Mor Bili
Mor Bili
PENDAHULUAN
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus
yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki gejala klinis khas yaitu terdiri 3 stadium
yaitu (1) Stadium inkubasi atau stadium masa tunas yang berkisar antara 10 sampai 12 hari
setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak
bergejala, (2) Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan
batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)
Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular mulai dari belakang
telinga menyebar ke muka, badan, lengan dan kaki. Ruam didahului dengan suhu badan yang
meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.
Morbili atau campak adalah endemik pada sebagian besar dunia. Di dunia secara
global 10 % dari semua penyebab kematian balita disebabkan oleh campak (kira-kira 800.000
kematian setiap tahun). Telah diketahui bahwa akhir-akhir ini penyakit morbili merupakan
masalah kesehatan masyarakat di negara kita, yakni dengan dilaporkannya kejadian wabah
penyakit morbili di beberapa daerah dengan angka kesakitan dan kematian yang cukup tinggi.
Di indonesia menurut survei kesehatan rumah tangga tahun 2001, campak menduduki urutan
ke 5 dari 10 macam penyakit utama pada bayi (0,7 %) dan urutan ke 5 dari 10 macam
penyakit utama pada anak umur 1 4 tahun (0,77 %). Umur terbanyak menderita campak
adalah < 12 bulan, diikuti kelompok umur 1 4 tahun dan 5 -14 tahun. Penyebab kematian
pada morbili terutama akibat komplikasi yang dialami penderita seperti bronkopneumonia,
gastroenteritis, encephalitis dan lain-lain.
BAB II
MORBILI
I. ETIOLOGI
Campak disebabkan oleh Morbilivirus, salah satu virus RNA dari famili Paramyxoviridae1.
1. Bentuk Virus
Virus berbentuk bulat dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan dibungkus
oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat
nukleokapsid yang bulat lonjong terdiri dari bagian protein yang mengelilingi asam
nukleat (RNA), merupakan struktur heliks nukleoprotein dari myxovirus. Selubung
luar sering menunjukkan tonjolan pendek, satu protein yang berada di selubung luar
muncul sebagai hemaglutinin1.
Paling sedikit terdapat enam protein struktural virion, tiga diantaranya di dalam
selubung. Ketiga protein yang berada dalam selubung ini adalah protein (M) yang
penting untuk penggabungan virus dan proyeksi dua glikoprotein (peplomer);
hemaglitinin (H) memperantarai perlekatan virus ke sel penjamu dan protein lain (F)
memperantarai peleburan sel dan jalan masuk virus ke dalam sel.
2. Ketahanan Virus
Pada temperatur kamar virus campak kehilangan 60% sifat infeksifitasnya selama 3-5
hari, pada 37C waktu paruh umurnya 2 jam, pada 56C hanya satu jam. Pada media
protein ia dapat hidup dengan suhu -70C selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari
pendingin dengan suhu 4-6C dapat hidup selama 5 bulan. Virus tidak aktif pada PH
asam. Oleh karena selubung luarnya terdiri dari lemak maka ia termasuk
mikroorganisme yang bersifat ether labile, pada suhu kamar dapat mati dalam 20%
ether selama 10 menit dan 50% aseton dalam 30 menit. Dalam 1/4000 formalin
menjadi tidak efektif selama 5 hari, tetapi tidak kehilangan antigenitasnya. Tripsin
mempercepat hilangnya potensi antigenik1.
3. Struktur Antigenik
maka ia mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak
dengan berat badan lahir rendah atau lahir mati anak yang kemudian meninggal sebelum usia
1 tahun.
III. PATOLOGI
Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit., membran mukosa nasofaring,
bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan
proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi
dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang
merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah
(1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil,
appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel
saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel
rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas
hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial
karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia
yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan
medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba denganinclusion
body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis.
IV. PATOFISIOLOGI
Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang
infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus
campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas
sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke
jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia
primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik
regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di
lokasi pertama infeksi.
Manusia adalah satu-satunya inang asli untuk virus campak4. Penularan campak
terjadi secara droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis
sampai 4 hari setelah timbul ruam. Infeksi dimulai di mukosa hidung/faring. Di tempat awal
infeksi, penggandaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus
masuk ke dalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear
mencapai kelenjar getah bening lokal. Virus kemudian bermultiplikasi dengan sangat
4
perlahan dan disitu mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular (RES) seperti limpa,
dimana virus menyerang limfosit. Virus campak dapat bereplikasi dalam limfosit tertentu
yang membantu penyebaran ke seluruh tubuh4. Sel mononuclear yang terinfeksi
menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak (sel warthin), sedangkan limfosit T
(termasuk T-supresor dan T-helper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.
Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, 56 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi terbentuk yaitu ketika ketika virus masuk ke dalam
pembuluh darah (viremia primer) dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,
saluran napas, kulit, kandung kemih, dan usus.
Pada hari 9-10 (stadium prodromal) terdapat hiperplasia jaringan limfe dan fokus
infeksi yang berada di epitel saluran napas dan konjungtiva, mengalami nekrosis pada satu
sampai dua lapisan. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke dalam
pembuluh darah (viremia sekunder) dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem
pernafasan diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak
merah. Sebagai reaksi terhadap virus, terjadi proses peradangan epitel saluran pernafasan,
konjungtiva dan kulit yang mana terbentuk eksudat yang serous dan proliferasi sel
mononukleus dan beberapa sel polimorfonukleus di sekitar kapiler. Terjadi distribusi yang
luas dari giant cell multinuklear (sel retikuloendotel Warthin-Finkeldey) akibat fusi-fusi sel
dan inklusi intranuklear terlihat dalam jaringan limfoid di seluruh tubuh (limfoid, tonsil,
terutama appendix). Respon imun ini diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi,
anak tampak sakit berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tampak suatu ulsera kecil
pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan
diagnosis1.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Ruam pada kulit yang muncul pada hari ke 14
setelah awal infeksi terjadi sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen
virus, sebagai hasil interaksi sel T imun dan sel yang terinfeksi virus dalam pembuluh darah
kecil. Pada saat itu antibody humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak
pada kasus yang mengalami defisit sel T 3. Pada kulit, reaksi terutama terjadi di sekitar
kelenjar sebacea dan folikel-folikel rambut 4
Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan
kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media, dan
lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada
kasus campak, selain itu campak juga dapat menyebabkan gizi kurang.
Manifestasi
Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau
kemungkinan konjungtiva
Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus
1-2
2-3
Viremia primer
3-5
Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama,
6
Viremia sekunder
7-11
Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas
11-14
15-17
V. MANIFESTASI KLINIS
Biasanya didahului oleh gejala prodromal, seperti demam, konjungtivitis, koriza,
batuk dan bercak koplik (bercak putih seperti beras pada mukosa bukal yang berhadapan
dengan molar bawah). Ruam muncul 3-4 hari kemudian biasanya dibelakang telinga dan
menyebar ke seluruh tubuh. Ruam pada mulanya makulopapular, tetapi selanjutnya menjadi
seperti jerawat dan meyatu dan dapat berdeskuamasi pada minggu kedua.
Berikut adalah gambaran klinis yang dapat ditemukan pada morbili atau campak berdasarkan
stadiu-stadiumnya :
1. Stadium inkubasi
Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun
pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak
menampakkan gejala sakit. Kenaikan ringan pada suhu dapat terjadi 9-10 hari dari
hari infeksi dan kemudian menurun selama sekitar 24 jam.
2. Stadium prodromal
Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium
prodromal yangberlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik
khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan
fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang
kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada
stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva
telah terkena radang.
Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada
hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran
pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik.
Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat
juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian
tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya
ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir
masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita
akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.
Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis
gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza.
Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita
pernah kontak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
3. Stadium erupsi
Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu
pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan
dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak
terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut.
Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher,
lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar
ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2
atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan
menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.
Diantara makula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul di
belakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal,
muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang
dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat pula splenomegali. Tidak jarang
disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah black measles
yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus
digestivus.
Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak
memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna
kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan
maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit
8
berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang
berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak
tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali.
Adapun sumber lainnya yang menyatakan bahwa terdapat stadium lainnya
setelah stadium erupsi, yaitu stadium konvalesen
4. Stadium konvalesen
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi)
yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia
sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala
patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan
eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai
menjadi normal kecuali bila ada komplikasi. Pada akhirnya bercak akan mengelupas
atau sembuh dengan sendirinya. Umumnya dibutuhkan waktu hingga 2 minggu
sampai anak sembuh benar dari sisa-sisa campak.
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :
Anamnesa :
1.
2.
3.
4.
ekimosis
5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu
sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.
Pemeriksaan fisik
1. Pada stadium prodromal, manifestasi yang tampak mungkin hanya demem (biasanya
tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan conjungtivitis
2. Pada umumnya anak tampak lemah
3. Koplik spot pada hari ke 2 3 panas (akhir stadium prodromal)
4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular yang
munculnya dari belakang telinga, mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka dan
kemudian seluruh tubuh. Dan dapat pula ditemukan lidah kotor (seperti pada lidah
tifoid).
VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk menegakkan diagnosis biasanya bisa didapatkan melalui diagnosis klinis. Namun
dapat pula ditegakkan dengan melakukan kultur serologi dan atau kultur virus.
Isolasi dan identifikasi virus : Swab nasofaring dan sampel darah yang diambil dari
pasien 2-3 hari sebelum onset gejala sampai 1 hari setelah timbulnya ruam kulit
(terutama selama masa demam campak) merupakan sumber yang memadai untuk
isolasi virus. Selama stadium prodromal, dapat terlihat sel raksasa berinti banyak pada
maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran.
Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi
lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan
10
serebrospinal, kadar elektrolit darah dan analisa gas darah untuk komplikasi
ensefalitis.
VIII. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding morbili diantaranya :
1. Roseola infantum.
Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang.
2. Rubella.
Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang timbul
tidak seberat campak.
3. Alergi obat.
Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya
tidak disertai gejala prodromal.
4. Demam skarlatina.
Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah
berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa (Alan R.
Tumbelaka, 2002).
Berikut adalah diagnosis banding Ruam Makulopapular
PENYAKIT
Rubella
(
GAJALA KLINIS
Campak Tidak diawali suatu masa prodromal yang spesifik. Remaja
German)
Eksantema Subitum
rubella.
Gejala demam tinggi selama 3 - 4 hari disertai iritabilitas
biasanya terjadi sebelum timbulnya kemerahan pada kulit
dan diikuti dengan penurunan demam secara drastis
Demam Skarlatina
menjadi normal.
Kelainan kulit pada demam skarlatina biasanya timbul
dalam 12 jam pertama sesudah demam, batuk dan muntah.
Gejala prodromal ini dapat berlangsung selama 2 hari.
Lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa
Steven-Johnson, drug
atau membranosa.
Tidak memiliki gejala prodromal
eruption
Penyakit Kawasaki
Meningococcemia
Penyakit Rikets
toxic
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam saat ruam
keluar1.
4) Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada
hari ke 4-7 setelah timbul ruam, dan sejumlah kecil pada periode pra-erupsi.
Ensefalitis simptomatik timbul pada sekitar 1:1000. Diduga jika ensefalitis terjadi
pada waktu awal penyakit maka invasi virus memainkan peranan besar, sedangkan
ensefalitis yang timbul kemudian menggambarkan suatu reaksi imunologis atau
adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut. Gejala ensefalitis
dapat berupa kejang, letargi, koma, dan iritabel. Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas
meningkat, twitching, disorientasi, juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan
serebrospinal menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear,
peningkatan protein ringan, sedangkan glukosa dalam batas normal1.
5) Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE)
SSPE (Dawsons disease) merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh infeksi oleh virus campak yang persisten, suatu penyulit lambat
yang jarang terjadi. Semenjak penggunaan vaksin meluas, kejadian SSPE menjadi
sangat jarang. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya
pernah campak adalah 0,6-2,2 per 100.000. Masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7
tahun (setelah infeksi campak pertama kali)1. Insidensi pada anak laki-laki 3x lebih
sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan
menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat
vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan
anak yang telah mendapat vaksinasi.
Sebagian besar antigen campak terdapat dalam badan inklusi dan sel otak yang
terinfeksi, tetapi tidak ada partikel virus matur. Replikasi virus cacat karena
kurangnya produksi satu atau lebih produk gen virus, seringkali adalah protein matrix.
Keberadaan virus campak intraseluler laten dalam sel otak pasien dengan SSPE
menandakan kegagalan sistem imun untuk membersihkan infeksi virus3.
Gejala SSPE didahului dengan gangguan tingkah laku, iritabilitas dan
penurunan intelektual yang progresif serta penurunan daya ingat, diikuti oleh
inkoordinasi motorik, dan kejang yang umumnya bersifat mioklonik. Selanjutnya
pasien menunjukkan gangguan mental yang lebih buruk, ketidakmampuan berjalan,
kegagalan berbicara dengan komprehensi yang buruk, dysphagia, dapat juga terjadi
kebutaan. Pada tahap akhir dari penyakit, pasien dapat tampak diam atau koma.
Aktivitas elektrik di otak pada EEG menunjukkan perubahan yang progresif selama
13
sakit yang khas untuk SSPE dan berhubungan dengan penurunan yang lambat dari
fungsi sistem saraf pusat. Laboratorium : Peningkatan globulin dalam cairan
serebrospinal, antibodi terhadap campak dalam serum meningkat (1: 1280)5.
6) Otitis media
Invasi virus ke telinga tengah umumya terjadi pada campak. Gendang telinga
biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri
menjadi otitis media purulenta1.
7) Enteritis dan diare persisten
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase
prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel mukosa usus. Diare persisten
bersifat protein losing enteropathy sehingga dapat memperburuk status gizi1.
8) Konjungtivitis
Ditandai dengan mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi dan fotofobia.
Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya
dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis
diperburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis yang dapat menyebabkan
kebutaan.
9) Jantung
Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung
seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya.
10) Hemorrhagic (black) measles
Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai
dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala
encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari
mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata.
11) Reaktivasi atau memberatnya penyakit TB
12) Trombositopenia.
X. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yang diberikan dapat dimulai dengan pengobatan supportif yaitu
memperbaiki keadaan umum, istirahat cukup, mempertahankan status nutrisi dan hidrasi
(cukup cairan dan kalori), perawatan kulit dan mata, perawatan lain sesuai penyulit yang
terjadi.
Selain itu berikan pengobatan simtomatik, yaitu berupa antipiretika bila suhu tubuh
tinggi. Paracetamol 7,5 10 mg/kgBB/kali, interval 6 8 jam. Kemudian dapat diberikan
sedativum, obat batuk dan yang paling penting adalah istirahat untuk memperbaiki keadaan
umumnya. Oleh karena itu dapat diberikan ekspektoran : gliseril guaiakolat untuk anak 6 12
tahun : 50 100 mg tiap 2 6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari. Antitusif perlu diberikan
14
bila batuknya menggangu atau berat. Jika perlu diberikan mukolitik. Antitusif (codein) tidak
boleh diberikan.
Pemberian Vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan
200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan
epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk
meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total (meningkatkan daya tahan tubuh).
Pengobatan komplikasi
a) Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik Ampisilin 100 mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena
dikombinasikan dengan Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari intravena dalam 4 dosis dan
oksigen 2 liter/menit sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per
oral. Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik,
maka uji tuberculin dilakukan setelah anak sehat kembali (3 4 minggu kemudian)
karena uji tuberculin biasanya negatif atau alergi pada saat anak menderita campak.
Terjadi alergi karena adanya gangguan delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel
limfosit T yang terganggu fungsinya.
b) Enteritis : Pemberian cairan intravena untuk mengatasi dehidrasi
c) Otitis media : diberika antibiotik kotrimoksasol-sulfametoksasol
(TMP
(PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia
12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak
ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna
karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak
(IDAI, 2004). Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat
berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan.
1) Imunisasi aktif
Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur 9
bulan atau lebih. Imunisasi ulangan diberikan pada usia 5 7 tahun. Pada tahun 1963
telah dibuat dua macam vaksin campak, yaitu (1) vaksin yang berasal dari virus
campak hidup yang dilemahkan (tipe Edmonstone B), dan (2) vaksin yang berasal
dari virus campak yang dimatikan (dalam larutan formalin dicampur dengan garam
alumunium). Namun sejak tahun 1967, vaksin yang berasal dari virus campak yang
telah dimatikan tidak digunakan lagi, oleh karena efek proteksinya hanya bersifat
sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat1. Vaksin dari
virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan
protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari antibodi yang terbentuk
karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5 ml, namun
dilaporkan bahwa pemberian secara intramuskular mempunyai efektivitas yang sama.
Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu
4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari
pendingin. Vaksin yang berasal dari virus campak yang dilemahkan berkembang dari
Edmonstone strain menjadi strain Schwarz (1965) dan kemudian menjadi strain
Moraten (1968).
Vaksin campak sering dipakai bersama-sama dengan vaksin rubela dan parotitis
epidemika yang dilemahkan, vaksin polio oral, difteri-tetanus-polio vaksin dan lainlain. Laporan beberapa peneliti menyatakan bahwa kombinasi tersebut pada umumnya
aman dan tetap efektif 2.
2) Imunisasi pasif
Campak dapat dicegah dengan Immune serum globulin (gamma globulin) dengan
dosis 0,25 ml/kgBB intramuskuler, maksimal 15 ml dalam waktu 5 hari sesudah
terpapar, atau sesegera mungkin. Perlindungan yang sempurna diindikasikan untuk
bayi, anak-anak dengan penyakit kronis, dan para kontak di bangsal rumah sakit serta
institusi penampungan anak. Setelah hari ke 7-8 dari masa inkubasi, maka jumlah
antibodi yang diberikan harus ditingkatkan untuk mendapatkan derajat perlindungan
16
yang diharapkan7. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit
mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat.
Indikasi :
Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak
mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini,
maka harus diberikan imunoglobin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari
paparan. Selain itu vaksi MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 15
Kontraindikasi vaksin : reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau gelatin, sedang menderita
demam tinggi, kehamilan, imunodefisiensi (keganasan hematologi atau tumor padat,
imunodefisiensi kongenital, terapi imunosupresan jangka panjang, sedang memperoleh
pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah, infeksi HIV dengan
imunosupresi berat2.
XII. PROGNOSIS
Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit
maka prognosisnya baik. Dikatakan baik pada anak dengan keadaan umum yang baik, tetapi
prognosis buruk bila keadaan umum buruk, anak yang sedang menderita penyakit kronis atau
bila ada komplikasi. Biasanya campak sembuh dalam 7-10 hari setelah timbul ruam. Bila ada
penyulit infeksi sekunder/malnutrisi berat, maka penyakit menjadi berat. Kematian
disebabkan karena penyulit (pneumonia dan ensefalitis)2
17
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit campak merupakan salah satu penyakit menular dengan tingkat insidensi yang
tinggi pada anak-anak. Puncak insiden dari penyakit ini adalah kelompok umur 5 10 tahun.
Penyakit ini memiliki 4 stadium, antara lain stadium inkubasi, prodromal, erupsi dan
konvalesen, biasanya diawali dengan gejala demam, malaise, batuk, konjungtivitis, koriza,
fotofobia kemudian timbul bercak koplik pada mukosa bukalis yang merupakan
patognomonis pada morbili. Beberapa hari kemudian timbul bercak eritem berupa
makulopapular disertai naiknya suhu tubuh yang bermula di bekalang telinga, tengkuk, badan
dan akhirnya seluruh tubuh. Pada stadium erupsi bercak eritem akan berkurang dan
meninggalkan bekas berwarna gelap pada kulit yang lama-kelamaan akan menghilang.
Penularan yang cepat, terutama pada kelompok dengan daya tahan imun rendah,
kepadatan yang tinggi, serta kurangnya akses pelayanan kesehatan dan pelaksanaan
vaksinasi, terutama di daerah pedesaaan. Kematian pada campak sering kali disebabkan oleh
komplikasi-komplikasinya, seperti pneumonia dan ensefalitis. Penyakit ini dapat dicegah
melalui vaksinasi, karena vaksin campak telah terbukti efektif menurunkan insidensi
penyakit.
18