Anda di halaman 1dari 24

Alim Muslimah Suryantoro

FK A / 1102013020 / A12

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Ginjal


LO 1.1 Makroskopik
Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang (posterior) abdomen atas. Retroperitonium, diliputi
peritoneum pada permukaan depannya (kurang dari 2/3 bagian). Ginjal terletak didepan dua
costa terakhir (11 dan 12) dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, quadratus
lumborum dan psoas major. Memiliki ukuran numeral yaitu 12 x 6 x 2 cm dengan berat
sekitar 130 gram.

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini
disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah
tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11
atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kirakira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra
L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus
renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan
tubulus kontortus distalis.
b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus,
lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).
c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
1

d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks


e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau
duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan
calix minor.
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara
calix major dan ureter.
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal diliputi oleh suatu capsula cribosa tipis mengkilat yang berikatan dengan jaringan
dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal yang disebut fascia
renalis. Fascia renalis dibagi menjadi dua yaitu lamina anterior dan lamina posterior. Kearah
kiri dan kana bersatu dengan fascia transversa abdominalis membentuk rongga yang diisi
oleh lemak yang disebut corpus adiposum. Ginjal juga memiliki selubung, yang langsung
membungkus ginjal disebut capsula fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak-lemak
disebut capsula adipose.
Posisi ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal tidak jatuh karena ada
A.renalis yang berfungsi sebagai axis dari craniolateral ke caudomedial. Di puncak atas ginjal
terdapat topi yang disebut glandula supra renalis, yang kanan berbentuk pyramid sedangkan
kiri berbentuk bulan sabit.

LO 1.2 Mikroskopik
1. Ginjal
Secara histologi ginjal terbungkus dalam kapsul atau simpai jaringan lemak dan simpai
jaringan ikat kolagen. Organ ini terdiri atas bagian korteks dan medula yang satu sama lain
tidak dibatasi oleh jaringan pembatas khusus, ada bagian medula yang masuk ke korteks dan
ada bagian korteks yang masuk ke medula. Bangunan-bangunan yang terdapat pada korteks
dan medula ginjal adalah :
Korteks ginjal terdiri atas beberapa bangunan yaitu
a. Korpus Malphigi terdiri atas kapsula Bowman (bangunan berbentuk cangkir)
dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler).
b. Bagian sistem tubulus yaitu tubulus kontortus proksimalis dan tubulus
kontortus distal.

Medula ginjal terdiri atas beberapa bangunan yang merupakan bagian sistim tubulus yaitu
pars descendens dan descendens ansa Henle, bagian tipis ansa Henle, duktus ekskretorius
(duktus koligens) dan duktus papilaris Bellini.

Korpus Malphigi
Korpus Malphigi terdiri atas 2
macam bangunan yaitu kapsul
Bowman dan glomerulus. Kapsul
Bowman sebenarnya merupakan
pelebaran ujung proksimal saluran
keluar ginjal (nefron) yang dibatasi
epitel. Bagian ini diinvaginasi oleh
jumbai
kapiler
(glomerulus)
sampai
mendapatkan
bentuk
seperti cangkir yang berdinding
ganda. Dinding sebelah luar
disebut lapis parietal (pars
parietal) sedangkan dinding dalam
disebut lapis viseral (pars viseralis) yang melekat erat pada jumbai glomerulus . Ruang
diantara ke dua lapisan ini sebut ruang Bowman yang berisi cairan ultrafiltrasi. Dari ruang
ini cairan ultra filtrasi akan masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal.
Glomerulus merupakan bangunan yang berbentuk khas, bundar dengan warna yang lebih tua
daripada sekitarnya karena sel-selnya tersusun lebih padat. Glomerulus merupakan gulungan
pembuluh kapiler. Glomerulus ini akan diliputi oleh epitel pars viseralis kapsul Bowman. Di
sebelah luar terdapat ruang Bowman yang akan menampung cairan ultra filtrasi dan
meneruskannya ke tubulus kontortus proksimal. Ruang ini dibungkus oleh epitel pars parietal
kapsul Bowman.
Kapsul Bowman lapis parietal pada satu kutub bertautan dengan tubulus kontortus proksimal
yang membentuk kutub tubular, sedangkan pada kutub yang berlawanan bertautan dengan
arteriol yang masuk dan keluar dari glomerulus. Kutub ini disebut kutub vaskular. Arteriol
yang masuk disebut vasa aferen yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi sejumlah
3

kapiler yang bergelung-gelung membentuk kapiler. Pembuluh kapiler ini diliputi oleh sel-sel
khusus yang disebut sel podosit yang merupakan simpai Bowman lapis viseral. Sel podosit
ini dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Kapiler-kapiler ini kemudian bergabung lagi
membentuk arteriol yang selanjutnya keluar dari glomerulus dan disebut vasa eferen, yang
berupa sebuah arteriol.

Apartus Juksta-Glomerular
Sel-sel otot polos dinding vasa aferent di dekat glomerulus berubah sifatnya menjadi sel
epiteloid. Sel-sel ini tampak terang dan di dalam sitoplasmanya terdapat granula yang
mengandung ensim renin, suatu ensim yang diperlukan dalam mengontrol tekanan darah.
Sel-sel ini dikenal sebagai sel yuksta glomerular. Renin akan mengubah angiotensinogen
(suatu peptida yang dihasilkan oleh hati) menjadi angiotensin I. Selanjutnya angiotensin I ini
akan diubah menjadi angiotensin II oleh ensim angiotensin converting enzyme (ACE)
(dihasilkan oleh paru). Angiotensin II akan mempengaruhi korteks adrenal (kelenjar anak
ginjal) untuk melepaskan hormon aldosteron. Hormon ini akan meningkatkan reabsorpsi
natrium dan klorida termasuk juga air di tubulus ginjal terutama di tubulus kontortus distal
dan mengakibatkan bertambahnya volume plasma. Angiotensin II juga dapat bekerja
langsung pada sel-sel tubulus ginjal untuk meningkatkan reabsopsi natrium, klorida dan air.
Di samping itu angiotensin II juga bersifat vasokonstriktor yaitu menyebabkan kontriksinya
dinding pembuluh darah.
Sel-sel yuksta glomerular di sisi luar akan berhimpitan dengan sel-sel makula densa, yang
merupakan epitel dinding tubulus kontortus distal yang berjalan berhimpitan dengan kutub
vaskular. Pada bagian ini sel dinding tubulus tersusun lebih padat daripada bagian lain. Selsel makula densa ini sensitif terhadap perubahan konsentrasi ion natrium dalam cairan di
tubulus kontortus distal. Penurunan tekanan darah sistemik akan menyebabkan menurunnya
produksi filtrat glomerulus yang berakibat menurunnya konsentrasi ion natrium di dalam
cairan tubulus kontortus distal. Menurunnya konsentrasi ion natrium dalam cairan tubulus
kontortus distal akan merangsang sel-sel makula densa (berfungsi sebagai osmoreseptor)
4

untuk memberikan sinyal kepada sel-sel yuksta glomerulus agar mengeluarkan renin. Sel
makula densa dan yuksta glomerular bersama-sama membentuk aparatus yuksta-glomerular.
Di antara aparatus yuksta glomerular dan tempat keluarnya vasa eferen glomerulus terdapat
kelompokan sel kecil-kecil yang terang (Gb-6) disebut sel mesangial ekstraglomerular atau
sel polkisen (bantalan) atau sel lacis. Fungsi sel-sel ini masih belum jelas, tetapi diduga selsel ini berperan dalam mekanisma umpan balik tubuloglomerular. Perubahan konsentrasi ion
natrium pada makula densa akan memberi sinyal yang secara langsung mengontrol aliran
darah glomerular. Sel-sel mesangial ekstraglomerular di duga berperan dalam penerusan
sinyal di makula densa ke sel-sel yuksta glomerular. Selain itu sel-sel ini menghasilkan
hormon eritropoetin, yaitu suatu hormon yang akan merangsang sintesa sel-sel darah merah
(eritrosit) di sumsum tulang.

Tubulus Ginjal (Nefron)


a. Tubulus Kontortus Proksimal
Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir sebagai saluran yang lurus
di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle). Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid
dengan batas-batas yang sukar dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak
berjauhan satu sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang
menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini terletak di korteks
ginjal.
Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen
dengan cara reabsorpsi via transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein
seperti bikarbonat, akan diresorpsi.

b. Ansa Henle
Ansa henle terbagi atas 3 bagian yaitu bagian tebal turun (pars asendens), bagian tipis
(segmen tipis) dan bagian tebal naik (pars asendens). Segmen tebal turun mempunyai
gambaran mirip dengan tubulus kontortus proksimal, sedangkan segmen tebal naik
mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal. Segmen tipis ansa henle mempunyai
tampilan mirip pembuluh kapiler darah, tetapi epitelnya sekalipun hanya terdiri atas selapis
sel gepeng, sedikit lebih tebal sehingga sitoplasmanya lebih jelas terlihat. Selain itu lumennya
tampak kosong. Ansa henle terletak di medula ginjal. Fungsi ansa henle adalah untuk
memekatkan atau mengencerkan urin.

c. Tubulus kontortus distal


Tubulus kontortus distal berjalan berkelok-kelok. Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid
dengan batas antar sel yang lebih jelas dibandingkan tubulus kontortus proksimal. Inti sel
bundar dan bewarna biru. Jarak antar inti sel berdekatan. Sitoplasma sel bewarna basofil
(kebiruan) dan permukaan sel yang mengahadap lumen tidak mempunyai paras sikat. Bagian
ini terletak di korteks ginjal. Fungsi bagian ini juga berperan dalam pemekatan urin.

d. Duktus koligen
Saluran ini terletak di dalam medula dan mempunyai gambaran mirip tubulus kontortus distal
tetapi dinding sel epitelnya jauh lebih jelas, selnya lebih tinggi dan lebih pucat. Duktus
koligen tidak termasuk ke dalam nefron. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa
duktus koligen akan bersatu membentuk duktus yang lebih besar yang bermuara ke apeks
papila. Saluran ini disebut duktus papilaris (Bellini). Muara ke permukaan papil sangat
besar, banyak dan rapat sehingga papil tampak seperti sebuah tapisan (area kribrosa). Fungsi
duktus koligen adalah menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis ureter dengan sedikit
absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon antidiuretik (ADH).
Di samping bagian korteks dan medula, pada ginjal ada juga bagian korteks yang menjorok
masuk ke dalam medula membentuk kolom mengisi celah di antara piramid ginjal yang
disebut sebagai kolumna renalis Bertini. Sebaliknya ada juga jaringan medula yang
menjorok masuk ke dalam daerah korteks membentuk berkas-berkas yang disebut prosessus
Fereni

Sawar Ginjal
Sawar ginjal adalah bangunan-bangunan yang memisahkan darah kapiler glomerulus dari
filtrat dalam rongga Bowman. Sawar ini terdiri atas endotel kapiler bertingkap glomerulus,
lamina basal dan pedikel podosit yang dihubungkan dengan membran celah (slit
membran). Sel podosit adalah sel-sel epitel lapisan viseral kapsula Bowman. Sel-sel ini telah
mengalami perubahan sehingga berbentuk bintang. Selain badan sel sel-sel ini mempunyai
beberapa juluran (prosessus) mayor (primer) yang meluas dari perikarion dengan cara seperti
tentakel seekor gurita. Sebuah prosessus primer mempunyai beberapa prosessus sekunder
yang kecil atau pedikel. Pedikel podosit yang berdekatan saling berselang-seling dalam
susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut celah filtrasi (Slit pores) di antara
pedikel. Pedikel-pedikel ini berhubungan dengan suatu membran tipis disebut membran
celah (Slit membran). Di bawah membran slit ini terdapat membran basal sel-sel sel endotel
kapiler glomerulus.
Guna sawar ginjal ini adalah untuk menyaring molekul-molekul yang boleh melewati lapisan
filtrasi tersebut dan molekul-molekul yang harus dicegah agar tidak keluar dari tubuh.
7

Molekul-molekul yang dikeluarkan dari tubuh adalah molekul-molekul yang sudah tidak
diperlukan oleh tubuh, sisa-sisa metabolisma atau zat-zat yang toksik bagi tubuh. Molekulmolekul ini selanjutnya akan dibuang dalam bentuk urin (air kemih). Proses filtrasi ini
tergantung kepada tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus.

LO 1.3 Vaskularisasi
Perdarahan Ginjal
a. Medulla : dari Aorta abdominalis bercabang A.renalis sinistra dan dekstra setinggi VL 1,
masuk melalui hilum renalis menjadi A.segmentalis (A.lobaris) lanjut menjadi A.
interlobaris terus A.arquata lanjut lagi menjadi A.interlobularis terus A.afferen dan
selanjutnya masuk ke bagian korteks renalis ke dalam glomerulus (capsula bowman),
disini terjadi filtrasi darah.
b. Korteks : A.efferen berhubungan dengan V.interlobularis bermuara ke V.arcuata
bermuara ke V.interlobaris bermuara ke V.lobaris (V.segmentalis) bermuara ke V.renalis
sinistra dan dekstra dan selanjutnya bermuara ke V.cava inferior dan berakhir ke atrium
dekstra.

LO 1.4 Persyarafan
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal (dan Biokimia)


Empat proses utama pembentukan urin:
1. Filtrasi glomerulus
Proses penyaringan besar-besaran plasma (hampir bebas protein) dari kapiler glomerulus ke
dalam kapsula bowman. Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan
struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar
kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan
komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari
jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai
arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam
lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula
bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate
glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler
glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium
visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang
8

ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.2008).


Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi
kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan
di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan onkotik
di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring.
Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektif permeable. Normalnya
komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan
bebas tersaring (Guyton.2008).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm
atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi
kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric
charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah
tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti
glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati
saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat
glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung
protein (Guyton.2008).
Laju filtrasi glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan
menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu
direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan
waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma.
Faktor yang mempengaruhi LFG :
LFG = Kf x (PKG + KpB) (PKpB + KG)
Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasi
PKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulus
PKpB = tekanan hidrostatik kapsula Bowman
KpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0
KG = tekanan onkotik kapiler glomerulus
a.

Keadaan normal Kf jarang berubah berubah dalam keadaan patologis. Dapat


berubah karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat antara ansa-ansa
kapiler glomerulus.

b.

Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas


permukaan glomerulus.

c.

Radang glomerulus dapat merusak glomerulus tidak berfungsi


mengurangi luas permukaan filtrasi.

(PKG - PKpB - KG) = tekanan filtrasi bersih


Pengaturan GFR (Glomerulus Filtration Rate)
Rata-rata GFR normal pada laki-laki sekitar 125 ml/menit. GFR pada wnita lebih rendah
dibandingkan pada pria. Factor-faktor yang mempengaruhi besarnya GFR antara lain ukuran
anyaman kapiler, permiabilitas kapiler, tekanan hidrostatik, dan tekanan osmotik yang
terdapat di dalam atau diluar lumen kapiler. Proses terjadinya filtrasi tersebut dipengaruhi
oleh adanya berbagai tekanan sebagai berikut:
a. Tekanan kapiler pada glomerulus 50 mmHg
b. Tekanan pada capsula bowman 10 mmHg
c. Tekanan osmotic koloid plasma 25 mmHG
Ketiga faktor diatas berperan penting dalam laju peningkatan filtrasi. Semakin tinggi tekanan
kapiler pada glomerulus semakin meningkat filtrasi dan sebaliknya semakin tinggi tekanan
pada capsula bowman. serta tekanan osmotic koloid plasma akan menyebabkan semakin
rendahnya filtrasi yang terjadi pada glomerulus.
Komposisi Filtrat Glomerulus
Dalam cairan filtrate tidak ditemukan erytrocit, sedikit mengandung protein (1/200 protein
plasma). Jumlah elektrolit dan zat-zat terlarut lainya sama dengan yang terdapat dalam cairan
interstitisl pada umunya. Dengan demikian komposisi cairan filtrate glomerulus hampir sama
dengan plasma kecuali jumlah protein yang terlarut. Sekitar 99% cairan filtrate tersebut
direabsorpsi kembali ke dalam tubulus ginjal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus sebagai berikut:
a. Tekanan glomerulus: semakin tinggi tekanan glomerulus semakin tinggi laju filtrasi, semakin
tinggi tekanan osmotic koloid plasmasemakin menurun laju filtrasi, dan semakin tinggi
tekanan capsula bowman semakin menurun laju filtrasi.
b. Aliran dara ginjal: semakin cepat aliran daran ke glomerulus semakin meningkat laju filtrasi.
c. Perubahan arteriol aferen: apabial terjadi vasokontriksi arteriol aferen akan menyebabakan
aliran darah ke glomerulus menurun. Keadaan ini akan menyebabakan laju filtrasi glomerulus
menurun begitupun sebaliknya.
d. Perubahan arteriol efferent: pada kedaan vasokontriksi arteriol eferen akan terjadi
peningkatan laju filtrasi glomerulus begitupun sebaliknya
e. Pengaruh perangsangan simpatis, rangsangan simpatis ringan dan sedang akan menyebabkan
vasokontriksi arteriol aferen sehingga menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus.
f. Perubahan tekanan arteri, peningkatan tekanan arteri melalui autoregulasi akan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah arteriol aferen sehinnga menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus.

10

2. Reabsorpsi tubulus

Perpindahan zat dari lumen tubulus menuju plasma kapiler peritubulus. Tubulus proksimal
bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan
kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada
tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari
tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan
meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan
dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus
melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan
( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan
dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane
plasma.
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari
vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang
mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi
pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal,
Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2
ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah.
Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel
bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang
berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan
lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan
( countertransport ) (sherwood, 2006).
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active
transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan
active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati
membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi
dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2006)
11

Hampir 99% dari cairan filtrate direabsorpsi kembali bersama zat-zat yang terlarut didalam
cairan filtrate tersebut. Akan tetapi tidak semua zat-zat yang terlarut dapat direabsorpsi
dengan sempurna, antara lain glukosa dan asam amino. Mekanisme terjadinya reabsorpsi
pada tubulus melalui dua cara yaitu:
a. Transfort aktif
Zat-zat yang mengalami transfort aktif pada tubulus proksimal yaitu ion Na+, K+, PO4-,
NO3-, glukosa dan asam amino. Terjadinya difusi ion-ion khususnya ion Na+, melalui
sel tubulus kedalam pembuluh kapiler peritubuler disebabkan perbedaan ptensial listrik
didalam ep-itel tubulus (-70mvolt) dan diluar sel (-3m volt). Perbedaan electrochemical
gradient ini membentu terjadinya proses difusi. Selain itu perbedaan konsentrasi ion Na+
didalam dan diluar sel tubulus membantu meningkatkan proses difusi tersebut.
Meningkatnya difusi natrium diesbabkan permiabilitas sel tubuler terhadap ion natrium
relative tinggi. Keadaan ini dimungkinkan karena terdapat banyak mikrovilli yang
memperluas permukaan tubulus. Proses ini memerlukan energi dan dapat berlangsung
terus-menerus.
b. Transfor pasif
Terjadinya transport pasif ditentukan oleh jumlah konsentrasi air yang ada pada lumen
tubulus, permiabilitas membrane tubulus terhadap zat yang terlarut dalam cairan filtrate
dan perbedaan muatan listrikpada dinding sel tubulus. Zat yang mengalami transfor
pasif, misalnya ureum, sedangkan air keluar dari lumen tubulusmelalui prosese osmosis.
Perbedan potensial listrik didalam lumen tubulus dibandingkan diluar lumen tubulus
menyebabkan terjadinya proses dipusi ion Na+ dari lumen tubulus kedalam sel epitel
tubulus dan selanjutnya menuju kedalam sel peritubulus. Bersamaan dengan perpindahan
ion Na+ diikuti pula terbawanya ion Cl-, HCO3- kedalam kapiler peritubuler. Kecepatan
reabsorsi ini ditentukan pula oleh perbedaan potensial listrik yang terdapat didalam dan
diluar lumen tubulus. Untuk menjelaskan proses diatas dapat dilihat pada gambar 1.3
dibawah ini:
Sedangkan sekresi tubulus melalui proses: sekresi aktif dan sekresi pasif. Sekresi aktif
merupakan kebalikan dari transpor aktif. Dalam proses ini terjadi sekresi dari kapiler
peritubuler kelumen tubulus. Sedangkan sekresi pasif melalui proses difusi. Ion NH3yang disintesa dalam sel tubulus selanjutnya masuk kedalam lumen tubulus melalui
proses difusi. Dengan masuknya ion NH3- kedalam lumen tubulus akan membantu
mengatur tingkat keasaman cairan tubulus. Kemampuan reabsorpsi dan sekresi zat-zat
dalam berbagai segmen tubulus berbeda-beda.
3. Sekresi tubulus
Perpindahan zat dari plasma kapiler menuju lumen. Volume urin manusia hanya 1% dari
filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif
pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada
tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino
dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate
dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g
garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali
(Sherwood.2001).
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang
12

komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih
diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme
yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03`, dalam urin primer dapat
mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula
dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis.
Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam,
2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm
dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme
antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air
merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat,
lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan.
Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga
kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai
kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2006). Amonia (NH3), hasil
pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu,
zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan
dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam
bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang
dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi
jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan
sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya
racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah
(Sherwood.2006).

13

Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut:
1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari
katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam
jaringan otot.
2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah.
3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal
dalam jumlah kecil.
4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan
magnesium.
5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin.
6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara
normal ditemukan dalam jumlah yang kecil.
7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar
badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan),
dan batu ginjal atau kalkuli.
Zat normal dalam urine:
a

Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr,
tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing manis,
aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus
urea (ornitin dari CO2 dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan
asidosis.

Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan amonia
akan naik.
14

Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin


yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg
BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada
penyakit otot.

Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi
larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan
gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru. Ini
merupakan dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim
urikase akan menjadi allantoin.

Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari

Allantoin, hasil oksidasi asam urat

Cl, dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16 g/hari

Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex: sistein, sistin,
metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan sulfat
netral

Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap pada
urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan
tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme ekskresinya naik dan menurun
pada penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme.

Oksalat, pd metab herediter ttt, ekskresinya naik.

Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel, pemasukan
yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol korteks adrenal

Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis amilase dan disakaridase meningkat.
Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita hamil

Sifat fisik
1. Warna. Urin encer biasanya kuning pucat dan kuning pekat jika kental. Urine segar
biasanya jernih dan menjadi keruh jika didiamkan.
2. Bau. Urin memiliki bau yang khas dan cenderung berbau amonia jika didiamkan. Bau
ini dapat bervariasi sesuai dengan diet; misalnya, setelah makan asparagus. Pada
diabetes yang tidak terkontrol, aseton menghasilkan bau manis pada urin.
3. Asiditas atau alkalinitas. pH urin bervariasi antara 4,8 sampai 7,5 dan biasanya
sekitar 6,0; tetapi juga bergantung pada diet. Ingesti makanan yang berprotein tinggi
akan meningkatkan asiditas, sementara diet sayuran akan meningkatkan alkalinitas.
4. Berat jenis urin berkisar antar 1,001 sampai 1,035; bergantung pada konsentrasi urin.
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Sindroma Nefrotik
15

LO 3.1 Definisi
Sindrom nefrotik (SN) merupakan tanda patognomonik penyakit glomerular yang ditandai
dengan edema anasarka, proteinuria masif lebih dari 3,5g/hari, hipoalbuminemia kurang dari
3,5g/hari, hiperkolesterolemia, dan lipiduria. Tidak semua pasien dengan proteinuria diatas
3,5g/hari akan tampil dengan gejala yang komplit; beberapa diantaranya memiliki kadar
albumin yang normal dan tanpa edema. Umumnya fungsi ginjal pada pasien SN adalah
normal, tetapi pada sebagian kasus dapat berkembang menjadi gagal ginjal yang progresif.
LO 3.2 Etiologi
SN dapat disebabkan oleh GN primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit
jaringan ikat, obat atau toksin dan akibat penyakit sistemik. Glomerulonefritis lesi minimal
merupakan penyebab SN utama pada anak. Sekitar 30% penyebab SN pada dewasa
dihubungkan dengan penyakit sistemik sperti diabetes melitus, amiloidosis, atau SLE.
Penyebab lain disebabkan oleh kelainan primer pada ginjal seperti kelainan lesi minimal,
glomerulosklerosis fokal segmental, dan nefropati membranosa.

LO 3.3 Epidemiologi
Sindrom nefrotik lebih sering terjadi pada pria dibandingkan wanita (2:1) dan kebanyakan
terjadi antara umur 2 dan 6 tahun. Telah dilaporkan terjadi paling muda pada anak umur 6
bulan dan paling tua pada masa dewasa. SNKM terjadi pada 85-90% pasien dibawah umur 6
tahun; 4 Di Indonesia dilaporkan 6 kasus per 100.000 anak per tahun. Pada penelitian di
Jakarta (Wila Wirya) menemukan hanya 44.2% tipe kelainan minimal dari 364 anak dengan
sindrom nefrotik primer yang dibiopsi, sedangkan ISKDC melaporkan penelitiannya diantara
521 pasien, 76,4% merupakan tipe kelainan minimal.2
Angka kejadian sindrom nefrotik pada anak dibawah usia 18 tahun diperkirakan berkisar 2-7
kasus per 100.000 anak per tahun, dengan onset tertinggi terjadi pada usia 2-3 tahun. Hampir
50% penderita mulai sakit saat berusia 1-4 tahun, 75% mempunyai onset sebelum berusia 10
tahun.3
LO 3.4 Klasifikasi
Klasifikasi dan penyebab sindrom nefrotik didasarkan pada penyebab primer ( gangguan
glomerular karena umur), dan sekunder (penyebab sindrome nefrotik).
a. Penyebab Primer
Umumnya tidak diketahui kausnya dan terdiri atas sindrome nefrotik idiopatik (SNI) atau
yang sering disebut juga SN primer yang bila berdasarkan gambaran dari histopatologinya,
dapat terbagi menjadi ;
1. Sindroma nefrotik kelainan minimal
2. Nefropati membranosa
3. Glomerulonephritis proliferative membranosa
16

4. Glomerulonephritis stadium lanjut


b. Penyebab Sekunder
- Infeksi : malaria, hepatitis B dan C, GNA pasc infeksi, HIV, sifilis, TB, lepra,
skistosoma
- Keganasan : leukemia, Hodgkins disease, adenokarsinoma :paru, payudara, colon,
myeloma multiple, karsinoma ginjal
- Jaringan penghubung : SLE, artritis rheumatoid, MCTD (mixed connective tissue
disease)
- Metabolik : Diabetes militus, amyloidosis
- Efek obat dan toksin : OAINS, preparat emas, penisilinami, probenesid, kaptopril,
heroin
- Berdasarkan respon steroid, dibedakan respon terhadap steroid (sindrom nefrotik yang
sensitive terhadap steroid (SNSS) yang lazimnya berupa kelainan minimal, tidak perlu
biopsy), dan resisten steroid atau SNRS yang lazimnya bukan kelainan minimal dan
memerlukan biopsy.

LO 3.5 Patofisiologi
Proteinuria
Ada 3 jenis proteinuria yaitu glomerular (contoh: Sindroma Nefrotik), tubular dan overflow.
Proteinuria pada penyakit glomerular disebabkan oleh meningkatnya filtrasi makromolekul
melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini sering diakibatkan oleh kelainan pada podosit
glomerular, meliputi retraksi dari foot process dan/atau reorganisasi dari slit diaphragm.
Perbedaan potensial listrik yang dihasilkan oleh arus transglomerular akan memodulasi flux
makromolekul melewati dinding kapiler glomerulus.
Glomerulus ginjal terdiri dari vascular bed yang kompleks yang berfungsi sebagai
ultrafiltrasi selektif terhadap protein plasma. Sistem filtrasi glomerulus terdiri dari 3 lapisan:
sel endotel, membran basal glomerulus dan lapisan sel epitel (podosit). Podosit merupakan
lapisan barier terluar dari sistem filtrasi glomerulus. Dalam kondisi patologis, podosit
mengalami berbagai perubahan bentuk struktural seperti Foot Process Effacement,
Pseudocyst Formation, hipertrofi, terlepas dari membran basal glomerulus (detachment) dan
apoptosis. Fp effacement merupakan karakteristik perubahan yang paling dominan dijumpai
pada SN dan penyakit glomerular lainnya yang disertai proteinuria. SN terutama disebabkan
oleh injuri sel podosit dengan manifestasi proteinuria masif.
Dalam keadaan normal membran basal glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk
mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul
(size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik (charge barrieri). Pada SN, kedua
mekanisme penghalang tersebut ikut terganggu.

17

Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif berdasarkan ukuran molekul protein
yang keluar melalui urin. Proteinuria selektif apabila protein yang keluar terdiri dari molekul
kecil misalnya albumin, sedangkan non-selektif apabila protein yang keluar terdiri dari
molekul besar seperti imunoglobulin. Selektivitas proteinuria dipengaruhi oleh keutuhan
struktur membran basal glomerulus.
Berukurangnya kandungan heparan sulfat proteoglikan pada GN lesi minimal menyebabkan
muatan negatif membran basal glomerulus menurun dan albumin dapat lolos ke dalam urin.
Injuri podosit terjadi melalui 4 mekanisme utama: perubahan komponen dari slit diaphragm
atau strukturnya, disregulasi sitoskeleton aktin, perubahan pada membran basal glomerulus
atau interaksinya dengan podosit, atau perubahan muatan listrik negatif pada permukaan
podosit. Rusaknya podosit akan memicu terjadinya apoptosis dan terlepasnya (detachment)
podosit dari membran basal glomerulus. Akibatnya berlanjut pada kerusakan lain yang
diperantarai pelepasan sitokin, stress mekanik, dan polaritas yang semakin menurun sehingga
terbentuk sklerosis dan jaringan parut pada glomerulus.
Hipoalbuminemia
Konsentrasi albumin plasma ditentukan oleh asupan protein, sintesis albumin hari dan
kehilangan protein melalui urin. Pada SN hipoalbuminemia disebabkan oleh proteinuria
masif dengan akibat penurunan tekanan onkotik plasma. Untuk mempertahankan tekanan
onkotik plasma maka hati berusaha meningkatkan sintesis albumin. Peningkatan sintesis
albumin hati tidak berhasil menghalangi timbulnya hipoalbuminemia. Dalam keadaan normal
hati memiliki kapasitas sintesis untuk meningkatkan albumin total sebesar 25 gram per hari.
Namun masih belum jelas mengapa hati tidak mampu meningkatkan sintesis albumin secara
adekuat. Hipoalbuminemia dapat pula terjadi akibat peningkatan reabsorbsi dan katabolisme
albumin oleh tubulus proksimal.
Edema
Underfill
: teori underfill menjelaskan bahwa hipoalbuminemia merupakan faktor kunci
terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan onkotik
plasma sehingga cairan bergeser dari intravaskular ke jaringan interstitium (hukum Starling)
dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma
terjadi hipovolemia dan ginjal melakukan kompensasi dengan merangsang sistem reninangiotensin sehingga terjadi retensi natrium dan air di tubulus distal. Mekanisme kompensasi
ini akan memperbaiki volume intravaskular tetapi juga akan mengeksaserbasi terjadinya
hipoalbuminemia sehingga edema semakin berlanjut.
Overfill
: teori overfill menjelaskan bahwa retensi natrium adalah defek utama renal.
Terjadi defek primer pada kemampuan nefron distal untuk mengekskresi natrium, karena
aktivasi kanal natrium epitel (EnaC) oleh enzim proteolitik yang memasuki lumen tubulus
pada keadaan proteinuria masif. Akibatnya terjadi peningkatan volume darah, penekanan
renin-angiotensin dan vasopresin dan kecenderungan untuk terjadinya hipertensi
dibandingkan hipotensi; ginjal juga relatif resisten terhadap efek natriuretic peptide.
18

Meningkatnya volume darah akibat tekanan onkotik yang rendah, memicu transudasi cairan
ke ruang ekstraseluler dan edema. Penurunan laju filtrasi glomerulus akibat kerusakan ginjal
akan menambah retensi natrium dan edema.

Hiperlipidemia
Kolesterol serum, very low density lipoprotein (VLDL), low density lipoprotein (LDL),
trigliserida meningkat sedangkan HDL dapat meningkat, normal atau menurun. Hal ini
disebabkan peningkatan sintesis lipid di hepar dan penurunan katabolisme di perifer
(penurunan pengeluaran lipoprotein, VLDL, kilomikron dan intermediate density lipoprotein
dari darah). Peningkatan sintesis lipoprotein lipid distimulasi oleh penurunan albumin serum
dan penurunan tekanan onkotik.
LO 3.6 Patologi Anatomi
LO 3.7 Imunologis
LO 3.8 Manifestasi Klinis
a

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya bervariasi dari
bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan
(pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen
daerah genitalia dan ekstermitas bawah.

19

Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa

Pucat

Hematuri

Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan keletihan umumnya
terjadi.

Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang), (Betz, Cecily L.2002 : 335).

LO 3.9 Diagnosis dan Diagnosis Banding


a.Uji urine
1)Protein urin meningkat
2)Urinalisis cast hialin dan granular, hematuria
3)Dipstick urin positif untuk protein dan darah
4)Berat jenis urin meningkat
b.Uji darah
1)Albumin serum menurun
2)Kolesterol serum meningkat
3)Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsetrasi)
4)Laju endap darah (LED) meningkat
5)Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
c.Uji diagnostik
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz, Cecily L,
2002 : 335).
Indikasi biposi ginjal:
-

Sindrom nefrotik dengan hematuria nyata, hipertensi, kadar kreatinin dan ureum
plasma meninggi atau kadar komplemen serum menurun.
Sindrom nefrotik resisten steroid
Sindrom nefrotik dependen steroid

LO 3.10 Tatalaksana
Pada kasus sindrom nefrotik yang diketahui untuk pertama kalinya, sebaiknya penderita
dirawat di RS dengan tujuan untuk mempercepat pemeriksaan dan evaluasi pengaturan diet,
penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid dan edukasi bagi orang tua. Sebelum
pengobatan steroid dimulai, dilakukan uji Mantoux. Bila hasilnya + diberikan INH bersama
steroid dan bila ditemukan TB makan diberikan OAT. Perawatan pada sindrom nefrotik relaps
20

dilakukan bila disertai edema anasarka yang berat atau disertai komplikasi muntah, infeksi
berat, gagal ginjal, atau syok. Tirah baring tidak perlu dipaksakan dan aktivitas disesuaikan
dengan kemampuan pasien.
Pemberian diet tinggi protein tidak diperlukan. Bahkan sekarang dianggap kontraindikasi,
karena akan menambah beban glomerular untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein
(hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sklerosis glomerulus. Sehingga cukup diberikan
diet protein normal sesuai dengan RDA (Recommended Daily Allowance) yaitu
2g/kgBB/hari. Diet rendah protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan
hambatan pertumbuhan anak. Diet rendah garam (1-2g/hari) hanya diperlukan jika anak
menderita edema.
a. Pengobatan Inisial
Sesuai dengan anjuran ISKDC pengobatan inisial pada sindrom nefrotik dimulai dengan
pemberian prednison dosis penuh 60mg/m2LPB/hari (max 80mg/hari), dibagi dalam 3 dosis
untuk menginduksi remisi. Dosis prednison dihitung berdasarkan berat badan ideal (berat
badan terhadap tinggi badan). Prednison dalam dosis penuhinisial diberikan selama 4
minggu, setelah pemberian steroid dalam 2 minggu pertama, remisi telah terjadi pada 80%
kasus, dan remisi mencapai 94% setelah pengobatan steroid 4 minggu. Bila terjadi remisi
pada 4 minggu pertama, maka pemberian steroid dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan
dosis 40mg/m2 LPB/hari (2/3 dosis awal) secara alternating (se;ang sehari). 1 x sehari setelah
makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid sosis penuh, tidak terjadi remisi,
pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.
b. Pengobatan Relaps
Pada sindrom nefrotik yang mengalami proteinuria +2 kembali tetapi tanpa edema, sebelum
dimulai pemberian prednison, terlebih dahulu dicari pemicunya, biasanya infeksi saluran
nafas atas. Bila ada infeksi, diberikan antibiotik 5-7hari dan bila setelah pemberian antibiotik
kemudian proteinuria menghilang, tidak perlu diberikan pengobatan relaps. Bila sejak awal
ditemukan proteinuria 2+ disertai edema, maka didiagnosis sebagai relaps dan diberi
pengobatan relaps.
Jumlah kejadian relaps dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan inisial sangat
penting, karena dapat meramalkan perjalanan penyakit selanjutnya. Berdasarkan relaps yang
terjadi dalam 6 bulan pertama pasca pengobatan steroid inisia, pasien dapat dibagi dalam
beberapa penggolongan, yaitu:
1. Tidak ada relaps dama sekali (30%)
2. Relaps jarang: jumlah relaps < 2x (10-20%)
3. Relaps sering: jumlah relaps 2x (40-50%)
4. Dependen steroid: yaitu keadaan dimana terjadi relaps saat dosis steroid diturunkan
atau dalam 14 hari setelah pengobatan dihentikan, dalam hal ini terjadi 2x berturuturut.
c. Pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid
Pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid ada 4 pilihan, yaitu:
1. Pemberian steroid jangka panjang
2. Pemberian levamisol
21

3. Pengobatan dengan sitostatik


4. Pengobatan dengan siklosporin (pilihan terakhir)
d. Penderita lama (pengobatan relaps)
- Relaps tidak frekuen : prednison 2mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan 3
hari sampai ada remisi. Dilanjutkan dosis intermiten dibagi dalam 3 dosis selama 4
minggu.
- Relaps frekuen
: berikan prednison dosis penuh sampai remisi, kemudian
dilanjutkan dengan sitostatika atau immunosupresan, siklofosfamid atau klorampusil
bersama-sama dengan prednison dosis intermiten selama 8 minggu.
e. Penderita rawat jalan
- Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menimbang BB, mengukur TB, TD dan
pemeriksaan tanda lain.
- Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi, kadar urin
serta kreatinin darah 3-6bulan sekali tergantung pada situasi.
f. Pengobatan tambahan
- Mengatasi edema anasarka dengan memberikan diuretik, furosemid 1-2mg/kgBB/kali,
2x sehari peroral.
- Udem menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1g/kgBB atau plasma 1020ml/kgBB/hari, dilanjutkan dengan furosemid i.v. 1 mg/kgBB/kali.
- Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia (1,5g/dl) berikan albumin
atau plasma darah.

LO 3.11 Pencegahan
LO 3.12 Prognosis
Prognosis baik bila penderita SN memberikan respons yang baik terhadap pengobatan
kortikosteroid dan jarang terjadi relaps. Prognosis jangka panjang SN kelainan minimal
selama pengamatan 20 tahun menunjukkan hanya 4-5% menjadi gagal ginjal terminal,
sedangkan pada glomerulosklerosis 25% menjadi gagal ginjal terminal dalam 5 tahun, dan
pada sebagian besar lainnya disertai penurunan fungsi ginjal.
LO 3.13 Komplikasi
a.Infeksi sekunder mungkin karena kadar imunoglobulin yang rendah akibat hipoalbuminemia.
b.Shock : terjadi terutama pada hipoalbuminemia berat (< 1 gram/100ml) yang menyebabkan
hipovolemia berat sehingga menyebabkan shock.
c.Trombosis vaskuler : mungkin akibat gangguan sistem koagulasi sehingga terjadi peninggian
fibrinogen plasma.
d.Komplikasi yang bisa timbul adalah malnutrisi atau kegagalan ginjal.
(Rauf, .2002 : .27-28).

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Jenis dan Cara Pemeriksaan Penunjang

22

LI 5. Memahami dan Menjelaskan


Pandangan Islam Terhadap Darah dan
Urin
Thaharah
atau
bersuci
adalah
membersihkan diri dari hadats, kotoran,
dan najis dengan cara yang telah
ditentukan, Firman Allah swt. Dalam
surat
Al-Baqarah:222


Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri.
Macam-macam Thaharah
23

Thaharah terbagi dalam 2 bagian :


a. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau
tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi.
Macam macam Hadats dibagi 2 :
- Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia
harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal hal yang menyebabkan
seseorang berhadats besar ialah :
- Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak.
- Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain.
- Meninggal dunia
- Haid, nifas, dan wiladah
- Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia
harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal hal yang menyebabkan
seseorang berhadats kecil ialah :
- Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur
- Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur
- Karena persentuhan antara kulit laki laki dan perempuan yang bukan mahramnya
tanpa batas yang menghalanginya. Karena menyentuh kemaluan.
b. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan
najis dengan air.
Najis terbagi menjadi 3, yaitu :
a. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan
anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya
dengan tanah.
b. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki laki yang belum makan atau
minum apa apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni
anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau
sifatnya.
c. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing,
kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat
yang
terkena
najis
sampai
hilang
warna,
rasa,
dan
baunya.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/5405727/Sindroma_Nefrotik

24

Anda mungkin juga menyukai