ini menuntun kepada sikap mental, betapapun kita luar biasa pintar, cerdas,
dan genius akan tetap tawadu dan merendah diri di hadapan Allah karena apapun yang
dilakukan dalam kegiatan membaca adalah atas nama Allah, bukan atas nama diri kita
sendiri. Selain itu juga berimplikasi bahwa kegiatan membaca karena dikerjakan atas
nama Allah akan terhitung sebagai ibadah, perbuatan suci, dan mendapat pahala. Dari sini
dapat diturunkan premis minor bahwa Belajar adalah kegiatan suci dan ibadah, kuliah
dalam kelas adalah kegiatan suci dan ibadah, eksperimentasi di laboratorium adalah
kegiatan suci dan ibadah, dan mengambil hikmah di balik setiap peristiwa adalah
kegiatan suci dan ibadah manakala dimotivikasi dan ditujukan untuk kejayaan Islam dan
muslimin, bahkan umat manusia.
3. Hasil Pembacaan dan Jangkauannya
Ketika kita membaca (inklusif berbagai pengertian yang terkandung di dalamnya:
nalar, memperhatikan, bereksperimen, mengambil pelajaran, meneliti, mengingat,

berimaginasi, berkonsentrasi pikiran dan yang lainnya yang sejenis) akan memperoleh
sesuatu. Dalam dunia ilmu (science), sesuatu itu disebut pengetahuan (knowledge).
Semakin banyak kita membaca, semakin banyak kita memperoleh pengetahuan. Jika
secara logis atau empiris dua atau lebih sesuatu yang juga dapat sebut dua atau lebih
variabel ada hubungan dasar, yaitu hubungan yang mesti ada dan tidak pernah tidak ada
maka akan memunculkan sesuatu, pengetahuan, variabel baru sebagai kesenyawaan dua
sesuatu tadi yang disebut teori (Russel, l979: 439). Contoh hubungan dua sesuatu,
disebut juga konsep, fakta atau variabel bertolak dari firman Allah berikut:
Artinya
Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mncegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada
ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (Q.S.
al-Angkabut/29 : 45).

16
Dari ayat tersebut di atas dapat diambil pemahaman bahwa (l) sesuatu, konsep,
atau variabel salat , (2) sesuatu, konsep, atau variabel keji dan mungkar. Di sini ada
hubungan antara shalat dan kekejian. Hubungan itu bercorak sebab akibat, tetapi bersifat
peluang (probabilitas). Ada Orang melakukan shalat justru berbuat keji dan mungkar
contohnya melakukan hubungan sek bebas dan korupsi. Ada orang melakukan shalat lalu
terjauh dari perbuatan keji dan mungkar, yaitu menjadi shalih. Dengan demikian
hubungan antara konsep salat dan konsep keji-mungkar tergantung oleh faktor lain.
Faktor ini disebut faktor pengantara. Faktor pengantara bisa berwujud sebagai faktor
penentu, faktor penghambat atau faktor pendukung. Jika digambarkan dalam sebuah
skema akan diperoleh bagan sebagai berikut:
TEORI SALAT TETAPI BERBUAT KEJI DAN MUNKAR
Unsur Dasar
1

Faktor
penghambat:

Kegiatan
salat

Dilaksanakan
di sembarang
tempat

- Sering telat

Unsur Dasar
2
Tidak
khusyu
Syarat
rukun tidak
terpenuhi

Tidak
berjamaah

Kekejian muncul
Korupsi
Mabuk
Zina
Ngedrugs
Mencuri
dll

- Pakaian kotor
Predikat shalih
hilang

- Bau badan tak


sedap
- Sering kosong
salat

TEORI SALAT
YANG
MENCEGAH KEJI DAN MUNKAR
-Tidak
tahuDAPAT
arti
Unsur
Dasar 1
Kegiatan
salat

bacaan salat
Faktor pendukung:
-Dilaksanakan
di
- Tidak
masjid
tumakninah
- awal waktu
- berjamaah
- Pakaian bersih
- Bau badan sedap
-Memakai
wewangian
- istiqamah
- Tahu arti bacaan
salat
- Tumakninah
- Memenuhi sunah
- Hanya
-Lokasi
shalat bagus

Unsur Dasar
2
khusyu
Syarat dan
rukun
terpenuhi

Suka menolong
orang
Jujur
Amanah
Tawadu
Tenang
pembawaannya
Berbakti

Muncul
predikat shalih

dll

17

Keterangan:
1. Memakai wewangian, memenuhi sunnah-sunnah, di masjid, berjamaah adalah faktor
pendukung yang posisinya sebagai unsur yang boleh ada dan boleh tidak.
2. Tidak khusyu adalah faktor penghambat bagi menghilangkan variabel keji dan mungkar.
Dari bagan-bagan ini dapat disusun teori:

Jika anda shalat dengan kualitas shalat

khusyu, maka pasti anda dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Dalam teori ini
sesuatu atau variabel yang mesti ada adalah (l) kegiatan shalat, dan (2) kualitas khusyu.
Sebaliknya, jika anda salat tidak khusyu, pasti anda tidak bisa meninggalkan perbuatan
keji dan mungkar. Unsur teori ini adalah (l) kegiatan salat, dan (2) tidak ada kualitas khusyu
Jika ada hubungan sistematis (logis, empiris) antar berbagai teori (Kemeny, l981: l75),
maka akan muncul sesuatu. Sesuatu itu disebut ilmu. Wujud sistematika teori adalah
kesamaan atau serumpunan konsep dan konseptualisasi fakta. Dapat dicontohakan di sini,
umpama: teori teknis merawat luka bakar yang efektif dan efisien, teori teknis merawat luka
sayatan benda tajam, teori teknis merawat luka menahun, teori teknis merawat bayi dan ibu
hamil, teori merawat pasien sakit jiwa, dan teori teknis merawat pasien muntabir. Kumpulan
teori ini menghasilkan ilmu keperawatan. Dengan demikian dapat dibuat bagan ilmu sebagai
berikut:
B AG AN I LM U
P1

p2

T1

p3

p4

p5

T2

p6

T3

Ilmu / Sains

p7

p8

T4

18
Keterangan:
P = sesuatu, pengetahuan, konsep, variabel
T = teori
Di muka dijelaskan bahwa yang harus dibaca orang Islam adalah ayat quraniyyah dan
ayat kauniyyah. Dari sini segera dapat dipahami bahwa membaca ayat yang pertama akan
memeperoleh sesuatu, konsep, pengetahuan, variabel kemudian mengerucut menjadi
sejumlah teori, dan selanjutnya meruncing menjadi sejumlah ilmu seperti ilmu fiqh, ilmu
kalam, ilmu bahasa (nahwu, sharaf, dan balaghah), ilmu hadis, ilmu tafsir. Dari ayat ini pula
akan diperoleh konsep, variabel, teori, dan ilmu perilaku, seperti konsep, teori, ilmu akhlaq
maupun konsep, teori, ilmu menjadi orang takwa. Sementara itu pembacaan terhadap ayat
kauniyyah akan memperoleh konsep, teori, dan ilmu tentang alam (ilmu-ilmu kealaman).
Akhirnya, setelah kita dapati ilmu-ilmu - yang selama ini kita sebut ilmu-ilmu agama atau
keagamaan - juga kita dapat ilmu-ilmu - yang selama ini disebut ilmu-ilmu kealaman atau
umum dapat disistemisasi kerangka epistemologi (cabang filsafat yang membahas tentang
pengetahuan yang meliputi: asal-usul, cara memperolehnya, struktur, hakikat, dan
validitasnya, (De Runes, l976 : 93-95) sebagai berikut:
a. Sumber ilmu adalah Alquran dan alam semesta yang keduanya bersumber dari Allah.
b. Cara memperoleh ilmu (iqra) menggunakan potensi iman, akal, rasio, indera secara
terpadu (keterpaduan iman (intuisi) dengan: aqala, alima, faqiha, fahima, ibrah,
nadzara, ulul albab, ulil abshar, ulin-nuha).
c. Hasil yang diperoleh adalah konsep, teori, ilmu:al-ilm al-quraniyyah, al-ilmalamiyyah,
al-ilm al-amaliyyah atau dengan kata lain: humanioral science, social science, natural
science, dan practical science.
d. Struktur ilmu mencakup ilmu-ilmu intuitif, ilmu-ilmu rasionalistik, ilmu-ilmu empiris,
ilmu-ilmu etis, dan ilmu-ilmu praktis.
e. Kebenaran ilmu diukur dari keseuaian dari jenis ilmu. Dengan demikian ada kebenaran
empiris, kebenaran logis (rasionalis), kebenaran intuitif, dan kebenaran etis. Masingmasing kebenaran itu tidak saling menegasikan, tetapi saling melengkapi dan berpuncak
pada

misi kemanusiaan sebagai khalifah fi al ard atau kehendak Allah sebagaimana

19
tertuang dalam Alquran maupun as-Sunnah. Noeng Muhadjir menyebutnya kebenaran
multi faset.
f. Manfaat ilmu adalah kualitas hidup yang baik (shalihin, muttaqin, muhsinin) dan akibat
lebih lanjut adalah saadah fi daraini (kebahagiaan hidup dunia-akhirat).
Dapat dicontohkan di sini manfaat ilmu keperawatan bagi sang ilmuwannya

adalah

memiliki peluang untuk memasuki bursa kerja di lembaga-lembaga yang bergerak di bidang
kesehatan seperti rumah sakit. Jika pada akhirnya ia bisa bekerja di lembaga kesehatan
tersebut, ia akan memperoleh gaji atas jasanya.
BAGAN EPISTEMOLOGI ILMU ISLAM

Allah SWT (AlAlim: Yang


Maha Tahu)
ontologi

Sumber ilmu

Wahyu

Muham
md

Al Quran

Untuk umat
manusia
Memiliki potensi:
akal

pemahama
n

Indra
Ilmu perilaku

Ilmu kealaman

intuisi

Fikih, tauhid

Etika-akhlak

Botani

filsafat Islam

Ilmu-ilmu
praktis

Zologi

tafsir
hadis
nahwu sharaf
dll

Ilmu-ilmu
teknik
Ilmu
kedokteran

Kualitas
Ilmu hidup baik:
takwa.shalih,dll
keperawatan
Ilmu

Kebahagiaan
duniakeperawatan
akhirat

Geologi
Astrologi
Oceanologi
dll

tauhid

epistemologi

Ilmu
Quraniyah

aksiologi

20

Keterangan:
1. Ontologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang ada sebagai yang ada dalam arti
seumum-umumnya. Jika sesuatu diputuskan ada, sesuatu itu bisa dibahas lebih lanjut.
jika sesuatu diputuskan tidak ada berarti selesai, dalam arti tidak ada pembahasan.
2. Epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang prosedur bagaimana kita
memperoleh pengetahuan.
3. Aksiologi adalah cabang filsafat yang membehas tentang manfaat dari suatu ilmu
Mazkur, l979 : 20, 1, 26)
Dari bagan di atas dapat dipahami pula bahwa ilmu itu hanya satu, berasal dari Yang
Maha Satu, tidak ada istilah ilmu agama dan ilmu umum, yang ada hanyalah spesifikasi ilmu
karena kegiatan pengembangan ilmu yang ditentukan oleh objek, runag lingkup, tujuan,
metodologi, dan metodenya.
B. Kebenaran Alquran Dalam Tinjauan Teori Ilmiah
Alquran adalah petunjuk hidup secara kongkrit bagi manusia pada umumnya. Allah
berfirman:

Artinya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan

21
itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu
mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS.al-Baqarah/2:185).
atau petunjuk bagi hambanya yang takwa saja. Allah berfirman:

Artinya
Alif lam mim. Kitab (Alquran) ini tidak ada keraguan padanya. Petunjuk bagi mereka yang
takwa. . . (Q.S. al-Baqarah/2 : 2)
Salah satu dimensi kehidupan adalah dunia akademika, dan salah satu dunia akademika
adalah dunia ilmu (science). Telah dibuktikan bahwa Alquran juga berfungsi sebagai sumber
ilmu, sumber cara-cara memperoleh ilmu, dan sumber untuk memperoleh kebahagiaan dunia
dan kebahagiaan akhirat atas dasar ilmu.
Sebagai sumber petunjuk, Alquran diyakini sebagai suatu kebenaran mutlak tanpa
keraguan sedikitpun sehingga karakter kebenaran itu tidak perlu diuji (untestable truth).
Kebenaran yang demikian akan dibandingkan dengan teori ilmiah. Tujuannya untuk
memperlihatkan bahwa kebenaran Alquran adalah benar-benar mutlak, absolut, tidak menerima
perubahan oleh siapa pun dan kapan pun sehingga akan tampak juga bahwa kebenaran ilmiah
bukan apa-apanya jika dibanding dengan kebenaran Alquran.
1. Teori ilmiah tidak menerima kata kekal baik persoalan-persoalan yang dimunculkan dalam
iklim ilmu maupun teori-teori dalam setiap cabang ilmu. Semenjak muncul gerakan filsafat
liberalisasi dari dominasi gereja, moralitas tidak mendapat perhatian dari para ilmuwan, tetapi
setelah Nagasaki dan Hirosima dibom atom oleh tentara sekutu yang dimotori Amerika
Serikkat, dan setelah berkecamuk perang dingin antara Uni Soviet dan sekutunya versus
Amerika Serikat dan sekutunya, dan setelah nuklir menjadi issu yang amat mengkhawatirkan
kelangsungan hidup di bumi, persoalan moral menjadi amat penting. Di Amerika muncul
akan kesadaran moral pada tahun 1970-an, kemudian meluas ke Eropa pada tahun 1980-an,
dan menjadi fenomena global pada tahun 1990 (Achyar Eldine). Sementara itu kandungan

22
persoalan moral dalam Alquran tidak terikat dengan ruang dan waktu. Moral lahir dalam
Islam bersamaan lahirnya Islam itu sendiri.
Dalam Ilmu Alam disebutkan sebuah dalil, teori yang telah diuji berkali-kali dan
dibuktikan berkali-kali benar sehingga menjadi paradigma ilmu pengetahuan, bahwa baja itu
merupakan benda padat, tetapi setelah ditemukan sinar U dan dimanfaatkan untuk alat-alat
observasi mikroskopis terbukti baja itu ternyata berpori-pori (Quraish Shihab, l992 : 45).
Bintang yang kita lihat bahkan oleh seluruh manusia di dunia tampak kecil bagaikan titik
bersinar, setelah dilihat memakai alat pengindra jarak jauh seperti satelit Hubble buatan
NASA, benda-benda angkasa ternyata besarnya ribuan kali dari pada besar bumi (al-Ghazali,
l964 : 15).
2. Teori ilmiah sebenarnya hanya bersifat relatif karena berubah-ubah, di samping amat terbatas.

Garis lurus hanya terbatas dalam bidang dan jarak yang sangat terbatas. Jika garis lurus itu
ditarik terus diperpanjang, justru akan menjadi garis lengkung dan bahkan akan bertemu pada
suatu titik pangkal garis, yang berarti garis itu adalah melingkar.
Oleh karena kebenaran ilmiah dapat berubah dan relatif maka Alquran tidak bisa
dijadikan alat untuk membenarkan atau menyalahkan temuan-temuan ilmiah. Sebab, ketika
kita menggunakan Alquran Surat ar-Rad/13 : l7

Artinya
Allah telah menurunkan air(hujan) dari langit, maka mengalirlah air dari lembah-lembah
menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam)
yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya
seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan bagi
yang bathil. Adapun buih itu akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun
yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikian Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan (Q.S. ar-Rad/13 : l7).

23
Untuk membenarkan teori strugle for life dari Charles Darwin (perjuangan untuk hidup), yaitu
yang tidak bisa menjaga keselamatan diri akan dibinasakan oleh yang lain, atau Alquran
Surat Nuh/71 : l3-14:

Artinya
Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah, padahal Dia sesungguhnya telah
menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian (Q.S. Nuh/71 : 13-14)
Sebagai pembenar teori evolusi Darwin pula, mengandung bahaya amat besar. Jika kedua
teori itu benar, berarti benar atas nama Alquran. Tetapi jika ternyata kedua teori itu salah
berarti Alquran juga salah. Oleh karena itu jika mengukur suatu teori ilmiah dari segi benar
atau salah juga harus melalui metode ilmiah. Alquran adalah kitab petunjuk yang mesti benar.
Jika harus ditemukan konsep, teori, bukan bersifat ilmiah (teori ilmiah) melainkan berwujud
teori dasar, meminjam istilah dari Karl R. Popper grand theory, yang karakternya tidak dapat
atau tidak perlu diuji secara ilmiah, melainkan dipercayai atas dasar iman. Dari teori
dasar(grand theory) dapat diturunkan untuk merumuskan teori ilmiah (teori empiris, teori
rasionalis, dan teori praktis). Untuk bisa menurunkan teori dasar (grand theory) menjadi teori
ilmiah harus melalui unsur (variabel lain), yaitu medan kehidupan dan keseluruhan fenomena
alam semesta.
Berikut ini dicontohkan ayat Alquran sebagai sumber petunjuk kemudian dipahami
menghasilkan konsep dasar (grand consept) selanjutnya teori dasar (grand theory) dan
selanjutnya menghasilkan konsep dan teori empiris (empirical consept dan empirical theory.
Ayat menyatakan demikian

Artinya
Hai orang-orang yang beriman, Diwajibkan atas kamu berpuasa (Ramadan) sebagaimana
diwajibkan (berpuasa) atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (Q.S. alBaqarah/2 : l83).

24
Dari ayat itu diperoleh konsep dasar (grand concept): (l) puasa, dan (2) takwa.Teori dasar
(grand theory) yang dapat dirumuskan adalah:Ada hubungan sebab akibat anatara kegiatan
puasa dan kualitas takwa, (2) Jika berpuasa memperoleh peluang untuk bertakwa, (3)
Tidak melakukan puasa pasti tidak memperoleh peluang untuk bertakwa. Jadi, kegiatan
berpuasa hanya memperoleh peluang takwa, belum otomatis memperoleh kualitas takwa.
Supaya kegiatan berpuasa pasti berbuah takwa, maka membutuhkan faktor antara yang
wujudnya bisa faktor pendukung, faktor penentu, dan negasi dari faktor penghambat, bahkan
faktor pembatal. Aneka faktor ini berada di kancah kehidupan atau dalam dunia realitas.
Supaya kegiatan berpuasa benar-benar berbuah takwa, semua faktor pendukung harus
sesuai dengan koordinat ruang waktu dalam arti mempertimbangkan situasi, kondisi maupun
iklim kondusif yang sempurna untuk melaksanakan puasa. Berpuasa di kota Semarang
umpamanya, kebetulan musim penghujan, pekerjaannya di kantor, waktunya antara jam
00.7,00 hingga jam l5.30 WIB. Di kantor banyak gangguan, di rumah suasananya kurang
teratur, ada anggota keluarga yang tidak berpuasa karena halangan dan karena memang
pengikut agama non Islam lalu makan-minum seenaknya saja tanpa mempedulikan kepada
orang lain dalam rumah itu, tempat istirahat siang dekat dengan dapur yang sedang
digunakan untuk memasak dan menimbulkan nafsu untuk makan, tetangga dekat amat bising,
calon menu berbuka puasa amat membangkitkan selera makan dan cukup banyak, anak-anak
selalu dan selalu menyetel musik yang iramanya tidak ia sukai, di samping volume suara
demikian tinggi. Di lingkungan masyarakatnya berkembang opini bahwa salat tarawih harus
di masjid dan harus 20 rakaat plus 1 yang paham itu tidak cocog dengannya, dan secara
umum lafal atau doa (dalam bahasa Jawa jopo) ibadah-ibadah yang ia laksanakan tidak ia
pahami artinya. Keseluruhannya ini merupakan faktor penghambat karena mengganggu
keikhlasan dan ketenangan dalam berpuasa. Faktor-faktor penghambat ini harus dinetralisir
dulu selanjutnya diubah menjai faktor pendukung, yaitu:
a. Kerja di kantor harus serius dan dihayati sebagai pelaksanaan ibadah. Pada saat senggang
digunakan berzikir atau kegiatan lain yang bernilai ibadah dan tidak menggosip orang
lain.

25
b. Tata ruang baik di kantor maupun di rumah diusahakan sehat dan artistik meskipun
barang-barang miliknya sederhana, angin masuk di ruangan cukup, penerangan cukup,
kalau hujan tidak bocor, atau secara umum nyaman.
c. Seluruh anggota keluarga diusahakan semua beragama Islam. Kalau ada yang beragama
lain diusahakan seminimal mungkin kontak dengannya ketika ia mendorong kepada
suasana perusakan kualitas puasa, kalau terpaksa kontak supaya si shaim banyak-banyak
beristighfar.
d. kebisingan tetangga dekat harus diusahakan tidak lagi bising.
e. volume musik diusahakan nyaman didengar oleh orang-orang yang sedang melaksanakan
puasa baik karena keadaan lapar maupun haus, iramanya bercorak religius.
Atau dengan kata lain, semua situasi, keadaan, hal, dan peristiwa yang mendukung
pelaksanaan puasa harus terpelihara, di samping makanan yang dikonsumsi benar-benar
halalal thayyiban, dalam berbuka puasa memenuhi aturan makan-minum, dan niatnya benarbenar ikhlas lillahi Taala. Syarat, rukun, dan hal-hal yang menyempurnakan puasa dipenuhi,
dan hal-hal yang merusak puasa atau yang merusak keutamaannya dinetralisir tentu untuk
mendapatkan peluang predikat takwa akan lebih besar diperoleh. Atau secara singkat faktor
penghambat dihilangkan dan faktor pendukung diwujudkan, tentu predikat takwa karena
berpuasa dapat diperoeh.
Untuk mengakhiri uraian ini, jika koordinat ruang waktu berdeda dari yang dicontohkan
ini, tentu berbeda pula kualitas pelaksanaan puasanya, meskipun konsep dasar (grand
concept) maupun teori dasar (grand theory) puasa dan takwa tetap sama. Dari sini dapat
dihepotesiskan bahwa pelaksanaan berpuasa oleh orang seorang berkenaan dengan koordinat
ruang waktu ada yang memperoleh kualitas agak takwa, takwa, benar-benar takwa, atau
hanya sekedar berpuasa dan takwanya tidak ia peroleh. Dalam sitiran hadis Nabi ada orangorang yang berpuasa tidak memperoleh apa-apa kecuali hanya sekedar lapar dan dahaga, lain
tidak.
C. Mencari Ilmu
Telah dijelaskan bahwa agama menjadi petunjuk seluruh kehidupan termasuk di dunia
Ilmu. Dalam dunia ilmu Islam memberikan perintah akan kewajiban mencari ilmu justru ayat
pertama menyatakan perintah itu: iqra bismirabbikallazi khalaq (Bacalah! Atas Tuhanmu

26
yang telah menciptakan). Berikut ini dijelaskan berbagai hal tentang ilmu. Hadis yang amat
populer menyatakan Uthlub al-ilma walau bi ash-shin (Carilah ilmu meskipun di negeri
Cina); Thalabu al-ilmi farid}atun ala kulli muslimin wa muslimatin(Mencari ilmu itu
wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun orang Islam perempuan); Uthlub al-ilma min
al-mahdi ila al-lah}di (Carilah ilmu sejak dari buain Ibu hingga ke liang lahat, dalam arti
sepanjang hayat - Fatah,et all,2003 : 37).
Atas dasar berbagai hadis tersebut dipahami bahwa mencari ilmu itu wajib. Akan tetapi
ketegasan mencari ilmu secara naqli terambil dari wahyu yang pertama turun itu. Kemudian
argumen mencari ilmu wajib dikaitkan dengan berbagai ayat atau hadis berkenaan dengan ilmu,
umpama seorang alim (ilmuwan/pakar) amat tinggi derajatnya, begitu jelek bagi orang yang
bakhil dengan ilmu, dan begitu utama pencari ilmu. Demikian petunjuk-petunjuk tentang ilmu
yang dimaksud.
1. Keutamaan-keutamaan ilmuwan (al-alim - al-allamah) antara lain sebagai berikut:

a. Allah mengangkat status amat tinggi bagi para ilmuwan. Allah berfirman :

Artinya
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam
majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan
apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

27
beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS.alMujadilah/58:11)

b. Yang benar-benar takut kepada Allah hanyalah orang-oranmg yang berilmu (al- alim al-allamah atau ilmuwan dan pakar). Dalam hal ini Allah berfirman:

Artinya
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang
ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama [1258]. Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Fathir/35 : 28).

c. Kelangsungan hubungan antara orang hidup di dunia dengan orang yang

sudah mati,

salah satunya adalah ilmu. Demikian sabda Nabi saw:


)
Artinya:
Rasulullah saw. Bersabda: Apabila anak Adam meninggal maka putuslah amal
perbuatanya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak
sholeh yang mendoakannya (H. R Muslim dari Abi Hurairah).

d. Orang yang pergi mencari ilmu dimudahkan ke surga. Dalam hal ini Rasulallah bersabda:
)
)
Artinya:
Barang siapa yang mengambah jalan untuk mencari ilmu maka allah akan memudahkan
jalan baginya kesurga. ( H. R. at-Turmuzi dari Abi Hurairah).

28

e. Perbandingan antara ilmuwan dan ahli ibadah laksana Nabi dibanding orang Islam yang
paling rendah derajatnya. Demikian Rasulullah saw bersabda:




( )
Artinya
Disebutkan ada dua orang. Salah satunya adalah seorang yang ahli ibadah dan yang
lainnya ilmuwan, maka Rasulullah saw. bersabda: Keutamaan seorang ilmuwan
dibanding seorang ahli ibadah bagaikan Aku dan orang yang paling rendah diantara
kamu sekalian; kemudian Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah dan para
malaikat, penduduk langit dan bumi, hingga semut dalam liangnya dan ikan paus,
sungguh mereka mendoakan kepada seorang yang mengajarkan kebaikan kepada orang
lain (H.R. at-Turmuzi dari Umamah al-Bahili).

f.

Ilmuwan amat ditakuti syetan. Dalam hal ini Rasulullah bersabda:

)
)
Artinya
Rasulullah saw. bersabda: Seorang faqih (cerdik pandai) seribu kali ditakuti syetan
dibanding seorang yang ahli ibadah (H.R. at-Turmuzi dari Ibnu Abbas).
2. Kecelakaan bagi orang yang bakhil dengan ilmu:
a.

Orang yang terlalu komersial dengan ilmu akan diikat dengan api. Demikian
Rasulullah saw. bersabda:

29

)
Artinya
Barang siapa yang ditanya tentang ilmu kemudian ia menyembunyikannya pada hari
kiyamat nanti ia akan diikat dengan tali dari api - H.R. Abu Dawud dan at-Turmuzi dari
Abi Hurairah ( an-Nawawi, [t.th.]: 531).
b. Orang yang mencari ilmu bukan karena Allah, tempat duduknya besok di hari kiyamat
adalah api (neraka). Demikian Rasulullah saw. bersabda:

)
)
Artinya
Barang siapa yang belajar (mencari ilmu) bukan karena Allah atau ia menghendaki
dengan ilmu itu bukan karena Allah maka hendaklah ia menempatkan diri pada tempat
duduk dari api (neraka), H.R. at-Turmuzi dari Ibnu `Umar (at-Turmuzi, IV,[t.th.]: 141).
c. Siksa neraka bagi ilmuwan yang bangga dapat mengalahkan orang lain, mengelabuhi
orang awam, dan agar orang lain memperhatikan kepada dirinya:


( )
Artinya
Barang siapa yang mencari ilmu (dengan tujuan) untuk mengalahkan para ilmuwan lain
atau mengelabuhi orang-orang bodoh, atau supaya orang-orang memperhatikan dirinya,
maka Allah akan memasukkan dirinya ke dalam api (neraka) H.R. at-Turmuzi dari Ka`ab
bin Malik dan bapaknya (at-Turmuzi,IV,[t.th.]: l41).
Baik dari ayat-ayat Alquran maupun hadis-hadis sebagaimana dijelaskan di atas
dapat disimpulkan bahwa mencari ilmu itu amat penting bahkan wajib. Ilmuwan
demikian tinggi derajatnya di sisi Allah dibanding dari para ahli ibadah, tetapi ilmuwan
yang dimaksud adalah ilmuwan yang ilmunya bermanfaat bagi penegakan kalimat tauhid.

30
Di luar itu (kalimah tauhid) hanya akan mengantarkan sang ilmuwan ke dalam api
(neraka). Tegasnya ilmuwan sekuler akan masuk neraka. Alangkah baiknya jika ketika
kita menyadari bahwa mencari ilmu untuk menaikkan status sosial, atau untuk merajut
masa depan supaya baik dalam lapangan ekonomi, atau supaya dapat bekerja di suatu
perusahaan, atau menjadi pegawai negeri, segera diubah niatnya itu dengan niat yang
baru, yaitu untuk menghilangkan kebodohan, menjalankan kewajiban mencari ilmu,
mencari rida Allah, menegakkan agama Allah, baru kemudian dapat ditambah dengan
tujuan-tujuan lain (tujuan-tujuan duniawi : satus sosial, pekerjaan, dan yang sejenisnya).
D. Latihan-Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud filsafat baik secara terminologis maupun etimologis. Apa
pula padanan kata filsafat dalam bahasa Arab?
2. Padanan kata membaca dalam bahasa Arab adalah qaraa. Kata apa saja yang
tercakup dalam pengertian qaraa. Jelaskan pula arti masing-masingnya.
3. Secara garis besar objek yang harus dibaca mencakup ayat quraniyyah dan ayat
kauniyyah. Jelaskan pengertiannya masing-masing.
4. Apa persamaan dan perbedaan pengertian antara term aqal (bahasa Arab) dan ratio
(atau dalam bahasa Indonesia rasio?
5. Apa persamaan dan perbedaan pengertian antara terminus ulu al-albab dan ulu alabshar?
6. Orang yang masuk Islam sebenarnya tidak cukup hanya dengan ikrar syahadad,
melainkan harus dilengkapi dengan apa? Apa implikasinya kalau bersyahadad tidak
disertai dengan kelengkapan tersebut? (bukan rukun Islam yang lima).
7. Mestinya setiap orang Islam pandai. Kenyataannya justru sebaliknya. Mengapa bisa
terjadi demikian? (Jawaban saudara harus dikaitkan dengan pesan yang terkandung
dalam lima ayat wahyu yang pertama turun).
8. Jelaskan apa itu konsep dan apa itu variabel. Bagaimana cara membentuk suatu teori?
bagaimana pula cara membentuk suatu ilmu (yang terbangun dari unsur)?
9. Jelaskan status (derajat) antara orang Islam ahli ibadah dan orang Islam ilmuwan/pakar
(mal-alim, al-allamah).

31
10. Dalam hal apa orang yang masih hidup di dunia memiliki hubungan dengan orang
yang sudah mati menurut sabda Rasulullah saw?
11. Jelaskan fasilitas apa bagi para pencari ilmu menurut Allah sebagaimana dapat
dipahami dari hadis Nabi?
12. Jelaskan ancaman bagi orang yang hanya belajar ilmu-ilmu sekuler dan mengajarkan
juga hanya ilmu-ilmu tersebut?
13. Siapakah yang didoakan oleh para penduduk langit, penduduk bumi, semut dalam
liang, dan ikan paus sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah?
14. Benarkah menurut Islam bahwa orang yang mencari ilmu hanya semata-mata
bertujuan untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan pendidikannya? jelaskan
argumen saudara dalam kapasitasnya sebagai seorang muslim yang berpedoman
kepada Alquran dan as-Sunnah.
E. Umpan Balik
1. Salim adalah putra dari pasangan Sulaiman dan Bilkis. Ia tumbuh dalam serba

kekurangan, tetapi mempunyai cita-cita bagaimana keluar dari kemiskinan yang


melanda keluarganya. Untuk itu, ia bercita-cita bagaimana bisa bersekolah setinggitingginya agar bisa bekerja dengan gaji banyak untuk meningkatkan taraf hidup
keluarganya. Benarkah perbuatan salim tersebut? Lengkapi dengan argumen yang
memadahi atas jawaban saudara.
Tindak Lanjut
Cita-cita Salim untuk keluar dari kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup kedua
orang tuanya itu merupakan perbuatan yang baik dan mulia, tetapi belum lengkap.
Akan lebih baik kalau niatnya diluruskan dulu dengan niat-niat yang secara umum
disyariatkan mengenai mencari ilmu, berbakti kepada kedua orang, menghilangkan
kemiskinan, dan meningkatkan taraf hidup. Untuk itu niatnya haruslah mencakup
sebagai berikut:
a. beribadah kepada Allah
b. melaksanakan kewajiban mencari ilmu
c. menghilangkan kebodohan
d. memerangi (jihad) kemiskinan
e. meraih kebahagiaan dunia-akhirat

32
f. berbakti kepada kedua orang tua
g. mendapat ridla dari Allah swt.
dengan niat-niat tersebut, Salim berada dalam koridor syariah.
2. Romdoni sejak kecil telah beragama Islam. Ia tumbuh sebagai orang desa.
Kemampuannya dalam beragama hanya sekedar bisa membaca Alquran dan ibadahibadah lain seperti shalat, puasa, dan tolong menolong dalam hidup berketetanggaan.
Dalam upacara-upacara keagamaan, ia tergolong rajin, umpama yasinan dan tahlilan.
Pertanyannya, benarkan model keberagamaan Romdoni?
Tindak Lanjut
Mengacu pada ayat yang pertama turun adalah perintah membaca, Alquran
membahas soal ilmu hingga 854 kali, pertanyaan-pertanyaan dalam Alquran, apakah
bersifat afirmasi, negasi, hipotetis yang secara keseluruhan mengajak untuk mencari
tahu lebih lanjut di balik pertanyaan itu, dan hadis-hadis Nabi tentang ilmu yang
begitu banyak, maka dapat dikatakan bahwa model keberagamaan Romdoni kurang
benar.
Masuknya Islam Romdoni ke dalam Islam hanya memasuki pintu sebelah saja, yaitu
pintu syahadad. Pintu sebelahnya adalah kesanggupan untuk melaksanakan perintah
membaca (iqra). Dengan kebiasaan membaca, ia akan menjadi seorang muslim yang
pintar. Orang pintar akan berhati-hati dalam melakukan aneka macam peribadatan,
jangan sampai sekedar ikut-ikutan tanpa mengetahui dasar hukum boleh atau
tidaknya.
Jika Romdoni mengetahui secara autentik tentang dasar-dasar, asal-usul, dan hukum
tahlilan dan yasinan, tentu ia tidak akan ikut dalam kegiatan-kegiatan itu.jadi tindakan
Romdoni dalam upacara tahlilan dan yasinan adalah salah jika diukur dari ajaran
Islam yang autentik.

a. Nabi tidak pernah mencontohkan upacara tahlilan dan yasinan, dengan demikian
kedua upacara itu termasuk bidah.

b. Hadis-hadis yang berkenaan dengan yasinan berkenaan dengan orang yang sudah
meninggal tidak ada yang berkualitas hasan, apalagi shahih. Umumnya dalil-dalil
tentang yasinan bersifat palsu.

33

c. Upacara

tahlilan merupakan sinkretisme antara Islam dan Hindu-Budha, jadi

mencampur-adukkan berbagai ajaran agama-agama ke dalam satu format ritual.


Sementara itu, tuntutan Alquran adalah setiap umat Islam harus murni dalam
menjalankan agamanya (QS al-Bayyinah:5).
Oleh karena itu, secara ideal, setiap umat Islam harus pintar dan tidak boleh bodoh.
Bodoh ternyata suatu kesalahan, bukan sesuatu yang dimaklumi.
3. Undang-undang plagiarism bertentangan dengan etika keilmuan dalam Islam
sebagaimana diungkapkan dalam hadis, bahwa siapa yang menyembunyikan ilmu
ketika ada orang meminta atau bertanya kok tidak dilayani, maka ilmuwan tersebut
kelak akan dicambuk dengan cambuk api. Agar ilmuwan tidak terancam dengan azab
itu, karyanya dipublikasikan atau di-upload lewat internet. Ia ikhlash siapa saja
mengambil manfaat akan ilmunya itu. bagaimana bisa terjadi dikatakan bahwa
plagiarismsuatu kejahatan?
Tindak Lanjut
Sikap seorang menyedekahkan ilmunya dengan meng-upluad di internet sudah benar
dan mulya tindakannya. Insya Allah ia sangat terbuka dengan siapapun di Tanya atau
tidak ditanya. Ia akan lebih mulya kalau ilmunya dimanfaatkan orang tanpa meminta
imbalan apapun termasuk harus dicantumkan namanya sebagai penemu gagasan.
Yang menjadi persoalan adalah orang yang memanfaatkan ilmu orang lain hasil down
load

kemudian

diakui

sebagi

gagasannya

sendiri

itulah

yang

disebut

plagiarism.dengandemikian, plagiarism secara praktis adalah mencuri gagasan orang


lain dan diakui sebagai gagasannya sendiri. Hal ini tentu merupakan suatu kejahatan
intelektual. Tentu, menurut Islam pun tidak baik kalau orang melakukan plagiarisme
karena salah satu tuntunan asasi Islam adalah kejujuran. Sebuah hadis menyebutkan
bahwa kejujuran menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan menuntun ke surga.
Sebaliknya, kebohongan menuntun kepada kejahatan, dan kejahatan menuntun ke
neraka. Oleh karena itu plagiarism dilarang keras dalam Islam.

34

F. DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran al-Karim.
Abd al-Baqi, Ahmad Fuad, [t.th.], al-Mujam al-Mufahras li Alfaz al-Quran al-Karim
Indonesia: Maktabah Dahlan.
-------------al-Lulu wa al-Marjan, [t.th.] , Beirut: Dar al-Fikr.
al-ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad, 1964, al-Munqiz min ad-Dalal.
Qahirah: Anglo al-Mishiriyyah.
A Kadir, Muslim, 2003, Ilmu Islam Terapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kraar, Louis, 1988, The New Power of Asia dalam Reader Digest (edisi Asia), Vol.I.52.
No.309, Desember.
Kemeney, John G, 1981, A Philoshopher Looks at Science. New York: Van Nostrand
Reinhold.

35
Mazkur, Ibrahim, 1979, al-Mujam al-Falsafi. Qahirah: Jamhuriyyah Mishr al-Arabiyyah.
Rahmat, Jalaluddin, 1988, Islam Alternatif. Bandung: Mizan.
Runes, Dagobert D, 1976, Dictionary of Philosophy. Totowa-New Jersey: Little field &
Adams Co.
Russel, Bertrand, 1979, Human Knowledge, Its Scope and Limits. Oxford: Oxford Press.
An-Nawawi, Muhiyyi ad-Din Abi Zakaria Yahya bin Syaraf, [T.TH.], Riyad ash-Shalihin.
Surabaya: Syirkah Maktubah wa Mathbaah Ahmad bin Saad bin Nabhan wa
Awladuh.
Santosa, Fatah (et all), 2003, Studi Islam 3, Surakarta: Lembaga Studi Islam Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Shihab, M.Quraish, 1992, Membumikan Al-Quran. Bandung: Mizan.
At-Turmuzi, Abi Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, [t.th.], Sunan at-Turmuzi,IV.
Semarang: Thaha Putra.
myshandy.multiply.com/journal/item/58
syahdan-gafur.blogspot.com
ratna-ayu.blogspot.com/2010/05

www.walhi-jogja.or.id

Anda mungkin juga menyukai